Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN DENGAN KONDISI RENTAN

PADA PERMASALAHAN PSIKOLOGIS

“KDRT & PEMERKOSAAN”

ABSTRAK
Pada saat orang berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan, maka dapat dikatakan
bahwa perempuan dalam situasi apapun tetap rentan untuk menjadi korban dari struktur atau
sistem (sosial, budaya, maupun politik) yang menindas. Hal ini diperkuat oleh adanya pendapat
bahwa posisi perempuan yang lemah membuat keberdayaan mereka untuk melindungi diri juga
kurang. Dikatakan bahwa perempuan yang berada di dalam rumah pun dapat menjadi korban
kekerasan dari suaminya, perempuan di tempat kerja juga dapat memperoleh pelecehan seksual
bahkan pemerkosaan dari atasan maupun rekan sekerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan dampak psikologis pada korban KDRT dan pemerkosaan. Jenis penelitian ini adalah
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah purposive sampling. Wawancara dilakukan di tempat tinggal Informan dengan
menggunakan pedoman wawancara mendalam. Hasil penelitian didapatkan bahwa 1) Faktor
penyebab KDRT pada korban adalah faktor ekonomi 2) Dampak psikologis yang dialami korban
KDRT adalah rasa keputusasaan yang dialami oleh korban karena berada di perantauan yang
mana jauh dari orang tua dan keluarga 3) Faktor penyebab terjadinya pelecehan karena pelaku
dalam keadaan mabuk alkohol dan didukung dengan tempat kejadian yang sepi 4) Dampak
psikologis yang dialami oleh korban pemerkosaaan adalah korban menjadi trauma jika melihat
pelaku pelecehan tersebut.
Kata kunci : KDRT, Pemerkosaan, Faktor Penyebab, Dampak Psikologis.

Abstract
Pada saat orang berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan, maka dapat
dikatakan bahwa perempuan dalam situasi apapun tetap rentan untuk menjadi korban dari
struktur atau sistem (sosial, budaya, maupun politik) yang menindas. Hal ini diperkuat oleh
adanya pendapat bahwa posisi perempuan yang lemah membuat keberdayaan mereka untuk
melindungi diri juga kurang. Dikatakan bahwa perempuan yang berada di dalam rumah pun
dapat menjadi korban kekerasan dari suaminya, perempuan di tempat kerja juga dapat
memperoleh pelecehan seksual bahkan pemerkosaan dari atasan maupun rekan sekerjanya.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dampak psikologis pada korban KDRT dan
pemerkosaan. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik
sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Wawancara dilakukan di
tempat tinggal Informan dengan menggunakan pedoman wawancara mendalam. Hasil
penelitian didapatkan bahwa 1) Faktor penyebab KDRT pada korban adalah faktor ekonomi 2)
Dampak psikologis yang dialami korban KDRT adalah rasa keputusasaan yang dialami oleh
korban karena berada di perantauan yang mana jauh dari orang tua dan keluarga 3) Faktor
penyebab terjadinya pelecehan karena pelaku dalam keadaan mabuk alkohol dan didukung
dengan tempat kejadian yang sepi 4) Dampak psikologis yang dialami oleh korban
pemerkosaaan adalah korban menjadi trauma jika melihat pelaku pelecehan tersebut.
Keyword : KDRT, Pemerkosaan, Faktor Penyebab, Dampak Psikologis.

PENDAHULUAN

Selama beberapa tahun terakhir ini Indonesia banyak menghadapi masalah kekerasan,
baik yang bersifat masal maupun yang dilakukan secara individual. Masyarakat mulai merasa
resah dengan adanya berbagai kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Kondisi seperti ini membuat perempuan menjadi lebih rentan untuk menjadi korban
kekerasan. Perempuan yang berada di daerah aman juga dapat menjadi korban kekerasan,
dengan kata lain masalah kekerasan terhadap perempuan ini merupakan masalah yang
universal (Kompas, 1995; Muladi, 1997; Triningtyasasih, 2000).
Pada saat orang berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan, maka dapat dikatakan
bahwa perempuan dalam situasi apapun tetap rentan untuk menjadi korban dari struktur atau
sistem (sosial, budaya, maupun politik) yang menindas (Press Release Lokakarya WCC,
2000). Hal ini diperkuat oleh adanya pendapat bahwa posisi perempuan yang lemah
membuat keberdayaan mereka untuk melindungi diri juga kurang. Dikatakan bahwa
perempuan yang berada di dalam rumah pun dapat menjadi korban kekerasan dari suaminya,
perempuan di tempat kerja juga dapat memperoleh pelecehan seksual bahkan pemerkosaan
dari atasan maupun rekan sekerjanya (Suharman dalam Prasetyo, 1997).
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan
terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Kekerasan dalam
bentuk apapun dan dilakukan dengan alasan apapun merupakan bentuk kejahatan yang tidak
dapat dibenarkan. Oleh karena itu, sekecil apapun kekerasan yang dilakukan dapat
dilaporkan sebagai tindak pidana yang dapat di proses hukum. Kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Selama ini kekerasan terjadi karena kurangnya komunikasi dan komitmen dalam satu
keluarga untuk merespon dinamika/permasalahan hidup, seringkali perempuan dan anak
yang justru menjadi korbannya. Dalam perspektif pekerjaan sosial, ini menjadi focus pekerja
sosial untuk berperan dalam upaya menolong/ membantu pemulihan korban yang cenderung
berdampak pada psikis yang tentunya menghambat hubungan relasi dan keberfungsian
sosialnya, sehingga peran pekerja sosial dalam pendampingan sangat dibutuhkan sesuai
amanat pasal 10 berkaitan Hak- Hak Korban pada huruf (d) yakni pendampingan oleh
pekerja dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) periode tahun 2022 oleh Komnas Perempuan,
jumlah kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGTP) sepanjang tahun
2021 mencapai 338.496 kasus, naik dari 226.062 pada tahun 2020. Berdasarkan laporan
KemenPPPA, rumah tangga menjadi lokasi kejadian yang paling banyak terjadi kekerasan.
Sepanjang tahun 2022, KemenPPPA menerima sebanyak 16.899 aduan kekerasan rumah
tangga. Jumlah korban KDRT pada 2022 pun mencapai 18.142 korban. Jika dilihat
berdasarkan pelaku kekerasan, hubungan suami/istri menempati posisi dengan angka paling
tinggi, yaitu mencapai 4.893 pelaku kekerasan sepanjang 2022. Disusul oleh hubungan
pacar/teman dengan jumlah 4.588, lainnya dengan jumlah 3.248, dan orang tua dengan
jumlah 3.075 pelaku. Sementara, kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan yang paling
banyak dialami korban mencapai 11.682 aduan menurut laporan KemenPPPA sepanjang
2022.
Perkosaan merupakan kejahatan yang serius dan bukti pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM). Tindakan perkosaan menyebabkan trauma psikologis yang serius pada korban serta
keluarga. Mengingat apa yang dilakukan pelaku telah mengakibatkan munculnya berbagai
persoalan buruk yang dihadapi oleh korban dan juga mengakibatkan ketakutan pada
masyarakat (fear of society).
Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual sering terjadi kepada perempuan,
baik itu perempuan dewasa, remaja maupun anak-anak. Mirisnya, pelaku bukan saja dari
kalangan laki-laki dewasa, namun juga remaja dan anak-anak di bawah umur, bukan saja dari
lingkup orang jauh tetapi juga dari lingkup orang terdekat, misalnya suami. Kasus perkosaan
yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau bisa disebut perkosaan dalam perkawinan
dimana dalam istilah asingnya disebut dengan marital rape, merupakan salah satu contoh
bahwa kejahatan bisa dilakukan oleh siapa saja. Dalam hukum pidana umum Indonesia,
yakni KUHP, perkosaan yang dikenal adalah perkosaan yang terjadi di luar perkawinan,
dalam artian baik pelaku maupun korban tidak terikat perkawinan. Perkosaan dalam
perkawinan (marital rape) termasuk ke dalam tindakan kekerasan seksual, sebagaimana
diatur dalam UU. No. 23 Thn. 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Dalam penulisan ini akan dibahas lebih mendetail mengenai permasalahan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan pemerkosaan terhadap perempuan mengenai bentuk-
bentuk kekerasan, faktor, dampak dan penanganan dalam perspektif pekerjaan sosial. Dengan
demikian diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi penanganan korban. Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) agar dapat diupayakan penanganan secara cepat dan tepat
oleh pekerja sosial.

Paradigma teori konstruksi sosial atau interpretative dijadikan landasan berpikir dalam penelitian
untuk memperoleh interpretasi data dari informan berdasarkan latar belakang peneliti, pengalaman
personal, kultural dan historis. Tujuan utama dalam paradigma ini adalah menemukan makna atau
menafsirkan makna yang disampaikan orang lain (Hamzah, 2021). Berdasarkan latar belakang yang
telah dikemukakan diatas, maka fokus penelitian pada penelitian ini adalah 1) Apa faktor penyebab
korban mengalami KDRT dan pemerkosaan 2) Bagaimana dampak psikologis yang dialami oleh
korban KDRT dan pemerkosaan.

METODOLOGI

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan studi fenomenologi dimana untuk
mempelajari bagaimana individu secara subjektif merasakan pengalaman dan memberikan
makna dari fenomena tersebut. Peneliti melakukan wawancara langsung kepada korban KDRT
dan korban pemerkosaan yang bersedia untuk diwawancarai. Dalam penelitian ini penulis
menyamarkan identitas narasumber sebagai cara untuk menghormati narasumber yang sudah
bersedia untuk digali informasi tentang dirinya yang tentu hal ini bersifat rahasia.
Subyek penelitian merupakan pihak-pihak yang dipilih berdasarkan kepentingan penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, sering digunakan istilah informan. Peneliti memilih untuk
menggunakan tipe informan kunci. Informan kunci adalah informan yang mengetahui secara
mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Informan kunci dalam penelitian ini adalah dua
orang korban langsung yaitu DA (korban KDRT), perempuan berusia 43 tahun dan SL (korban
pemerkosaan), perempuan berusia 23 tahun.

Kriteria inklusi narasumber dalam penelitian ini, yaitu 1) Korban yang telah mengalami KDRT 2) Korban
yang telah mengalami pemerkosaan Kriteria eksklusi narasumber dalam penelitian ini, yaitu 1) Yang
belum pernah mengalami KDRT dan pemerkosaan 2) mengundurkan diri menjadi informan sebelum
penelitian selesai. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam kepada narasumber menggunakan
pedoman wawancara mendalam yang telah disusun. Pelaksanaan wawancara dilakukan secara langsung
di kediaman masing-masing korban. Instrument dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri (human
instrument).

HASIL

A. KDRT
Faktor penyebab korban mengalami KDRT, seperti dalam kutipan berikut :
“Kebanyakan yang saya alami itu masalah ekonomi, kemudian pertengkaran tidak jelas
tanpa sebab, tapi yang jelas karena faktor ekonomi” (Informan DA)
Dampak psikologis korban yang mengalami KDRT, seperti dalam kutipan
tersebut “Saat itu kan terjadi di perantauan, jauh dari orang tua dan keluarga. Mungkin
dampak itu sangat besar sekali ya karena pada saat itu hanya ada rasa keputusasaan.
Tetapi karena ingat anak-anak, kekuatannya ada di anak-anak, dan ada tekad bahwa
masalah ini bisa dilewati. Kita harus bisa merubah sesuai dengan porsinya kita, jangan
ada rasa takut. Karena kalo kita ingin berubah dari diri sendiri, otomatis hasilnya akan
bagus” (Informan DA)

B. Pemerkosaan
Faktor penyebab korban mengalami pelecehan, seperti dalam kutipan berikut : “ Dia
datang ke rumah buat ngambil barang, terus ada aku lagi tidur. Kayanya dia lagi
keadaan mabuk (alkohol) ya”
Dampak psikologis korban yang mengalami KDRT, seperti dalam kutipan
tersebut “Jadinya sampai sekarang sama saudara tersebut aku gamau liat orangnya.
Jadi kalau ada orangnya aku pergi menghindar aja”

PEMBAHASAN

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Saran

Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk memperdalam data penelitian dengan memperbanyak
jumlah informan dan melakukan observasi sendiri agar data lebih akurat. Bagi masyarakat,
dxfcgvhbjnkml. Bagi pemerintah, dfghjklszxcfvghbjnm.

DAFTAR PUSTAKA

Alimi, R., & Nurwati, N. (2021). Faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
terhadap perempuan. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(JPPM), 2(1), 20-27.

Balitar, S. (2014). DAMPAK PSIKOLOGIS KORBAN PEMERKOSAAN (Doctoral dissertation,


Fakultas Psikologi UNISSULA).

Berg, B. L. (2007). Qualitative research methods for the social sciences. Pearson Education.
Dr. I Gede Arha dkk. 2016. ”Perlindungan Hukum terhadap Korban Pemerkosaan yang
Berakibat Kehamilan” Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana.
Universitas Udayana Denpasar.

dr. Rizki Pradana Tamin. ”Beban Psikologis dan Kesehatan Korban Pemerkosaan”

Edi Yuhono. 2018. ”Pendampingan Psikologis bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) di Lembaga Advokasi Damar Bandar Lampung”. Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Kristiani, M. D. (2014). Kejahatan kekerasan seksual (perkosaan) ditinjau dari perspektif


kriminologi. Jurnal Magister Hukum Udayana, 3(3), 44124.

Maisah, M., & Yenti, S. S. (2016). Dampak psikologis korban kekerasan dalam rumah tangga di
Kota Jambi. ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 17(2), 265-277.

Merriam, S. B. (2009). Qualitative research: A guide to design and implementation. Jossey-Bass.

Anda mungkin juga menyukai