Anda di halaman 1dari 9

Nama : Dyah Eka Ratnasari

Prodi : Hukum Ekonomi Syariah

STOP KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

I. PENDAHULUAN

Perempuan kerap kali dipandang sebagai seseorang yang lemah, berbeda


dengan laki-laki yang selalu dipandang kuat. Dengan pandangan tersebut,
perempuan kerap mendapat perlakuan yang tidak adil bahkan menerima perlakuan
kasar dan keras dari orang lain. Tindakan kekerasan adalah ancaman yang serius
bagi para perempuan. Dewasa ini banyak sekali berita yang membahas mengenai
adanya tindak kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Tidak hanya melalui
berita, kita bahkan biasa menemukan tindak kekerasan terhadap perempuan di
sekitar kita. Kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan bisa terjadi di
lingkungan publik atau lingkungan pribadi dan tak jarang perempuan mendapat
tindak kekerasan secara terang-terangan.

Pada tahun 2020 terdapat 947 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah
publik dengan berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan.1 Banyak perempuan
korban kekerasan yang memilih untuk memendam apa yang mereka alami. Tidak
adanya orang yang bisa dipercaya atau ketika korban bercerita malah disalahkan
menjadi penyebab mengapa para korban memilih untuk diam. Perlindungan
terhadap perempuan harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat, baik laki-
laki maupun perempuan itu sendiri. Maraknya berita dan informasi mengenai
kekerasan terhadap perempuan, membuat para perempuan diluar sana menjadi
was-was dan takut jika harus bepergian sendiri. Tindak kekerasan terhadap
1
Mustafainah Aflina dkk, Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan 2020:
Perempuan Dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber,
Perkawinan
Anak dan Keterbatasan Penanganan di Tengah COVID-19, (Jakarta: Komnas Perempuan, 2021)
hlm 21.
perempuan juga kerap dikaitkan dengan gender sebagai pembeda antara peran laki
-laki dan perempuan.

Pekerja migran menurut Suharto, yaitu seseorang yang terlibat dalam kegiatan
kerja yang dibayar disuatu negara yang mana dia bukan warga negara tersebut. 2
Kekerasan terhadap perempuan pekerja migran juga kerap terjadi. Mereka yang
kebanyakan berangkat dari pedesaan rela jauh dari keluarga demi mencari uang,
tetapi di tanah rantau, mereka malah diperlakukan tidak manusiawi.

Dengan latar belakang tersebut, melalui essay ini akan dibahas mengenai apa
itu kekerasan terhadap perempuan, seperti apa bentuk bentuknya, mengapa
perempuan rentan mendapatkan tindak kekerasan, bagaimana sikap yang harus
dilakukan perempuan ketika mendapat tindak kekerasan serta apa saja bentuk-
bentuk kekerasan yang diterima oleh para perempuan pekerja migran.
Pembahasan ini perlu untuk dilakukan agar pembaca mengetahui bahwa
kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan sangat salah dan tidak manusiawi
jika dilakukan dan bagi perempuan agar bisa belajar, percaya diri dan berhati hari
ketika beraktivitas.

II. ISI

Kekerasan sangat tidak asing terdengar di telinga kita. Kamus Webster,


mendefinisikan kekerasan sebagai penggunaan kekuatan fisik untuk melukai atau
menganiaya serta perlakuan atau prosedur yang kasar serta keras. 3 Lalu, apa
sebenarnya kekerasan terhadap perempuan itu? Dalam deklarasi tentang
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (1993), kekerasan terhadap
perempuan didefinisikan sebagai suatu tindakan kekerasan berbasis gender yang
mengakibatkan bahaya atau penderitaan fisik, seksual atau mental perempuan,
termasuk ancaman tindakan sejenis, pemaksaan atau perampasan kebebasan
secara sewenang-wenang, baik terjadi di ranah publik maupun kehidupan pribadi.4

2
Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. (Bandung: Alfabeta, 2007), hal.216.
3
Sulaeman, Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Perspektif Sosiologis, 46.
Kekerasan terhadap perempuan begitu umum berlangsung, sehingga para ahli
studi gender menyatakan telah terstruktur sebagai kontrol laki-laki terhadap
perempuan walaupun bentuknya tampak individual dan berbeda-beda.5 Karena
terstruktur sebagai kontrol laki-laki terhadap perempuan, maka perempuan
semakin rentan mendapatkan tindak kekerasan. Hal ini karena terjadi
ketidakseimbangan posisi antara laki-laki dan perempuan.6 Bentuk tindak
kekerasan tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga bentuk-bentuk lain seperti
pemerkosaan atau penyalahgunaan seksual, pemukulan, dan lain-lain bentuk
kekerasan yang bahkan tidak disadari oleh perempuan. Kekerasan terhadap
perempuan bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja bahkan bisa
juga dilakukan oleh keluarga terdekat sendiri. Jadi dalam lingkungan keluarga
harus selalu ditanamkan rasa saling menyayangi agar ketika masing-masing dari
anggota keluarga berada di masyarakat tidak menjadi pelaku tindak kekerasan
terhadap perempuan. Dalam lingkungan masyarakat bisa saja terdapat sebuah
tradisi atau kebiasaan yang mempengaruhi sikap masyarakat, di wilayah tertentu
ada perbedaan dalam memperlakukan perempuan. Perlakuan yang mengakibatkan
timbulnya tindak kekerasan tentu sangat salah, tetapi untuk mengubah suatu
tradisi atau kebiasaan yang sudah ada di masyarakat adalah masalah yang sulit.

Macam-macam bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan yang sering


dijumpai seperti:

1. Kekerasan fisik yaitu perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cedera, luka
atau cacat pada tubuh seseorang atau menyebabkan kematian. Contohnya
antara lain memukul, menendang, meninju, membanting, menginjak-injak,
menyeret, menyiram air panas, menyetrika, dan membakar.
2. Kekerasan psikis yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
4
“Kekerasan Terhadap Perempuan”, hlm 1, diakses dari
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/7970a-5a3f9-8.-kekerasan-terhadap-perempuan.pdf,
pada tanggal 13/11/2021 pukul 16:55.
5
Sulaeman, Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Perspektif Sosiologis, 48.
6
“Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, hlm 9, diakses dari
https://www.pdfdrive.com/fenomena-tindak-kekerasan-thd-perempuan-dan-anak-e59558884.html,
pada tanggal 14/11/2021 pukul 9:55.
bertindak, dan rasa tidak percaya pada seseorang. Contoh kekerasan psikis
antara lain merendahkan, menghina, menyebut dengan sebutan yang tidak
senonoh (pelacur, perek, balon), mengisolasi, dan melarang keluar rumah.
3. Kekerasan seksual yaitu setiap perbuatan yang mencakup pelecehan
seksual sampai kepada memaksa seseorang untuk melakukan hubungan
seksual tanpa persetujuan korban atau ketika korban tidak menghendaki
dan atau melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar
atau tidak disukai korban dan atau menjauhkannya (mengisolasi) dari
kebutuhan seksualnya.
4. Kekerasan ekonomi yaitu setiap perbuatan yang membatasi seseorang
untuk bekerja di dalam atau di luar rumah yang menghasilkan uang,
barang dan atau jasa dan atau membiarkan korban bekerja untuk
dieksploitasi atau menelantarkan anggota keluarga. Contoh kekerasan
ekonomi yaitu: melarang bekerja, membatasi pengeluaran dengan ketat,
tidak memberikan nafkah, memaksa bekerja tapi hasil dikuasai suami, dan
sebagainya.7

Bentuk-bentuk kekersan terhadap perempuan yang sangat banyak tersebut


terkadang oleh para perempuan tidak disadari bahwa itu adalah tindak kekerasan.
Terutama dalam point kekerasan psikis. Para perempuan banyak yang tidak
menyadari karena beberapa mengganggap bahwa hal itu adalah sebuah candaan.
Padahal jika kekerasan psikis dilakukan secara terus menerus, bisa saja korban
merasa tidak percaya diri dan akan takut dalam bersosialisasi.

Kemudian bagaimana sikap korban kekerasan jika mengalami tindak


kekerasan untuk pertama kali? Hasil studi lanjutan survei KTP/A tentang sikap
atau reaksi perempuan korban kekerasan ternyata beragam baik pada saat
mengalami kekerasan pertama kali maupun setelah mengalaminya. Pada

7
“Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, hlm 9, diakses dari
https://www.pdfdrive.com/fenomena-tindak-kekerasan-thd-perempuan-dan-anak-e59558884.html,
pada tanggal 14/11/2021 pukul 10:08.
umumnya korban kekerasan awalnya bersikap diam saja.8 Reaksi diam saja yang
ditunjukkan oleh perempuan korban kekerasan karena korban merasa terkejut
dengan apa yang ia alami. Bagaimana tidak, perempuan yang seharusnya
diperlakukan dengan baik dan lemah lembut ternyata malah mendapat perlakuan
kasar.

Kemudian setelah mengalami tindak kekerasan biasanya korban akan merasa


ketakutan, trauma, dan dendam. Efek tersebut tentu akan berdampak dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Korban bisa menjadi takut jika harus bertemu
orang baru dan menjadi orang yang lebih pendiam. Dalam pemulihanya bisa
dilakukan dengan mendatangi psikolog agar trauma korban bisa sedikit terobati.
Akan tetapi, upaya meminta pertolongan baik dari psikolog maupun dari orang
lain ini biasanya dilakukan setelah ia merasa tidak sanggup atau tidak tahan lagi
atas penderitaan kekerasan yang dialaminya. Akibatnya masih banyak kasus
tindak kekerasan di Indonesia yang tidak terungkap karena tidak dilaporkan.
Berbagai alasan yang melatarbelakangi mengapa korban tidak mau melapor,
antara lain karena takut kepada pelaku, merasa malu membuka aib sendiri atau
keluarga, tidak punya cukup biaya untuk melapor, atau karena alasan lain. 9
Pelaporan tindak kekerasan terhadap perempuan sangat penting dilakukan agar
bisa dibentuk kebijakan dan dilakukan evaluasi mengenai penanganan tindak
kekerasan terhadap perempuan menjadi lebih baik lagi dari waktu ke waktu.

Sebagai sesama manusia yang berada di masyarakat, jika menemui perempuan


korban kekerasan disekitar kita, sebaiknya kita dengarkan baik-baik ketika korban
bercerita, dibantu untuk memeriksakan fisik nya, dan didampingi untuk
melaporkan tindak kekerasan tersebut.

Lalu, bagaimana tindak kekerasan yang diterima oleh perempuan pekerja


migran? Setelah tiba di negara tujuan, terkadang para perempuan migran

8
“Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, hlm 18, diakses dari
https://www.pdfdrive.com/fenomena-tindak-kekerasan-thd-perempuan-dan-anak-e59558884.html,
pada tanggal 14/11/2021 pukul 10:23.
9
“Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, hlm 21, diakses dari
https://www.pdfdrive.com/fenomena-tindak-kekerasan-thd-perempuan-dan-anak-e59558884.html,
pada tanggal 14/11/2021 pukul 10:38.
mendapati bahwa keadaan disana sangat tidak sesuai dengan ekspektasi sebelum
berangkat. Misalnya pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan kesepakatan
awal, mendapat tempat tidur yang tidak nyaman, jam kerja yang tidak normal,
mengalami pemukulan, bahkan ditelantarkan. Meskipun para perempuan migran
mendapat perlakuan kasar, mereka tidak berani melawan. Hal ini disebabkan
karena para pekerja migran ini tidak memiliki dokumen resmi perjalanan seperti
paspor ataupun ijin kerja. Ini sama seperti yang diutarakan oleh Suharto, para
buruh perempuan ini memiliki dua ’musuh’ yakni majikan dan perusahaan
pengerah tenaga kerja.10

Para perempuan migran kerap menjadi sasaran tindak kekerasan karena


mereka dianggap tidak berpendidikan. Mereka berangkat ke negara orang hanya
mengandalkan skill mengurus rumah. Padahal untuk mengurus rumah di negara
orang harus disesuaikan dengan adat kebiasaan dari negara tersebut. Seharusnya
baik dari pihak perempuan migran sebagai buruh dan dari pihak majikan
mengetahui mengenai hak dan kewajiban masing-masing. Hal ini bisa dilakukan
dengan melakukan penyuluhan. Bagi perempuan sebagai buruh migran diberi
penyuluhan mengenai sistem kerja dan bagi majikan diberi penyuluhan mengenai
bagaimana cara memperlakukan para pekerja di rumahnya.

Jangan menganggap perempuan buruh migran sebagai alat untuk


meningkatkan pendapatan negara. Tetapi memposisikannya sebagai pekerja
sehingga mereka berhak untuk mendapatkan pengetahuan mengenai hak dan
kewajibannya sebagai pekerja. Mereka juga harus dijadikan perioritas utama
untuk diberdayakan secara komprehensif dan terpadu dengan melibatkan berbagai
pihak yang terkait.11

III. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, kekerasan terhadap perempuan adalah


kekerasan yang berbasis gender. Perempuan adalah seseorang yang harus
10
Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama,2006),
hal.182.
11
Nurul Husna, “Kekerasan Terhadap Perempuan Sebagai Pekerja Migran”, Jurnal Al-Bayan,
Vol. 12 No. 30 (2014), 20.
mendapat perlindungan dimana pun ia berada. Segala bentuk tindak kekerasan
terhadap perempuan adalah hal yang tidak manusiawi. Kekerasan fisik, kekerasan
psikis, dan kekerasan seksual yang menimpa perempuan dapat merugikan
perempuan sebagai korban dalam jangka waktu yang panjang. Kekerasan terhadap
perempuan juga terjadi kepada para perempuan pekerja migran. Kekerasan yang
mereka terima biasanya berasal dari ulah majikan mereka. Seharusnya kesadaran
untuk saling memenuhi hak dan kewajiban antara pekerja dan majikan bisa
ditingkatkan, agar kedepannya kekerasan yang menimpa para perempuan perkerja
migran bisa berkurang.

Trauma yang dialami bisa bertahan seumur hidupnya. Ketakutan untuk


melapor tindak kekerasan bisa berdampak pada evaluasi dari kebijakan yang
sudah diberlakukan. Perlu kerja sama dan kesadaran bersama dari masyarakat
untuk menghapuskan tindak kekerasan terhadap perempuan.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Mustafainah Aflina dkk, Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap


Perempuan 2020: Perempuan Dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan
Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak dan Keterbatasan Penanganan di
Tengah COVID-19, (Jakarta: Komnas Perempuan, 2021) hlm 21.

Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. (Bandung: Alfabeta,


2007), hal.216.

Sulaeman, Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Perspektif Sosiologis, 46.

“Kekerasan Terhadap Perempuan”, hlm 1, diakses dari


https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/7970a-5a3f9-8.-kekerasan-terhadap-
perempuan.pdf, pada tanggal 13/11/2021 pukul 16:55.

Sulaeman, Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Perspektif Sosiologis, 48.

“Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, hlm 9, diakses


dari https://www.pdfdrive.com/fenomena-tindak-kekerasan-thd-perempuan-dan-
anak-e59558884.html, pada tanggal 14/11/2021 pukul 9:55.

“Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, hlm 9, diakses dari
https://www.pdfdrive.com/fenomena-tindak-kekerasan-thd-perempuan-dan-anak-
e59558884.html, pada tanggal 14/11/2021 pukul 10:08.

“Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, hlm 18, diakses dari
https://www.pdfdrive.com/fenomena-tindak-kekerasan-thd-perempuan-dan-anak-
e59558884.html, pada tanggal 14/11/2021 pukul 10:23.

“Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, hlm 21, diakses dari
https://www.pdfdrive.com/fenomena-tindak-kekerasan-thd-perempuan-dan-anak-
e59558884.html, pada tanggal 14/11/2021 pukul 10:38.

Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika


Aditama,2006), hal.182.

Nurul Husna, “Kekerasan Terhadap Perempuan Sebagai Pekerja Migran”, Jurnal Al-
Bayan, Vol. 12 No. 30 (2014), 20.

Anda mungkin juga menyukai