Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Dasar Dismenorea

a. Pengertian

Dismenorea disebut juga kram menstruasi atau nyeri

menstruasi (Sinaga et al., 2017). Menurut (M Anwar, 2014)

dismenore adalah nyeri saat menstruasi, biasanya dengan rasa

kram dan terpusat di abdomen bawah. Dismenorea adalah rasa

tidak enak di perut bawah sebelum dan selama menstruasi dan

sering kali rasa mual sehingga memaksa penderita untuk istirahat

dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari,

untuk beberapa jam atau beberapa hari.

b. Patofisiologi Dismenorea

Rasa nyeri pada menstruasi terjadi karena peningkatan

sekresi prostaglandin dalam darah menstruasi, yang

meningkatkan intensitas kontraksi uterus yang normal.

Prostaglandin menguatkan kontraksi otot polos miometrium dan

konstriksi pembuluh darah uterus sehingga keadaan hipoksia

uterus yang secara normal menyertai menstruasi akan bertambah

berat. Kombinasi kontraksi uterus dan hipoksia ini menimbulkan

rasa nyeri yang intensif pada dismenore (Kumalasari, 2014).

10
11

Tanda dan gejala yang mungkin terdapat pada dismenore

meliputi rasa nyeri yang tajam, intermiten disertai rasa kram

abdomen bagian bawah yang biasanya menjalar ke bagian

punggung, paha, lipat paha, serta vulva. Rasa nyeri ini khas

dimulai ketika keluar darah menstruasi atau sesaat sebelum keluar

dan mencapai puncak dalam waktu 24 jam (Setyowati, 2018).

c. Jenis Dismenorea

1) Dismenorea Primer

Dismenorea primer merupakan suatu kondisi yang

berhubungan dengan peningkatan aktivitas uterus yang

disebabkan oleh peningkatan reproduksi prostaglandin

(Agustina, 2019).

Terjadinya dismenorea primer disebabkan oleh

peningkatan prostaglandin (PG) F2-alfa yang merupakan

sikloolsigenase (COX-2) yang menyebabkan hipertonus dan

vasokontriksi di myometrium terjadi iskema dan nyeri di

perut bagian bawah. Saat menstruasi dikeluarkan, terjadi

kontraksi kuat dan lama pada dinding Rahim sehingga

menimbulkan nyeri saat menstruasi (Larasati, T. A. & Alatas,

2016).

2) Dismenorea Sekunder
12

Terkait dengan prostaglandin yang dapat meningkatkan

kontraksi otot rahim, dismenorea sekunder dapat terjadi

kapan saja setelah menarce (menstruasi pertama), tetapi

biasanya terjadi pada usia 20 atau 30an setelah siklus normal

tanpa adanya rasa nyeri. Peningkatan prostaglandin mungkin

berperan dalam dismenorea sekunder, tetapi dalam arti

tertentu harus disertai dengan penyakit panggul seperti

chronic pelvic inflammatory disease (Setyowati, 2018)

d. Klasifikasi Dismenorea

1) Dismenorea Ringan

Rasa nyeri yang berlangsung hanya beberapa saat dan

memerlukan istirahat sejenak seperti duduk dan berbaring

sehingga dapat tetap melakukan kerja atau aktivitas sehari-

hari.

2) Dismenorea Sedang

Memerlukan obat untuk menghilangkan rasa nyeri

tanpa perlu meninggalakan kegiatan dan dapat melakukan

aktivitas sehari-hari.

3) Dismenorea Berat

Untuk menghilangkan rasa sakit diperlukan istirahat

beberapa hari dan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-

hari.
13

e. Faktor yang Menyebabkan Dismonerea

Menurut (Setyowati, 2018) faktor-faktor yang

mempengaruhi disemenore primer dan sekunder adalah sebagai

berikut:

1) Penyebab dismenore primer

a) Faktor endokrin. Rendahnya kadar progesteron pada

akhir fase korpus luteum. Hormon progesteron

menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus

sedangkan hormon esterogen merangsang kontraktilitas

uterus. Endometrium dalam fase sekresi memproduksi

prostagladin F2 sehingga menyebabkan kontraksi otot-

otot polos. Jika kadar prostagladin yang berlebihan

memasuki peredaran darah, maka selain dismenore dapat

juga dijumpai efek lainnya seperti: mual, muntah, diare

dan panas.

b) Kelainan organik, seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia

uterus, obstruksi kanalis, servikalis, mioma submukosum

bertangkai, polip endometrium.

c) Faktor kejiwaan atau gangguan psikis, seperti: rasa

bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya

tempat berteduh, konflik dengan kewanitaannya, dan

imaturitas.
14

d) Faktor konstitusi, seperti: anemia, penyakit menahun,

penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi

dismenore.

e) Faktor alergi, penyebab alergi adalah toksin menstriasi.

Menurut riset ada hubungan antara dismenore dengan

urtikaria, migrain dan asma bronkiale.

2) Penyebab dismenore sekunder :

a) Intrauterine contraceptive devices

b) Uterine myoma (fibroid), terutama mioma submukosum

c) Uterine polyps

d) Adhesions (pelekatan)

e) Congenital malformation of the müllerian system

f) Stenosis atau striktur serviks, striktur kanalis servikalis,

varikosis pelvik, dan adanya alat kontrasepsi dalan

rahim.

g) Kista ovarium (ovarian cysts)

h) Psychogenic pain (nyeri psikogenik)

i) Endometriosis pelvis

j) Penyakit radang panggul kronis

k) Tumor ovarium, polip endometrium

l) Kelainan letak uterus seperti: retrofleksi, hiperantefleksi,

retrofleksi terfiksasi
15

m) Faktor psikis, seperti: takut tidak punya anak, konflik

dengan pasangan, gangguan libido.

f. Dampak Dismenorea

Dampak dismenorea menimbulkan rasa tidak nyaman,

kesulitan berkonsentrasi dalam melakukan aktivitas karena nyeri

yang disarakan, dan dapat mmebatasi wanita untuk melakukan

aktivitas sehari-hari (Astuti & Lela, 2018). Dampak yang terjadi

apabila dismenorea dibiarkan atau tidak ditangani dengan baik

yaitu dapat menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari,

menstruasi yang bergerak mundur (Retogrande menstrual)

kemandulan (infertilitas), kehamilan tidak beresiko ektopik, kista

pecah, perfonasi dari rahim dari IUD serta infeksi.

g. Penanganan Dismenorea

Menurut (Julia et al., 2020), Penatalaksanaan dismonera

dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1) Terapi Farmakologi, terdapat beberapa cara yaitu :

a) Untuk mengatasi dismenore dengan cara:

Pemberian obat AINS (Anti Inflamasi Nonsteroid); Obat-

obatan adjuvans atau koanalgesik; Penggunaan analgesik

opioid (narkotik) seperti : morfin dan kodein.

b) Untuk mengatasi nyeri dismenorea dengan :


16

Pemberian obat-obatan analgesic: pemberian NSAID

(Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs)

c) Untuk mengatasi dismenore dengan :

Pemberian obat analgetik; Terapi hormonal; Terapi

dengan obat nonsteroid antiprostagladin; Dilastasi

kanalis servikalis.

2) Terapi Non Farmakologi, terdapat beberapa cara yaitu :

a) Untuk mengatasi dismenore dengan cara :

Olahraga secara teratur; Melakukan pemijatan;

Menggosok-gosok perut atau pinggang yang sakit;

Mengambil posisi menungging; Melakukan relaksasi;

Melakukan hipnoterapi; Yoga.

b) Judha (2012), mengemukakan bahwa untuk mengatasi

dismenore yaitu dengan :

Imagenery (mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang

menyenangkan); Teknik Relaksasi; Distraksi; TENS

(Transcutaneous Electrica Nerve Stimulation)

c) Untuk mengatasi dismenore dengan :

Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS); Kompres

panas dan dingin; Distraksi; Relaksasi imajinasi

terbimbing; Hipnosis; Akupuntur; Massage Effleurage


17

d) Dismenore dapat diatasi dengan: Pengaturan posisi;

Tenik Relaksasi; Manajemen sentuhan (Endorphine

Massage); Distraksi; Pemberian ramuan herbal.

e) Menurut (Najmi, 2011), dismenore dapat diatasi dengan:

Aromaterapi Jasmine; jika pikiran terasa tenang dan

rileks maka akan tercipta suasana yang nyaman, dan

nyeri menstruasi pun dapat berkurang.

h. Pengkajian Nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran mengenai seberapa

berat nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas

nyeri sangat subjektif dan individual. Setiap orang akan berbeda

cara merespon nyeri karena intensitas nyeri dan toleransi setiap

orang terhadap rasa nyeri sangat beragam.

Menurut (Tjahya, 2017) skala nyeri dapat diukur dengan

menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) dianggap sederhana

dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin dan

perbedaan etnis. Lebih baik daripada visual analog scale (VAS).

terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah

keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak

memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih

teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang

menggambarkan efek analgesik (Setyowati, 2018).


18

1) NRS (Numerical Rating Scale)

Skala Intensitas Nyeri Numerik ini digunakan sebagai

pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien

menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan

kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10

mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien.

Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan sesudah intervensi.

Gambar 2. 1 Numerical Rating Scale (NRS)


Sumber : (Tjahya, 2017)
Keterangan :

0: Tidak nyeri

1: Sangat sedikit rasa nyeri terkadang terasa seperti tusukan

kecil, sepeti gigitan nyamuk.

2: Sedikit rasa nyeri, terasa seperti tusukan yang lebih

mendalam, seperti dicubit.


19

3: Rasa nyeri mulai terasa tetapi masih bisa ditoleransi dan

cukup dihilangkan dengan pengalihan perhatian, sepeti

suntikan oleh dokter.

4: Rasa nyeri yang cukup mengganggu tetapi masih dapat

diabaikan dengan cara beraktifitas atau melakukan pekerjaan,

seperti sakit gigi.

5: Rasa nyeri yang menganggu tidak dapat diabaikan dalam

waktu lama atau sekitar 30 menit, seperti pergelangan kaki

terkilir.

6: Rasa nyeri tidak dapat diabaikan untuk waktu yang lama,

tetapi masih dapat digunakan untuk bekerja, sampai tahap

menganggu indera terutama indera penglihatan.

7: Rasa nyeri yang mengganggu aktifitas sehingga membuat

sulit berkonsentrasi, dengan diselingi istirahat/tidur sehingga

masih dapat bekerja.

8: Rasa nyeri yang membuat beberapa aktifitas fisik terbatas,

merasa mual dan sakit kepala.

9: Rasa nyeri yang membuat malas berbicara, menangis,

merintih yang tidak dapat dikendalikan dan penurunan

kesadaran.
20

10: Rasa nyeri yang sangat berat hingga membuat tidak

sadarkan diri atau pingsan.

Pengelompokan:

Skala nyeri 0 : Tidak nyeri

Skala nyeri 1-3 : Nyeri ringan

Skala nyeri 4-6 : Nyeri sedang

Skala nyeri 7-10 : Nyeri berat

2) Visual Analog Scale (VAS)

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) yaitu

penilai nyeri yang berbentuk garis lurus dengan kedua

ujungnya diberi keterengan angka 0 (tidak nyeri) dan angka

10 (nyeri sangat hebat). Manfaat utama VAS adalah mudah

dan sederhana dalam penggunaan. VAS juga bisa

diadaptasi menjadi skala hilangnya/redanya nyeri.

Gambar 2. 2 Visual Analogue Scale (VAS)


Sumber : (Tjahya, 2017)
21

Keterangan :

0 : Tidak terasa nyeri

1-3: Nyeri ringan seperti gatal, kesetrum, perih dan nyut-nyutan

4-6: Nyeri sedang seperti kram, terbakar, kaku dan terasa ditusuk-

tusuk

7-9: Nyeri berat namum masih dapat dikontrol

10: Nyeri berat yang tidak dapat dikontrol

2. Konsep Dasar Aromaterapi

a. Pengertian

Aromaterapi berasal dari dua kata, yaitu aroma dan terapi.

Aroma berarti bau harum atau bau-bauan dan terapi berarti

pengobatan. Jadi aromaterapi adalah salah satu cara pengobatan

penyakit dengan menggunakan bau-bauan yang umumnya berasal

dari tumbuh-tumbuhan serta berbau harum dan enak yang disebut

dengan minyak atsiri (Agusta, 2014). Aromaterapi merupakan

metode menggunakan minyak essensial untuk meningkatkan

kesehatan fisik, emosi spiritual, menurunkan nyeri (Monahan,

Sand, Neighbors, Marek, Green, Koensoermardiyah, 2009 dalam

Solehati, 2015).
22

Hal serupa juga diutarakan oleh Watt & Janca dalam

(Octhaviany, 2015), yang menyebutkan bahwa aromaterapi

adalah terapi yang menggunakan minyak esensial yang dinilai

dapat membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan

psikologis dan gangguan rasa nyaman seperti cemas, depresi, dan

nyeri. Sementara menurut Koensoemardiyah dalam (Octhaviany,

2015), aromaterapi merupakan suatu metode yang menggunakan

minyak atsiri sebagai komponen utama untuk meningkatkan

kesehatan fisik dan juga memengaruhi kesehatan emosi

seseorang.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

aromaterapi adalah salah satu cara pengobatan dengan

mengunakan bau-bauan atau wewangian yang umumnya berasal

dari tumbuh-tumbuhan dan di ekstrak menjadi minyak yang biasa

disebut minyak essensial, minyak essensial dapat membantu

mengatasi gangguan psikologis dan gangguan rasa nyaman

seperti cemas dan depresi.

b. Jenis-Jenis Aromaterapi

Menurut (Agusta, 2014), jenis-jenis tanaman yang dapat

dijadikan sebagai minyak atsiri untuk aromaterapi, yaitu:


23

1) Jasmine

Minyak jasmine diklasifikasikan sebagai king of oils.

Bermanfaat untuk menghilangkan ketegangan, kegelisahan,

dan depresi, dapat membentuk perasaan optimis, senang dan

bahagia, serta menghilangkan kelesuhan. Minyak jasmine

dapat menurunkan rasa nyeri ataupun rasa sakit, jasmine ini

memiliki aroma yang sedative, yang dapat menghilangkan

rasa sakit, mengendurkan sistem saraf, menenangkan dan

melegakan (Jaelani, 2009).

a) Mekanisme Aromaterapi Jasmine sebagai Media

Relaksasi

Aromaterapi jasmine merupakan salah aromaterapi

yang banyak digunakan saat ini. Jasmine merupakan

salah satu media yang dapat yang digunakan secara

inhalasi atau dihirupkan masuk ke sistem limbik dimana

aroma akan diproses sehingga dapat mencium baunya.

Pada saat menghirup suatu aroma, komponen kimianya

akan masuk ke bulbus olfaktori, kemudian ke limbik

sistem pada otak, menghasilkan seluruh respon naluri,

emosi, dorongan memori dan berkaitan erat dengan otak

yang mencermati indera pencium. Saat bau masuk pada

rongga hidung, senyawa aroma siap merangsang lebih


24

dari 50 juta reseptor sel syaraf. Reseptor yang bereaksi

dengan senyawa aroma pada manusia lebih dari 10.000

scent.

Limbik adalah struktur bagian dalam dari otak

yang berbentuk cincin yang terletak di bawah cortex

cerebral. Sistem limbik sebagai pusat nyeri, senang,

marah, takut, depresi, dan berbagai emosilainnya. Sistem

limbik menerima semua informasi dari sistem

pendengaran, sistem penglihatan, dan sistem penciuman

(Dewi, 2013).

b) Pengaruh Aromaterapi Jasmine Terhadap Nyeri

Dismonerea

Aromaterapi merupakan teknik penyembuhan

meggunakan konsentrasi minyak esensial dari tumbuhan,

sekalipun metode yang digunakan tergolong sederhana,

namun terapi ini memiliki banyak kelebihan

dibandingkan dengan metode penyembuhan yang lain

seperti biaya yang dikeluarkan cukup murah, bisa

dilakukan diberbagai tempat dan keadaan, cara

pemakaian tergolong praktis dan efesien, efek zat yang

ditimbulkan tergolong cukup aman bagi tubuh dan


25

khasiatnya pun terbukti cukup manjur dan tidak kalah

dengan metode terapi lain (Jaelani, 2009).

Efek dari kandungan dari aromaterapi jasmine

yaitu minyak esteris, indole, benzelic, alcoholbenzelic,

linalyl acetate, linalool acetate dan jasmine. Kandungan

utama dari aromaterapi adalah linalyl acetate dan

linalool. Diteliti efek dari tiap kandungan aromaterpi

untuk mencari tahu zat mana yang memiliki efek anti-

anxiety (efek anti cemas) menggunakan Geller conflict

dan Vogel conflict test. Linalyl acetate tetapi tidak

menghasilkan efek anti cemas yang signifikan pada

kedua tes. Sedangkan linalool memberikan hasil yang

signifikan pada kedua tes. Dapat dikatakan, linalool

adalah kandungan aktif utama yang berperan pada efek

anti cemas (Dewi, 2013).

Menurut (Krisnawati, 2019) terdapat kandungan

linalool yang menimbulkan perasaan rileks dan

kandungan linalool juga dapat meningkatkan sirkulasi

dan menghantarkan pesan elektrokimia kesusunan saraf

pusat. Selanjutnya linalool akan menyebabkan

spasmolitik serta menurunkan aliran impuls saraf yang

mentrasmisikan nyeri. Menurut (Jaelani, 2009)


26

aromaterapi jasmine merupakan aromaterapi yang harum

dan menyenangkan, jasmine akan memicu indra

penciuman yang kemudian merangsang otak sehingga

menimbulkan efek rileksasi dan dapat menurunkan nyeri.

2) Lavender

Aroma lavender berfungsi untuk meringankan nyeri

otot dan sakit kepala, membangkitkan kesehatan,

menurunkan ketegangan, stress, kejang otot, serta dapat

digunakan untuk meningkatkan imunitas. Efek linalool juga

mempengaruhi sistem neuroendokrin tubuh melalui sistem

limbik yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pelepasan

hormon dan neurotransmitter yang dapat meningkatkan rasa

nyaman, seperti enkephalin dan endorpin (Buckle et al.,

2013).

3) Aroma Lemon, Genarium dan Cypress

Aromaterapi lemon adalah minyak essensial oil dari kulit

buah lemon yang mengandung senyawa kimia dari limeone

sebab system kerjanya dapat memperlambat kerja

prostaglandin sesudah diberikan aromaterapi lemon sakit

yang dirasakan dapat berkurang dan mengurangi rasa sakit

oleh karena itu aromaterapi lemon menghasilkan perasaan

tenang (Wulandari, 2019). Maka dari itu aroma lemon


27

bersifat sebagai pembangkit tenaga dan dapat menjernihkan

pikiran serta meredakan atau mengurangi rasa sakit.

c. Indikasi Aromaterapi

Indikasi aromaterapi dalam (Kushariyadi, 2011) adalah :

1) Digunakan untuk semua umur dan hampir semua jenis

penyakit.

2) Klien yang mengalami nyeri dan kecemasan.

3) Klien dengan insomnia dan depresi.

4) Klien yang mengalami kegelisahan dan ketegangan.

5) Klien yang mengalami mual dan muntah

d. Kontraindikasi Aromaterapi

Kontra indikasi dalam (Kushariyadi, 2011) adalah :

1) Klien yang menderita penyakit kanker.

2) Klien dengan gangguan sirkulasi.

3) Klien dengan gangguang jantung.

4) Klien yang mengalami hipertensi.

5) Klien dengan penyakit asma.

6) Klien dengan penyakit tumor.

e. Dosis Aromaterapi

Menurut Wulandari (2019), dosis aromaterapi adalah

sebagai berikut :
28

1) Larutan 1% 5-6 tetes minyak esensial dalam 1 oz (± 3 ml)

minyak.

2) Larutan 2% 10-12 tetes minyak esensial dalam 1 oz (± 3 ml)

minyak.

3) Larutan 3% 15-18 tetes minyak esensial dalam 1 oz (± 3 ml)

minyak.

4) 10 tetes = 1/10 sdt, 1 sdm = 3 sdt.

5) 50 tetes = ½ sdt, 1 ml = 20 tetes.

6) 25 tetes = ¼ sdt, 1 oz = 3 ml.

7) 100 tetes = 1 sdt.

f. Cara Penggunaan Aromaterapi

a) Inhalasi

Merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam

penggunaan metode aromaterapi yang paling sederhana dan

cepat. Inhalasi juga merupakan metode yang paling tua.

Aromaterapi masuk dari luar tubuh ke dalam tubuh dengan

satu tahap yang mudah, yaitu lewat paru – paru dialirkan ke

pembuluh darah melalui alveoli. Inhalasi sama dengan metode

penciuman bau, dimana dapat dengan mudah merangsang

olfaktori pada setiap kali bernafas dan tidak akan mengganggu

pernafasan normal apabila mencium bau yang berbeda dari

minyak essensial.
29

Aroma bau wangi yang tercium akan memberikan efek

terhadap fisik dan psikologis konsumen. Cara ini biasanya

terbagi menjadi inhalasi langsung dan inhalasi tidak langsung.

Inhalasi langsung diperlakukan secara invidual, sedangkan

inhalasi tidak langsung dilakukan secara bersama – sama

dalam satu ruangan.

Adapun cara penggunaan aromaterapi secara inhalasi

adalah sebagai berikut:

(1) Dihirup melalui tissue

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Katylaksa, 2011 dalam Julia et al (2020) aromaterapi bisa

dihirup dengan meneteskan 6 tetes minyak rosemary di

kapas yang kemudian diletakkan di depan hidung dengan

jarak 2 cm selama 4 menit. Menurut (Krisnawati, 2019), 1

– 5 tetes minyak esensial yang kemudian dihirup dari

tissue wajah selama sekitar 5 - 10 menit dapat

menenangkan dan merelaksasi. Menurut

(Koensoemardiyah, 2009), aromaterapi diteteskan 3 tetes

pada kassa atau tissue lalu diletakkan di dada dengan jarak

5 – 10 cm sehingga essensial oil masih dapat menguap dan

terhirup lalu dihirup selama 10 – 15 menit. Menurut

penelitian Rompas (2019), memberikan aromaterapi di


30

atas kassa/tisu sejumlah 3 tetes dengan pipet/spuit, lalu

dihirup selama 15 menit dan dilakuan 2 kali dalam sehari

selama 2 hari.

(2) Penguapan

Alat yang digunakan untuk menyebarkan

aromaterapi dengan cara penguapan biasanya terbuat dari

keramik atau tanah liat. Alat ini mempunyai rongga seperti

gua untuk meletakkan lilin kecil atau lampu minyak dan

bagian atas terdapat cekungan seperti cangkir biasanya

terbuat dari kuningan untuk meletakkan sedikit air dan

beberapa tetes minyak esensial (Sharma, 2011) Sekarang

ini terdapat alat baru untuk menguapkan aromaterapi yaitu

dengan menggunakan brunner electric aromaterapi, proses

pemanasannya menggunakan energi listrik.

(3) Dengan menggunakan botol semprot

Minyak esensial bersifat lebih alami daripada aerosol

yang dapat merusak ozon dalam penggunaannya sebagai

pewangi ruangan. Penggunaannya adalah dengan

menambahkan sekitar 10-12 tetes minyak esensial ke

dalam setengah liter air dan menyemprotkan campuran

tersebut ke seluruh ruangan dengan bantuan botol

penyemprot (Hapsari, 2011).


31

b) Pijat

Pijat merupakan teknik yang paling umum. Melalui

pemijatan, daya penyembuhan yang terkandung dalam minyak

essensial bisa menembus melalui kulit dan dibawa ke dalam

tubuh, kemudian akan mempengaruhi jaringan internal dan

organ – organ tubuh. Minyak essesnsial berbahaya jika

dipergunakan langsung ke kulit, maka dalam penggunaanya

harus dilarutkan dulu dengan minyak dasar seperti minyak

zaitun, minyak kedelai dan minyak tertentu lainnya.

c) Kompress

Penggunaan melalui proses kompress membutuhkan

sedikit minyak aromaterapi. Kompress hangat dengan minyak

aromaterapi dapat digunakan untuk menurunkan nyeri punggung

dan nyeri perut.

d) Berendam

Cara ini menggunakan aromaterapi dengan cara

menambahkan tetesan minyak essensial ke dalam air hangat

yang digunakan untuk berendam. Dengan cara ini efek minyak

essensial akan membuat perasaan (secara psikologis dan fisik)

menjadi lebih rileks, serta dapat menghilangkan nyeri dan pegal,

memberikan efek kesehatan.


32

B. Kerangka Teori

Menstruasi Nyeri Dismenorea

1. Antidepresan
2. Sedative

Inhalasi melalui
hidung

Sistem Limbik
Penanganan Non Farmakologi
Dismenorea Aromaterapi Jasmine
Bulbus Olfactory
1. Kontrol Emosi
2. Kontrol memori
3. Kontrol naluri
Kandungan 4. Peningkatan
Aromaterapi Jasmine indra
penciuman
1. Minyak esteris
2. Indole
3. Benzelic
4. Alcoholbenzelic Inhalasi melalui
5. Linalyl Acetate hidung
6. Linalool Acetate
7. Jasmine

Bagan 2. 1 Kerangka Teori


Sumber: Maharani (2016), Krisnawati (2019), Dewi (2013), Jaelani (2009),
yang telah dimodifikasi.
33

C. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel Terikat

Aromaterapi Jasmine Penurunan Nyeri Dismenorea

Bagan 2. 2 Kerangka Konsep


D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini “Ada pengaruh aromaterapi jasmine

terhadap skala nyeri dismenorea pada remaja putri kelas X di SMA Negeri

2 Kota Salatiga”.

Anda mungkin juga menyukai