Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DISMENORE

Disusun Oleh :

Yuliana Risa

2108038

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I
KONSEP DASAR DISMENORE

A. Defenisi Dismenore
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh kejang otot
uterus. Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah bujur sangkar
Michaelis . Nyeri dapat terasa sebelum dan sesudah haid. Dapat bersifat kolik atau terus
menerus. Nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Istilah
dismenorea biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat dimana penderita mengobati
sendiri dengan analgesik atau sampai memeriksakan diri ke dokter.
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa
penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari untuk
beberapa jam atau beberapa hari. Patofisiologi dismenore sampai saat ini masih belum
jelas, tetapi akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada
keadaan dismenore kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan
lainnya yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan
wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal itu muncul
dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, dimana beberapa yang lain menderita
rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari-hari. Dismenore dikelompokkan
sebagai dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore
sekunder saat ada kelainan jelas yang menyebabkannya. Wanita yang tidak berovulasi
cenderung untuk tidak menderita kram menstruasi; hal ini sering terjadi pada mereka
yang baru saja mulai menstruasi atau mereka yang menggunakan pil KB. Kelahiran bayi
sering merubah gejala-gejala menstruasi seorang wanita, dan sering menjadi lebih baik.
Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian
hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya
untuk beberapa jam atau beberapa hari . Ada 2 jenis dismenorea, yaitu dismenorea primer
dan dismenorea sekunder. Pembagian dismenorea adalah sebagai berikut : pertama
dismenorea primer atau esensial, intrinsik, idiopatik, yang pada jenis ini tidak ditemukan
atau didapati adanya kelainan ginekologik yang nyata; yang kedua dismenorea sekunder
atau ekstrinsik, yaitu rasa nyerinya disebabkan karena adanya kelainan pada daerah
pelvis, misalnya endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau
adanya IUD.
Menurut Huffman menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja hampir
semuanya disebabkan dismenorea primer. Dismenorea primer disebabkan karena gangguan
keseimbangan fungsional, bukan karena penyakit organik pelvis, sedangkan dismenorea
sekunder berhubungan dengan kelainan organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja
B. Klasifikasi Dismenore
Dismenore terbagi menjadi 2 , yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder :

a. Desminore primer
Terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya dari bulan ke-6 sampai tahun
ke-2 setelah menarke. Desminore ini seringkali hilang saat berusia 25thn atau setelah
wanita hamil dan melahirkan pervaginam. Faktor psikogenik dapat mempengaruhi
gejala, tetapi gejala pasti berhubungan dengan ovulasi dan tidak terjadi saat ovulasi
disupresi. Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya, prostaglandin F2 alfa
(PGF2α) disekresi. Pelepasan PGF2α yang berlebihan meningkatkan amplitude dan
frekuensi reaksiuterus dan menyebabkan vesospasme arteriol uterus, sehingga
menyebabkan iskemia dan kram abdomen bawah yang bersifak siklik. Respon
sistemik terhadap PGF2α meliputi nyeri punggung , kelemahan, mengeluarkan
keringat, gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, diare) dan gejala system saraf
pusat (pusing, sinkop, nyeri kepala, dan konsentrasi buruk). Penyebab pelepasan
prostaglandin yang berlebihan belum diketahui.

b. Desminore sekunder
Dikaitkan dengan penyakit pelvis organic, seperti endometriosis, penyakit
radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau uterus dan polip uterus. IUD
juga dapat menyebabkan desminore sekunder. Desminore sekunder dapat disalah
artikan sebagai desminore primer aatau dapat rancu dengan komplikasi kehamilan
dini. Pada kasus pemeriksaan pelvis abnormal dibutuhkan evaluasi selanjutnya untuk
menentukan diagnosis. Desminore dapat timbul pada perempuan dengan
menometroragia yang meningkat. Evaluasi yang hati-hati harus dilakukan untuk
mencari kelainan dalam kavum uteri atau pelvis yang dapat menimbulkan kedua
gejala tersebut. Histeroskopi, histerosalpingogram (HSG), sonogram transvaginal
(TSV), dan laproskopi, semuanya dapat digunakan untuk evaluasi. Pengobatak
ditujukan untuk memperbaiki keadaan yang mendasarinya.
C. Etiologi
a. Dismenore Primer
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang
menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut
bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Penyebab Dismenore Primer :
a. Faktor endokrin Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum. Menurut
Novak dan Reynolds, hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas
uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organik Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis
servikalis, mioma submukosum bertangkai, polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut
hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan kewanitaannya, dan imaturitas.
d. Faktor konstitusi Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi
timbulnya dismenorea.
e. Faktor alergi Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid.
Menurut riset, ada asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma bronkiale.
b. Dismenore sekunder
Mungkin di sebabkan oleh kondisi berikut:
1. Endometriosis
2. Polip atau fibroid uterus
3. Penyakit radang panggul
4. Perdarahan uterus disfungsional
5. Prolaps uterus
6. Maladaptasi pemakaian AKDR
7. Produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abotus spontan, abortus terauputik,
atau ,melahirkan.
8. Kanker ovarium atau uterus.

D. Pathofisiologi
1. Dismenorea primer
Dismenorea primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan
pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular
ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang
terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang menyebabkan
iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar
prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan
dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama dua
hari pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama. Riset terbaru
menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer adalah karena prostaglandin F2alpha
(PGF2alpha), suatu stimulan miometrium yang kuat (a potent myometrial stimulant) dan
vasoconstrictor, yang ada di endometrium sekretori. Respon terhadap inhibitor prostaglandin
pada pasien dengan dismenorea mendukung pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh
prostaglandin (prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea
dengan kontraksi uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan penurunan
aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan
endometrium (endometrial fluid) wanita dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan
derajat nyeri.
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase folikuler
menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi.
Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada
akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang
berlebihan. Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi sensitivitas
nyeri serabut (pain fibers) di uterus. Jumlah leukotriene yang bermakna (significant) telah
dipertunjukkan di endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak berespon
terhadap pengobatan dengan antagonis prostaglandin. Hormon pituitari posterior,
vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah
uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea primer. Peranan vasopressin di
endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin.
2. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah
menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah
tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin
dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by definition), penyakit
pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum
termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic
pelvic inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine
device). Karim mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis dismenorea
sekunder.
Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
E. Gambaran Klinis
Menurut Harlow juga terdapat faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya
dismenorea yang berat (severe episodes of dysmenorrhea) :
1. Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)
2. Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
3. Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
4. Merokok (smoking)
5. Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
A. Dismenore Primer
1. Deskripsi perjalanan penyakit
a. Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah, bersifat
spasmodis yang dapat menyebar ke punggung atau paha bagian dalam.
b. Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelu menstruasi, namun nyeri yang
paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua.
c. Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti :
Muntah
Diare
Sakit kepala
Sinkop
Nyeri kaki
2. Karakteristik dan faktor yang berkaitan :
a. Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah menstruasi.
b. Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia 23- 27 tahun, lalu
mulai mereda.
c. Umumnya terjadi pada wanita nulipara , kasus ini kerap menuntun signifikasi
setelah kelahiran anak.
d. Lebih sering terjadi pada wanita obesitas.
e. Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama.
f. Jarang terjadi pada atlet.
g. Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.
h. Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
i. Usia saat menstruasi pertama <12 tahun

B. Dismenore sekunder
1. Indikasi
a. Dismenore di mulai setelah usia 20 tahun
b. Nyeri berdifat unilateral.
2. Faktor yang berhubungan sebagai penyebab
a. PRP
1. Awitan akut
2. Dispraurenia
3. Nyeri tekan asala palpasi dan saat bergerak
4. Massa adneksia yang dapat teraba
b. Endometriosis
1. Dispsreunia siklik
2. Intensitas nyeri samakin meningkat sepanjang menstruasi (tidak terjadi sebelum
menstruasi dan tidak berakhior dalam beberapa jam, seperti pada kasus dismenore
primer).
3. Nyeri yangh menetap bukannya kram dan mungkin spesifik pada sisi lesi.
4. Kadang di temukan nodul yang mungkin teraba selama pemeriksaan.
c. Fibriliomioma dan polip uterus
1. Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun reproduksi dari npada dismenore
primer.
2. Disertai perubahan dalam aliran menstruasi.
3. Nyeri kram
4. Fibroleimioma yang dapat teraba
5. Polip yang bisa atau menonjol pada serviks.
d. Prolaps uterus
1. Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun-tahu reproduktif dari pada
dismenore primer.
2. Lebih umum terjadi pada pasian multipara.
3. Nyeri punggung awalnya di mulai saat pramenstruasi dan menetap sepanjang
menstruasi.
4. Disertai disparunia dan nyeri panggul yang dapata di pulihkan dengan posisi
terlentang, atau lutut-dada.
5. Sistokel dan inkontennesia urine terjadi bersamaan.
Tanda gejala umum yang paling sering muncul yaitu :
a) Nyeri pada daerah supra pubis seperti cram, menyebar sampai area
lumbrosacral.
b) Sering disertai nausea, muntah
c) Diare
d) Kelelahan
e) Nyeri kepala
f) Emosi labil
Perbandingan gejala Dismenore Primer dengan Dismenore Sekunder :
1. Dismenore Primer
a) usia lebih muda
b) timbul segera setelah terjadinya siklus haid yang teratur
c) sering pada nulipara
d) nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
e) nyeri timbul mendahului haid, meningkat pada dan meningkat bersamaan hari
pertama dan kemudian dengan keluarnya darah haid
f) sering memberikan respons - sering memerlukan tindakan terhadap
pengobatan medika dakan operatif mentosa
g) sering disertai mual, muntah, - tidak diare, kelelahan dan nyeri kepala
2. Dismenore Sekunder
a) usia lebih tua
b) tidak tentu
c) tidak berhubungan dengan paritas
d) nyeri terus-menerus
e) nyeri mulai pada saat haid menghilang bersamaan haid dengan keluarnya
darah haid.
F. Perbedaan antara dismenore primer dan sekunder menurut riwayat dan
pemeriksaan fisik.
1. Riwayat
a. Riwayat menstruasi
1) Awitan menarke
2) Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke
3) Frekuensi dan keteraturan siklus
4) Lama dan jumlah aliran menstruasi
5) Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.
b. Deskripsi nyeri
1) Awitan yang terkait dangan masa menstruasi
2) Rasa kram spasmodic atau menetap
3) Lokasi menyeluruh atau spesifik
4) Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
5) Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
6) Memburuk saat palpasi atau bergerak
c. Gejala yang berkaitan
1) Gejala ekstragenetalia
2) Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan silus menstruasi.
d. Riwayat obstetri-paritas
e. Pemasangan AKDR
f. Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.

2. Pemeriksaan fisik
a. Pencatatan usia dan berat badan
b. Pemeriksaan speculum
1) Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
2) Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan pemeriksaan
sediaan basah.
3) Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu, berdasarkan
riwayat pasien.
c. Pemeriksaan bimanual
1) Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
2) Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.
3) Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral.
4) Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

G. Pemeriksaan penunjang
Pemerikasaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang
penegakan diagnosa bagi penderita Dismenorea atau mengatasi gejala yang timbul,
Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik dismenorea:
1. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2. Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan ektopik.
4. Sedimentation rate.
5. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas dalam
mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif negatifnya yang relatif
rendah.
6. Laparoscopy
7. Hysteroscopy
8. Dilatation
9. Curettage
10. Biopsi Endomentrium

H. Penatalaksanaan
A. Dismenore primer
1. Latihan
a. Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang
b. Latihan menggoyangkan panggul
c. Latihan dengan posisi lutut di tekukkan ke dada, berbaring telentang atau miring.
2. Panas
a. Buli-buli panas atau botol air panas yang di letakkan pada punggung atau abdomen
bagian bawah
b. Mandi air hangat atau sauna
3. Orgasme yang mampu menegakkan kongesti panggul.(peringatan : hubungan seksual tanpa
orgasme, dapat meningkatkan kongesti panggul.
4. Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan prostaglandin
5. Pijat daerah punggung, kaki , atau betis.
6. Istirahat
7. Obat-obatan
a. Kontrasepsi oral menghambat ovulasi sehingga meredakan gejala
b. Mirena atau progestasert AKDR dapat mencegah kram.
c. Obat pilhan adalah ibuprofen, 200-250 mg, diminum peroral setiap 4-12 jam,
tergantung dosis, namun tidak melebihi 600 mg dalam 24jam.
d. Aleve (natrium naproksen) 200mg juga bisa di minum peroral setiap 6 jam.
8. Terapi Komplementer
a. Biofeedback
b. Akupuntur
c. Meditasi
d. Black cohos
B. Dismenore sekunder
1. PRP
a. PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium, atau peritonitis panggul.
b. Organisme yang kerap menjadi penyebab meliputi Neisseria Gonnorrhoea dan C.
thrachomatis, seperti bakteri gram negative, anaerob, kelompok B streptokokus, dan
mikoplasmata genital. Lakukan kultur dengan benar.
c. Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat diagnosis di tegakkan untuk
mencegah kerusakan permanen (mis, adhesi, sterilitas). Rekomendasi dari center for disease
control and prevention (CDC) adalah sebagai berikut : · Minum 400 mg oflaksasin per oral 2
kali/hari selama 14 hahri, di tambah 500 mg flagyl 2 kali/hari selama 14 hari. · Berikan
250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g probenesid peroral di tambah 100 mg
doksisiklin per oral , 2 kali/ hari selama 14 hari. · Untuk kasus yang serius konsultasikan
dengan dokter spesialis mengenai kemungkinan pasien di rawat inap untuk di berikan
antibiotic pe IV.
d. Meskipun efek pelepasan AKDR pada respons pasien terhadap terpi masih belum di
ketahui, pelepasan AKDR di anjurkan.
2. Endometriosis
a. Diagnosis yang jelas perlu di tegakkan melalui laparoskopi
b. Pasien mungkin di obati dengan pil KB, lupron, atau obat-obatan lain sesuai anjuran
dokter.
3. Fibroid dan polip uterus
a. Polip serviks harus di angkat
b. Pasien yang mengalami fibroleomioma uterus simtomatik harus di rujuk ke dokter.
4. Prolaps uterus
a. Terapi definitive termasuk histerektomi
b. Sistokel dan inkonmtenensia strees urine yang terjadi bersamaan dapat di ringankan
dengan beberapa cara berikut :
1) Latihan kegel
2) Peralatan pessary dan introl untuk reposisi dan mengangkat kandung kemih.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN DISMENORE

A. Pengkajian
1. Riwayat
a. Riwayat menstruasi
1) Awitan menarke
2) Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke
3) Frekuensi dan keteraturan siklus
4) Lama dan jumlah aliran menstruasi
5) Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.
b. Deskripsi nyeri
1) Awitan yang terkait dangan masa menstruasi
2) Rasa kram spasmodic atau menetap
3) Lokasi menyeluruh atau spesifik
4) Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
5) Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
6) Memburuk saat palpasi atau bergerak
c. Gejala yang berkaitan
1) Gejala ekstragenetalia
2) Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan silus menstruasi.
d. Riwayat obstetri-paritas
e. Pemasangan AKDR
f. Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.

2. Pemeriksaan fisik
a. Pencatatan usia dan berat badan
b. Pemeriksaan speculum
1) Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
2) Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan pemeriksaan
sediaan basah.
3) Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu, berdasarkan
riwayat pasien.
c. Pemeriksaan bimanual
1) Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
2) Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.
3) Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral.
4) Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

B. Diagnosa
1. Nyeri akut b/d gangguan menstruasi (dismenore)
2. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan umum
3. Ansietas b/d perubahan status kesehatan
4. Kurang pengetahuan tentang proses terjadinya dismenore b/d kurang informasi.
C. Intervensi

NO Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional


1. Nyeri akut b/d Setelah diberikan askep 1.Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda 1.Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
gangguan selama 1x24 jam nyeri nonfarmakologi dan non invasif.. dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
menstruasi diharapkan nyeri pasien keefektifan dalam mengurangi nyeri.
(dismenore) berkurang dengan kriteria 2.Ajarkan penggunaan kompres hangat.
hasil : Nyeri 2.Meringankan kram abdomen. Panas bekerja
berkurang/dapat 3.Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk dengan pedoman meningkatkan vasodilatasi
diadaptasi, Dapat menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat dan otot relaksasi,saat menurnnya iskemic
mengindentifikasi aktivitas menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan uterus.
yang relaksasi masase.
meningkatkan/menurunka 3.Akan melancarkan peredaran darah, sehingga
n nyeri, skala nyeri ringan. 4.Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi,
sehingga akan mengurangi nyerinya
5.Lakukan pijatan punggung bawah.
4.Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal
6.Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa yang menyenangkan.
nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. 5.Mengurangi nyeri dengan relaksasi otot
vertebra dsn menigkatkan suplai darah. Banyak
7.Anjurkan menurunkan masukan sodium selama perempuan yang mengdapatkan hal positif
seminggu sebelum mens dengan yoga, biofeedback, meditasi, dan
relaksasi therapy.
8.Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab
nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri 6.Istirahat akan merelaksasi semua jaringan
akan berlangsung. sehingga akan meningkatkn kenyamanan

9. Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon 7.Mengurangi resiko retensi cairan.
motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta 8.Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
1 - 2 hari. mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
10. Kolaborasi dengan dokter, pemberian
analgetik. Kolaborasi pemberian obat seperti 9.Pengkajian yang optimal akan memberikan
penghambat sintesa prostaglandin ( PGSI), perawat data yang obyektif untuk mencegah
ibuprofen ( Motrin), naproxen sodium ( Anaprox) kemungkinan komplikasi dan melakukan
dan ibuprofen setidaknya 48 jam sebelum terjadi intervensi yang tepat
menstruasi. 10.Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga
nyeri akan berkurang. Kontrasepsi oral dapat
diberikan jika klien menginginkan kontrasepsi
sebagai pembebasan nyeri.OC's mencegah
ovulasi, menurunkan jumlah darah haid, yang
mengurangi jumlah prostaglandin dan
dysmenorrhea.
2. Intoleransi aktifitas Setelah diberikan askep 1.Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak 1. Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress
b/d nyeri selama 1x24 jam diharapkan penting yang dapat membuat lelah, berikan istirahat dan meningkatkan kenyamanan.
dismenore. Ps menunjukan perbaikan yang cukup
toleransi aktifitas dengan 2. istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan
kriteria hasil Ps dapat 2. Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap kelelahan dan meningkatkan resistensi terhadap
melakukan aktifitas malam infeksi

3. Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik 3. Pengkajian yang optimal akan memberikan
klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik perawat data yang obyektif untuk mencegah
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi
setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. yang tepat.
3. 1.Jelaskan prosedur yang diberikan dan ulangi dengan 1. Informasi memperkecil rasa takut dan
sering ketidaktauan

2. Anjurkan orang terdekat berpartisipasi dalam 2. Meningkatkan perasaan


asuhan Berbagi
3. Anjurkan dan berikan kesempatan pada pasien 3.membuat perasaan terbuka dan bekerja sama
untuk mengajukan pertanyaan dan menyatakan Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
masalah sehari-hari

4. Singkirkan stimulus yang berlebihan 4. memberi lingkungan yang lebih tenang

5. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, 5. pengalihan perhatian selama episode asma
imajinasi terbimbing dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan

6. Informasikan tentang perawatan, dan pengobatan 6. menurunkan rasa takut dan kehilangan control
akan dirinya
7. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk
kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih 7. Membantu klien mengalami efek fisiologi
lambat dan dalam. hipoksia, yang dapat dimanifestasikansebagai
ketakutan/ansietas.
8. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor
dismenore. 8. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap
9. Kolaborasi dengan psikiatri rencana teraupetik. membantu mengatasi masalah
pada pasien yang kronis dan koping maladaftif
10. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin keamanan. 9. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

10. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat


mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

Anda mungkin juga menyukai