Anda di halaman 1dari 100

LAPORAN AKHIR

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS


DOSEN PEMBIMBING
Fitri Fujiana, S. Kep., Ners., M. Kep., Sp. Kep. Mat

DISUSUN OLEH :
ATRASINA AZYYATI
NIM. I4051201012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Dismenore diartikan sebagai nyeri pada saat menstruasi. Dismenore juga
diartikan sebagai kondisi di mana terdapat nyeri saat menstruasi yang berakibat
buruk sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari akibat nyeri
(Saputri, 2019). Dismenore juga didefinisikan sebagai nyeri selama menstruasi
yang disebabkan oleh kejang otot uterus (Price & Wilson, 2005). Nyeri menstruasi
terjadi terutama di perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar hingga punggung
bagian bawah, pinggang, panggul, paha atas, hingga betis (American College of
Obstetritians and Gynecologist dalam Sinaga, dkk, 2017).
Dismenore merupakan penyebab utama keluhan sistem reproduksi pada
perempuan yang mengalami menstruasi. Dismenore didefi sebagai nyeri
menstruasi, dengan sifat dan derajat nyeri bervariasi mulai dari derajat ringan
sampai berat. Keadaan yang hebat dapat mengganggu aktivitas sehari-hari,
sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara
hidup sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari (Silvia, Olfah, & Dewi,
2018).

B. Etiologi
Menurut Price & Wilson (2005), penyebab terjadinya dismenore adalah
adanya jumlah prostaglandin F2 alfa yang berlebihan pada daerah menstruasi yang
merangsang hiperaktivitas uterus. Prostaglandin F2 alfa adalah suatu perangsang
kuat kontraksi otot polos miometrium dan konstriksi pembuluh darah uterus
sehingga memperparah hipoksia uterus yang secara normal terjadi pada haid
sehingga timbul nyeri berat (Corwin, 2009).
Anurogo dan Wulandari dalam Saputri (2019) menjabarkan nyeri haid
muncul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau
lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong,
dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Berdasarkan klasifikasinya, etiologi dismenore antara lain:
a) Dismenore Primer
Dismenore primer disebabkan oleh kontraksi otot rahim yang sangat
intens, untuk melepaskan lapisan dinding rahim yang tidak diperlukan
lagi. Dismenore primer disebabkan oleh zat kimia alami yang diproduksi
oleh sel-sel lapisan dinding rahim yang disebut prostaglandin.
Prostaglandin akan merangsang otot otot halus dinding rahim
berkontraksi. Makin tinggi kadar prostaglandin, kontraksi akan makin
kuat, sehingga rasa nyeri yang dirasakan juga makin kuat. Biasanya, pada
hari pertama menstruasi kadar prostaglandin sangat tinggi. Pada hari
kedua dan selanjutnya, lapisan dinding rahim akan mulai terlepas, dan
kadar prostaglandin akan menurun. Rasa sakit dan nyeri menstruasi pun
akan berkurang seiring dengan makin menurunnya kadar prostaglandin
(Sinaga, dkk, 2017)
b) Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder umumnya disebabkan oleh kelainan atau gangguan
pada sistem reproduksi, misalnya fibroid uterus, radang panggul,
endometriosis, atau kehamilan ektopik, dan hanya dapat diatasi dengan
mengobati atau menangani penyakit atau kelainan yang
menyebabkannya (Sinaga, dkk, 2017).

Smeltzer & Bare (2002) menjabarkan faktor risiko yang dapat memicu
terjadinya dismenore adalah:

a) Menarche pada usia lebih awal


Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat reproduksi belum
berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami perubahan sehingga
timbul nyeri ketika menstruasi
b) Belum pernah hamil dan melahirkan
Pada wanita hamil, biasanya terjadi alergi yang berhubungan dengan
saraf yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta
menyebabkan pelebaran serviks sehingga sensasi nyeri haid berkurang
bahkan hilang
c) Lama menstruasi lebih dari normal
Lama menstruasi lebih dari normal yakni lebih dari 7 hari menyebabkan
uterus lebih sering berkontraksi dan semakin banyak prostaglandin yang
dikeluarkan. Kelebihan produksi prostaglandin menimbulkan rasa nyeri,
sedangkan konntraksi uterus yang terus menerus menyebabkan suplai
darah ke uterus terhenti sehingga terjadi dismenore.
d) Umur
Perempuan yang semakin tua lebih sering mengalami menstruasi, oleh
karena itu leher rahimnya bertambah lebar sehingga pada usia tua
kejadian dismenore jarang ditemukan

C. Patofisiologi
Pada dasarnya dismenore primer memang berhubungan dengan
prostaglandin endometrial dan leukotrien. Setelah terjadi proses ovulasi sebagai
respons peningkatan produksi progesteron (Guyton & Hall, 2007). Asam lemak
akan meningkat dalam fosfolipid membran sel, kemdian asam arakidonat dan asam
lemak omega-7 lainnya dilepaskan dan memulai suatu aliran mekanisme
prostaglandin dan leukotrien dalam uterus. Akibatnya, terjadi mediasi respons
inflamasi, tegang saat menstruasi (menstrual cramps) dan molimina menstruasi
lainnya.
Hasil metabolisme asam arakidonat adalah prostaglandin F2-alfa, yang
merupakan suatu siklooksigenase (COX) yang menyebabkan hipertonus dan
vasokonstriksi pada miometrium sehingga terjadi iskemia dan nyeri menstruasi.
Selain PG F2-alfa, juga terdapat PGE-2 yang menyebabkan dismenore primer.
Peningkatan kadar PG F2-alfa dan PGE-2 jelas akan meningkatkan rasa nyeri pada
dismenore primer.
Leukotrien berperan meningkatkan sensitivitas serabut saraf nyeri uterus.
Peningkatan leukotrien tidak hanya terjadi pada remaja perempuan, tetapi juga
wanita dewasa. Namun peranan prostaglandin dan leukotrien belum dapat
dijelaskan secara detil karena memerlukan penelitian lebih lanjut.
Dismenore primer juga diakibatkan adanya tekanan atau faktor kejiwaan
selain adanya peranan hormon leukotrien dan prostaglandin. Stres meningkatkan
kadar vasopresin dan katekolamin yang berakibat pada vasokonstriksi sehingga
terjadi iskemia sel.
Adanya pelepasan mediator seperti bradikinin, prostaglandin, dan substansi
p, akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang
akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme
otot yang menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah, dan meningkatkan
kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari
medula spinalis ke otak yang dipersepsikan sebagai nyeri (Hillard, 2006).
D. Pathway

Asam lemak ↑ Stres

Pelepasan asam arakidonat & asam lemak ↑ vasopresin & katekolamin


omega-7

Vasokonstriksi
PG F2-alfa Leukotrien

Hipertonus & vasokonstriksi ↑ sensitivitas serabut saraf


miometrium

Iskemia & nyeri

Pelepasan mediator
nyeri

↑ tonus otot

Spasme otot

Menekan
pembuluh darah

Mempercepat
metabolisme otot

Nyeri akut Gangguan Pola tidur


Pengiriman impuls nyeri dari
medulla spinalis ke otak

Nyeri dismenore

Kurang
pengetahuan Defisit
Pengetahuan
E. Tanda dan Gejala
Gejala utama dismenore adalah nyeri, dimulai pada saat awitan menstruasi.
Nyeri dapat berupa tajam, tunpul, siklik, atau menetap yang berlangsung dalam
beberapa jam, sampai 1 hari. Kadang gejala tersebut dapat lebih lama dari 1 hari
tapi jarang melebihi 72 jam. Gejala sistemik yang menyertai dapat berupa mual,
diare, sakit kepala, dan perubahan emosional (Price & Wilson, 2005).
Gejala utama nyeri dismenore terkonsentrasi di perut bagian bawah, di
daerah umbilikus atau daerah suprapubik perut. Nyeri ini juga dapat menjalar ke
paha dan punggung bawah. Gejala dismenore sering dimulai segera setelah ovulasi
dan dapat berlangsung hingga akhir menstruasi. Hal ini dikarenakan dismenore
dikaitkan dengan perubahan kadar hormon dalam tubuh yang terjadi dengan
ovulasi (Sukarni dalam Saputri, 2019)

F. Klasifikasi
Berdasarkan etiologi, dismenore dibagi menjadi 2, yaitu (Sinaga, dkk, 2017;
Price & Wilson, 2005):
a) Dismenore primer
Dismenore primer merupakan nyeri yang terjadi saat menstruasi yang
bukan karena disebabkan oleh gangguan fisik danhanya terjadi selama
siklus ovulatorik. Dismenore primer disebabkan oleh zat kimia alami
yang diproduksi sel lapisan dinding rahim yaitu prostaglandin.
Prostaglandin akan merangsang otot otot halus dinding rahim
berkontraksi. Makin tinggi kadar prostaglandin, kontraksi akan makin
kuat, sehingga rasa nyeri yang dirasakan juga makin kuat.
b) Dismenore sekunder
Dismenore sekunder umumnya disebabkan oleh kelainan atau gangguan
pada sistem reproduksi, misalnya fibroid uterus, radang panggul,
endometriosis atau kehamilan ektopik. Dismenore sekunder dapat diatasi
hanya dengan mengobati atau menangani penyakit atau kelainan yang
menyebabkannya.

G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mencari
kelainan yang menyebabkan dismenore sekunder antara lain histeroskopi,
histerosalpingogram (HSG), sonogram transvaginal (TSV), dan laparoskopi (Price
& Wilson, 2005).

H. Penatalaksanaan
Dismenore primer dapat diperingan gejalanya dengan obat penghilang nyeri
atau anti-infamasi seperti ibuprofen, ketoprofen, naproxen, dan obat obat
analgesik-antiinfamasi lainnya. Obat-obat analgesik ini akan mengurangi produksi
prostaglandin. Berolah raga dan banyak bergerak akan memperlancar aliran darah
dan tubuh akan terangsang untuk memproduksi endorfin yang bekerja mengurangi
rasa sakit dan menimbulkan rasa gembira. Kompres dengan botol air panas dan
mandi air hangat juga dapat mengurangi rasa sakit. (Sinaga, dkk, 2017).
Pengobatan yang dipakai adalah agen-agen antiinflamasi nonsteroid, yang
menyekat sintesis prostaglandin melalui penghambatan enzim siklooksigenase.
Terapi akan berhasil paling baik bila dimulai sebelum awitan menstruasi dan
diteruskan hingga gejala berkurang. Progesteron juga akan menghambat sintesis
prostaglandin endometrium. Sehingga pengobatan menggunakan kontrasepsi oral
juga efektif. Obat-obat ini dapat mengurangi jumlah cairan menstruasi dan dengan
demikian juga mengurangi konsentrasi prostaglandin (Price & Wilson, 2005).

2. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Umum
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, dan pekerjaan. Adapun hal yang perlu diperhatikan
dari data umum pasien adalah:
a) Umur
Mengetahui apakah pasien dalam usia masa menstruasi. Gangguan
menstruasi biasanya terjadi pada wanita dengan usia di atas 12 – 45 tahun
b) Pendidikan
Pendidikan pasien sangat memengaruhi tingkat pengetahuan mengenai
menstruasi
c) Pekerjaan
Pekerjaan atau rutinitas pasien memengaruhi terjadinya gangguan mestruasi
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien gangguan menstruasi dapat berupa nyeri yang
berlebihan ketika haid pada bagian perut disertai dengan muntah, pusing,
dan merasakan badan lemas
b) Riwayat haid
Tanyakan kapan pertama kali menarche, lama haid, jumlah darah yang
keluar, konsistensi, dan siklus haid
c) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, pengobatan dan penanganan
yang dijalani. Apakah penyakit tersebut masih diderita sampai saat ini atau
sembuh, atau masih kambuh
d) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang pasien
alami
c. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Pemeriksaan konjungtiva, pemeriksaan membran mukosa bibir
b) Dada
 Paru : peningkatan frekuensi napas
 Jantung : peningkatan denyut jantung
c) Payudara dan ketiak
Kaji adanya benjolan dan nyeri pada payudara
d) Abdomen
Nyeri pada bagian bawah abdomen, kaji penyebab nyeri, kualitas, region,
skala, awitan nyeri, sejak kapan dan berapa lama nyerinya muncul
e) Genitalia
Kaji siklus menstruasi pasien
f) Integumen
Kaji turgor kulit
d. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada kasus dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau
kurangnya informasi mengenai dismenore
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya klien dengan dismenore mengalami penurunan nafsu
makan, frekuensi minum
c) Pola eliminasi
Pada kasus dismenore, pasien tidak mengalami gangguan pada pola
eliminasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien dapat terbatas akibat nyeri berat yang timbul, dan klien
dengan dismenore dianjurkan untuk beristirahat
e) Pola istirahat dan tidur
Klien dismenore mengalami nyeri di area perut sehingga pola tidur klien
terganggu.
f) Pola kognitif
Pada kasus dismenore, pasien tidak mengalami gangguan pada pola kognitif
g) Persepsi dan konsep diri
Ketidaktahuan pasien tentang kondisi dismenore dapat menimbulkan
ketakutan atau kecemasan pada dirinya.

2. Diagnosa Keperawatan
Mengacu pada PPNI (2016), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada
pasien dismenore yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (nyeri)
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (nyeri)
c. Defisit pengetahuan tentang dismenore berhubungan dengan kurang
terpapar informasi
3. Rencana Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
DX
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama 2 Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera x 24 jam, diharapkan tingkat nyeri  Observasi
fisiologis (nyeri) menurun dengan kriteria hasil:  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
a. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Kesulitan tidur menurun  Identifikasi skala nyeri
c. Kemampuan menuntaskan  Terapeutik
aktivitas meningkat  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Edukasi
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan intervensi selama 3 Manajemen Nyeri
berhubungan dengan x 24 jam, diharapkan pola tidur  Observasi
hambatan lingkungan membaik dengan kriteria hasil:  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
(nyeri) a. Keluhan sulit tidur menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Edukasi
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan intervensi selama 3 Pencegahan Infeksi
tentang dismenore x 24 jam, diharapkan tingkat  Observasi
berhubungan dengan pengetahuan membaik dengan  Identifikasi kesiapan dan kemampuan
kurang terpapar informasi kriteria hasil: menerima informasi
a. Kemampuan menjelaskan  Terapeutik
pengetahuan tentang suatu topik  Sediakan materi dan media pendidikan
meningkat kesehatan
b. Pertanyaan tentang masalah  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
yang dihadapi menurun kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
 Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
 Anjurkan teknik non-farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Daftar Pustaka

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta.


PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawtaan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
(edisi 6). Jakarta: EGC
Saputri, A. (2019) Perbedaan Efektivitas Aromaterapi Lavender Dan Pijat Akupresur
Terharadap Penurunan Dismenore Primer Pada Siswi Madrasah Aliyah Di Pondok
Pesantren Darul A’Mal Metro Tahun 2019. Diploma thesis, Poltekkes Tanjungkarang.
Silvia, A., Olfah, Y., & Dewi, S. C. (2018) Penerapan Senam Dismenore untuk Pemenuhan
Kebutuhan Aman Nyaman pada Remaja yang Mengalami Dismenore di Wilayah Kerja
Puskesmas Sewon II. skripsi thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Sinaga, E, dkk (2017) Manajemen Kesehatan Menstruasi. Jakarta: Universitas Nasional. ISBN
978-602-60325-4-6
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth (edisi 8). Jakarta: EGC
PANDUAN LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
GANGGUAN SISTEM REPRRODUKSI

Nama Mahasiswa : Atrasina Azyyati

NPM : I4051201012

Tanggal pengkajian : 4 Desember 2020

I. Data Anamnesa
A. Identitas Klien
1. Nama : Nn. F
2. Umur : 16 tahun
3. Alamat : Jalan Pramuka TPI
4. Latar belakang pendidikan : SMA
5. Agama : Islam
6. No. Medrek :.........................................................................
7. Tanggal pengkajian : 2 Desember 2020
B. Identitas penanggung jawab
1. Nama : .......................................................................
2. Umur : .......................................................................
3. Alamat : .......................................................................
4. Latar belakang pendidikan : .......................................................................
5. Agama : .......................................................................
6. Hubungan dengan klien : .......................................................................
C. Keluhan utama saat pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Pasien mengeluh nyeri seperti ditusuk-tusuk setiap menstruasi. Nyeri yang
dirasakan selalu muncul di hari pertama sampai hari ketiga menstruasi.
II. Status Nutrisi :
Nafsu makan pasien normal, tidak terdapat perubahan berat badan, maupun
gangguan pencernaan dan menelan.

II. Pengkajian Fisik


1. Penampilan umum :
Pasien tampak lemas, sesekali meringis akibat nyeri. Pasien sulit melanjutkan
aktivitas akibat nyeri yang dirasakan
2. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah: 110/70
Nadi: 100 x/ menit
RR: 19 x/ menit
Suhu: 37,6 C
3. Kulit :
Turgor kulit normal, tidak kering. Warna kulit merata, tidak terdapat lesi ataupun
bintik-bintik
4. Payudara :
Tidak terdapat benjolan atau pembesaran abnormal. Tidak terdapat massa. Areola
normal
5. Abdomen :
Tidak terdapat pembesaran atau distensi. Abdomen terasa nyeri di area suprapubis
6. Eksterna genitalia :
Tidak terkaji
7. Introitus :
Tidak terkaji
8. Urination :
Tidak terdapat gangguan perkemihan. Miksi normal
9. Hasil pemeriksaan penunjang :
Tidak terkaji
10. Psikologis dan sosial
a) Pengkajian psikologi
Pasien sempat merasa sedikit khawatir bahwa nyeri yang dirasakan adalah
gejala penyakit yang dapat membahayakan
b) Ketakutan akan pengobatan
Pasien tidak takut jika harus menjalani pengobatan
c) Ketakutan pada nyeri
Pasien sedikit khawatir nyeri yang dirasakan adalag gejala berbahaya. Pasien
selama ini beristirahat untuk meredakan nyeri sehingga aktivitas terganggu
d) Apakah pasien mengalami stress? Ya / Tidak
Jelaskan :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
e) Pengetahuan
Pasien sedikit khawatir nyeri yang dirasakan adalah gejala membahayakan.
Yang selama ini ia lakukan untuk meredakan nyeri adalah beristirahat
(berbaring) hingga nyeri reda
11. Pengkajian Spiritual
Tidak terkaji
III. Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS: Asam lemak ↑ Gangguan rasa nyaman
a) Pasien mengatakan ia berhubungan dengan gejala
merasa nyeri setiap kali ia penyakit.
menstruasi
b) P: Menstruasi Sekresi prostaglandin
Q: Sedang
R: Di bawah perut
S: 5 Vasokontriksi dan
hipertoni miometrium
T: Intermitten
DO:
a) Pasien memegangi perutnya Pengiriman impuls
sesekali nyeri dari medula
b) Pasien tampak sedikit spinalis ke otak
meringis
c) Pasien beristirahat untuk
meredakan nyeri Nyeri Dismenore

Gangguan rasa nyaman

DS: c) Pengiriman impuls Defisit pengetahuan tentang


a) Pasien mengatakan ia sedikit nyeri dari medula dismenore berhubungan dengan
khawatir nyeri yang spinalis ke otak kurang terpapar informasi
dirasakan adalah gejala yang
membahayakan
DO: Nyeri Dismenore
a) Pasien tampak gelisah
b) Kontak mata buruk
Kurang informasi

Defisit Pengetahuan
IV. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Paraf


Keperawatan
Gangguan rasa Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1. Mengetahui 1. Mengidentifikasi karakteristik
nyaman intervensi selama 2 1. Identifikasi lokasi, masalah untuk nyeri pasien
berhubungan denganx 24 jam, karakteristik, durasi, penanganan yang 2. Menganjurkan pasien untuk
gejala penyakit. diharapkan status frekuensi, kualitas, tepat beristirahat
kenyamanan intensitas nyeri 2. Mengetahui 3. Memberikan teknik non-
meningkat dengan 2. Identifikasi skala tingkat keparahan farmakologis (kompres hangat)
untuk meredakan nyeri
kriteria hasil: nyeri nyeri untuk
4. Mengajarkan pasien teknik
a. Keluhan tidak 3. Berikan teknik menentukan
meredakan nyeri
nyaman nonfarmakologis penanganan
menurun untuk mengurangi 3. Teknik
b. Gelisah rasa nyeri nonfarmakologis
menurun 4. Fasilitasi istirahat untuk mengurangi
dan tidur ketergantungan
5. Jelaskan strategi terhadap obat.
meredakan nyeri Teknik relaksasi
6. Ajarkan teknik dapat mengurangi
nonfarmakologis rasa nyeri
untuk mengurangi 4. Istirahat dan tidur
rasa nyeri diperlukan untuk
meredakan nyeri
5. Membantu pasien
memilih teknik
yang tepat
6. Mencegah
ketergantungan
terhadap obat
Defisit pengetahuanSetelah dilakukanEdukasi Kesehatan 1. Memastikan 1.
Menjelaskan kontrak waktu
tentang dismenoreintervensi selama 1 1. Identifikasi kesiapan pasien siap dan 2.
Menjelaskan tentang dismenore
berhubungan denganx 24 jam, dan kemampuan mampu dan cara meredakan nyeri
untuk
kurang terpapardiharapkan tingkat menerima informasi menerima dismenore
informasi 3.
Memberikan kesempatan
pengetahuan pasien 2. Sediakan materi dan edukasi
pasien untuk bertanya
membaik dengan media pendidikan 2. Materi sudah 4. Mengevaluasi pasien dengan
kriteria hasil: kesehatan disediakan menanyakan kembali
a. Pertanyaan 3. Jadwalkan sebelum memulai pertanyaan terkait pendidikan
tentang pendidikan kontrak dengan kesehatan
masalah kesehatan sesuai pasien
yang kesepakatan 3. Membuat
dihadapi 4. Jelaskan faktor kontrak dengan
menurun risiko yang pasien
b. Perilaku memengaruhi merupakan
sesuai kesehatan bagian dari
anjuran 5. Berikan kesempatan komunikasi
meningkat bertanya terapeutik
4. Menjelaskan apa
saja yang dapat
memengaruhi
kesehatan pasien
5. Agar pasien lebih
paham dengan
materi yang
disampaikan,
V. Evaluasi

Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


9/12/2020 1 1. Mengidentifikasi karakteristik S:
nyeri pasien a) Pasien mengatakan
2. Menganjurkan pasien untuk nyeri mereda
beristirahat b) P: Menstruasi
3. Memberikan teknik non- Q: Ringan
farmakologis (kompres R: Di bawah perut
hangat) untuk meredakan S: 3
nyeri
T: Intermitten
O:
a) Pasien tampak lebih
tenang
b) Pasien tampak
dapat memulai
aktivitas setelah
diberikan terapi
A: Tujuan tercapai
sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
10/12/2020 1 1. Mengidentifikasi S:
karakateristik nyeri a) Pasien mengatakan
2. Mengajarkan pasien teknik sudah tidak nyeri
non-farmakologis b) Pasien mengatakan
(kompres hangat) untuk bisa melakukan
meredakan nyeri
teknik ini sendiri
3. Meminta pasien
mempraktikkan teknik O:
kompres hangat sendiri a) Pasien mampu
melakukan teknik
kompres hangat
sendiri
b) P: Menstruasi
Q: Tidak nyeri
R: Di bawah perut
S: 0
T: Intermitten
A: Tujuan tercapai
P: Intervensi dihentikan
11/12/2020 2 1. Menjelaskan kontrak waktu S:
2. Menjelaskan tentang a) Pasien mengatakan
dismenore dan cara paham dengan apa
meredakan nyeri dismenore disampaikan
3. Memberikan kesempatan perawat
pasien untuk bertanya O:
4. Mengevaluasi pasien dengan a) Pasien mampu
menanyakan kembali
menjawab
pertanyaan terkait pendidikan
kesehatan pertanyaan dari
perawat (evaluasi)
b) Pasien tidak terlihat
khawatir dengan
keadaannya
A: Tujuan tercapai
P: Intervensi dihentikan
LAPORAN HARIAN/RESUME

Nama Mahasiswa : Atrasina Azyyati Tanggal : 3 Desember 2020


Tempat Praktik : Ruang :

Pasien berusia 45 tahun mengeluh tidak kunjung datang bulan dalam hampir 2 bulan terakhir.
Terakhir kali ia haid kurang lebih 2 bulan yang lalu dan ia mengatakan siklus haidnya tidak
teratur. Pasien mengeluh sering merasakan panas dan nyeri punggung dan sendi. terutama
saat malam hari. Pasien sudah mencoba minum jamu perlancar haid, namun tidak berhasil.

Diagnosa keperawatan utama: Gangguan pola tidur berhubungan dengan tanda menopause

Implementasi:
a) Mengidentifikasi karakteristik nyeri pasien
b) Menganjurkan pasien untuk beristirahat ketika nyeri muncul
c) Memberikan pasien teknik non-farmakologis untuk meredakan nyeri (terapi tarik
napas dalam)
d) Mengajarkan pasien melakukan teknik tersebut untuk meredakan nyeri
Evaluasi: S:
a) Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan mulai berkurang
b) P: Proses menopause
Q: Ringan
R: Punggung
S: 3
T: Nyeri tumpul
O:
a) Pasien tampak lebih tenang
b) Pasien tampak tidak meringis dan bisa beristirahat
A: Tujuan tercapai
P: Intervensi dihentikan
MAKALAH
Fertilisasi In Vitro untuk Infertilitas
STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

KELOMPOK 1

Atrasina Azyyati / I4051201012 Tuty Barokah Hasan / I4052201008


M.Berly Barabas / I4051201003 Yovita / I4052201013
Fransiska Tania / I4051201023 Sriadi / I4052201006
Daniel / I4051201016 Uray Nurul Syifa Yuni Z.A. / I4051201032
Nurfitriani Utami / I4051201028 Yuta Indah Lestrari / I4051201018
Ismaniar Nurwianti / I4051201020 Restu Damayanti / I4051201029
Risky Amelia Aprianti / I4052201003 Afriyani / I4051201022
Mohlisin / I4051201025 Irma Agustina / I4051201013
Nur Rahmat. R / I4051201005 Paola Krismonita Indah. N / 14052201012
Ryan Annur Perdana / I4051201031 Khairunnisa / I4052201001
Tiara Lita / I4051201019 Ridho Fadila Alfajri / I4051201004
Fisqiyatul Jannah / I4052201011 Muhamad Pondi / I4052201007

DOSEN PENANGUNGJAWAB
Fitri Fujiana, S.Kep., Ners., M.Kep., Sp.Kep.Mat

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas
luasnya limpahan rahmat dan hidayah-Nya hingga akhirnya makalah “Makalah
Fertilisasi In Vitro untuk Infertilitas” ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Penulisan proposal ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi
tugas program Profesi Ners Keperawatan stase Keperawatan Jiwa.Dalam pembuatan
proposal ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr Garuda Wiko, S.H., M.Si., FCBARb selaku Rektor Universitas
Tanjungpura
2. dr. Muhammad Asroruddin, Sp.M selaku Dekan Falkutas Kedokteran Universitas
Tanjungpura
3. Dr. Suriadi, MSN., Ph.D selaku Ketua Jurusan Keperawatan Universitas
Tanjungpura
4. Djoko Priyono, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Falkutas Kedokteran Universitas Tanjungpura
5. Sukarni, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Ketua Program Profesi Ners Keperawatan
Universitas Tanjungpura
6. Fitri Fujiana, S.Kep., Ners., M.Kep., Sp.Kep.Mat selaku Dosen Penangungjawab
stase Keperawatan Maternitas Profesi Ners Keperawatan Universitas Tanjungpura
7. Teman-teman kelompok 1 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu atas dukungan yang diberikan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi banyak pihak.
Pontianak, 12 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Konsep Penyakit ................................................................... 3
2.2. Asuhan Keperawatan Teori ................................................... 10

BAB III GAMBARAN KASUS


3.1 Asuhan Keperawatan............................................................... 14

BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Definisi ................................................................................... 45
4.2. Klasifikasi............................................................................... 45
4.3. Prosedur.................................................................................. 47
4.4. Indikasi dan Kontra indikasi................................................... 51
4.5. Keuntungan dan Kerugian ...................................................... 55

BAB V PENUTUP
4.1. Kesimpulan............................................................................. 58
4.2. Saran ...................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 59

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Word Health Organization (WHO) memaparkan bahwa,di dunia sekitar
8-12% pasangan yang telah menikah mengalami infertilitas pada saat massa reproduksi
atau 60-80 juta pasangan yang belum memunyai keturunan, dan akan meningkat
sebanyak 2 juta setiap tahunnya dan akan mengalami peningkatan. Pada bagian negara
Asia dan Amerika sekitat 8-12% infertilitas pada wanita. Indonesia memiliki angka
infertilitas 12-15%, dalam sensus penduduk dapatkan data sebanyak 3 juta pasangan yang
mengalami infertilitas baik di kota dan desa seluruh Indonesia, jumlah tersebut terdapat
perempuan infertil 15% pada usia 30-34 , 30% pada usia 35-39, dan 64 % pada usia 40-44
tahun. Menurut Rahyani (2013) di Indonesia diperkirakan sekitar 8–12 % atau sekitar 50–
80 juta pasangan mengalami infertilitas selama masa reproduksi. Infertilitas menyebabkan
masalah dalam kehidupan pasangan tujuan dari perkawinan pada setiap pasangan adalah
mendapatkan keturuna. Berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara, konsepsi terjadi
lebih dari 80% pasangan dalam kurun waktu 1 tahun. Sebanyak 25% konsepsi terjadi
dalam bulan pertama, 75% konsepsi terjadi pada 9 bulan pertama, dan 90% konsepsi
terjadi pada 18 bulan pertama (Tarigan & Ridmadhanti, 2019).
Infertilitas merupakan ketidakmampuan atau belum berhasilnya kehamilan setetah
pasangan suami istri mencoba selama setahun melakukan hubungan seksual secara teratur
dan tidak menggunakan alat kontrasepsi. Pada pasangan suami istri dimana istrinya sudah
berumur lebih dari 35 tahun batas waktu yang ditentukan apabila sudah mencoba selama
6 bulan. Masalah infertilitas bisa disebabkan masalah dari suami saja atau istri saja tetapi
bisa juga kombinasi dari masalah suami istri, selain itu sekitar 10-15% dari kasus
infertilitas penyebabnya kadang tidak bisa ditemukan (Ayustawati, 2013; Pulungan, et al.,
2020).
Kondisi infertilitas ini memiliki dampak yang cukup serius untuk kehidupan
rumah tangga bila tidak didiskusi dengan baik. Setiap pasangan pasti pernah melalui
siklus emosi negatif, misalnya bertengkar. Kondisi ini semakin parah ketika mereka
mengetahui bahwa pasangan mereka tidak subur. Masalah ketidaksuburan menimbulkan
berbagai efek emosional pada pasangan. Dampak emosional pada wanita. Wanita sangat
sensitif jika menyinggung masalah infertilitas. Bagi wanita, mengandung dan melahirkan
menjadi sebuah anugerah dari Tuhan. Kodrat itu tak dimiliki oleh kaum adam. Bahkan,
depresi pada wanita yang menderita infertilitas setara dengan depresi pada pasien yang

1
menderita kanker atau penyakit jantung. Pria juga sangat sensitif terhadap masalah
infertilitas. Sosok wanita lebih sering disalahkan saat suatu pasangan mengalami
kesulitan punya anak. Kadang ego pria sulit dikalahkan. Masalah ketidaksuburan bisa
melibatkan hubungan dua keluarga. Keluarga pria menuduh wanita mengalami
kemandulan. Sebaliknya, keluarga wanita bisa menuding pria yang mengalami
ketidaksuburan (Destriyana, 2012).
Untuk itu perlu adanya penangan infertilitas. Penangan infertilitas sendiri
dilakukan dengan memperbaiki masalah yang ditemukan jika masalah tersebut mungkin
untuk diperbaiki. Apabila penyebab dari infertilitas tidak bisa ditemukan dan diperbaiki,
kehamilan bisa dibantu dengan beberapa program kehamilan buatan secara bertahap
seperti bayi tabung. Maka dari itu kelompok tertarik untuk menysun makalah ini yang
berjudul “ Fertilisasi In Vitro untuk Infertilitas”.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari bayi tabung
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari bayi tabung
3. Untuk mengetahui prosedur dari bayi tabung
4. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari bayi tabung
5. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari bayi tabung

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Penyakit


1. Definisi
Infertilitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat hamil
secara alami atau tidak dapat menjalani kehamilannya secara utuh. Secara standar,
infertilitas adalah keadaan yang menunjukkan tidak adanya pembuahan setelah 1 tahun
melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan kontrasepsi (Susilawati dan Vanessa,
2017).
Infertilitas diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu infertilitas primer dan sekunder.
Infertilitas primer adalah kondisi apabila wanita yang berkeluarga, belum pernah
mengalami kehamilan meskipun telah berhubungan seksual tanpa kontrasepsi secara
teratur dalam kurun waktu 12 bulan. Sedangkan infertilitas sekunder adalah keadaan
wanita yang sudah pernah hamil sebelumnya dan berusaha untuk hamil lagi namun tidak
terdapat kehamilan meskipun telah berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi
dalam waktu minimal 12 bulan (Saraswati, 2015).
2. Etiologi
Beberapa faktor risiko yang memengaruhi kesuburan pasutri secara umum menurut
Akbar, Tjokroprawiro dan dan Hendy (2020) antara lain :
a. Umum istri
Usia istri 20-24 tahun merupakan waktu kesuburan paling tinggi. Seiring dengan
bertambahnya usia,kesuburan istri akan menurun, sedangkan pada pria, kesuburan
berlangsung lebih lama yaitu sampai umur 45-50 tahun.
b. Frekuensi senggama
Ejakulasi yang terlalu sering memengaruhi kualitas sperma, sedangkan dalam masa
subur, sperma bisa bertahan sampai 3 hari di lender serviks. Untuk mendapatkan
kehamilan, pasutri dianjurkan untuk melakukan senggala 2 hari sekali dimasa
ovulasi. Karena pada masa ovulasi sel telur sudah siap untuk dibuahi
c. Lama infertilitas
Lama infertilitas yang lebih dari 3 tahun mempunyai prognosis hamil spontan yang
kurang baik. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa kesuburan yang rendah.
d. Gaya hidup
Gaya hidup seperti mengonsumsi kopi berlebih, merokok, alkohol, obesitas, steres

3
dan lingkungan kerja yang toksik dapat memengaruhi kesuburan. Riwayat
pemasangan IUD dan seks bebas berkontribusi dalam meningkatkan risiko infeksi
panggul.
Selain faktor umum, kelainan organ reproduksi juga menjadi pencetus terjadinya
infertiliasi :
a. Gangguan ovulasi
b. Faktor tuba : buntu, adhesi adneksa/peritoneum
c. Faktor uterus : kelainan anatomi, kelainan bawaan, mioma uteri, polip endometrium
d. Faktor serviks : faktor imunitas memengaruhi interaksi antara sperma dan lendir
serviks yang akan menghambat penetrasi sperma.
e. Faktor sperma : infeksi, hormon dan kelainan bawaan dapat memengaruhi kualitas
semem/sperma atau idiopati.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Indriyani (2011) tanda gejala maupun akibat yang ditimbulkan dari infertilitas
antara lain sebagai berikut:
1. Belum pernah hamil setelah 1 tahun bersenggama tanpa kontrasepsi
2. Pernah hamil, tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun
bersenggama selama 1 tahun tanpa kontrasepsi.
3. Kadang-kadang ditandai oleh nyeri dibagian bawah perut, keluarnya lendir
banyak dari vagina).
4. Kehilangan kepercayaan diri pada pasangan suami istri karena menganggap diri
tidak mampu mempunyai keturunan.
5. Timbul konflik dalam rumah tangga karena salah satu pasangan merasa kecewa
terhadap pasangannya yang tidak bisa membuat keturunan sampai berakhir
dengan perceraian.
6. Pandangan masyarakat bahwa terjadinya infertilitas itu yang disalahkan adalah
wanita, karena wanita baru bisa diterima status warga masyarakat sepenuhnya
apabila telah menjadi seorang ibu.
7. Trauma dan kecewa terhadap diri sendiri karena merasa tidak sempurna sebagai
wanita.
8. Menimbulkan perasaan rendah diri dan kebuntuan dimasa-masa mendatang.
9. Mengalihkan fungsi keibuan seperti mengutamakan pada kegiatan erotik dan
seksual.

4
10. Mengabdikan diri pada satu ideologi atau satu ketertarikan emosional tertentu.
(Indriyani, 2011).
4. Patofisiologi
a. Wanita
Penyebab dari gangguan fertilitas dari beberapa wanita adalah gangguan stimulasi
hipofisis hipotalamus. Akibatnya pembentukan FSH dan LH tidak adekuat.
Pembentukan FSH dan LH yang tidak adekuat menyebabkan gangguan pembentukan
folikel di ovarium. Radiasi toksik juga memiliki pengaruh pada gangguan ovulasi.
Selain itu, bentuk anatomi sistem reproduksi juga menjadi penyebab mayor dari
infertilitas. Diantara gangguan ini adalah cidera tuba dan perlekatan tuba yang
menyebabkan ovum tidak dapat melalui dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan
sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak dapat berkembang
secara normal walaupun sebelumnya sudah terjadi fertilisasi. Bentuk ovarium yang
abnormal memengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas serviks memengaruhi
proses pemasukan sperma. Faktor lain yang memengaruhi infertilitas adalah abeasi
genetik berupa ketidaklengkapan kromosom seks sehingga organ genetalia tidak
dapat berkembang baik.
Penyakit infeksi juga dapat menyebabkan infertilitas karena melibatkan reaksi imun
sehingga terjadi gangguan interaksi dengan sperma, sehingga sperma tidak dapat
bertahan. Infeksi menyebabkan inflamasi berlanjut yang pada akhirnya memengaruhi
proses implantasi zigot yang berujung pada abortus (Fatmawati, 2019).
b. Pria
Pada pria, disfungsi hipofisis dan hipotalamus menyebabkan abnormalitas dari
antrogen dan testosteron yang akhirnya berakibat pada kelainan status fungsional
testis. Gaya hidup yang buruk seperti merokok, penggunaan obat-obatan dan zat
adiktif berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi
alkohol memengaruhi masalah ereksi sehingga pancaran sperma berkurang. Suhu
disekitar testis juga memengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Ejakululasi retrogat
(ejakulasi yang masuk ke vesika urinaria) mengakibatkan komposisi sperma
terganggu (Fatmawati, 2019).
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada wanita dan pria yang mengalami Infertilitas adalah :
a. Wanita
Dapat menyebabkan wanita tidak dapat hamil setelah melakukan hubungan intim

5
tanpa alat pelindung, khusus untuk ketidaksuburan yang disebabkan dari wanita,
penyebab utamanya bisa saja karena servisitis. Serta dapat mengalami kehamilan
ektopik yaitu dapat terjadi ketika sel telur yang telah dibuahi tidak melekat pada
rahim, tetapi pada tuba fallopi, rongga perut, atau serviks. Pada beberapa kasus,
kondisi ini sering dikaitkan dengan faktor hormonal, kelainan genetis, cacat lahir,
atau infeksi.
b. Pria
Beberapa kondisi medis yang berhubungan dengan infertilitas pria seperti adenoma
pituitari, kanker testis, diabetes mellitus, dan fibrosis kistik merupakan penyebab
infertilitas pria yang perlu diwaspadai morbiditasnya. Selain itu, komplikasi juga
berpotensi ditimbulkan dari berbagai rejimen pengobatan empiris pada infertilitas
idiopatik. Sebagai contoh, aromatase inhibitor merupakan salah satu terapi empiris
infertilitas idiopatik yang memiliki efek samping yang cukup penting seperti
penurunan densitas tulang dan peningkatan lemak tubuh total akibat penurunan
jumlah estrogen .Terapi testosteron seperti pada pria lansia dengan hipogonadisme
onset lanjut juga berpotensi meningkatkan risiko penyakit prostat, sleep apnea, dan
eritrositosis (Zarinara, 2016).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan infertilitas harus selalu dimulai dengan pertanyaan mengenai
kesehatan. Umumnya dan cara hidup mereka dan riwayat medis yang seksama harus
ditanyakan dengan jelas apakah mereka telah benar-benar menjalani pernikahan secara
benar, dan telah aktif dalam kehidupan seksualnya. Apabila ada masalah seksual, maka
dinasehatkan untuk melakukan konseling psikoseksual dan pendidikan. Pasangan
tersebut sebaiknya dirujuk ke klinik yang sesuai. Syarat- syarat Pemeriksaan Setiap
pasangan infertil harus diperlakukan sebagai suatu kesatuan. Itu berarti kalau istri saja
dapat diperiksa sedangkan suaminya tidak mau diperiksa. Adapun syarat-syaratnya
pemeriksaan pasangan infertil adalah sebagai berikut : (Setiawan, 2015)
a. Istri yang berumur 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk
mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriskaan dapat dilakukan lebih dini apabila :
- Pernah mengalami keguguran berulang
- Mengidap kelainan endokrin
- Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
- Pernah mengalami bedah kandungan

6
b. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama
pasangan itu datang kedokter.
c. Istri pasangan infirtil yang berumut antara 36-30tahun hanya dilakukan pemeriksaan
infertil kalau belum mempunyai anak dari perkawinan ini.
d. Pemeriksaan infirtilitas tidak dilakukan pada pasangan infirtil yang salah satu anggota
pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahaya-kan kesehatan istri atau
anaknya.
- Pemeriksaan khusus suami : semen analisa (faktor sperma)
- Pemeriksaan khusus istri : faktor ovarium, faktor tuba, faktor uterus, dan faktor
serviks
e. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin (darah, urine lengkap,
fungsi hepar dan ginjal, gula darah). Pemeriksaan laboratorium khusus terhadap suami
meliputi pemeriksaan dan analisis sperma. Untuk pemeriksaan ini diperlukan syarat
yaitu tidak boleh berhubungan seks selama 3-5 hari, ditampung dalam gelas,
modifikasi dengan bersenggama memakai kondom yang telah dicuci bersih, dan
bahan yang ditampung harus mencapai laboratorium dalam waktu ½ sampai 1 jam,
pemeriksaan setelah ejakulasi dalam waktu 2 jam di laboratorium. Jumlah
spermatozoa diharapkan minimal 20juta/ml. Pemeriksaan sperma untuk mengetahui
jumlah, volume, viskositas, bau, fruktosa, kemampuan menggumpal dan mencair
kembali.
f. Pemeriksaan Terhadap Ovulasi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membuktikan ovulasi (pelepasan telur).
Tindakan ini dilakukan dengan anggapan bahwa pada pemeriksaan dalam tidak
dijumpai kelainan alat kelamin wanita. Untuk membuktikan terjadi ovulasi (pelepasan
telur), dilakukan pemeriksaan suhu basal badan. Progesteron yang dikeluarkan oleh
korpus luteum dapat meningkatkan suhu basal badan, yang diukur segera setelah
bangun tidur. Dengan terjadinya ovulasi, suhu basal badan rendah atau meningkat
menjadi bifasik. Waktu perubahan tersebut dianggap terjadi ovulasi, sehingga harus
dimanfaatkan untuk melakukan hubungan seks dengan kemungkinan hamil yang
besar.
g. Pemeriksaan Terhadap Saluran Telur
Saluran telur (tuba fallopi) mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses
kehamilan yaitu tempat saluran spermatozoa dan ovum, tempat terjadinya konsepsi

7
(pertemuan sel telur dan spermatozoa), tempat tumbuh dan berkembangnya hasil
konsepsi, tempat saluran hasil konsepsi menuju rahim untuk dapat bernidasi
(menanamkan diri). Gangguan fungsi saluran telur menyebabkan infertilitas,
gangguan perjalanan hasil konsepsi menimbulkan kehamilan di luar kandungan
(ektopik) utuh atau terganggu (pecah). Gangguan saluran tuba dapat ditandai dengan
keluarnya cairan tersebut kembali ke liang senggama.
h. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk dapat menetapkan kelainan pada pasangan
infertil meliputi hal berikut :
 Histeroskopi
Pemeriksaan histeroskopi adalah pemeriksaan dengan memasukkan alat optik ke
dalam rahim untuk mendapatkan keterangan tentang mulut saluran telur dalam
rahim (normal, edema, tersumbat oleh kelainan dalam rahim), lapisan dalam rahim
(situasi umum lapisan dalam rahim karena pengaruh hormon, polip atau mioma
dalam rahim) dan keterangan lain yang diperlukan.
 Laparoskopi
Pemeriksaan laparoskopi adalah pemeriksaan dengan memasukkan alat optik ke
dalam ruang abdomen (perut), untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan
indung telur yang meliputi ukuran dan situasi permukaannya, adanya graaf folikel,
korpus luteum atau korpus albikans, abnormalitas bentuk, keadaan tuba fallopi
(yang meliputi kelainan anatomi atau terdapat perlekatan); keadaan peritoneum
rahim, dan sekitarnya (kemungkinan endometritis dan bekas infeksi). Pengambilan
cairan pada peritoneum untuk pemeriksaan sitologi pewarnaan dan pembiakan.
 Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sangat penting pada pasangan infertil terutama
ultrasonografi vaginal yang bertujuan mendapatkan gambaran yang lebih jelas
tentang anatomi alat kelamin bagian dalam, mengikuti tumbuh kembang folikel de
graaf yang matang, sebagai penuntun aspirasi (pengambilan) telur (ovum) pada
folikel graaf untuk pembiakan bayi tabung. Ultrasonografi vaginal dilakukan pada
sekitar waktu ovulasi dan didahului dengan pemberian pengobatan dengan
klimofen sitrat atau obat perangsang indung telur lainnya.
 Uji pasca-senggama
Pemeriksaan uji pasca-senggama dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan

8
tembus spermatozoa dalam lendir serviks. Pasangan dianjurkan melakukan
hubungan seks di rumah dan setelah 2 jam datang ke rumah sakit untuk
pemeriksaan. Lendir serviks diambil dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan
jumlah spermatozoa yang dijumpai dalam lendir tersebut. Pemeriksaan ini
dilakukan sekitar perkiraan masa ovulasi yaitu hari ke 12, 13, dan 14, dengan
perhitungan menstruasi hari pertama dianggap ke-1. Namun hasilnya masih
belum mendapat kesepakatan para ahli.

 Pemeriksaan Hormonal
Setelah semua pemeriksaan dilakukan, apabila belum dapat dipastikan
penyebab infertilitas dapat dilakukan pemeriksaan hormonal untuk mengetahui
hubungan aksis hipotalamus, hipofise, dan ovarium. Hormon yang diperiksa

adalah gonadotropin (Folicle Stimulation Hormon (FSH) dan Hormon


Luteinisasi (LH)) dan hormon (esterogen, progesteron, dan prolaktin).
Pemeriksaan hormonal ini dapat menetapkan kemungkinan infertilitas dari
kegagalannya melepaskan telur (ovulasi). Semua pemeriksaan harus selesai
dalam waktu 3 siklus menstruasi, sehingga rencana pengobatan dapat
dilakukan. Oleh karena itu pasangan infertilitas diharapkan mengikuti
rancangan pemeriksaan sehingga kepastian penyebabnya dapat ditegakkan
sebagai titik awal pengobatan selanjutnya.

7. Penatalaksanaan
1) Wanita

a) Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendir serviks puncak dan


waktu yang tepat untuk coital
b) Pemberian terapi obat, seperti :
- Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi
hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh .
- Terapi penggantian hormone
- Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal
- Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan
penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat
c) GIFT ( gemete intrafallopian transfer )

d) Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara

9
luas
e) Pengangkatan tumor atau fibroid

f) Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi


2) Pria
a) Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun,
diharapkan kualitas sperma meningkat
b) Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan
c) Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau
hipotalamus
d) Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma
e) Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan
nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat
f) Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung
spermatisida (Napitupulu, 2013).

2.2. Asuhan Keperawatan Teori


 Pengkajian (Farida, 2014)
1) Pengkajian Keperawatan
- Data Demografis meliputi : identitas klien termasuk data etnis, budaya dan
agama.

2) Pengkajian Anamnesa
Pengkajian Anamnesa pada Wanita
 Riwayat Kesehatan Dahulu
- Riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakan reproduksi
di rumah
- Riwayat infeksi genitorurinaria
- Hipertiroidisme dan hipotiroid, hirsutisme
- Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama
- Tumor hipofisis atau prolaktinoma
- Riwayat penyakit menular seksual
- Riwayat kista
 Riwayat Kesehatan Sekarang
- Endometriosis dan endometrits

10
- Vaginismus (kejang pada otot vagina)
- Gangguan ovulasi
- Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik
- Autoimun
 Riwayat Kesehatan Keluarga, Meliputi
- Riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik
 Riwayat Obstetri
- Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi
- Mengalami aborsi berulang
- Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa
alat kontrasepsi
Pengkajian pada Pria
 Riwayat Kesehatan Dahulu meliputi :
- Riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakan reproduksi
(panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
- Riwayat infeksi genitorurinaria, Hipertiroidisme dan hipotiroid, Tumor
hipofisis atau Prolactinoma
- Riwayat trauma, kecelakan sehinga testis rusak
- Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
- Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi
contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran kemih
 Riwayat Kesehatan Sekarang
- Disfungsi ereksi berat
- Ejakulasi retrograt
- Hypo/epispadia
- Mikropenis
- Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha)
- Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
- Saluran sperma yang tersumbat
- Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
- Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
- Abnormalitas cairan semen
 Riwayat Kesehatan Keluarga
- Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik

11
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada Wanita
- Deteksi Ovulasi
- Analisa hormone
- Sitologi vagina
- Uji pasca senggama
- Biopsy endometrium terjadwal
- Histerosalpinografi
- Laparoskopi
- Pemeriksaan pelvis ultrasound
Pemeriksaan Penunjang pada Pria Analisa Semen:
 Parameter
- Warna Putih keruh
- Bau Bunga akasia
- PH 7,2 - 7,8 4
- Volume 2 - 5 ml
- Viskositas 1,6 - 6,6 centipose
- Jumlah sperma 20 juta / ml
- Sperma motil > 50%
- Bentuk normal > 60%
- Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
- Persentase gerak sperma motil > 60%
- Aglutinasi Tidak ada
- Sel-sel Sedikit,tidak ada
- Uji fruktosa 150-650 mg/dl
- Pemeriksaan endokrin
- USG
- Biopsi testis
- Uji penetrasi sperma
- Uji hemizona
 Diagnosa
1. Ansietas b/d Kekhawatiran tidak kunjung hamil
2. Harga Diri Rendah Sitiasional b/d rasa malu
3. Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur

12
BAB III
GAMBARAN KASUS

3.1. Asuhan Keperawatan


I. Data Anamnesa
A. Identitas Klien

13
1) Nama : Ny. Y
2) Umur : 26 Tahun
3) Alamat : Jl. Anggrek, Kel. Ilir Kota, Kec. Kapuas, Kab.
Sanggau, Prov. Kalimantan-Barat
4) Latar Belakang Pendidikan : D4 Managemen
5) Agama : Islam
6) No Medrek :-
B. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama : Tn. R
2) Umur : 29 Tahun
3) Alamat : Jl. Anggrek, Kel. Ilir Kota, Kec. Kapuas, Kab.
Sanggau, Prov. Kalimantan-Barat
4) Latar Belakang Pendidikan : Pendidikan Polisi
5) Agama : Islam
6) Hubungan Dengan Klien : Suami
C. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Klien mengatakan belum bisa hamil setelah menikah hampir 3 tahun. Klien
mengatakan pernah konsul ke beberapa dokter spesialis kandungan dan
didiagnosa terkena penyakit PCO. Klien mengatakan saat ini dalam keadaan setres
dan cemas, klien juga kurang mengetahui mengenai penyakit yang dihidapnya.
Klien merasa malu ketika bertemu dengan keluarga besar dan orang-orang yang
selalu bertanya apakah dirinya sudah mengandung. Klien mengatakan dirinya
sangat sensitive apabila mendapat pertanyaan seperti itu. Klien mengakui
keadaannya saat ini membuat dirinya sulit tidur dengan pulas karena terlalu
memikirkan keadaannya. Sesekali klien terbangun dimalam hari dan menangis.
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
- Alergi :
klien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan maupun alergi pada
obat-obatan.
- Imunisasi :
Klien mengatakan sudah melakukan imunisasi lengkap sejak bayi dan
pada saat akan menikah klien juga telah melakukan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT)
- Tes Skrining :

14
Klien mengatakan tidak pernah melakukan tes skrining.
- Aktivitas :
Aktivitas sehari-hari klien hanya menjadi ibu rumah tangga di rumah,
mengurus rumah dan terkadang mengikuti kegiatan bhayangkari di kantor
suami. Selain itu juga klien rutin mengikuti pengajian setiap minggunya.
- Diet :
Klien mengatakan tidak sedangb melakukan diet apapun pada makanan.
- Terapi yg dijalankan :
Klien mengatakan hanya melakukan terapi obat-obatan yg diresepkan oleh
dokter untuk penyakit PCO nya, tetapi klien mengatakan sudah jarang
minum obat dan obatnya tidak habis, klien juga mengatakan jarang
mengkonsulkan kembali keadaannya ke dokter dikarenakan malas untuk
pergi berobat ke dokter.
2) Status Nutrisi :
Klien mengatakan status nutrisinya cukup baik. Saat ini klien hanya
menerapkan pola makan yang sehat dan teratur. Dan klien sudah jarang
membeli makanan diluar dan mulai membiasakan untuk masak makanan
dirumah agar lebih hygenes. Klien selalu mengkonsumsi sayuran dan buah-
buahan saat ini.

15
II. Pengkajian Fisik
1) Penampilan Umum : Penampilan Baik, Kesadaran Compos Mentis
- Perubahan Mood :
Klien mengatakan perasaan mood sering berubah-ubah dan cepat juga
kembali membaik. Klien mengatakan perubahan mood terjadi apabila
kondisi klien dalam keadaan mencemaskan penyakit yang dideritanya
yaitu PCO. Klien mengatakan mood nya sangat tidak baik ketika
memikirkan belum bisa memiliki anak setelah menikah hampir 3 tahun ini.
Klien sangat khawatir tidak dapat memberikan keturunan untuk suaminya
tercinta. Klien mengatakan moodnya akan memburuk apabila
mendapatkan pertanyaan dari orang-orang sekitar mengapa dirinya belum
juga mengandung sampai sekarang.
- Kelelahan :
Klien mengatakan sering kelelahan apabila melakukan kegiatan rutinitas
yang cukup banyak. Klien mengatakan tidak mampu bekerja yang berat-
berat dan apabila setelah berolahraga klien merasakan cepat lelah.
2) Tanda-Tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/90 mmHg
- Nadi : 78 x/menit
- Suhu : 36, 2 C
- Pernapasan : 24 x/menit
3) Kulit
Warna kulit klien sawo matang dan berbulu tipis, kulit dalam keadaan bersih dan
halus. Turgor kulit lembab.
4) Payudara
- Palpasi : Tidak ditemukan nyeri tekan pada payudara
- Inspeksi : Bentuk payudara simetris dan ukuran normal
5) Abdomen :
- Palpasi : Tidak ditemukan nyeri tekan pada bagian abdomen
- Inspeksi : Tidak terdapat hiperpigmentasi pada area abdomen
6) Eksternal Genetalia :
- Discharge :
Klien mengatakan pernah mengalami keputihan, tetapi sekarang sudah
tidak pernah lagi.

16
- Bleeding :
Tidak terdapat pendarahan pada vagina klien, tidak terdapat pembesaran
pada kandung kemih.
- Public Hair :
Terdapat rambut kemaluan yg lebat pada genetalia klien.
- Labia :
Labia mayora menutupi labia minora yang tampak kemerahan.
- Clitoris :
Clitoris berukuran normal, antara 0,5 cm-1,3 cm dan berwarna kemerahan.
- Urethral Orifice :
Norrmal
7) Introitus :
- Inspeksi : Adanya fundus uterus pada daerah vagina
- Palpasi : Tidak terdapat pendarahan
8) Urination :
- Inspeksi
Warna urin yang dikeluarkan oleh klien yaitu berwarna kuning pekat .
- Wawancara
Pada saat diwawancara klien mengatakan jarang sekali minum air putih
apalagi pada malam hari karena malas untuk beranjak ke toilet, sehingga
klien jarang merasa ingin buang air kecil dan klien mengatakan urinnya
berbau pesing dan berwarna kuning pekat. Klien mengatakan tidak
mengalami sakit pada saat buang air kecil.
9) Pemeriksaan Penunjang
Klien belum melakukan pemeriksaan lainnya, hanya melakukan pemeriksaan
usg pada transvagina.
- Laboratorium : -
- EKG :-
- X-Ray :-
10) Psikologi dan Sosial :
- Pengkajian Psikologi :
Klien mengatakan pada saat didiagnosa oleh dokter mengenai penyakit
PCO nya klien sangat setres. Klien merasa tidak berguna menjadi seorang
perempuan dan sebagai istri. Klien selalu menangis memikirkan

17
penyakitnya. Klien sangat mencemaskan dirinya.
- Ketakutan akan pengobatan :
Klien mengatakan memiliki ketakutan dalam pengobatan, tetapi klien
mengatakan ingin cepat sembuh agar segera dapat hamil. Dan klien juga
mengatakan terdapat rasa malas pada dirinya untuk berkunjung kembali ke
dokter. obat yang diresepkan oleh dokter juga tidak habis diminum oleh
klien.
- Ketakutan pada Nyeri :
Klien mengatakan sangat takut dengan nyeri yang akan dirasakan, karena
klien sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang berat.
- Apakah Pasien mengalami setres :
Klien mengatakan sangat setres dengan kondisinya saat ini. Tetapi klien
berusaha tidak terlalu memikirkannya agar psikologis klien tidak
terganggu dan klien berusaha menghilangkan kecemasan yang ada pada
dirinya sehingga dengan begitu, klien dapat menghadapi penyakitnya
dengan ikhlas dan berikhtiar untuk melakukan pengobatan. Klien
mengatakan tetapi untuk menghilangkan rasa cemas dan setres yang
dirasakan saat ini sangat susah,
- Pengetahuan
Klien mengatakan sebelumnya tidak mengetahui tentang penyakit yang
dideritanya. Setelah dokter menjelaskan penyakitnya, klien baru
memahami sedikit dan langsung segera mencari informasi di internet dan
bertanya kepada teman-temannya yang sudah pernah memiliki riwayat
penyakit serupa dengan dirinya dan sembuh dari penyakitnya.
Penyakit : Polycistic Ovaries (PCO)
Terapi :
- USG Transvagina
- Terapi obat Metformin selama 2 bulan
- Terapi obat Letrozole
- Terapi Vitamin Folavit
Perawatan :
- Mengatur pola makan yang sehat
- Menjalankan rutinitas olahraga setiap harinya
- Istirahat yg cukup dirumah

18
- Rutin melakukan pengontrolan ke dokter
11) Pengkajian Spiritual :
Klien mengatakan dirinya beragama islam, selalu menjalankan ibada shalat 5
waktu dengan rutin dan membaca al-quran setiap harinya. Kegiatan spriritual
lainnya yg klien jalani yaitu mengikuti pengajian setiap satu minggu sekali
dimesjid dekat rumahnya.

19
III. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Krisis Maturasional Ansietas
- Klien mengatakan (Kekhawatiran tidak
merasa sangat cemas kunjung hamil)
pada dirinya karena
mengalami penyakit
PCO.
- Klien mengatakan
khawatir tidak bisa
hamil
- Klien mengatakan
dirinya setres apabila
orang-orang sekitar
bertanya kenapa belum
mengandung sampai
sekarang
DO :
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak tegang
ketika menceritakan
penyakitnya
- Klien tampak ketakutan
- Klien sulit
berkonsentrasi
DS : Gangguan Fungsi Harga Diri Rendah
- Klien mengatakan (Timbul rasa malu tidak Situasional
merasa malu ketika kunjung hamil)
bertemu dengan
keluarga besar dan
orang-orang sekitar
yang selalu bertanya
apakah dirinya sudah

20
mengandung.
- Klien mengatakan
dirinya sangat sensitive
apabila mendapat
pertanyaan seputar
kehamilan.
- Klien mengatakan
terkadang dirinya
merasa tidak berguna
menjadi seorang
perempuan dan
berperan sebagai istri
karena belum dapat
memberikan keturunan
setelah menikah hampir
3 tahun.

DO
- Klien malu bertemu
keluarga besar
- Klien menolak
berinteraksi dengan
orang sekitar
- Klien tampak tidak
bersemangat dan tdak
bergairah
DS : Kurang Kontrol Tidur Gangguan Pola Tidur
- Klien mengatakkan
keadaannya saat ini
membuat dirinya sulit
tidur dengan pulas
karena terlalu
memikirkan
keadaannya.

21
- Klien mengatakan
sesekali klien
terbangun dimalam hari
dan menangis.

DO
- Klien tampak lelah
- Klien tampak kurang
segar
- Klien memiliki kantong
mata yang berwarna
gelap

22
IV. Diagnosa :
1. Ansietar b/d Krisis Maturasional (Kekhawatiran tidak kunjung hamil) d/d Data
Subjektif : Klien mengatakan merasa sangat cemas pada dirinya karena
mengalami penyakit PCO, klien mengatakan khawatir tidak bisa hamil, klien
mengatakan dirinya setres apabila orang-orang sekitar bertanya kenapa belum
mengandung sampai sekarang. Data Objektif : Klien tampak gelisah, klien
tampak tegang ketika menceritakan penyakitnya, klien tampak ketakutan, klien
sulit berkonsentrasi.
2. Harga Diri Rendah Sitiasional b/d Gangguan Fungsi (Timbul rasa malu tidak
kunjung hamil) d/d Data Subjektif : Klien mengatakan merasa malu ketika
bertemu dengan keluarga besar dan orang-orang sekitar yang selalu bertanya
apakah dirinya sudah mengandung, klien mengatakan dirinya sangat sensitive
apabila mendapat pertanyaan seputar kehamilan, Klien mengatakan terkadang
dirinya merasa tidak berguna menjadi seorang perempuan dan berperan sebagai
istri karena belum dapat memberikan keturunan setelah menikah hampir 3 tahun.
Data Objektif : Klien malu bertemu keluarga besar, klien menolak berinteraksi
dengan orang sekitar, klien tampak tidak bersemangat dan tdak bergairah
3. Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur d/d Data Subjektif : Klien
mengatakkan keadaannya saat ini membuat dirinya sulit tidur dengan pulas
karena terlalu memikirkan keadaannya, klien mengatakan sesekali klien
terbangun dimalam hari dan menangis. Data Objektif : Klien tampak lelah, klien
tampak kurang segar, klien memiliki kantong mata yang berwarna gelap.

23
4. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Implementasi Paraf


Keperawatan

Ansietar b/d Setelah dilakukan Redukasi Anxietas  Mengidentifikasi saat tingkat RAA
Krisis tindakan keperawatan 1. Observasi anxietas berubah (mis. Kondisi,
Maturasional selama 3x24 jam - Identifikasi saat tingkat anxietas waktu, stressor)
(Kekhawatiran diharapakan ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu,  Mengidentifikasi kemampuan
tidak kunjung pada klien dapat stressor) mengambil keputusan
hamil) teratasi, dengan Kriteria - Identifikasi kemampuan  Memonitor tanda anxietas (verbal
Hasil : mengambil keputusan dan non verbal)
- Monitor tanda anxietas (verbal dan  Menciptakan suasana terapeutik
1. Klien tidak non verbal) untuk menumbuhkan kepercayaan
merasakan cemas
2. Terapeutik  Menemani pasien untuk
lagi - Ciptakan suasana terapeutik untuk mengurangi kecemasan
2. Perilaku tegang dan menumbuhkan kepercayaan
gelisah klien  Memahami situasi yang membuat
- Temani pasien untuk mengurangi anxietas
menurun kecemasan, jika memungkinkan  Mendengarkan dengan penuh
3. Klien dapat
- Pahami situasi yang membuat perhatian
berkonsentrasi anxietas  Menggunakan pendekatan yang
dengan baik - Dengarkan dengan penuh perhatian tenang dan meyakinkan
4. Klien sudah - Gunakan pendekatan yang tenang
mengetahui tentang  Memotivasi mengidentifikasi
dan meyakinkan
penyakitnya situasi yang memicu kecemasan
- Motivasi mengidentifikasi situasi
 Mendiskusikan perencanaan
yang memicu kecemasan
realistis tentang peristiwa yang
- Diskusikan perencanaan realistis
akan datang
tentang peristiwa yang akan datang
 Menjelaskan prosedur, termasuk
3. Edukasi sensasi yang mungkin dialami
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi  Menginformasikan secara factual
yang mungkin dialami mengenai diagnosis, pengobatan
- Informasikan secara factual dan prognosis
mengenai diagnosis, pengobatan  Menganjurkan keluarga untuk
dan prognosis tetap bersama pasien
- Anjurkan keluarga untuk tetap  Menganjurkan melakukan
bersama pasien, jika perlu kegiatan yang tidak kompetitif,
- Anjurkan melakukan kegiatan yang sesuai kebutuhan
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan  Menganjurkan mengungkapkan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan perasaan dan persepsi
dan persepsi  Melatih penggunaan mekanisme
- Latih kegiatan pengalihan, untuk pertahanan diri yang tepat
mengurangi ketegangan  Memeriksa ketegangan otot,
- Latih penggunaan mekanisme frekuensi nadi, tekanan darah dan
pertahanan diri yang tepat suhu sebelum dan sesudah latihan
- Latih teknik relaksasi  Menciptakan lingkungan tenang
4. Kolaborasi dan tanpa gangguan dengan
- Kolaborasi pemberian obat anti pencahayaan dan suhu ruang
anxietas, jika perlu nyaman, jika memungkinkan
Terapi Relaksasi  Memberikan informasi tertulis
1. Observasi tentang persiapan dan prosedur
- Identifikasi penurunan tingkat teknik Relaksasi Napas Dalam
energy, ketidakmampuan  Menggunakan pakaian longgar
berkonsentrasi atau gejala lain yang  Menggunakan nada suara lembut
mengganggu dengan irama lambat dan
- Identifikasi teknik relaksasi yang berirama

25
efektif digunakan  Menjelaskan tujuan, manfaat,
- Identifikasi kesediaan, kemampuan batasan dan jenis Relaksasi Napas
dan penggunaan sebelumnya Dalam
- Periksa ketegangan otot, frekuensi  Mengnjurkan mengambil posisi
nadi, tekanan darah dan suhu nyaman
sebelum dan sesudah latihan  Menganjurkan rilexs dan
- Monitor respon terhadap terapi merasakan sensasi Relaksasi
relaksasi Napas Dalam
2. Terapeutik  Menganjurkan sering mengulang
- Ciptakan lingkungan tenang dan atau melatih teknik Relaksasi
tanpa gangguan dengan Napas Dalam
pencahayaan dan suhu ruang  Memonitor respon terhadap terapi
nyaman, jika memungkinkan Relaksasi Napas Dalam
- Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut
- Dengan irama lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan
dan jenis relaksasi yang tersedia
(Mis. Music, meditasi, napas
dalam, relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi

26
relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rilexs dan merasakan
sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulang atau
melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. Napas dalam,
peregangan, atau imajinasi
terbimbing)
Harga Diri Setelah dilakukan Dukungan Penampilan Peran  Mengidentifikasi keyakinan, RAA
Rendah tindakan keperawatan 1. Observasi masalah dan tujuan perawatan
Sitiasional b/d
Gangguan Fungsi
selama 3x24 jam - Identifikasi keyakinan, masalah dan  Mengidentifikasi berbagai peran
(Timbul rasa diharapakan Harga Diri tujuan perawatan dan periode transisi sesuai tingkat
malu tidak Rendah pada klien - Identifikasi berbagai peran dan perkembangan
kunjung hamil)
dapat teratasi, dengan periode transisi sesuai tingkat  Mengidentifikasi peran yang ada
Kriteria Hasil : perkembangan dalam keluarga
1. Rasa malu pada - Identifikasi peran yang ada dalam  Mengidentifikasi adanya peran
klien berkurang keluarga yang tidak terpenuhi
2. Harga Diri klien
meningkat
- Identifikasi adanya peran yang tidak  Memonitor kesehatan fisik dan
3. Tingkat kepercayaan terpenuhi mental pasien
diri klien meningkat - Monitor kesehatan fisik dan mental  Mengintegrasikan keyakinan
pasien dalam rencana sepanjang

27
2. Terapeutik perawatan tidak
- Integrasikan keyakinan dalam membahayakan/beresiko
rencana sepanjang perawatan tidak  Memfasilitasi pertemuan antara
membahayakan/beresiko keluarga dan tim kesehatan untuk
- Fasilitasi pertemuan antara keluarga membuat keputusan
dan tim kesehatan untuk membuat  Memfasilitasi memberikan makna
keputusan  Menjelaskan bahaya atau resiko
- Fasilitasi memberikan makna yang terjadi akibat keyakinan
3. Edukasi negative
- Jelaskan bahaya atau resiko yang  Menjelaskan alternative yang
terjadi akibat keyakinan negative berdampak positifuntuk
- Jelaskan alternative yang berdampak memenuhi keyakinan dan
positifuntuk memenuhi keyakinan perawatan
dan perawatan  Memberikan penjelasan yang
- Berikan penjelasan yang relevan dan relevan dan mudah dipahami
mudah dipahami
Gangguan Pola Setelah dilakukan Dukungan Tidur  Mengidentifikasi pola aktivitasi RAA
Tidur b/d Kurang tindakan keperawatan 1. Observasi dan tidur
Kontrol Tidur
selama 3x24 jam - Identifikasi pola aktivitasi dan tidur  Mengidentifikasi factor
diharapakan Pola Tidur - Identifikasi factor pengganggu tidur pengganggu tidur (fisik atau
klien teratasi dengan (fisik atau psikologis) psikologis)

28
Kriteria Hasil : - Identifikasi makanan dan minuman  Mengidentifikasi makanan dan
1. Keluhan sulit tidur yang mengganggu tidur (mis. Kopi, minuman yang mengganggu tidur
teratasi the, alcohol, makan mendekati (mis. Kopi, the, alcohol, makan
2. Klien dapat tidur waktu tidur, minum banyak air mendekati waktu tidur, minum
dengan nyenyak sebelum tidur) banyak air sebelum tidur)
3. klien dapat - Identifikasi obat tidur yang  Mengidentifikasi obat tidur yang
beristirahat dengan dikonsumsi dikonsumsi
cukup 2. Terapeutik  Memodifikasi lingkungan (mis.
- Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu,
Pencahayaan, kebisingan, suhu, matras dan tempat tidur)
matras dan tempat tidur)  Membatasi waktu tidur siang, jika
- Batasi waktu tidur siang, jika perlu perlu
- Fasilitasi mengghilangkan setres  Memfasilitasi mengghilangkan
sebelum tidur setres sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin  Menetapkan jadwal tidur rutin
- Lakukan prosedur untuk  Melakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis. meningkatkan kenyamanan (mis.
Pijat, pengaturan posisi, terapi Pijat, pengaturan posisi, terapi
akupresur) akupresur)
- Sesuaikan jadwal pemberian obat  Menyesuaikan jadwal pemberian
atau tindakan untuk meunjang siklus obat atau tindakan untuk

29
tidur meunjang siklus tidur
3. Edukasi  Menjelaskan pentingnya tidur
- Jelaskan pentingnya tidur cukup cukup selama sakit
selama sakit  Menganjurkan menepati
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu kebiasaan waktu tidur
tidur  Menganjurkan menghindari
- Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
makanan/minuman yang mengganggu tidur
mengganggu tidur  Menganjurkan penggunaan obat
- Anjurkan penggunaan obat tidur tidur yang tidak mengandung
yang tidak mengandung supresor supresor terhadap tidur
terhadap tidur  Mengajarkan faktor-faktor yang
- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan
berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. Psikologis, gaya
pola tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift kerja)
hidup, sering berubah shift kerja)  Ajarkan relaksasi otot autogenic
- Ajarkan relaksasi otot autogenic atau atau cara nonfarmakologi lainnya
cara nonfarmakologi lainnya

30
5. Evaluasi Hari Pertama
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
02 Desember Ansietar b/d Krisis  Mengidentifikasi saat tingkat anxietas S: RAA
2020 Maturasional berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor) - Klien mengatakan masih sangat
 Mengidentifikasi kemampuan
09.00 WIB (Kekhawatiran tidak cemas pada dirinya karena
mengambil keputusan
kunjung hamil)  Memonitor tanda anxietas (verbal dan mengalami penyakit tersebut.
non verbal) - Klien mengatakan masih khawatir
 Menciptakan suasana terapeutik untuk tidak bisa hamil
menumbuhkan kepercayaan
- Klien mengatakan dirinya masih
 Menemani pasien untuk mengurangi
kecemasan merasa setres apabila orang-orang
 Memahami situasi yang membuat sekitar bertanya kenapa belum
anxietas
mengandung sampai sekarang
 Mendengarkan dengan penuh perhatian
 Menggunakan pendekatan yang tenang O:
dan meyakinkan
- Klien tampak masih gelisah
 Memotivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan - Klien tampak masih dalam keadaan
 Mendiskusikan perencanaan realistis tegang ketika menceritakan
tentang peristiwa yang akan datang penyakitnya
 Menjelaskan prosedur, termasuk
- Klien tampak ketakutan saat
sensasi yang mungkin dialami
 Menginformasikan secara factual memikirkan hal-hal yang tidak
mengenai diagnosis, pengobatan dan diinginkan

31
prognosis - Klien masih sulit berkonsentrasi
 Menganjurkan keluarga untuk tetap A:
bersama pasien
Masalah Belum Teratasi
 Menganjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan P:
 Menganjurkan mengungkapkan Lanjutkan Intervensi
perasaan dan persepsi
 Melatih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
 Menciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan pencahayaan
dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
 Memberikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
Relaksasi Napas Dalam
 Menggunakan pakaian longgar
 Menggunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan berirama
 Menjelaskan tujuan, manfaat, batasan
dan jenis Relaksasi Napas Dalam
 Mengnjurkan mengambil posisi
nyaman
 Menganjurkan rilexs dan merasakan

32
sensasi Relaksasi Napas Dalam
 Menganjurkan sering mengulang atau
melatih teknik Relaksasi Napas Dalam
 Memonitor respon terhadap terapi
Relaksasi Napas Dalam
02 Desember Harga Diri Rendah  Mengidentifikasi keyakinan, masalah S: RAA
2020 Sitiasional b/d dan tujuan perawatan - Klien mengatakan masih merasa
13.00 WIB Gangguan Fungsi  Mengidentifikasi berbagai peran dan malu ketika bertemu dengan
(Timbul rasa malu tidak periode transisi sesuai tingkat keluarga besar dan orang-orang
kunjung hamil) perkembangan sekitar yang selalu bertanya apakah
 Mengidentifikasi peran yang ada dalam dirinya sudah mengandung.
keluarga - Klien mengatakan dirinya masih
 Mengidentifikasi adanya peran yang sangat sensitive apabila mendapat
tidak terpenuhi pertanyaan seputar kehamilan.
 Memonitor kesehatan fisik dan mental - Klien mengatakan masih merasa
pasien dirinya merasa tidak berguna
 Mengintegrasikan keyakinan dalam menjadi seorang perempuan dan
rencana sepanjang perawatan tidak berperan sebagai istri karena belum
membahayakan/beresiko dapat memberikan keturunan
 Memfasilitasi pertemuan antara setelah menikah hampir 3 tahun.
keluarga dan tim kesehatan untuk O
membuat keputusan - Klien malu bertemu keluarga besar

33
 Memfasilitasi memberikan makna - Klien masih menolak berinteraksi
 Menjelaskan bahaya atau resiko yang dengan orang sekitar
terjadi akibat keyakinan negative - Klien tampak tidak bersemangat
 Menjelaskan alternative yang dan tdak bergairah
berdampak positifuntuk memenuhi A:
keyakinan dan perawatan Masalah Belum Teratasi
 Memberikan penjelasan yang relevan P:
dan mudah dipahami Lanjutkan Intervensi

02 Desember Gangguan Pola Tidur  Mengidentifikasi pola aktivitasi dan S: RAA


2020 b/d Kurang Kontrol tidur - Klien mengatakkan keadaannya
15.00 WIB Tidur  Mengidentifikasi factor pengganggu saat ini membuat dirinya sulit tidur
tidur (fisik atau psikologis) dengan pulas karena terlalu
 Mengidentifikasi makanan dan memikirkan keadaannya.
minuman yang mengganggu tidur (mis. - Klien mengatakan sesekali klien
Kopi, the, alcohol, makan mendekati terbangun dimalam hari dan
waktu tidur, minum banyak air sebelum menangis.
tidur)
O:
 Mengidentifikasi obat tidur yang
- Klien tampak lelah
dikonsumsi
- Klien tampak kurang segar
 Memodifikasi lingkungan (mis.
- Klien memiliki kantong mata yang
Pencahayaan, kebisingan, suhu, matras
berwarna gelap

34
dan tempat tidur) A:
 Membatasi waktu tidur siang, jika perlu Masalah Belum Teratasi
 Memfasilitasi mengghilangkan setres P:
sebelum tidur Lanjutkan Intervensi
 Menetapkan jadwal tidur rutin
 Melakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur)
 Menyesuaikan jadwal pemberian obat
atau tindakan untuk meunjang siklus
tidur
 Menjelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
 Menganjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
 Menganjurkan menghindari
makanan/minuman yang mengganggu
tidur
 Menganjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur

35
 Mengajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis. Psikologis, gaya hidup,
sering berubah shift kerja)
 Ajarkan relaksasi otot autogenic atau
cara nonfarmakologi lainnya

36
Evaluasi Hari Kedua
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
03 Desember Ansietar b/d Krisis  Memonitor tanda anxietas (verbal dan S: RAA
2020 Maturasional non verbal) - Klien mengatakan masih merasa
 Menemani pasien untuk mengurangi
09.00 WIB (Kekhawatiran tidak sedikit cemas pada dirinya karena
kecemasan
kunjung hamil)  Mendengarkan dengan penuh perhatian mengalami penyakit tersebut.
 Menggunakan pendekatan yang tenang - Klien mengatakan masih sedikit
dan meyakinkan khawatir tidak bisa hamil
 Menganjurkan mengungkapkan
- Klien mengatakan dirinya sudah
perasaan dan persepsi
 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi bisa menerima pertanyaan apabila
nadi, tekanan darah dan suhu sebelum orang-orang sekitar bertanya
dan sesudah latihan
kenapa belum mengandung sampai
 Menciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan pencahayaan sekarang
dan suhu ruang nyaman
O:
 Melakukan teknik Relaksasi Napas
Dalam - Klien tampak masih gelisah
 Menggunakan pakaian longgar - Klien sudah mulai rilex dalam
 Menggunakan nada suara lembut menceritakan penyakitnya
dengan irama lambat dan berirama
- Klien sudah mulai tidak
 Mengnjurkan mengambil posisi
nyaman memikirkan hal-hal yang tidak
 Menganjurkan rilexs dan merasakan diinginkan
sensasi Relaksasi Napas Dalam
- Klien sudah mulai dapat
 Menganjurkan sering mengulang atau

37
melatih teknik Relaksasi Napas Dalam berkonsentrasi
 Memonitor respon terhadap terapi A:
Relaksasi Napas Dalam
Masalah Belum Teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
03 Desember Harga Diri Rendah  Mengidentifikasi berbagai peran dan S: RAA
2020 Sitiasional b/d periode transisi sesuai tingkat - Klien mengatakan masih sedikit
13.00 WIB Gangguan Fungsi perkembangan merasa malu ketika bertemu dengan
(Timbul rasa malu tidak  Mengidentifikasi peran yang ada dalam keluarga besar dan orang-orang
kunjung hamil) keluarga sekitar yang selalu bertanya apakah
 Memonitor kesehatan fisik dan mental dirinya sudah mengandung.
pasien - Klien mengatakan dirinya sudah
 Menjelaskan alternative yang mulai membuang perasaan
berdampak positif untuk memenuhi sensitive apabila mendapat
keyakinan dan perawatan pertanyaan seputar kehamilan.
 Memberikan penjelasan yang relevan - Klien mengatakan sudah mulai
dan mudah dipahami merasa dirinya berguna menjadi
seorang perempuan dan berperan
sebagai istri walaupun belum
mendapatkan keturunan setelah
menikah hampir 3 tahun.

38
O
- Klien masih tampak malu bertemu
keluarga besar
- Klien sudah mulai mau berinteraksi
dengan orang sekitar tetapi tidak
mau berlama-lama
- Klien tampak mulai bersemangat
dan tidak bergairah
A:
Masalah Belum Teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
03 Desember Gangguan Pola Tidur  Mengidentifikasi pola aktivitasi dan S: RAA
2020 b/d Kurang Kontrol tidur - Klien mengatakkan sudah mulai
15.00 WIB Tidur  Memfasilitasi mengghilangkan setres dapat tidur dengan pulas karena
sebelum tidur terlalu memikirkan keadaannya.
 Menetapkan jadwal tidur rutin - Klien mengatakan sesekali klien
 Melakukan prosedur untuk masih terbangun dimalam hari
meningkatkan kenyamanan seperti pijat tetapi tidak menangis.
dan pengaturan posisi
O:
 Menganjurkan menepati kebiasaan - Klien tampak mulai segar

39
waktu tidur - Klien masih memiliki kantong mata
 Menganjurkan menghindari yang berwarna gelap
makanan/minuman yang mengganggu A:
tidur Masalah Belum Teratasi
 Ajarkan relaksasi otot autogenic atau P:
cara nonfarmakologi lainnya Lanjutkan Intervensi

40
Evaluasi Hari Ketiga
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
04 Desember Ansietar b/d Krisis  Memonitor tanda anxietas (verbal dan S: RAA
2020 Maturasional non verbal) - Klien mengatakan sudah merasakan
 Menemani pasien untuk mengurangi
09.00 WIB (Kekhawatiran tidak rilex dan tidak cemas pada dirinya
kecemasan
kunjung hamil)  Menganjurkan mengungkapkan karena mengalami penyakit
perasaan dan persepsi tersebut.
 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi - Klien mengatakan sudah tidak
nadi, tekanan darah dan suhu sebelum
mengkhawatirkan dirinya karena
dan sesudah latihan
 Melakukan teknik Relaksasi Napas belum menddapatkan anak, karena
Dalam klien sadar anak adalah tititpan
 Mengnjurkan mengambil posisi
allah
nyaman
 Menganjurkan rilexs dan merasakan - Klien mengatakan dirinya sudah
sensasi Relaksasi Napas Dalam ikhlas menerima pertanyaan apabila
 Menganjurkan sering mengulang atau orang-orang sekitar bertanya
melatih teknik Relaksasi Napas Dalam
kenapa belum mengandung sampai
 Memonitor respon terhadap terapi
Relaksasi Napas Dalam sekarang

O:
- Klien tampak rilex
- Klien sudah mulai bisa menerima
keadaannya

41
- Klien sudah tidak terlalu mau
memikirkan hal-hal yang tidak
diinginkan
- Klien sudah mengikhlaskan segala
sesuatu yg belum dikhendaki
A:
Masalah Teratasi
P:
Intervensi dihentikan
04 Desember Harga Diri Rendah  Memonitor kesehatan fisik dan mental S: RAA
2020 Sitiasional b/d pasien - Klien mengatakan sudah merasa
13.00 WIB Gangguan Fungsi  Menjelaskan alternative yang tidak malu ketika bertemu dengan
(Timbul rasa malu tidak berdampak positif untuk memenuhi keluarga besar dan orang-orang
kunjung hamil) keyakinan dan perawatan sekitar yang selalu bertanya apakah
 Memberikan penjelasan yang relevan dirinya sudah mengandung.
dan mudah dipahami - Klien mengatakan dirinya tidak
merasa sensitive apabila mendapat
pertanyaan seputar kehamilan.
- Klien mengatakan sudah mulai
percaya diri dan merasa dirinya
berguna menjadi seorang

42
perempuan dan berperan sebagai
istri walaupun belum mendapatkan
keturunan setelah menikah hampir
3 tahun.

O
- Klien sudah tidak malu bertemu
keluarga besar
- Klien sudah mau berinteraksi
dengan orang sekitar seperti
dulunya
- Klien tampak lebih bersemangat
dan lebih bergairah
A:
Masalah Teratasi
P:
Hentikan Intervensi
04 Desember Gangguan Pola Tidur  Memfasilitasi mengghilangkan setres S: RAA
2020 b/d Kurang Kontrol sebelum tidur - Klien mengatakkan sudah dapat
15.00 WIB Tidur  Melakukan prosedur untuk tidur dengan pulas karena terlalu
meningkatkan kenyamanan seperti pijat memikirkan keadaannya.
dan pengaturan posisi - Klien mengatakan sudah tidak lagi

43
 Menganjurkan menepati kebiasaan terbangun pada malam hari
waktu tidur
O:
 Ajarkan relaksasi otot autogenic atau
- Klien tampak segar
cara nonfarmakologi lainnya
- Klien sudah tidak memiliki kantong
mata yang berwarna gelap
A:
Masalah Teratasi
P:
Intervensi Dihentikan

44
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Definisi
Infertilitas adalah belum terjadinya kehamilan/ mempunyai anak pada pasangan
suami istri yang sudah menikah selama satu tahun, berhubungan secara teratur
dengan tanpa penghalang (Nugroho, 2010).
Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan
sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa
kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer. Infertilitas sekunder
adalah ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan
kehamilannya. Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat
dilakukan setelah 6 bulan pernikahan. Infertilitas idiopatik mengacu pada pasangan
infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba,
dan analisis semen dengan hasil normal Wiweko, B, (2017).
4.2. Klasifikasi
Menurut Zahrowati, Z. (2018) Sebagian penyebab infertilitas dapat diatasi
dengan pengobatan maupun operasi, sedangkan infertilitas yang disebabkan karena
kegagalan inseminasi, pembuahan, fertilitas, kehamilan, persalinan dan kelahiran
hidup normal, ternyata dapat diatasi dengan cara buatan (artificial). Cara-cara
tersebut antara lain: Inseminasi buatan (artificial insemination/AI), pembuahan
dalam (artificial conception/AC), penyuburan/pembuahan dalam (in vitro
fertilitzation/IVF), pemindahan janin/penanaman janin (embriyo transfer/embriyo
transplant/ET).
Metode bayi tabung dapat dilakukan dengan 7 (tujuh) cara. Ketujuh cara
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sel sperma suami disuntikkan langsung ke sel telur (ovum) istri
Sperma seorang suami diambil lalu diinjeksikan langsung pada tempat yang
sesuai dalam rahim sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur
yang dipancarkan sang istri dan berproses dengan cara yang alami sebagaimana
dalam hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu terjadi, dia akan
menempel pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki
problem sehingga spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam
rahim.
2. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri.
Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan keduanya diletakkan di dalam
saluran eksperimen (tabung), lalu diproses secara fisika hingga sel sperma suami
mampu membuahi sel telur istrinya di tabung eksperimen. Lantas, setelah
pembuahan terjadi, pada waktu yang telah ditentukan, sperma tersebut
dipindahkan kembali dari tabung ke dalam rahim istrinya sebagai pemilik sel
telur, agar sel mani yang telah mengalami pembuahan dapat melekat pada
dinding rahim hingga ia berkembang dan memulai kehidupannya seperti janin-
janin lainnya. Pada akhirnya si istri dapat melahirkan bayi secara alami. Anak
itulah yang sekarang dikenal dengan sebutan bayi tabung. Metode ini ditempuh,
apabila si istri mandul akibat saluran fallopi tersumbat. Yakni, saluran yang
menghubungkan sel telur ke dalam rahim.
3. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri
Sperma seorang lelaki (sperma donor) diambil lalu diinjeksikan pada rahim istri
sehingga terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel
pada dinding rahim sebagaimana pada cara pertama. Metode digunakan karena
sang suami mandul, sehingga sperma diambilkan dari lelaki lain.
4. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari donor kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri
Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) yang berlangsung antara sel
sperma yang diambil dari suami dan sel telur yang diambil dari indung telur
wanita lain yang bukan istrinya (kini disebut donatur). Kemudian, pembuahan
lanjutan diproses di dalam rahim istrinya. Mereka menempuh metode kedua ini,
ketika indung telur milik istrinya mandul (tidak berproduksi), tapi rahimnya sehat
dan siap melakukan pembuahan (fertilisasi).
5. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum) berasal dari donor kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri
Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) yang berlangsung antara sel
sperma pria dan sel telur wanita yang bukan istrinya, kemudian pembuahan
bertempat di dalam rahim wanita lain yang telah bersuami (ada 2 wanita
sukarelawan). Mereka menempuh metode ketiga ini ketika indung telur wanita
yang bersuami tersebut mandul, tapi rahimnya tetap sehat, demikian pula

46
suaminya juga mandul. Kedua pasangan suami istri yang mandul ini sangat
menginginkan anak.
6. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim wanita lain (rahim sewaan)
Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) antara 2 bibit sel milik suami-
istri, lalu proses pembuahannya dilangsungkan di dalam rahim wanita lain yang
siap mengandung. Metode keempat ini ditempuh, ketika pihak istri tidak mampu
hamil karena ada kendala di dalam rahimnya, tetapi indung telurnya tetap sehat
dan bereproduksi atau ia tidak mau mengandung dan meminta wanita lain supaya
mengandung anaknya.
7. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri lainnya.
Pelaksanaan metode ketujuh ini sama dengan metode keenam, hanya saja wanita
yang ditunjuk sebagai sukarelawan yang bersedia mengandung itu adalah istri
kedua dari suami wanita pemilik sel telur, sehingga istri kedua yang mengalami
kehamilan dan proses pembuahan. Metode ketujuh ini tidak berlaku di negara-
negara yang hukumnya melarang poligami dan hanya berlangsung di negara-
negara yang melegalisasi poligami.
4.3. Prosedur
Syarat-syarat dilakukan FIV
Adapun persyaratan-persyaratan bagi pasangan suami istri untuk dapat
mengikuti pembuahan dan pemindahan embrio adalah sebagai berikut (Isnawan,
2019):
1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas (kekurang suburan) secara lengkap
2. Terdapat alasan yang sangat jelas
3. Sehat jiwa dan raga pasangan suami-istri
4. Mampu membiayai prosedur ini, dan kalau berhasil mampu membiayai
persalinannya dan membesarkan bayinya
5. Mengerti secara umum seluk-beluk prosedur fertilisasi in vitro dan pemindahan
embrio (FIV-PE)
6. Mampu memberikan izin kepada dokter yang akan melakukan FIV-PE
(fertilisasi in vitro dan pemindahan embrio) atas dasar pengertian (informed
consent)
7. Istri berusia kurang dari 38 tahun.

47
Prosedur FIV

Menurut Zahrowati (2017), metode bayi tabung dapat dilakukan dengan 7 (tujuh) cara,
yaitu :
1. Sel sperma suami disuntikkan langsung ke sel telur (ovum) istri;
2. Sel sperma suami dan sel telur (ovum) istri kemudian ditanamkan ke dalam rahim
istri;
3. Sel sperma donor dan sel telur (ovum) istri kemudian ditanamkan ke dalam rahim
istri;
4. Sel sperma suami dan sel telur (ovum) donor kemudian ditanamkan ke dalam rahim
istri;
5. Sel sperma donor dan sel telur (ovum) donor kemudian ditanamkan ke dalam rahim
istri;
6. Sel sperma suami, sel telur (ovum) istri kemudian ditanamkan ke dalam rahim
wanita lain (rahim sewaan);
7. Sel sperma suami, sel telur (ovum) istri kemudian ditanamkan ke dalam rahim istri
lainnya.

48
National Institute for Health and Care Excellence (NICE) telah merekomendasikan
FIV atau bayi tabung sebagai terapi definitif untuk infertilitas pada laki-laki maupun
perempuan (NICE, 2013; Gallos et l., 2017). Berikut adalah prosedur bayi tabung :
1. Controlled Ovarian Hyperstimulation (Stimulasi Ovarium Terkontrol)
Pada tahap pertama, istri akan diberikan medikasi yang merangsang indung
telur, sehingga dapat mengeluarkan banyak ovum (Sondakh, 2015). Obat yang
diberikan kepada istri dapat diberikan obat makan dan obat suntik yang
diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah ternyata
sel-sel telurnya matang. Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari dengan
pemeriksaan darah istri, dan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Ada kalanya
indung telur gagal bereaksi terhadap obat itu. Apabila demikian pasangan
suami-istri masih dapat mengikuti program bayi pada kesempatan yang lain,
mungkin dengan obat atau dosis obat yang berlainan (Harsananda & Widnyana,
2020). Adapun medikasi yang diberikan antara lain NICE, 2013; Alper &
Fauser, 2017):
a. Menstimulasi perkembangan multi-folikel dilakukan dengan pemberian
gonadotropin eksogen
b. Mensupresi fungsi hipofisis dan mencegah ovulasi prematur dilakukan
dengan pemberian gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonist dan
antagonist
c. 36 jam sebelum prosedur petik sel telur, memicu maturasi final oosit
Ketiga elemen stimulasi ovarium tersebut dilakukan secara berurutan untuk
menghasilkan jumlah oosit yang banyak, jumlah embrio yang lebih besar, dan
meningkatkan rasio kehamilan per siklus, namun berisiko menyebabkan rasa
tidak nyaman, meningkatkan risiko komplikasi sindrom hiperstimulasi ovarium
(OHSS) dan pembiayaan yang lebih tinggi.
2. Ovum Pick-Up (Petik Sel Telur)
Petik sel telur adalah prosedur oosit diambil menggunakan jarum aspirasi
dengan tuntunan USG transvagina yang dilakukan di kamar operasi dengan
pembiusan. Beberapa hal penting diperhatikan seperti pH, suhu, dan waktu
antara petik sel telur dan kultur oosit harus minimal (ESHRE, 2015: Srivastava,
2018; Sondakh, 2015)

49
3. Persiapan Sperma
Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, suami akan diminta untuk
mengeluarkan sperma sendiri (Sondakh, 2015). Persiapan sperma bertujuan
untuk: 1) Mengeliminasi, plasma seminalis, debris dan kontaminan, 2)
menyiapkan sperma dengan motilitas progresif, 3) menghindari sperma
morfologi abnormal. Sampel sperma dikoleksi, dimasukkan ke dalam kontainer
steril dan dipersiapkan di laboratorium dengan menghindari suhu ekstrem (<20o
C dan > 37oC) (ESHRE, 2015). Sel-sel telur istri dan sel-sel sperma suami yang
sudah dipertemukan itu kemudian dibiak dalam lemari pengeram. Pemantauan
berikutnya dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya
diharapkan sudah terjadi pembelahan sel (Isnawan, 2019).
4. Inseminasi Oosit (Fertilisasi dan Kultur)
Inseminasi oosit dilakukan dengan teknik ICSI atau cara konvensional. Cara
konvensional dipersiapkan sperma dengan motilitas progresif konsentrasi antara
0,1 dan 0,5 x 106/mL. Di dalam medium sebaiknya suspensi sperma sesuai
dengan kultur oosit, dan medium fertilisasi sebaiknya berisi glukosa agar fungsi
sperma bagus. Inkubasi oosit dan sperma dilakukan dalam waktu semalam.
Identifikasi gamet wajib dilakukan double check saat inseminasi (ESHRE,
2015). Proses pembuahan sel telur oleh spermatozoa diharapkan dalam waktu
17-20 jam pasca pengambilan sel telur dari ovarium istri.
Setelah pembuahan, dokter ahli kesuburan dan embriologis melakukan
pengawasan khusus terhadap perkembangan embrio. Apabila embrio dinilai
berkembang baik akan diberitahukan kepada pasangan suami istri agar segera
ditanamkan dalam rahim. Embrio yang baik biasanya akan terlihat berjumlah 8-
10 sel pada saat ditanamkan dalam rahim (Zahrowati, 2017).
5. Transfer Embrio
Transfer embrio adalah prosedur memasukkan embrio hasil kultur ke dalam
uterus. Transfer embrio dilakukan dengan tuntunan USG transabdomen dan
penggunaan kateter lunak. Bed-rest pasca transfer tidak meningkatkan angka
kehamilan (ASRM, 2017).
Embrio yang berkualitas baik, akan ditanamkan pada hari ke-2, ke-3, atau hari
ke-5 setelah pengambilan sel telur disesuaikan dengan hasil penilaian kualitas
embrio pada hari-hari tersebut. Sebelum melakukan penanaman embrio, dokter
akan menunjukkan hasil perkembangan hasil embrio dan mendiskusikan jumlah

50
embrio yang akan ditanamkan dengan pasangan suami istri. Ada tidaknya
kehamilan setelah penanaman embrio, akan dipantau melalui kadar Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) dalam darah. Biasa dilakukan jika tidak terjadi
menstruasi selama 16 hari (Zahrowati, 2017). Jika tidak terjadi haid setelah
pemindahan embrio, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan kencing untuk
menentukan adanya kehamilan. Kehamilan baru dipastikan dengan pemeriksaan
USG seminggu kemudian.

4.4. Indikasi dan Kontra indikasi


Indikasi Bayi Tabung
Pada prinsipnya, indikasi tindakan bayi tabung (IVF) diutamakan pada
pasangan suami-istri yang sudah lama tidak memiliki keturunan dan sudah
menjalani tatalaksana fertilisasi lainnya, namun gagal.
Pada pria, indikasi bayi tabung adalah adanya faktor infertilitas pria seperti
menurunnya jumlah dan atau motilitas sperma.
Pada wanita, indikasi bayi tabung adalah pada :
1. Wanita berusia ≥40 tahun yang infertile
2. Memiliki masalah ovarium, seperti gangguan ovulasi, insufisiensi ovarium, dan
sel telur yang abnormal
3. Masalah pada tuba falopii, seperti kerusakan, obstruksi, atau sudah diangkat
4. Masalah uterus seperti fibroid uterus
5. Pasien wanita berusia ≥35 tahun dengan pasangan pria yang memiliki
normalitas morfologi sperma <5%
6. Kelainan genetic
7. Gangguan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan.
Sedangkan menurut Hadi, (1991) indikasi dilakukannya bayi tabung ini antara lain :
1. Faktor istri
a. Kelainan tuba
Merupakan indikasi utama dari “Bayi Tabung” FIV-ET, faktor tuba ini
merupakan faktor penyebab infertilitas yang paling sering dijumpai meliputi
kurang lebih 25-50% (Sumapradja, 1980), sedangkan WHO mencatat untuk
tuba buntu koleteral 11.2%, dan kelainan tuba yang lain 9.2%, perlekatan
pelvis 11.0% dan endometriosis 4.5%. Kelainan tuba ini pada umumnya
disebabkan karena infeksi atau endometriosis. Santoso dan Hadi selama 7

51
tahun (1979-1986) dari 669 yang dikerjakan laporoskopi terdapat 243 kasus
didapatkan kelainan tuba yang diusulkan untuk dikerjakannya rekonstruksi.
Perawatan pasangan infertil dengan tuba ini ada dua pilihan, FIV-ET atau
rekronstruksi dengan teknik bedah mikro.
b. Endometriosis
Endometriosis merupakan prolema yang sangat tua dan cukup pelik
dibidang ginekologi terutama dibidang reproduksi. Endometriosis dapat
menyebabkan Infertilitas. Diduga melalui beberapa mekanisme antara lain :
1) Pembuntuan tuba,
2) Perlekatan/faktor peritonium,
3) Merusak jaringan ovarium
4) Kadar prostaglandin yang meningkat sehingga peristaltik tuba terganggu,
5) Faktor Imunologik.

Dampak lain dari endometriosis adalah adanya angka kejadian abortus


yang meningkat, sekitar 34%- 46%.
c. Faktor servik
Bila faktor servik saja sedangkan faktor lainnya baik maka pemikiran
pertama adalah intra uteri inseminasi suami. Bila gagal dapat dipikirkan
GIFT atau ZIFT.
d. Interfertilitas idiopatik
Diagnosa infertilitas idiopatik tentunya tergantung pada sarana
pemeriksaan dari klinik tersebut, oleh karena itu sulit untuk dibuat definisi
yang baku. Moghissi dan Wallach (1983), membuat batasan dasar dari
infertilitas idiopatik ini. Yaitu bila pada pemeriksaan didapatkan : - Siklus
menstruasi normal dengan interval rata-rata 21-35 hari; defek fase luteal
jarang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama walaupun pada
infertilitas idiopatik, oleh karena itu evaluasi ini sebaiknya dikerjakan
selama 6 siklus.
Normal uji pasca sanggama paling tidak terdapat satu spermatozoa yang
aktif bergerak maju pada setiap lapangan pandang besar mikroskop 12 jam
sesudah koitus. Normal laparoskopi diagnostik, genetalia interna tampak
normal tidak ada sedikitpun perlekatan atau tanda-tanda endometriosis.
Normal frekuensi koitus, sedikitnya dua kali seminggu atau paling tidak

52
koitus pada saat yang tepat sekitar ovulasi yang diketahui dengan keadaan
mukus servik dan atau dengan adanya lonjakan LH.
Lain lagi dengan Welner (1988) yang memberi batas fertilitas idiopatik
bila didapatkan: normal temperatur badan basal atau normal pada hasil
pemerik- saan histopatologi biopsi endometrium pada akhir fase luteal; uji
paska sanggama dengan lendir servik jernih dan terdapat > 5 sperma motil
per lapang pandang besar; analisa semen dengan jumlah. 20 juta/ml, 50%
bentuk normal; foto HSG paling tidak satu tuba paten; dan pada laparoskopi
minimal satu tuba normal
e. Faktor imunologik
Faktor imunologik ini dimaksudkan bila didalam serum istri dijumpai
anti body (isoimun) sedangkan untuk anti sperma antibody yang berada pada
semen (autoimun) akan dibicarakan pada faktor suami.
f. Anovulasi
Pasangan-pasangan yang tidak memberi hasil dengan obat-obat induksi
ovulasi, dapat dicoba dengan induksi ovulasi memakai protokol FIV
misalnya dengan memakai FSH murni.
2. Faktor suami
Banyak parameter yang digunakan untuk menilai kesuburan suami antara
lain konsentrasi, motilitas, morfologi dan lebih jauh bila perlu dinilai pula faktor
imunologik. Untuk teknik pembantu reproduksi dengan indi- kasi faktor suami
ini Hinting (1996) mem- buat pegangan, bila terdapat
a. Faktor imunologik tes MAR > 40%, maka sebaiknya dikerjakan FIV
b. Bila tidak terdapat faktor imunologik maka dilihat konsentrasinya, bila
konsentrasi > 20 juta/ml maka sebaik-nya juga FIV. Tetapi bila konsentrasi
> 20 juta/ml maka dilihat motilitas serta morfologinya.
c. Pada motilitas yang kurang baik (motilitas grade a<25%) dipikirkan GIFT
(Gamete Intra Fallopian Transfer) atau FIV.Selain mempunyai arti terapi
sebenarnya FIV atau ZIFT (Zygote Intra Fallopian Transfer) ini dari bidang
andrologi juga mempunyai arti diagnostik. Semua parameter diatas, yang
biasa dipakai pada pemeriksaan analisa sperma rutin, sebenarnya belum
menggambarkan keadaan sebenarnya apakah spermatozoa tersebut mampu
membuahi ovum atau tidak.

53
Apabila sel sperma dalam ejakulasi berjumlah sedikit dianjurkan FIV
dengan teknik ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection), apabila tidak ada
sel sperma sama sekali pada ejakulasi, untuk mendapatkan sel sperma akan
dilakukan TESE (Testicular Sperm Extraction), PESA (Percutaneous
Epididymal Sperm Aspiration) atau MESA (Microsurgical Epididymal
Sperm Aspiration).

Kontraindikasi Bayi Tabung


Kontraindikasi medis bayi tabung (IVF) secara umum dapat dibagi menjadi dua,
yaitu kontraindikasi lokal dan kontraindikasi sistemik.

1. Kontraindikasi medis bayi tabung secara umum dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu kontraindikasi lokal dan kontaindikasi sistemik.
a. Kontraindikasi lokal IVF adalah adanya deformitas uterus, tumor uterus, dan
tumor ovarium, karena keadaan-keadaan tersebut akan mempersulit
pertumbuhan dan perkembangan janin serta meningkatkan risiko terjadinya
malformasi intrauterine. Penggunaan obat-obat hormonal pada IVF juga
dapat memengaruhi kondisi ini, dan bisa memicu pertumbuhan sel menjadi
keganasan. Selain daripada itu, keadaan-keadaan ini akan meningkatkan
risiko kegagalan IVF, sehingga dapat merugikan pasien baik secara fisik,
mental, maupun finansial.
b. Kontraindikasi sistemik IVF adalah adanya keadaan inflamasi akut di organ
manapun, keganasan di organ manapun, dan keadaan lainnya dimana
kehamilan dikontraindikasikan. Keadaan inflamasi akut merupakan
kontraindikasi dilakukan IVF karena agen farmakologi yang digunakan pada
tindakan IVF akan mensupresi sistem imun sehingga menurunkan
mekanisme pertahanan tubuh dan oleh karenanya akan meningkatkan risiko
penyebaran proses infeksi maupun inflamasi. Sedangkan adanya keganasan
dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan lainnya, termasuk
menyebabkan kematian. Keadaan lain dimana kehamilan dan IVF
dikontraindikasikan adalah adanya penyakit berat seperti penyakit jantung
yang berat, diabetes, hipertensi derajat III-IV, dan gangguan kejiwaan.

54
4.5. Keuntungan dan Kerugian
TEKNOLOGI ASSISTED HATCHING
1. Keuntungan
Assisted hatching menjadi teknik yang dikembangkan untuk membantu
meningkatkan keberhasilan implantasi embrio pada uterus. Pada manusia,
penggunaan metode AH telah diterapkan pada banyak pusat-pusat pelayanan
kesehatan infertilitas. Akan tetapi masih diperdebatkan penggunaannya hanya
pada kasus tertentu atau dapat digunakan sebagai prosedur rutin dalam program
IVF. Hal tersebut terjadi karena hingga saat ini keberhasilan atau keuntungan
penggunaan teknik ini masih dalam perdebatan apakah teknologi ini secara
nyata mampu memberi keuntungan maupun kerugian yang ditimbulkan akibat
dari penggunaan teknologi AH, masing-masing teknik yang digunakan juga
memiliki keunggulan sekaligus kelemahan pada praktik penerapannya. Assisted
hatching yang diterapkan pada embrio beku juga perlu memperhatikan pengaruh
yang akan ditimbulkan akibat penerapan teknik ini. Metode mekanis, kimiawi
dan laser saat ini menjadi metode yang banyak dikembangkan untuk menjawab
berbagai perdebatan yang muncul berkaitan dengan keberhasilan implantasi
dengan menggunakan AH pada embrio beku. Meskipun penggunaan pronase
memiliki keuntungan yaitu mudah untuk diterapkan dan tidak membutuhkan
biaya yang besar serta mampu melindungi embrio dari pengaruh buruk
lingkungan eksternal yang mampu merusak embrio jika zona pelusida
dihilangkan, namun hasilnya tidak menunjukkan keberhasilan dalam
meningkatkan implantasi embrio beku (Kadek Ayu Saraswati Winarta, 2018 ).
Penggunaan laser mampu meningkatkan keberhasilan implantasi pada
embrio beku, akan tetapi metode ini membutuhkan biaya yang tinggi. Selain itu,
perlu diperhatikan bahaya yang ditimbulkan akibat dari paparan sinar laser
terhadap embrio terutama berkaitan dengan luasan daerah zona pelusida yang
akan mengalami penipisan atau yang akan dihilangkan. Diketahui embrio dapat
mengalami shock akibat dari paparan suhu yang tinggi yang ditandai dengan
aktivasi produks.i heat shock protein. Akan tetapi, teknik laser AH lebih baik
dalam keakuratan posisi target yang diinginkan dan menjadi alat yang ideal
untuk bedah mikroSelain itu, penggunaan laser juga dapat menghemat waktu
sehingga embrio tidak terlalu lama keluar dari lingkungan yang ideal dan
mencegah penurunan kualitas embrio. Penggunaan laser juga meminimalkan

55
embrio terpapar pada zat kimia yang merugikan. Akan tetapi, perlu diperhatikan
panjang gelombang yang digunakan agar tidak merusak DNA embrio (Jemarut,
2019).
Adapun keuntungan dari in vitro fertilisasi yaitu (Ilaya, 2016):
 Keuntungan mendasar dari IVF adalah memungkinkan pasangan untuk
memiliki anak kandung sendiri, daripada menggunakan sel telur atau
sperma yang disumbangkan.
 IVF sudah ada sejak lama: kelahiran pertama yang berhasil terjadi empat
dekade lalu, pada 1978. IVF memiliki rekam jejak yang panjang dan aman
dan terus disempurnakan selama bertahun-tahun oleh para profesional
medis di seluruh dunia. Ini lebih berhasil daripada teknik reproduksi
terbantu lainnya.
 Selain berguna dalam kasus infertilitas yang berhubungan dengan tuba
Fallopii, IVF juga diindikasikan pada kasus infertilitas yang tidak dapat
dijelaskan, atau jika ada masalah kecil dengan sperma pria.
 Prosedur ini memungkinkan pasangan pilihan untuk menyaring embrio
untuk penyakit keturunan atau masalah kromosom jika mereka ingin
melakukannya.
 IVF cocok untuk wanita lajang atau pasangan sesama jenis.

2. Kerugian
Kerugian penggunaan metode pembelahan zona harus memperhatikan
tingkat kesulitan pada pembuatan ukuran lubang yang konsisten dan risiko
buruk yaitu terjadinya lisis pada blastomer selama proses berlangsung. Akan
tetapi, kajian terhadap metode yang baik untuk meningkatkan keberhasilan
implantasi pada embrio beku masih terus dilakukan terutama dengan
pengembangan modifikasi metode yang saat ini banyak dikerjakan. Oleh
aplikasi AH, zona pelusida akan terbuka dan menyebabkan embrio tidak
terlindungi sepenuhnya dari lingkungan luar yang dapat menyebabkan kematian
embrio atau merusak blastomer sehingga menurunkan kemampuan hidup
embrio. Selain itu, embrio yang telah dimanipulasi pada zona pelusida akan
sangat rentan terhadap toksisitas lingkungan organ reproduksi, mikroorganisme
atau sel-sel imunitas pada saat proses transfer embrio. Selain itu, akibat dari
pembukaan pada zona pelusida akan dapat meningkatkan risiko terjadinya

56
kembar monozigot. Berdasarkan pertimbangan kebaikan dan keburukan dari
teknologi AH maka direkomendasikan tidak dilakukan pada semua embrio hasil
IVF. Hingga saat ini, laporan dari berbagai penelitian masih menunjukkan hasil
yang berbeda-beda pada aplikasi AH dalam peningkatan keberhasilan
implantasi. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena keberhasilan embrio untuk
berimplantasi tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh embrio meski telah dilakukan
AH untuk membantu berimplantasi, namun harus diperhatikan pula karakteristik
atau riwayat pasien program IVF (Pamungkas, 2017).
Adapun kerugian dari IVF yaitu (Ilaya, 2016):
 IVF tidak murah, dan tidak selalu ditanggung oleh asuransi / jaminan
sosial; dan biaya prosedur berulang dapat bertambah dengan cepat.
 Tingkat keberhasilan IVF sangat bervariasi tergantung pada usia dan kondisi
medis. Secara keseluruhan, lebih dari 25% siklus IVF yang dimulai
menghasilkan kelahiran hidup.
 Kemungkinan efek samping termasuk komplikasi dari stimulasi ovarium
untuk menghasilkan lebih banyak sel telur, serta risiko kehamilan ektopik,
yang terjadi ketika embrio ditanamkan di tuba falopi - suatu kondisi yang
dapat mengancam jiwa dan memerlukan pembedahan darurat

57
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Infertilitas ialah kegagalan suatu pasangan untuk memperoleh kehamilan
sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan intim secara teratur tanpa
kontrasepsi ataupun biasa disebut juga sebagai infertelitas primer. Infertelitas
sekunder ialah ketidakmampuan seseorang memiliki anak. Inseminasi buatan atau
bayi tabung ialah upaya pembuahan yang dilakukan dengan cara mempertemukan
sperma dan ovum tidak melalui hubungan langsung. Pada prinsipnya tindakan bayi
tabung ini diutamakan pada pasangan suami-istri yang sudah lama tidak memiliki
keturunan dan sudah menjalani fertilisasi lainnya namun gagal.
Inseminasi buatan atau bayi tabung memiliki keuntungan yaitu
memungkinkan pasangan untuk memiliki anak kandung sendiri dan prosedur ini
memungkinkan pasangan pilihan untuk menyaring embrio untuk penyakit keturunan
atau masalah kromosom jika mereka ingin melakukanya. Sedangkan kerugian dari
inseminasi buatan atau bayi tabung adalah tingkat keberhasilan sangat bervariasi
tergantung pada usia dan kondisi medis secara keseluruhan dan kemungkinan
memiliki efek samping termasuk komplikasi dari stimulasi ovarium untuk
menghasilkan lebih banyak sel telur, serta risiko kehamilan ektopik yaitu suatu
kondisi yang dapat mengancam jiwa dan memerlukan pembedahan darurat.
5.2. Saran
Seperti telah di ketahui bahwa kegagalan terbesar program Bayi Tabung (FIV-
ET) adalah embiro gagal menanamkan diri dan berkembang lebih lanjut di dalam nya
dan intensif terhadap semua factor yang mempengaruhi semua kondisi seperti kualitas
sel telur, kuantitas spermatozoa, tahap perkembangan embiro saat di lakukn
transfer,pemakaian medium kultur yang tepat, kesiapan endometrium saat menerima
embrio agar dapat terjadi implansi dan berkembang lebih lanjut dengan baik. Untuk
semua itu perlu kiranya pemilihan dan panyaringan spermatozoa dengan kualitas yang
baik, sehingga angka persentasi keberhasilan program Bayu Tabung lebih meningkat
lagi. Di harapkan wanita menyadari tentang pentingnya menjaga Kesehatan
repeoduksi. Pada wanita-wanita yang rentan terhadap infertilitas, di sarankan untuk
sering berkonsultasi dan melakukan diteksi dini dengan ahli kandungan. Untuk wanita
yang menunda/belum menikah di atas umur 25 tahun, di harapkan juga untuk
berkonsultasi tentang Kesehatan reproduksi dengan ahli kandungan.

58
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Muhammad., Tjokroprawiro, BA., dan Hendi, Hendarto. 2020. Ginekologi Praktis
Komprehensif. Surabaya :Airlangga University Press.
Alper, M. A. & Fauser, B. C. (2017). Ovarian stimulation protocols for IVF: is more better
than less?, Reproductive Biomedicine Online 34(2017). 345 – 353.
http://dx.doi.org/10.1016/j.rbmo.2017.01.010
ASRM. (2017). Perfoming the embryo transfer: a guideline. Practice committee opinion
no.589. Fertil Steril, 123, 1-2.
Ayustawati. (2013). Mengenali Keluhan Anda. Informasi Medika.
Destriyana. (2012, Juli 13). Dampak psikologis dari masalah infertilitas. Retrieved from
merdeka.com: https://www.merdeka.com/sehat/dampak-psikologis-dari-masalah-
infertilitas.html
ESHRE. (2015). Revised guidelines for good practice in IVF laboratories. ESHRE
Guideline Group on good practice in IVF labs, Desember 2015
Fatmawati, Lilis. 2019. Diktat Keperawatan Maternitas II Infertilitas. Gresik : Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Gresik.
Gallos, I. D., et al. (2017). “Controlled ovarian stimulation protocols for
assistedreproduction: a network meta-analysis (Protocol)”. Cochrane Database of
Systematif Reviews 2017, 3.
Harsananda, H., & Widnyana, I. M. (2020). BAYI TABUNG MENURUT DIMENSI
HUKUM HINDU (PERSPEKTIF LONTAR BHUANA MAHBAH).
VYAVAHARA DUTA 15(1) ISSN ONLINE : 2614-5162 ISSN CETAK : 1978 -
0982, 8-18.
Indriyani, D. (2011). Konseling infertilitas. The Indonesian Journal Of Health Science, 1
(2), 83-94.
Isnawan, F. (2019). PELAKSANAAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN BAYI
TABUNG MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA.
Fikri: Jurnal Kajian Agama,Sosial dan Budaya 4(2); DOI:
https://doi.org/10.25217/jf.v4i2.558 , 179-200.
Napitupulu, Kristin Natalia. 2013. Pengetahuan dan Sikap Pasangan Usia Subur Tentang
Infertilitas Di Lingkungan I Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan
Tuntungan. Karya Tulis Ilmiah
NICE. (2013). Fertility: assessment and treatment for people with fertility problem”.

59
National Institute for Clinical Excellence (NICE) CG 156203.

Nugroho, Tufan, 2010. Buku Ajar Ginekologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.


Yogyakarta. Nuha Medika
Saraswati, Andini. 2015. Infertility. Journal Majority Volume 4 No.5. Hal : 5-9.
Setiawan W. 2015. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Pdf, e-Book.
Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Sondakh, H. R. (2015). Aspek Hukum Bayi Tabung di Indonesia. Lex Administratum, III
(1), 66 – 74
Susilawati, Dewi dan Vanessa Restia. 2017. Hubungan Obesitas dan Siklus Menstruasi
dengan Kejadian Infertilitas pada Pasangan Usia Subur di Klinik DR.HJ Putri Sri
Lasmini Sp.Og Periode Januari-Juli Tahun 2017. Jurnal Mercubaktijaya. Hal 1-8.
Srivastava, P. (2018). Transvaginal oocyte retrieval in IVF:should we really be scared of
the procedure?. Gynecol Reproduct Endocrinal 2 (1), 15-17.
Tarigan, R. A., & Ridmadhanti, S. (2019, Oktober). pengaruh IMT (Indeks Masa Tubuh)
Terhadap Terjadinya Infertilitas Sekunder Pada Perawat Wanita di RSUD Tahun
2017. Journal Of Midwifery, 7(2), 36-41.
Pulungan, P., Rusmini, Zuheriyantun, F., Faizah, S., Kurniati, H., Winarso, S., . . . Utami,
V. (2020). Teori Kesehatan Reproduksi. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Zahrowati. (2017). Bayi tabung (fertilisasi in vitro) dengan menggunakan sperma donor
dan rahim sewaan (surrogate mother) dalam perspektif hukum perdata. Holrev, 1
(2), 196-219. e-ISSN: 2548-1754.
Wiweko, B, (2017), Distribution Of Stress Level Among Infertility Patients,Middle East
Fertility Society Journal
Zahrowati, Z. (2018). Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) Dengan Menggunakan Sperma
Donor dan Rahim Sewaan (Surrogate Mother) dalam Perspektif Hukum
Perdata. Halu Oleo Law Review, 1(2), 196-219.
Zarinara A, Zeraati H, Kamali K, Mohammad K. 2016. Model yang memprediksi
keberhasilan pengobatan infertilitas. A systematic journal review. J Reprod
Infertil. 17(2). Hal 68–81.

60
61

Anda mungkin juga menyukai