Abstrak
Kasus kekerasan seksual makin marak terjadi di tempat-tempat umum ataupun dalam
lingkungan rumah tangga. Fakta tersebut menunjukkan posisi perempuan kian rentan terhadap
aksi kejahatan seperti pemerkosaan dan pencabulan. Kondisi ini diperparah dengan rentannya
posisi korban terhadap teror, intimidasi, tidak terlindungi hukum dan terisolir dari masyarakat
luas. Pemerintahan memiliki tanggung jawab besar menangani kasus tersebut. Pelecehan di
tempat umum misalnya dilakukan oleh supir atau bahkan penumpang lain yang tidak mempunyai
etika. Dari tindakan menyentuh bagian sensitif wanita hingga terjadinya pemerkosaan di
angkutan umum. Kekerasan seksual merupakan tindak pidana yang sangat meresahkan. Dari segi
kualitasnya modus operandi ini semakin mengikat dan kadang kala dilakukan dengan cara yang
tidak manusiawi. Kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini tidak terbatas pada kerugian
fisik saja melainkan juga kerugian non fisik merupakan penderitaan yang sangat membebani
kehidupan korban. Oleh karena itu, dengan adanya Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan, maka sudah seharusnya dapat melindungi perempuan dari
korban kekerasan seksual.
Kata Kunci : kekerasan seksual, diskriminasi gender, perempuan
A. Pendahuluan
Kekerasan terhadap perempuan sampai saat ini masih menjadi isu yang sangat penting, baik
itu di dalam negeri ataupun di luar negeri. Kekerasan ini terjadi dalam segala bidang kehidupan
baik itu dalam lingkungan budaya maupun agama. Terjadinya kekerasan terhadap perempuan
pada akhirnya akan menghambat perempuan untuk terlibat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan
pendidikan. Terdapat fakta di luar negeri maupun di Indonesia, Menurut Catatan Tahunan
(CATAHU) Komnas Perempuan, pada tahun 2011 jumlah Kekerasan terhadap Perempuan (KtP)
meningkat sekitar 13,32% menjadi sebesar 119.107 kasus dibandingkan pada tahun 2010 yaitu
sebanyak 105.103 kasus. Data ini disampaikan berdasarkan laporan dari 395 lembaga layanan
perempuan korban kekerasan yang tersebar di 33 Provinsi. Menurut data dari Komnas
Perempuan, pada tahun 2010 jumlah KtP tertinggi terdapat di Jawa yaitu sebesar 63.229 korban
yang tercatat, lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2009 yang berjumlah 12.374 korban yang
tercatat. Bahkan hingga saat ini, berdasarkan catatan dari KemenPPA, kasus kekerasan seksual
telah mencapai sebanyak 7.191 kasus di tahun 2020 dan sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247
kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang.
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari
2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Jumlah tersebut berdasarkan data Sistem Informasi Online
Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA. Belum lagi kasus
kekerasan seksual yang tidak dilaporkan karena alasan-alasan tertentu.
Perempuan yang diperlakukan dengan tindak kekerasan maka realitas jasmani dan mental-
psikologis daya aktualitasnya tidak mampu merespons lingkungan. Aktualitas dirinya
terdegradasi, sehingga harga dirinya jatuh dengan keadaan jiwa yang tertekan. Jenis kekerasan
terhadap perempuan mencakup kekerasan fisik, psikis, kekerasan seksual, kekerasan ekonomis
dan kekerasan sosial budaya. Jadi dalam konteks sosiologis kekerasan terhadap perempuan
terjadi pada proses interaksi, yang menghasilkan adanya ketidakseimbangan posisi tawar dalam
status peran atau kedudukan.
Korban kekerasan seksual menerima perlindungan hukum yang lemah sebab dalam KUHP
hanya mengatur tindakan pelecehan seksual sebagai tindakan yang tidak menyenangkan. Selain
itu, tindakan pelecehan seksual merupakan suatu hal yang privat sehingga untuk mencari bukti
maupun saksinya menjadi lebih sulit yang akhirnya berujung kepada kejahatan seksual tersebut
tidak dapat dibuktikan, padahal tidak dapat dibuktikan bukan berarti kejahatan itu tidak pernah
terjadi.
Kemudian, banyak dari respon masyarakat terhadap korban kekerasan seksual justru
membebani korban itu sendiri. Masyarakat tanpa tahu apa yang telah dialami oleh korban pada
saat kejahatan seksual berlangsung cenderung menyalahkan korban dan bahkan ada yang
membenarkan aksi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seksual tersebut. Pada akhirnya korban
merasa enggan untuk speak up dan hanya memendamnya sendiri sehingga berujung mengalami
depresi.
Locus kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi di mana pun. Tidak ada tempat yang
mutlak aman bagi perempuan, situasi aman bagi perempuan hanya bisa dijamin jika ada upaya
khusus untuk mewujudkannya. Angkutan umum yang tidak memperhatikan kenyamanan dan
keamanan penumpang cenderung sering terjadi tindak kriminalitas seperti pencopetan,
perampokan, penculikan atau yang sedang sering muncul di berita di media elektronik atau
media cetak adalah pelecehan seksual di angkutan umum.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk memaparkan faktor yang
menyebabkan perempuan menjadi korban kekerasan seksual dan dampak yang dialami oleh
korban setelah mengalami kekerasan seksual, serta upaya perlindungan hukum yang diberikan
terhadap korban kekerasan seksual.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam artikel ini
adalah :
1. Apa faktor yang menyebabkan perempuan menjadi korban kekerasan seksual?
2. Bagaimana dampak yang dialami oleh korban setelah mengalami kekerasan seksual?
3. Bagaimana upaya perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban kekerasan seksual?
D. Penutup
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang terjadi karena adanya unsur kehendak seksual yang
dipaksakan dan mengakibatkan terjadinya kekerasan oleh pelaku dan tidak diinginkan oleh dan
bersifat ofensif bagi korban. Kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan tindakan yang
dapat merenggut hak asasi manusia seseorang. Korban kekerasan seksual seperti pemerkosaan
akan mengalami trauma dan menanggung malu sepanjang hidupnya. Dalam kehidupan
masyarakat, semua warga Negara harus berpatisipasi penuh atas terjadinya kejahatan sebab
masyarakat dipandang sebagai sebuah sistem kepercayaan yang melembaga. Bagi korban
kekerasan seksual dengan terjadinya kejahatan yang menimpa dirinya tentu akan menghancurkan
sistem kepercayaan tersebut. Oleh karena itu korban kekerasan seksual layak mendapatkan
perlindungan yang setimpal. Kemudian dengan disahkannya UU PKS memang mendasarkan
kepada perspektif perempuan, tetapi tidak dibentuk untuk menjatuhkan martabat seorang laki-
laki, sebaliknya UU PKS dibentuk untuk menyetarakan gender di Indoesia.
E. Daftar Pustaka
References
Anindyajati, G. (2018, Agustus 8). More Support Needed For Rape Victims. Retrieved from
https://www.thejakartapost.com/life/2018/08/08/more-support-needed-for-rape-victims.html.
Lestari, S. (2015, November 26). Jangan Salahkan Perempuan Korban Kekerasan Seksual. Retrieved from
bbc.com:
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/11/151126_indonesia_kekerasan_seks
ual.
Mulyana, K. E. (2022, Maret 8). Terdapat 1.411 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Sepanjang
Januari hingga Februari 2022. Retrieved from https://www.kompas.tv/article/268388/terdapat-
1-411-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-sepanjang-januari-hingga-februari-
2022#:~:text=JAKARTA%2C%20KOMPAS.TV%20%E2%80%93%20Jumlah,(SIMFONI%20PPPA)
%20Kementerian%20PPPA.
Ni Putu Rai Yuliartini, G. D. (2021). Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak Korban
Kekerasan Seksual di Bali. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang.
SINOMBOR, S. H. (2022, April 13). UU TPKS Disahkan, Tonggak Awal Penghapusan Kekerasan Seksual.
Retrieved from https://www.kompas.id/baca/dikbud/2022/04/12/uu-tpks-disahkan-
perjuangan-untuk-korban-masih-panjang.
https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/catahu-2020-komnas-perempuan-lembar-fakta-
dan-poin-kunci-5-maret-2021
http://digilib.uinsgd.ac.id/32910/1/summary%20K%20SEKSUAL.pdf
http://repository.unpas.ac.id/11629/3/BAB%20I.pdf