Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN PADA KASUS KOMPLEKS

Disusun Oleh :

1. Dea ( 201560411002 )
2. Siti Indriyani ( 201560411032 )

STIKES MEDISTRA INDONESIA PROGRAM


STUDI S1 KEBIDANAN TAHUN
AJARAN 2022/2023

KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Dismenorhea
a. Pengertian
Dismenorea berasal dari bahasa Yunani yaitu “dys” yang berarti sulit atau menyakitkan
atau tidak normal. “Meno” berarti bulan dan “rrhea” yang berarti aliran. Dismenorea adalah
rasa sakit atau nyeri pada bagian bawah perut yang terjadi saat wanita mengalami siklus
menstruasi (Ratnawati, 2017). Biasanya nyeri yang dirasakan mencapai puncaknya dalam
waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenorea juga sering disertai dengan
pegal-pegal, lemas, mual, diare dan kadang sampai muntah (Nugroho dan Indra, 2014).

 Klasifikasi Dismenorea
a) Dismenorea primer Dismenorea primer yaitu nyeri saat menstruasi
yang dialami perempuan usia subur dan tidak berhubungan dengan
kelainan organ reproduksi. Dismenorea primer memiliki ciri khas
yaitu rasa nyeri timbul sejak 1-2 hari menstruasi datang dan keluhan
sakitnya agar berkurang setelah wanita bersangkutan menikah dan
hamil. Penyebabnya berkaitan dengan pelepasan sel-sel telur
(ovulasi) dari ovarium sehingga dianggap berhubungan dengan
gangguan keseimbangan hormon (Devi, 2012).
b) Dismenorea sekunder Dismenore sekunder biasanya baru muncul,
jika ada penyakit atau kelainan organ reproduksi yang menetap
seperti infeksi rahim, kista, polip, atau tumor, serta kelainan
kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan di sekitarnya
(Kusmiran, 2013).
b. Penyebab
Dismenorea disebabkan oleh hormon prostaglandin yang meningkat, peningkatan
hormon prostaglandin disebabkan oleh menurunnya hormon-hormon estrogen dan
progesteron menyebabkan endometrium yang membengkak dan mati karena tidak dibuahi.
Peningkatan hormon prostaglandin menyebabkan otot-otot kandungan berkontraksi dan
menghasilkan rasa nyeri (Sukarni dan Wahyu, 2013).

1) Penyebab Dismenorea Primer

Dismenorea primer disebabkan oleh zat kimia alami yang diproduksi


oleh sel-sel lapisan dinding rahim yang disebut prostaglandin. Prostaglandin akan
merangsang otot otot halus dinding rahim berkontraksi. Makin tinggi kadar
prostaglandin, kontraksi akan makin kuat, sehingga rasa nyeri yang dirasakan
juga makin kuat. Biasanya, pada hari pertama menstruasi kadar prostaglandin
sangat tinggi. Pada hari kedua dan selanjutnya, lapisan dinding rahim akan mulai
terlepas, dan kadar prostaglandin akan menurun. Rasa sakit dan nyeri haid pun
akan berkurang seiring dengan makin menurunnya kadar prostaglandin.

2) Dismenorea Sekunder

Dismenorea sekunder umumnya disebabkan oleh kelainan atau


gangguan pada sistem reproduksi, misalnya fibroid uterus, radang panggul,
endometriosis atau kehamilan ektopik. Dismenorea sekunder dapat diatasi hanya
dengan mengbati atau menangani penyakit atau kelainan yang menyebabkannya.

c. Penatalaksanaan Dan Pengobatan


Penanganan dismenore terbagi menjadi 2 yaitu terapi obat
(farmakologi) dan terapi non obat (non farmakologi). Penanganan secara
farmakologi yaitu dengan terapi hormonal, atau terapi obat-obatan non steroid
dipercaya sebagai anti inflamasi atau analgetik (NSAID) contohnya seperti:
ibuprofen, asem mefenamat dan aspirin sering digunakan untuk terapi nyeri
haid (Chen, C. X., Draucker, C. B., & Carpenter, 2018).

1) Nonfarmakologik
Terapi nonfarmakologik utnuk menangani dismenore dapat dilakukan
dengan cara:
a) Ramuan Herbal
 Jahe-madu
Minuman jahe madu sangat enak rasanya dan juga mudah
membuatnya. Minuman ini akan menghangatkan badan dan
kandungan madunya menambah stamina dan daya tahan tubuh
terhadap berbagai penyakit.

Cara membuatnya, tambahkan 1 sendok teh jahe parut ke dalam


satu cangkir air mendidih. Biarkan mendidih selama beberapa
menit. Lalu saring dan tambahkan madu secukupnya. Minum 2
atau 3 cangkir teh jahe ini setiap hari, setidaknya selama seminggu
sebelum haid.

 Kunyit Asam
Seperti namannya, bahan utama minuman ini adalah kunyit dan
asam jawa. Zat antiradang yang terkandung pada kunyit dan
antinyeri yang dimiliki asam jawa membuat paduan kedua bahan
ini berkhasiat meredakan nyeri perut saat menstruasi. Sebagaimana
diketahui, otot perut selalu berkontraksi sangat intens untuk
mengeluarkan darah dari dalam rahim. Kontraksi otot ini
menyebabkan ketegangan dan nyeri pada saat menstruasi.
Cara membuatnya mudah. Parut beberapa ruas kunyit, tambahkan
sedikit air, peras dan ambil air sarinya. Tambahkan sedikit asam
jawa dan gula merah, kemudian rebus hingga mendidih, lalu angkat
dan saring. Jamu kunyit asam bisa diminum dalam keadaan hangat
untuk mengurangi nyeri saat datang bulan.
b) Kompres dengan air hangat
Kompres dengan air hangat Meringankan nyeri dapat dilakukan
dengan pengompresan di perut bagian bawah dengan air hangat.
Rasa hangat yang diberikan dapat meredakan iskemia dengan
menurunkan kontraksi otot uterus dan meningkatkan sirkulasi.
Respon fisiologis yang ditimbulkan dari terapi ini adalah
vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah dapat meningkatkan
relaksasi otot dan menurunkan nyeri
c) Pemijatan (Massage)
Pijatan lembut pada bagian tubuh yang nyeri dengan menggunakan
tangan akan menyebabkan relaksasi otot dan memberikan efek
sedasi. Pijatan dapat dilakukan dengan gerakan melingkar yang
ringan pada bagian tubuh yang terasa nyeri atau sakit. Massage
adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan
pada punggung dan bahu. Massage dapat membuat pasien lebih
nyaman karena massage membuat relaksasi otot. Massage
bermanfaat untuk menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan
meningkatkan sirkulasi
d) Olahraga
Olahraga teratur Olahraga dapat mengurangi rasa nyeri oleh karena
terkontrolnya emosional seperti suasana hati dan tekanan .Beberapa
latihan fisik dapat meningkatkan pasokan darah ke organ repoduksi
sehingga memperlancar peredaran darah. Olahraga yang dilakukan
sekurangkurangnya tiga kali seminggu. Perempuan yang
melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan sekresi
hormon endorphin, yaitu penghilang nyeri alami ke dalam aliran
darah sehingga dapat mengurangi dismenore.
e) Distraksi
Distraksi adalah pengailhan perhatian dari hal yang menyebabkan
nyeri seperti menyanyi, berdoa, mendengarkan musik, melakukan
permainan yang ringan, main game dan sosial media.
f) Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengenduran atau pelepasan
ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafass
abdomen dengan frekuensi lambat dan berirama, contohnya
bernafas dalam pelan-pelan.

2) Farmakologi
Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (NSAID) NSAID (Non Steroidal
Anti-Inflammatory Drugs) menghambat produksi dan kerja prostaglandin.
NSAID adalah sekelompok obat yang meredakan rasa sakit dan demam
serta mengurangi peradangan.Dianjurkan bagi penderita untuk
mengkonsumsinya pada saat atau sesaat sebelum nyeri 3 kali/hari pada
hari pertama hingga ketiga. Contoh obat (ibuprofen, asam mefenamat,
naproxen, ketoprofen, celecoxib dan dikolfenak).Penggunaan NSAID
memiliki efek samping yang perlu diwaspadai yakni seperti iritasi
lambung, mual, ulserasi gastrointestinal atau pendarahan, diare, sembelit,
pusing, sakit kepala, dan hipertensi.

d. Pemeriksaan
 Dismenorea Primer
Pemeriksaan didapatkan tanda vital masih dalam batas normal. Nyeri perut
bawah, tapi tidak ada nyeri tekan/rebound. Uterus agak nyeri, tapi tidak ada
nyeri goyang hebat. Kedua adneksa normal. Diagnosis dibuat berdasarkan
anamnesis yang cermat, pemeriksaan panggul normal. Pada gadis pasca
menarke, dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan panggul dapat
dilewatkan karena jarang sekali ada kelainan.
Bila pasien tidak sembuh dengan regimen diatas, baru dipertimbangkan
golongan narkotik, sambil mencari lagi kemungkinan adanya patologi
(USG, Laparoskopi dan Histeroskopi).
 USG (Ultrasonografi). Tes ini menggunakan gelombang suara frekuensi
tinggi untuk menghasilkan gambar organ dalam.
 Laparoskopi. Prosedur minor ini menggunakan laparoskopi, sebuah alat
berbentuk tabung tipis dengan lensa dan cahaya. Alat tersebut
dimasukkan ke dalam sayatan di dinding perut. Dengan menggunakan
laparoskopi untuk melihat ke area panggul dan perut, dokter dapat
mendeteksi pertumbuhan yang tidak normal.
 Histeroskopi. Ini adalah pemeriksaan visual saluran serviks dan bagian
dalam rahim. Pemeriksaan menggunakan alat penglihatan (histeroskop)
yang dimasukkan melalui vagina.

 Dismenorea Sekunder
Diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan ginekologi yang cermat,
dicari kelainan yang dapat menyebabkan dismenorea dan harus disingkirkan
adanya infeksi panggul. Penanganan dengan mengobati kelainan lain yang
menyebabkan dismenorea, NSAID, Hormon seks: kontrasepsi oral atau
progestin, AKDR dengan lapisan progestin (LNG IUS), dipertimbangkan
melepas AKDR., agonis Gonadotropin Releasing Hormone (GnRHa),
laparoskopi/laparotomi diperuntukkan diagnosis dan terapi endometriosis,
kalau perlu dilakukan neurektomi presakral.( Neurektomi presakral adalah
salah satu perawatan untuk nyeri panggul kronis dan dismenore. Neurektomi
prasakral laparoskopi adalah intervensi bedah awal untuk nyeri panggul
kronis ketika terapi medis gagal)
2. Kista bartolini
a.Pengertian
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin
terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat
karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang.
Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan
melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi.
Pengertian Kista Bartholin yaitu sebagai berikut:
1. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di
vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar.
2. Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat saluran
kelenjar Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi kuman Neisseria gonorrhoeae.
3. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di
vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar.
Penyumbatan pada kelenjar Bartholini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri
Berdasarkan Pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Kista Bartholini adalah
penyumbatan kelenjar bartholin karena terinfeksi oleh bakteri sehingga cairan
lubrikasi vagina tidak keluar dan menimbulkan benjolan.

b. Penyebab
Kista Bartholin merupakan kista berukuran relatif besar yang paling sering
dijumpai. Kelenjar ini terletak pada 1/3 posterior dari setiap labium mayus dan
muara dari duktus sekretorius dari kelenjar ini, berada tepat didepan (eksternal)
himen pada posisi jam 4 dan 8. Pembesaran kistik tersebut terjadi akibat parut
setelah infeksi (terutama disebabkan Neisseria gonorrhoeae dan kadang
streptococcus dan staphylococcus) atau trauma yang kemudian menyebabkan
sumbatan pada saluran ekskresi kelenjar Bartholin. Bila pembesaran terjadi pada
usia pascamenopause sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara seksama terkait
dengan resiko tinggi karena keganasan. 4,5
Peradangan mendadak glandula bartholini biasanya disebabkan oleh infeksi
gonococcus, dapat pula oleh bakteri lain yang paling dominan berkaitan dengan
penyakit hubungan seksual adalah karena Neisseria gonorrhoeae yang
menimbulkan abses.
Tetapi meskipun termasuk bersamaan dengan penyakit yang ditularkan
melalui seksual, abses pada kelenjar bartholini tidak selalu diakibat infeksi
Gonorhoeae dan Klamidia. Pembentukan abses duktus bartholini dapat dimulai
secara de novo atau sebagai hasil infeksi sekunder kista duktus bartholini.
Pembentukan kista disebabkan oleh oklusi orifisum duktus pada vestibulum
sehingga menimbulkan pembengkakan kista pada salah satu atau sisi lain pada
bagian dalam posterior dan labia mayora. Kadang-kadang obstruksi saluran juga
d3apat terjadi karena penyebab lain, seperti stenosis traumatik atau kongenital
atau akibat lapisan hiperplasia.
Tanda dan gejala yang dapat dilihat pada penderita kista Bartholin adalah:
1. Pada vulva : perubahan warna kulit, membengkak, timbunan nanah dalam
kelenjar,nyeri tekan.
2. Pada kelenjar Bartholin: membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia berjalan
atau duduk juga dapat disertai demam.
Kebanyakkan wanita penderita kista bartholin, datang ke rumah sakit dengan
keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan pasangannya,
rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin dan yang
terparah adalah terdapat abses pada daerah kelamin. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur dengan darah.
c. Penatalaksanaan dan pengobatan
Terapi utama terhadap kista Bartholin adalah insisi dinding kista dan drainase
cairan kista atau abses, yang disebut juga prosedur marsupialisasi. Pengosongan
atau drainase eksudat abses dapat pula dilakukan dengan memasang kateter ward.
Insisi dan drainase sederhana hanya dapat mengurangi keluhan penderita untuk
sementara waktu karena jenis insisi tersebut akan diikuti dengan obstruksi ulangan
sehingga terjadi kembali ulangan sehingga terjadi kembali kista dan infeksi yang
memerlukan tindakan insisi dan drainase ulang. Berikan juga antibiotik untuk
mikro organisme yang sesuai dengan hasil pemeriksaan apus atau kultur bakteri.
Kista Bartholin yang berukuran kecil dan asimptomatik tidak membutuhkan
intervensi kecuali adanya tanda-tanda neoplasia pada wanita usia lebih dari 40
tahun. Pada kista yang simptomatik dapat ditatalaksana dengan salah satu teknik,
termasuk insisi dan drainase (I&D), marsupialisasi, dan eksisi glandula Bartholin.
a) Kista Bartholin
Kecil, asimptomatik : Dibiarkan
Simptomatis/ rekuren : Pembedahan berupa insisi + word catheter
Marsupialisasi
Laser varporization dinding kista
b) Abses Bartholin : Insisi (bedah drainase) + word catheter, ekstirpasi
Penanganan abses Bartholin sama dengan penanganan kista Bartholin
simtomatis, namun ada sedikit perbedaan. Prinsipnya berikan terapi antibiotik
spektrum luas, dan lakukan pemeriksaan kultur pus oleh karena ada kemungkinan
disebabkan Gonorrhea atau Chlamydia, meskipun 67% disebabkan oleh flora
normal vagina.
Pengobatan Medikamentosa
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual
biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya,
antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa
antibiotik yang digunakan dalam pengobatan abses bartholin:
1. Ceftriaxone
Sebuah monoterapi efektif untuk N gonorrhoeae. Ceftriaxone adalah
sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum terhadap bakteri
gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif, dan
efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu
atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel
bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM
sebagai single dose
2. Ciprofloxacin
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone.Merupakan antibiotik tipe
bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri.
Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari
3. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan
dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk
C.trachomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari.
4. Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan
oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untukC trachomatis. Dosis
yang dianjurkan: 1 g PO 1x
d.Pemeriksaan
 Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi Pada vulva tampak benjolan yaitu pertumbuhan Kista Bartholini,
bentuknya bundar menyerupai kelereng, berwarna kemerahan.
b. Palpasi Pada vulva teraba benjolan atau pembengkakan pada kelenjar Bartholin.

 Pemeriksaan penunjang
Pada kista yang terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk
mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan
Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti
serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak
dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat
yang perlu diberikan. Pembesaran glandula Bartholin pada wanita usia lebih dari
40 tahun dan memiliki riwayat kista rekuren ataupun adanya abses rekuren
sebaiknya dilakukan biopsi atau eksisi. Semua massa solid membutuhkan Fine
Needle Aspiration Biopsy untuk menentukan diagnosis definitif.

3. Amenorea
a.Pengertian
Amenorea adalah keadaan dimana menstruasi berhenti atau tidak terjadi pada
masa subur atau pada saat yang seharusnya menstruasi terjadi secara teratur. Hal
ini tentu saja tidak termasuk berhenti menstruasi pada wanita yang sedang hamil,
menyusui atau menopause.
Amenorea dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu amenorea primer dan
amenorea sekunder.
a) Amenorea primer adalah istilah yang digunakan untuk perempuan
yang terlambat mulai menstruasi. biasanya seorang perempuan akan
mengalami menstruasi pertama sekitar usia 10 tahun hingga 16 tahun.
Jika usianya sudah menginjak 16 tahun dan belum menstruasi, maka
ini yang disebut amenorea primer. Hal ini perlu diwaspadai dan
mendapat perhatian. Seseorang terlambat mulai menstruasi dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kelainan hormonal,
gangguan kesehatan fisik atau masalah tekanan jiwa dan emosi.
b) Amenorea sekunder adalah berhenti menstruasi, paling tidak
selama 3 bulan berturut turut, padahal sebelumnya sudah pernah
mengalami menstruasi. Amenore sekunder dapat disebabkan oleh
rendahnya hormon pelepas gonadotropin (GoRH = Gonadotropine
Releasing Hormone), yaitu hormon yang diproduksi oleh
hipotalamus (salah satu bagian dari otak), yang salah satu fungsinya
adalah mengatur siklus menstruasi. Di samping itu, kondisi stres,
anoreksia, penurunan berat badan yang ekstrim, gangguan tiroid,
olahraga berat, pil KB, dan kista ovarium, juga dapat menyebabkan
amenorea.
b. Penyebab
Ada banyak faktor yang dapat menjadi penyebab amenorea, antara lain:
 Penyakit pada indung telur (ovarium) atau uterus (rahim), misalnya tumor
ovarium, fibrosis kistik, dan tumor adrenal.
 Gangguan produksi hormon akibat kelainan di otak, kelenjar hipofisis,
kelenjar tifoid, kelenjar adrenal, ovarium (indung telur) maupun bagian dari
sistem reproduksi lainnya. Contohnya kondisi hipogonadisme,
hipogonadotropik, hipotiroidisme, sindrom adrenogenital, penyakit ovarium
polikistik, hiperplasia adrenal, dan lain lain.

 Penyakit ginjal kronik, hipoglikemia, obesitas, dan malnutrisi.


 Konsumsi obat-obatan untuk penyakit kronik atau setelah berhenti minum
konstrasepsi oral.
 Pengangkatan kandung rahim atau indung telur.
 Kelainan bawaan pada sistem reproduksi, misalnya tidak memiliki rahim atau
vagina, adanya sekat pada vagina, serviks yang sempit, dan lubang pada
selaput yang menutupi vagina terlalu sempit/himen imperforata.
 Penurunan berat badan yang drastis akibat kemiskinan, diet berlebihan,
anoreksia nervosa, dan bulimia.
 Kelainan kromosom, misalnya sindrom Turner atau sindrom Swyer (sel
hanya mengandung satu kromosom X) dan hermafrodit sejati.
 Olahraga yang berlebihan.
c. Penatalaksanaan dan pengobatan
Pengobatan atau penanganan amenorrea bergantung kepada penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penurunan berat badan yang drastis atau obesitas, penderita
dianjurkan untuk menjalani diet yang tepat. Jika penyebabnya adalah olah raga
yang berlebihan, penderita dianjurkan untuk menguranginya. Jika penyebabnya
adalah tumor, maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor tesebut. Jadi
pada dasarnya penanganan amenorea selalu memerlukan bantuan dokter untuk
membantu mendiagnosis atau menemukan penyebabnya.
Jika seorang anak perempuan belum pernah mengalami menstruasi dan semua
hasil pemeriksaan normal, maka dokter akan melakukan pemeriksaan setiap 3-6
bulan untuk memantau perkembangan pubertasnya. Untuk merangsang menstruasi
(chalange test), dokter biasanya memberikan terapi hormonal (progesteron),
sedangkan untuk merangsang perubahan pubertas pada anak perempuan yang
payudaranya belum membesar atau rambut kemaluan dan ketiaknya belum
tumbuh, bisa diberikan estrogen.
Cara mencegah amenorrhea yang bisa kita lakukan antara lain :
o menghindari stres dan depresi dengan lakukan meditasi/yoga. Meditasi atau
yoga selama 10-15 menit dan dilakukan sebanyak 4-5 kali dalam seminggu
bisa membantu menenangkan pikiran dan menurunkan kadar hormone stress
yaitu kortisol sehingga bisa lebih tenang dan rileks.
o Olahraga ringan seperti berjalan atau jogging di pagi atau sore hari
o Menerapkan pola hidup sehat dengan makan makanan yang sehat dan
bernutrisi , seperti sayur hijau (sawi,brokoli dan bayam), buah-buahan
( apel,jeruk,pisang),keju,kacang-kacangan dan biji – bijian, telur, dan susu,
semua makanan tersebut penting saat menstruasi dan juga bisa mencegah
amenorrea.
o Istirahat cukup, menyeimbangkan waktu aktivitas dengan istirahat yang cukup
adalah salah satu cara untuk mengatasu amenorrhea.

d. Pemeriksaan
Gejala amenorea dijumpai pada penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan
yang bermacam-macam. Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosis yang tepat
harus berdasarkan etiologi, tidak jarang diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan
yang beraneka ragam, rumit, dan mahal harganya.
Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting. Pertama, harus diketahui
apakah amenorea itu primer atau sekunder. Selanjutnya, perlu diketahui apakah
ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan
gangguan emosional; apakah ada kemungkinan kehamilan; apakah penderita
menderita penyakit akut atau menahun; apakah ada gejala-gejala penyakit
metabolik, dan lain-lain.
Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama;
keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk-petunjuk yang berharga.
Apakah penderita pendek atau tinggi, apakah berat badan sesuai dengan tingginya,
apakah ciri-ciri kelamin sekunder bertumbuh dengan baik atau tidak, apakah ada
tanda hirsutisme; semua ini penting untuk pembuatan diagnosis.
Pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui adanya berbagai
jenis ginatresi, adanya aplasia vagina, keadaan klitoris, aplasia uteri, adanya
tumor, ovarium, dan sebagainya.Mencari penyebab amenorea dapat dilakukan
secara sederhana, yaitu dengan melakukan beberapa tes atau uji.
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak
kasus amenorea dapat diketahui sebabnya. Apabila pemeriksaan klinik tidak
memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan
pemeriksaan khusus seperti :

o Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri


yang berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium
polikistik (Sindrom Stein-Leventhal) dan sebagainya.
o Tes Fungsi Tiroid, untuk mengukur jumlah hormon perangsang tiroid
(TSH) dalam darah untuk mengetahui apakah tiroid berfungsi dengan
baik. Pasalnya, masalah pada kelenjar tiroid bisa menyebabkan amenore.
o Tes Fungsi Ovarium, untuk mengukur jumlah hormon perangsang folikel
(FSH) dalam darah untuk mengetahui kinerja ovarium.
o Tes Androgen, untuk memeriksa tingkat androgen dalam darah.
o Tes Prolaktin. Kadar hormon prolaktin yang rendah mungkin bisa menjadi
pertanda tumor kelenjar pituitari.
o Ultrasonografi (USG) untuk menentukan penyebab amenorrhea.
o Pencitraan resonansi magnetik (MRI) pada otak jika diduga terdapat
kelainan kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
o Tomografi komputer (CT scan) pada bagian perut dan panggul untuk
melihat kelainan rahim atau indung telur.

4. Adenomyosis

a.Pengertian
Adenomyosis yaitu kondisi jinak yang ditandai pertumbuhan
endometrium ke dalam otot uterus, terkadang disertai pertumbuhan otot
berlebihan. Disebut juga endometriosis uteri interna. (W. A. Newman, 2011)

b.Penyebab
Ukuran rahim membesar 2 atau 3 kali lipat ukuran normal.
Penyebab tidak diketahui pasti, ada beberapa teori diduga sebagai penyebabnya:
1. Jaringan endometrium yang menyusup ke dinding rahim.
Ini terjadi contohnya saat dilakukan operasi cesar, sel endometrium
menyusup ke dinding rahim, lalu tumbuh dan berkembang disana. Beberapa
ahli percaya bahwa adenomiosis hasil dari invasi langsung dari sel-sel
endometrium dari permukaan rahim ke dalam otot yang membentuk dinding
rahim. Insisi uterus dilakukan selama operasi seperti operasi caesar (C-
section) mempromosikan invasi langsung dari sel-sel endometrium ke dalam
dinding rahim.
2. Teori Pertumbuhan.
Diyakini sejak awal, jaringan endometrium ini memang sudah ada saat
janin mulai tumbuh. ahli lainnya berspekulasi adenomiosis yang berasal
dalam otot rahim dari jaringan endometrium disimpan di sana ketika rahim
pertama kali terbentuk pada janin perempuan.
3. Peradangan rahim akibat proses persalinan.
Teori ini menyatakan ada hubungan antara adenomiosis dan proses
persalinan. Proses deklamasi endometrium pada periode paska persalinan
bisa menyebabkan pecahnya/putusya ikatan sel pada endometrium.
Dari teori diatas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa faktor risiko
terkena adenomiosis adalah persalinan baik cesar maupun normal.

Walaupun tidak berbahaya, nyeri dan perdarahan berlebihan yang


ditimbulkannya bisa menggangu aktifitas sehari-hari. Bahkan jika nyeri
berulang dapat menyebabkan gangguan psikologi pada penderita seperti
depresi, sensi, gelisah, marah dan rasa tidak berdaya. Dalam hal-hal seperti ini
perlu segera cari pertolongan dokter. Perdarahan yang banyak dalam waktu
yang lama akan menyebabkan anemia. (Yayan, n.d.)
c.Penatalaksanaan dan Pengobatan
Tatalaksana adenomiosis bergantung pada usia pasien dan fungsi
reproduksi selanjutnya. Dismenorea sekunder yang diakibatkan oleh
adenomiosis dapat diatasi dengan tindakan histerektomi, akan tetapi perlu
dilakukan intervensi non invasif terlebih dahulu. Obat-obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID), obat kontrasepsi oral dan progestin telah menunjukkan
manfaat yang signifikan. Penanganan adenomiosis pada prinsipnya sesuai
dengan protokol penanganan endometriosis.
a. Terapi Hormonal
Pemberian terapi hormonal pada adeomiosis tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Tidak ada bukti klinis yang menunjukkan adanya manfaat
terapi hormonal dapat mengatasi infertilitas akibat adenomiosis. Pemberian
obat hormonal hanya mengurangi gejala dan efeknya akan hilang setelah
pemberian obat dihentikan. Obat hormonal yang paling klasik adalah
gonadotrophin releasing hormone agonist(GnRHa), yang dapat
dikombinasikan dengan terapi operatif. Mekanisme kerja GnRHa adalah
dengan menekan ekspresi sitokrom P450, suatu enzim yang mengkatalisis
konversi androgen menjadi estrogen. Pada pasien dengan adenomiosis dan
endometriosis enzim ini diekpresikan secara belebihan.
b. Terapi Operatif
Sampai saat ini histerektomi merupakan terapi definitif untuk
adenomiosis. Indikasi operasi antara lain ukuran adenomioma lebih dari 8 cm,
gejala yang progresif seperti perdarahan yang semakin banyak dan infertilitas
lebih dari 1 tahun walaupun telah mendapat terapi hormonal konvensional.
Suatu teknik operasi baru telah dipublikasikan oleh Osada pada tahun 2011.
Dengan teknik adenomiomektomi yang baru ini, jaringan adenomiotik dieksisi
secara radikal dan dinding uterus direkonstruksi dengan teknik triple flap.
Teknik ini diklaim dapat mencegah ruptur uterus apabila pasien hamil. Dalam
penelitian tersebut, dari 26 pasien yang mengharapkan kehamilan, 16 di
antaranya berhasil dan 14 dapat mempertahankan kehamilannya hingga aterm
dengan bayi sehat tanpa penyulit selama kehamilan.
 Histerektomi
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan
uterus) pada seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak
bisa lagi hamil dan mempunyai anak. Histerektomi biasanya disarankan oleh
dokter untuk dilakukan karena berbagai alasan. Alasan utama dilakukannya
histerektomi adalah kanker mulut rahim atau kanker rahim.
Adapun penyebab lainnya adalah sebagai berikut.
1. Adanya fibroid yang merupakan tumor jinak pada rahim. Histerektomi
perlu dilakukan karena tumor ini dapat menyebabkan perdarahan
berkepanjangan, nyeri panggul, anemia, dan tekanan pada kandung
kemih.
2. Endometriosis, suatu kelainan yang disebabkan dinding rahim bagian
dalam yang seharusnya tumbuh di rahim saja, juga ikut tumbuh di
indung telur, tuba fallopii, atau bagian tubuh lainnya. Hal ini bisa
membahayakan bagi ibu. Oleh karena itu, biasanya dianjurkan untuk
melakukan histerektomi.
Beberapa jenis histerektomi antara lain :
 Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim
diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu,
penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu
pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.
 Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim
diangkat secara keseluruhannya.
 Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini
mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua
ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan penderita
seperti menopause meskipun usianya masih muda.
 Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina,
jaringan, dan kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya
dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa
menyelamatkan nyawa penderita.
Histerektomi dapat dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau
melalui vagina. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan
dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya
Pemulihan dari operasi histerektomi biasanya berlangsung dua hingga enam
minggu. Selama masa pemulihan, pasien dianjurkan untuk tidak banyak
bergerak yang dapat memperlambat penyembuhan bekas luka operasi. Dari
segi makanan, disarankan untuk menghindari makanan yang menimbulkan gas
seperti kacang buncis, kacang panjang, brokoli, kubis dan makanan yang
terlalu pedas. Seperti setelah operasi lainnya, makan makanan yang kaya
protein dan meminum cukup air akan membantu proses pemulihan.

d.Pemeriksaan
1. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi
Tes laboratorium pada pasien dismenore sekunder atau nyeri
pelvis kronis hangat terbatas. Hitung jenis darah dapat membantu
mengevaluasi akibat adanya pendarahan yang terus menerus. Laju enap
darah dapat membantu mengidentifikasi adanya proses inflamasi, namun
tidak spesifik.Tes radiologi umumnya terbatas untuk etiologi yang tidak
berhubungan dengan gynecology, seperti pemeriksaan pada saluran
pencernaan dan saluran kemih. Tes ultrasonografi pada pelvis
memberikan manfaat yang besar karena memberikan gambaran adanya
myoma, tumor adnexal atau tumor lainnya, dan lokasi pemakaian
IUD(Smith, 2003)
Kode ICD-9 CM : Examination blood (90.5), Ultrasonography
(88.79)
2. Histerosalpingogram
Suatu pemeriksaan roentgen daerah panggul setelah suatu kontras
dimasukkan ke dalam dinding Rahim
3. Pemeriksaan MRI
Mendeteksi adanya adenomyosis dan seberapa luas adenomyosis
dan juga dapat membedakannya dari fibroid. Pemeriksaan MRI panggul
ini harus dikerjakan dengan media kontras Gadolinium yang disuntikkan
ke pembuluh darah
4. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Hb
Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi.
Mean corpuscular volume (MCV). MCV adalah ukuran atau
volume rata-rata eritroit. MCV meningkat jika eritrosit lebih besar
dari biasanya (makrositik), misalnya pada anemia karena
kekurangan vitamin B12. MCV menurun jika eritrosit lebih kecil
dari biasanya (mikrositik) seperti pada anemia karena kekurangan
zat besi.
 Pemeriksaan Leukosit
Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pada
luka operasi atu proses operasi.

5. Atresia hymenalis/ Hymen Imperforata

a.Pengertian
Hymen adalah suatu membran tipis tidak utuh yang melingkari orifisium
vagina dan mempunyai satu atau beberapa lubang yang memungkinkan
keluarnya aliran darah menstruasi. Bentuk dan ukuran lubang himen bervariasi,
tetapi umumnya robek pada waktu koitus pertama. Himen yang “intak” danggap
suatu tanda keperawanan, tetapi ini tidak dapat diandalkan karena beberapa kasus
koitus tidak berhasil menimbulkan robekan dan pada orang lain himen dapat
robek akibat manipulasi digital.
Hymen Imperforata ialah selaput darah yang tidak menunjukan lubang
(Hiatus Himenalis) sama sekali, suatu kelainan yang ringan dan yang cukup
sering dijumpai. Kemungkinan besar kelainan ini tidak dikenal sebelum
menarche. Sesudah itu molimina menstrualia dialami tiap bulan, tetapi darah haid
tidak keluar. Darah itu terkumpul di dalam vagina dan menyebabkan hymen
tampak kebiru-biruan dan menonjol keluar (Hematokolpos). Bila keadaan ini
dibiarkan, maka uterus akan terisi juga dengan darah haid dan akan membesar
(Hematometra).

b. Penyebab Atresia Hymenalis/ Hymen Imperforata

Hymen merupakan lipatan membrane irregular dengan berbagai jenis


ketebalan yang menutupi sebagian orifisium vagina, terletak mulai dari dinding
bawah uretra sampai ke fossa navikularis. Hymen Imperforata terbentuk karena
ada bagian yang persisten dari membrane urogenital dan terjadi ketika mesoderm
dari primitive streak yang abnormal terbagi menjadi bagian urogenital dari
membran cloacal. Hymen Imperforata tanpa mukokolpos yang berasal dari
jaringan fibrous dan jaringan lunak antara labium minora sulit dibedakan dengan
tidak adanya vagina. Aplasia dan atresia vagina terjadi karena kegagalan
perkembangan duktus mullerian, sehingga vagina tidak terbentuk dan lubang
vagina hanya berupa lekukan kloaka.
Kelainan kongenital himen imperforata secara pasti belum jelas, akan
tetapi beberapa peneliti ada yang menganggap karena adanya gangguan pada gen
autosomal resesif (Jones, 1972), gangguan pada transmitted sex-linked
autosommal dominant (Shohiv, 1978), adanya hormon antimullerian. Selain itu
diduga akibat produksi faktor regresi Mulleri yang tidak sesuai pada gonad
embrio wanita, tidak adanya atau kurangnya reseptor estrogen yang terbatas pada
saluran Muller bawah, terhentinya perkembangan saluran Muller oleh bahan
teratogenik.
c. Gejala Klinik Hymen Imperforata
Sebagian kelainan ini tidak dikenali sebelum menarche, setelah itu akan
terjadi molimenia menstrualia (nyeri yang siklik tanpa haid), yang dialami setiap
bulan.Sesekali hymen imperforata ditemukan pada neonatus atau anak kecil.
Vagina terisi cairan (sekret) yang disebut hidrokolpos. Bila diketahui sebelum
pubertas, dan segera diberi penanganan asimptomatik, serta dilakukan
hymenektomi, maka dari vagina akan keluar cairan mukoid yang merupakan
kumpulan dari sekresi serviks. Kebanyakan pasien datang berobat pada usia 13-
15 tahun, dimana gejala mulai tampak, tetapi menstruasi tidak terjadi. Darah
menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau kedua yang terkumpul di
vagina belum menyebabkan peregangan vagina dan belum menimbulkan gejala.
Gejala yang paling sering terjadi akibat over distensi vagina, diantaranya
rasa sakit perut bagian bawah, nyeri pelvis dan sakit di punggung bagian
belakang. Gangguan buang air kecil terjadi karena penekanan dari vagina yang
distensi ke uretra dan menghambat pengosongan kandung kemih. Rasa sakit pada
daerah supra pubik bersamaan dengan gangguan air kecil menimbulkan disuria,
urgensi, inkontinensia overflow, selain itu juga dapat disertai penekanan pada
rectum yang menimbulkan gangguan defekasi. Gejala teraba massa di daerah
supra pubik karena terjadinya pembesaran uterus, hematometra, distensi kandung
kemih, hematoperitoneum, bahkan dapat terjadi iritasi menyebabkan peritonitis.

d. Penatalaksanaan dan pengobataan

Hymen imperforata dapat didiagnosis ketika bayi baru lahir atau ketika awal
masa pubertas anak. Akan tetapi, lebih sulit mendiagnosis hymen imperforata
pada bayi baru lahir.
Sementara pada anak dalam masa pubertas, dokter akan melakukan tanya
jawab mengenai gejala yang dialami, riwayat kesehatan, serta riwayat menstruasi
pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama pada area
vagina, selaput dara, dan vulva.

 Tindakan Pembedahan (Hymentektomi)

Apabila hymen imperforata dijumpai sebelum pubertas, membran hymen


dilakukaninsisi/ hymenotomi dengan cara sederhana dengan melakukan insisi
silang atau dilakukan pada posisi 2, 4, 8 dan 10 arah jarum jam disebut insisi
stellate.
Pendapat lain mengatakan, bila dijumpai hymen imperforata pada anak kecil/
balita tanpa menimbulkan gejala, maka keadaan diawasi sampai anak lebih besar
dan keadaan anatomi lebih jelas, dengan demikian dapat diketahui apakah yang
terjadi hymen imperforata atau aplasia vagina.
Pada insisi silang tidak dilakukan eksisi membrane hymen, sementara pada
insisistellate setelah insisi dilakukan eksisi pada kuadran hymen dan pinggir
mukosa hymendi aproksimasi dengan jahitan mempergunakan benang delayed-
absorbable. Tindakan insisi saja tanpa disertai eksisi dapat mengakibatkan
membrane hymen menyatu kembali dan obstruksi membrane hymen terjadi
kembali. Untuk mencegah terjadinya jaringan parut dan stenosis yang
mengakibatkan dispareunia, eksisi jaringan jangan dilakukan terlalu dekat dengan
mukosa vagina.Setelah dilakukan insisi akan keluar darah berwarna merah tua
kehitaman yang kental.Sebaiknya posisi pasien dibaringkan dengan posisi fowler.
Selama 2-3 hari darah tetap akan mengalir, disertai dengan pengecilan vagina dan
uterus. Selain itu, pemberian antibiotik profilaksis juga diperlukan. Evaluasi
vagina dan uterus perlu dilakukan sampai 4-6 minggu paska pembedahan, bila
uterus tidak mengecil, perlu dilakukan pemeriksaan inspeksi dan dilatasi serviks
untuk memastikan drainase uterus berjalan dengan lancar. Bila hematokolpos
belum keluar, instrumen intrauterine jangan dipergunakan karena bahaya perforasi
dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan.

e. Pemeriksaan
 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, dan


urinalisa.

 Pemeriksaan Imaging

 Foto abdomen (BNO-IVP), USG abdomen serta MRI Abdominal dan


pelvis dapatmemberikan gambaran imaging untuk uterovaginal
anomali.
 Dengan USG dapat segera didiagnosis hematokolpos atau
hematometrokolpos, Selain itu, transrectal ultrasonography dalam
membantu delineating complex anatomy.Apabila dengan USG tidak
jelas, diperlukan pemeriksaan MRI.
 USG dan MRI sebagai pemeriksaan penunjang untuk mengetahui
apakah ada kongenital anomali traktus urinaria yang menyertai.

6. Atresia labium minora


a. Pengertian
Atresia Labia Minora adalah kelainan kongenital ini disebabkan oleh
membrane urogenitalis yang tidak menghilang di bagian vulva di belakang
klitoris ada lubang untuk pengeluaran air kencing dan darah haid. Koitus
walaupun sukar masih dapat dilaksanakan, malahan dapat terjadi kehamilan.
Pada partus hanya diperlukan sayatan digaris tengah yang cukup panjang untuk
melahirkan janin.
Kelainan tersebut (atresia labia minora) dapat terjadi pula sesudah partus.
Dalam hal ini radang menyebabkan kedua labium minus melekat, dengan masih
ada kemungkinan penderita dapat berkencing.
b. Penyebab Atrsia Labia minora
Disebabkan oleh membrane urogenitalis yang tidak menghilang di
bagian vulva di belakang klitoris ada lubang untuk pengeluaran air kencing dan
darah haid.
c. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Pengobatan terdiri atas melepaskan perlekatan dan menjait luka- luka yang
timbul.
Berikut spesifikasi Atresia Labia Minora :
 Disebabkan oleh membrana urogenitales yang tidak menghilang
 Pengeluaran air kencing dan darah haid tidak terganggu
 terdapat lubang kecil di bagian depan vulva di belakang klitoris
 Koitus masih dapat dilaksanakan
 Kehamilan dapat terjadi
 Pada saat partus diperlukan sayatan di garis tengah yang
 cukup panjang untuk melahirkan anak
 Atresia labia minora dapat terjadi setelah partus
 Oleh karena adanya radang kedua labium minus melekat
 Pengobatan : melepaskan perlekatan dan menjahit luka yang timbul
 Hipertrofi labium minus kanan atau kiri
 Hipertrofi pada satu atau kedua labium minus
 Bukan sesuatu hal yang mengkhawatirkan
 Bila penderita merasa tidak nyaman dilakukan pengangkatan jaringan
yang berlebihan

d. Pemeriksaan
Dapat ditangani dengan prosedur operasi koreksi labia atau
vaginoplasty. Vaginoplasty dilakukan jika ada kesulitan dalam berhubungan,
persalinan, mengganggu psikologi, atau mengganggu keluarnya darah haid.
Membuat insis untuk memisahkan kedua labium minus, pemberian
antibiotika untuk mencegah peradangan.

7. Bartolinitis

a.Pengertian
Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga
dapat menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya,
pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan.
Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.

b. Penyebab

Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang


terletak di bagian dalam vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea,
dan sebagainya. Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat
diproduksinya cairan pelumas vagina
a. Infeksi alat kelamin wanita bagian bawah biasanya disebabkan oleh :
Virus :kondiloma akuminata dan herpes simpleks.
Jamur : kandida albikan.
Protozoa : amobiasis dan trikomoniasis.
Bakteri : neiseria gonore.
b. Infeksi alat kelamin wanita bagian atas :
Virus : klamidia trakomatis dan parotitis epidemika.
Jamur : asinomises.
Bakteri : neiseria gonore, stafilokokus dan E.coli
Lama kelamaan cairan memenuhi kantong kelenjar sehingga disebut
sebagai kista (kantong berisi cairan). “Kuman dalam vagina bisa menginfeksi
salah satu kelenjar bartolin hingga tersumbat dan membengkak. Jika tak ada
infeksi, tak akan menimbulkan keluhan.

c.Penatalaksanaan dan Pengobatan

 Penatalaksanaan
a. Hindari melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.
Ingat, kuman juga bisa berasal dari pasangan Anda. Jika Anda
berganti-ganti pasangan, tak gampang mendeteksi sumber
penularan bakteri. Peradangan berhubungan erat dengan penyakit
menular seksual dan pola seksual bebas.
b. Biasakan membersihkan alat kelamin setelah berhubungan seksual.
c. Untuk mengatasi radang, berbagai cara bisa dilakukan. Salah
satunya adalah gaya hidup bersih dan sehat diantaranya konsumsi
makanan sehat dan bergizi. Usahakan agar Anda terhindar dari
kegemukan yang menyebabkan paha bergesek. Kondisi ini dapat
menimbulkan luka, sehingga keadaan kulit di sekitar selangkangan
menjadi panas dan lembap. Kuman dapat hidup subur di daerah
tersebut.
d. Hindari mengenakan celana ketat, karena dapat memicu
kelembapan. Pilih pakaian dalam dari bahan yang menyerap
keringat agar daerah vital selalu kering.
e. Periksakan diri ke dokter jika mengalami keputihan cukup lama.
Tak perlu malu berkonsultasi dengan dokter kandungan sekalipun
belum menikah. Karena keputihan dapat dialami semua
perempuan.
f. Berhati-hatilah saat menggunakan toilet umum. Siapa tahu, ada
penderita radang yang menggunakannya sebelum Anda.
g. Biasakan membersihkan diri, setelah buang air besar, dengan
Gerakan membasuh dari depan ke belakang.
h. Jika tidak dibutuhkan, jangan menggunakan pantyliner. Perempuan
seringkali salah kaprah. Mereka merasa nyaman jika pakaian
dalamnya bersih. Padahal penggunaan pantyliner dapat
meningkatkan Kelembapan kulit di sekitar vagina.
 Pengobataan

Terapi pengobatan juga dilakukan melalui pemberian antibiotik spektrum luas.


Pengobatan yang cukup efektif saat ini adalah dengan antibiotika golongan
cefadroxyl 500 mg, diminum 3×1 sesudah makan, selama sedikitnya 5-7 hari, dan
asam mefenamat 500 mg (misalnya: ponstelax, molasic, dll), diminum 3×1 untuk
meredakan rasa nyeri dan pembengkakan, hingga kelenjar tersebut mengempis.

d.Pemeriksaan

Pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis bakteri


penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit
menular seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Kultur jaringan diambil swab
dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48
jam kemudian.biopsi dilakukan apabila terjadi pada kasus yang dicurigai
keganasan.

Pemeriksaan Penunjang:

a. Laboratorium

b. Vullva (Kolposkopi adalah pemeriksaan yang dilakukan di leher rahim,


vagina, atau vulva untuk mendeteksi berbagai penyakit yang menyerang organ
reproduksi wanita, mulai dari kutil kelamin hingga kanker leher rahim.)

c. In speculo

8. Hypertrofi Labium Minus (Hypertropi Labia Minora)

a.Pengertian
Hipertrofi labia minora merupakan kelainan kongenital, kondisi
dimana terjadi disproporsi dari ukuranlabia minora relatif dari ukuran labia
mayora.(scribd.com, 2013)

b. Penyebab

Hipertrofi labia minora bervariasi dan mungkin multifaktor. Beberapa


wanitalahir dengan labia minora yang menonjol. Pada beberapa wanita,
hipertrofi labia minora.
Faktor
Kelaianan genetik kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan
berpengaruh atas kejadian kelainan kongenital pada anaknya.
Diantara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum mendel
biasa tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai
unsur dominan atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
Penyelidikan dalam hal ini sukar tetapi adanya kelainan kongenital
yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah
selanjutnya.
1. Kelainan mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin
dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah
terjadinya deformitas suatu organ.
2. Faktor infeksi – TORCH
3. Faktor obat – sitostatik, transkuilaiser
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada
trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan
terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat
yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.
Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda
dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital. Walaupun hal ini secara
laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya salama kehamilan, khususnya trimester pertama
dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali.
Walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu
memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada
pemakaian fraskuilaiser untuk penyakit tertentu. Pemakaian sitostatik
atau preparat hormon yang tidak dapat dihindarkan, keadaan ini perlu
dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya
terhadap bayi.
4. Faktor umum ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan
pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa
menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan
angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan
ditemukan risiko relatif sebesra 26,93 untuk kelompok ibu umur 35
tahun atau lebih.
5. Faktor hormonal
6. Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi
yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat
mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutik sebaiknya
dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
7. Faktor gizi
8. Faktor lain-lain
Pembesaran ini bisa disebabkan karena keadaan bawaan sejak
lahir, bayi prematur, pengaruh rangsangan berlebihan seperti
masturbasi, diperoleh setelah hamil dan melahirkan, kegemukan atau
karena proses penuaan.
e. Pemeriksaan
a) Operasi Labiaplasty
1. Tindakan labiaplasty tidak hanya dapat mengecilkan bibir dalam
kemaluan namun juga membentuk kembali dan membuat penampilan
labia menjadi lebih natural. Sehingga labia minora menjadi tidak
menonjol keluar dan menutupi vagina lebih baik. Akhirnya keluhan
fisik yang dirasakan menghilang dan mengembalikan rasa nyaman
dan percaya diri. (&, Ni Wayan Sri Suarmini, 2015)

2. Operasi dilakukan melalui pembiusan lokal atau umum/total jika


diinginkan. Lama tindakan dapat berlangsung kurang lebih satu jam.
Setelah operasi pasien dapat melakukan kegiatan ringan sesegera
mungkin. Namun hubungan intim dapat dilakukan kembali setelah
enam minggu.

3. Pada saat melakukan labiaplasty kadang dilakukan juga pembedahan


lainnya seperti vaginoplasty ataupun mengurangi kelebihan kulup
klitoris yang kadang mengganggu sensasi dan kenikmatan seksual.

9. Iva
10. Polip endometrium
11. Vaginismus
12. Vaginektomi
13. Vagini perineotomy
14. Vaginitis radang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
(Otto Gusti Madung, 2011)&, Ni Wayan Sri Suarmini, S. R. (2015). Kelainan pada sistem
reproduksi dan penanggulanganya.
Https://Xa.Yimg.Com/Kq/Groups/23627341/732631845/Name/Hipertrofi.
Ariyanti, K. S., Sariyani, M. D., & Winangsih, R. (2022). Terapi Non Farmakologis untuk
Mengurangi Nyeri Haid pada Remaja di Tabanan. Jurnal Kebidanan Malakbi, 3(2), 58.
https://doi.org/10.33490/b.v3i2.612
Benson, R. C., & Pernoll, M. L. (2009). Handbook of Obstetry and Gynecology. In The
McGraw-Hill Education Asia (pp. 34–56).
Hafidhah, A. N., Kedokteran, F., & Surakarta, U. M. (2020). Hymen Imperforate : A Case
Report. 410–415.
Hendarto, H. (2015). Buku Endometriosis aspek teori dan penanganan klinis. In Airlangga
University Press.
Juwita, L., & Prabasari, N. A. (2022). Penatalaksanaan Dismenore Berdasarkan Karakteristik
Dismenore Pada Remaja Putri. Adi Husada Nursing Journal, 8(1), 1.
https://doi.org/10.37036/ahnj.v8i1.212
Malik, A. (2007). Kelainan Kongenital Pada Sistem Reproduksi Dan Masalah Interseks.
Journal of Chemical Information and Modeling, 8(9), 1–58.
Muhammad, J. (2017). Pengaruh Hypnotherapi terhadap Dismenore. Study Mahasiswa S1
Keperawatan UMM, 4(1), 12–98.
Otto Gusti Madung. (2011). ( Bagian I ) (Issue Bagian I).
Rinata, E. (2020). Buku Ajar Genetika Dan Biologi Reproduksi. In Buku Ajar Genetika Dan
Biologi Reproduksi. https://doi.org/10.21070/2020/978-623-6833-96-4
scribd.com. (2013). Hipertrofi Labia Minora.
Https://Www.Scribd.Com/Doc/167261173/Hipertrofi-Labia-Minora.
W. A. Newman, D. (2011). Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed. 28. In EGC Medical
Publisher (Vol. 28). https://doi.org/10.1097/00000441-196003000-00040
Yayan, A. (n.d.). ADENOMIOSIS UTERI. Jul 17, 2015.

Anda mungkin juga menyukai