Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DISNMINORE”

Dosen Pengampu: Ns. Heny Prasetyorini.,M.Kep.

Di susun Oleh Kelompok 2:


1. AHMAD NURUL SUBKHAN NIM 2127001
2. AKA PRAVITA SEPTIANA NIM 2127002
3. ASEP SUNATA NIM 2127005
4. FEBRI ABDUL RIADI NIM 2127009
5. FITRIAH SUKAISIH NIM 2127012
6. KISTIA RITA SANTI NIM 2127015
7. MELA NIM 2127021

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. A. Latar Belakang
Setiap wanita dalam usia subur setiap bulannya akan mengalami
menstruasi. Menstruasi sebagai hal yang melekat pada seorang wanita
yang merupakan suatu hal yang sangat wajar, dan ini merupakan salah
satu tanda bagi seorang wanita merupakan suatu hal yang sangat wajar,
dan merupakan salah satu tanda bagi seorng wanita telah memasuki
masa pubertas. Hamper seluruh perempuan di dunia merasakan nyeri
haid dengan berbagai tingkatan, mulai dari sekedar pegal-pegal
diseputaran panggul dan sisi dalam hingga rasa nyeri yang luar biasa
sakitnya. Rasa nyeri haid atau yang disebut dismenore banyak dialami
oleh banyak wanita.
Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Rata-rata lebih
dari 50% perempuan disetiap negara mengalami dismenor. Di Amerika
angkapresentasenya sekitar 60% dan 10- 15% di Swedia. Angka
kejadian dismenore di Indonesia sendiri mencapai 60-70% (ANNA,
2005) dalam Puspitasari dan Novia (2008).
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana
yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan
fungsional sesuai tujuan melakukan olahraga. Olahraga memiliki
banyak fungsi dan tujuan bagi tubuh, oleh karena itu, olahraga harus
memiliki takaran yang pas, sebab telah dipahami bahwa tidak semua
olahraga akan memberikan efek positif bagi kaum wanita. Pada wanita
yang aktif secara fisik dilaporkan kurang terjadinya dismenore. Wanita
yang berolahraga sekurang- kurangnya satu kali seminggu dapat
menurunkan intensitas rasa nyeri dan ketidaknyamanan pada
bagian bawah abdominal.
Fenomena ini kemungkinan diinduksi oleh endorphin yang
dilepaskan disirkulasi selama olahraga (Erwin, 2007). Dapat
disimpulkan bahwa olahraga dapat mengurangi gejala dismenore.
Namun, hanya beberapa study yang telah meneliti efek latihan fisik
terhadap dismenore (Carrlberg, 2001).
Dari penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk mempelajari
lebih lanjut tentang dismenore dan konsep dasar menstruasi serta asuhan
keperawatan kepada pasien dismenore.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah mengenai konsep
dasar dismenore, serta bagaimana asuhan keperawatan klien dengan
dismenore.

C. Tujuan
1. Menjelaskan konsep dasar dismenore
2. Menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan kepada klien dengan
dismenore

D. Manfaat
1. Mengetahui dan memahami konsep dasar dismenore
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan kepada klien dengan
dismenore
BAB II

KONSEP DASAR DISMENORE

A. Definisi Dismenore
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh
kejang otot uterus. Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah
bujur sangkar Michaelis . Nyeri dapat terasa sebelum dan sesudah haid.
Dapat bersifat kolik atau terus menerus.
Nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit.
Istilah dismenorea biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat dimana
penderita mengobati sendiri dengan analgesik atau sampai memeriksakan
diri ke dokter.
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga
memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara
hidup sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari. Patofisiologi
dismenore sampai saat ini masih belum jelas, tetapi akhir-akhir ini teori
prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada keadaan dismenore
kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan lainnya
yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan
wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal
itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, dimana
beberapa yang lain menderita rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas
sehari-hari. Dismenore dikelompokkan sebagai dismenore primer saat tidak
ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat ada kelainan
jelas yang menyebabkannya. Wanita yang tidak berovulasi cenderung untuk
tidak menderita kram menstruasi; hal ini sering terjadi pada mereka yang
baru saja mulai menstruasi atau mereka yang menggunakan pil KB.
Kelahiran bayi sering merubah gejala- gejala menstruasi seorang wanita,
dan sering menjadi lebih baik.
Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian
hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan
pekerjaannya untuk beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak,
1997). Ada 2 jenis dismenorea, yaitu dismenorea primer dan dismenorea
sekunder. Pembagian dismenorea menurut Sunaryo (1989) adalah sebagai
berikut : pertama dismenorea primer atau esensial, intrinsik, idiopatik, yang
pada jenis ini tidak ditemukan atau didapati adanya kelainan ginekologik
yang nyata; yang kedua dismenorea sekunder atau ekstrinsik, yaitu rasa
nyerinya disebabkan karena adanya kelainan pada daerah pelvis, misalnya
endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya
IUD.
Menurut Huffman (1968) menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri
pada remaja hampir semuanya disebabkan dismenorea primer. Dismenorea
primer disebabkan karena gangguan keseimbangan fungsional, bukan
karena penyakit organik pelvis, sedangkan dismenorea sekunder
berhubungan dengan kelainan organik di pelvis yang terjadi pada masa
remaja.

B. Klasifikasi Dismenore
Dismenore terbagi menjadi 2, yaitu dismenore primer dan dismenore
sekunder :
1. Dismenore primer terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya dari
bulan ke-6 sampai tahun ke-2 setelah menarke. Dismenore ini seringkali
hilang saat berusia 25thn atau setelah wanita hamil dan melahirkan
pervaginam. Faktor psikogenik dapat mempengaruhi gejala, tetapi
gejala pasti berhubungan dengan ovulasi dan tidak terjadi saat ovulasi
disupresi. Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya,
prostaglandin F2 alfa (PGF2a) disekresi. Pelepasan PGF2a
yang berlebihan meningkatkan amplitude dan frekuensi reaksiuterus
dan menyebabkan vesospasme arteriol uterus, sehingga menyebabkan
iskemia dan kram abdomen bawah yang bersifat siklik. Respon
sistemik terhadap PGF2a meliputi nyeri punggung, kelemahan,
mengeluarkan keringat, gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah,
diare) dan gejala system saraf pusat (pusing, sinkop, nyeri kepala, dan
konsentrasi buruk) (Heitkemper,dkk 1991). Penyebab pelepasan
prostaglandin yang berlebihan belum diketahui.
2. Dismenore sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organic, seperti
endometriosis, penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma
ovarium atau uterus dan polip uterus. IUD juga dapat menyebabkan
dismenore sekunder. Dismenore sekunder dapat disalah artikan sebagai
dismenore primer aatau dapat rancu dengan komplikasi kehamilan dini.
Pada kasus pemeriksaan pelvis abnormal dibutuhkan evaluasi
selanjutnya untuk menentukan diagnosis. Dismenore dapat timbul pada
perempuan dengan menometroragia yang meningkat. Evaluasi yang
hati-hati harus dilakukan untuk mencari kelainan dalam kavum uteri
atau pelvis yang dapat menimbulkan kedua gejala tersebut.
Histeroskopi, histerosalpingogram (HSG), sonogram transvaginal
(TSV), dan laproskopi, semuanya dapat digunakan untuk evaluas i.
Pengobatak ditujukan untuk memperbaiki keadaan yang mendasarinya.

C. Etiologi
1. Dismenore Primer
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik
miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri
yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri
spasmodik di sisi medial paha. Penyebab Dismenore Primer
a. Faktor endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum.
Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron menghambat
atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen
merangsang kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organik
Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis
servikalis, mioma submukosum bertangkai, polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya
tempat berteduh, konflik dengan kewanitaannya, dan imaturitas.
d. Faktor konstitusi
Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi
timbulnya dismenorea.
e. Faktor alergi
Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut
riset, ada asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan
asma bronkiale.

2. Dismenore sekunder mungkin di sebabkan oleh kondisi berikut :


a. Endometriosis
b. Polip atau fibroid uterus
c. Penyakit radang panggul
d. Perdarahan uterus disfungsional
e. Prolaps uterus
f. Maladaptasi pemakaian AKDR
g. Produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abotus spontan, abortus
terapeutik atau melahirkan.
h. Kanker ovarium atau uterus.

D. Pathofisiologi
1. Dismenore primer
(primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama
setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur
(regular ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan. Selama menstruasi,
sel-sel endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial cells)
melepaskan prostaglandin, yang menyebabkan iskemia uterus melalui
kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar
prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual
fluid) pada wanita dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea).
Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama
menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama. Riset terbaru
menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer adalah karena
prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan miometrium yang
kuat (a potentmyometrial stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di
endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap inhibitor
prostaglandin pada pasien dengan dismenorea mendukung pernyataan
bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin (prostaglandin
mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan
kontraksi uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan
penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin yang
meningkat ditemukan di cairan endometrium (endometrial fluid) wanita
dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa,
1992; Eden, 1998).

Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi


dari fase folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut
yang terjadi selama menstruasi (Speroff, 1997; Dambro, 1998).
Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan
progesterone pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus
miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan (Dawood, 1990).
Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi
sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah
leukotriene yang bermakna (significant) telah dipertunjukkan di
endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak berespon
terhadap pengobatan dengan antagonis prostaglandin (Demers, 1984;
Rees, 1987; Chegini, 1988; Sundell, 1990; Nigam, 1991). Hormon
pituitari posterior, vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas
miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri
(pain) pada penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979). Peranan
vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan
pelepasan prostaglandin.

2. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi
kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering
muncul di usia 20-an atau 30- an, setelah tahun-tahun normal, siklus
tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin
dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian
(by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic
pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk:
endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip
endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan penggunaan
peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device). Karim Anton
Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam
patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini
dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate
uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome

E. Gambaran Klinis
Menurut Harlow (1996), juga terdapat faktor-faktor risiko yang berhubungan
dengan terjadinya dismenorea yang berat (severe episodes of
dysmenorrhea) :
▪ Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)
▪ Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
▪ Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
▪ Merokok (smoking)
▪ Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
1. Dismenore Primer
a. Deskripsi perjalanan penyakit
1) Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian
tengah, bersifat spasmodis yang dapat menyebar ke punggung
atau paha bagian dalam.
2) Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelu
menstruasi, namun nyeri yang paling berat selama 24 jam
pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua.
3) Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti :
• Muntah
• Diare
• Sakit kepala
• Sinkop
• Nyeri kaki
b. Karakteristik dan faktor yang berkaitan :
1) Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah
menstruasi.
2) Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia
23- 27 tahun, lalu mulai mereda.
3) Umumnya terjadi pada wanita nulipara , kasus ini kerap
menuntun signifikasi setelah kelahiran anak.
4) Lebih sering terjadi pada wanita obesitas.
5) Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama.
6) Jarang terjadi pada atlet.
7) Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang
tidak teratur.
8) Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
9) Usia saat menstruasi pertama <12 tahun

2. Dismenore sekunder
a. Indikasi
1) Dismenore di mulai setelah usia 20 tahun
2) Nyeri berdifat unilateral.
b. Faktor yang berhubungan sebagai penyebab
1) PRP
• Awitan akut
• Dispraurenia
• Nyeri tekan asala palpasi dan saat bergerak
• Massa adneksia yang dapat teraba
2) Endometriosis
• Dispsreunia siklik
• Intensitas nyeri samakin meningkat sepanjang menstruasi
(tidak terjadi sebelum menstruasi dan tidak berakhior dalam
beberapa jam, seperti pada kasus dismenore primer).
• Nyeri yangh menetap bukannya kram dan mungkin spesifik
pada sisi lesi.
• Kadang di temukan nodul yang mungkin teraba selama
pemeriksaan.
3) Fibriliomioma dan polip uterus
• Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun
reproduksi dari npada dismenore primer.
• Disertai perubahan dalam aliran menstruasi.
• Nyeri kram
• Fibroleimioma yang dapat teraba
• Polip yang bisa atau menonjol pada serviks.
4) Prolaps uterus
• Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun-tahu
reproduktif dari pada dismenore primer.
• Lebih umum terjadi pada pasian multipara.
• Nyeri punggung awalnya di mulai saat pramenstruasi dan
menetap sepanjang menstruasi. Disertai disparunia dan
nyeri panggul yang dapata di pulihkan dengan posisi
terlentang, atau lutut-dada.
• Sistokel dan inkontennesia urine terjadi bersamaan. Tanda
gejala umum yang paling sering muncul yaitu :
▪ Nyeri pada daerah supra pubis seperti cram, menyebar
sampai area lumbrosacral.
▪ Sering disertai nausea, muntah
▪ Diare
▪ Kelelahan
▪ Nyeri kepala
▪ Emosi labil
Perbandingan gejala Dismenore Primer dengan Dismenore Sekunder :
1. Dismenore Primer
a. usia lebih muda
b. timbul segera setelah terjadinya siklus haid yang teratur
c. sering pada nulipara
d. nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
e. nyeri timbul mendahului haid, meningkat pada dan meningkat
bersamaan hari pertama dan kemudian dengan keluarnya darah haid
f. sering memberikan respons - sering memerlukan tindakan terhadap
pengobatan medika dakan operatif mentosa
g. sering disertai mual, muntah, - tidak diare, kelelahan dan nyeri
kepala

2. Dismenore Sekunder
a. usia lebih tua
b. tidak tentu
c. tidak berhubungan dengan paritas
d. nyeri terus-menerus
e. nyeri mulai pada saat haid menghilang bersamaan haid dengan
keluarnya darah haid.

Perbedaan antara dismenore primer dan sekunder menurut riwayat dan


pemeriksaan fisik.
1. Riwayat
a. Riwayat menstruasi
1) Awitan menarke
2) Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke
3) Frekuensi dan keteraturan siklus
4) Lama dan jumlah aliran menstruasi
5) Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.
b. Deskripsi nyeri
1) Awitan yang terkait dangan masa menstruasi
2) Rasa kram spasmodic atau menetap
3) Lokasi menyeluruh atau spesifik
4) Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
5) Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
6) Memburuk saat palpasi atau bergerak
c. Gejala yang berkaitan
1) Gejala ekstragenetalia
2) Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan
silus menstruasi.
d. Riwayat obstetri-paritas
e. Pemasangan AKDR
f. Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.

2. Pemeriksaan fisik
a. Pencatatan usia dan berat badan
b. Pemeriksaan speculum
1) Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
2) Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan
pemeriksaan sediaan basah.
3) Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila
perlu, berdasarkan riwayat pasien.
c. Pemeriksaan bimanual
1) Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
2) Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya
fibroid.
3) Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri
unilateral.
4) Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang penegakan
diagnosa bagi penderita Dismenorea atau mengatasi gejala yang timbul,
Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
organik dismenorea:
1. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2. Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan
ektopik.
4. Sedimentation rate.
5. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang
terbatas dalam mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai
prediktif negatifnya yang relatif rendah.
6. Laparoscopy
7. Hysteroscopy
8. Dilatation
9. Curettage
10. Biopsi Endomentrium

G. Penatalaksanaan
1. Dismenore primer
a. Latihan
1) Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang
2) Latihan menggoyangkan panggul
3) Latihan dengan posisi lutut di tekukkan ke dada, berbaring
telentang atau miring.
b. Panas
1) Buli-buli panas atau botol air panas yang di letakkan pada
punggung atau abdomen bagian bawah
2) Mandi air hangat atau sauna
c. Orgasme yang mampu menegakkan kongesti panggul.(peringatan :
hubungan seksual tanpa orgasme, dapat meningkatkan kongesti
panggul.
d. Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan prostaglandin
e. Pijat daerah punggung, kaki , atau betis.
f. Istirahat
g. Obat-obatan
1) Kontrasepsi oral menghambat ovulasi sehingga meredakan
gejala
2) Mirena atau progestasert AKDR dapat mencegah kram.
3) Obat pilhan adalah ibuprofen, 200-250 mg, diminum peroral
setiap 4-12 jam, tergantung dosis, namun tidak melebihi 600 mg
dalam 24jam.
4) Aleve (natrium naproksen) 200mg juga bisa di minum peroral
setiap 6 jam.
h. Terapi Komplementer
1) Biofeedback
2) Akupuntur
3) Meditasi
4) Black cohos

2. Dismenore sekunder
a. PRP
1) PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium,
atau peritonitis panggul.
2) Organisme yang kerap menjadi penyebab meliputi Neisseria
Gonnorrhoea dan C. thrachomatis, seperti bakteri gram
negative, anaerob, kelompok B streptokokus, dan mikoplasmata
genital. Lakukan kultur dengan benar.
3) Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat
diagnosis di tegakkan untuk mencegah kerusakan permanen
(mis, adhesi, sterilitas). Rekomendasi dari center for disease
control and prevention (CDC) adalah sebagai berikut :
a) Minum 400 mg oflaksasin per oral 2 kali/hari selama 14
hahri, di tambah 500 mg flagyl 2 kali/hari selama 14 hari.
b) Berikan 250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g
probenesid peroral di tambah 100 mg doksisiklin per oral, 2
kali/ hari selama 14 hari.
c) Untuk kasus yang serius konsultasikan dengan dokter
spesialis mengenai kemungkinan pasien di rawat inap untuk
di berikan antibiotic per IV.
4) Meskipun efek pelepasan AKDR pada respons pasien terhadap
terpi masih belum di ketahui, pelepasan AKDR di anjurkan.
b. Endometriosis
1) Diagnosis yang jelas perlu di tegakkan melalui laparoskopi
2) Pasien mungkin di obati dengan pil KB, lupron, atau obat-obatan
lain sesuai anjuran dokter.
c. Fibroid dan polip uterus
1) Polip serviks harus di angkat
2) Pasien yang mengalami fibroleomioma uterus simtomatik harus
di rujuk ke dokter.
d. Prolaps uterus
1) Terapi definitive termasuk histerektomi
2) Sistokel dan inkonmtenensia strees urine yang terjadi bersamaan
dapat di ringankan dengan beberapa cara berikut :
a) Latihan kegel
b) Peralatan pessary dan introl untuk reposisi dan mengangkat
kandung kemih.

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DISMENORE

A. Pengkajian
1. Riwayat
a. Riwayat menstruasi
1) Awitan menarke
2) Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke
3) Frekuensi dan keteraturan siklus
4) Lama dan jumlah aliran menstruasi
5) Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran
menstruasi.
b. Deskripsi nyeri
1) Awitan yang terkait dangan masa menstruasi
2) Rasa kram spasmodic atau menetap
3) Lokasi menyeluruh atau spesifik
4) Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
5) Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
6) Memburuk saat palpasi atau bergerak
c. Gejala yang berkaitan
1) Gejala ekstragenetalia
2) Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan
silus menstruasi.
d. Riwayat obstetri-paritas
e. Pemasangan AKDR
f. Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore
sekunder.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pencatatan usia dan berat badan
b. Pemeriksaan speculum
1) Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
2) Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan
pemeriksaan sediaan basah.
3) Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu,
berdasarkan riwayat pasien.
c. Pemeriksaan bimanual
1) Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
2) Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.
3) Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral.
4) Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

B. Diagnosa
1. Nyeri Akut b.d dismenore. (D.0077)
2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan . (D0055)
3. Ansietas b.d kurang terpapar informasi. (D.0080)
4. Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi (D.0111

C. Intervensi
SDKI SLKI SIKI

Nyeri Akut b.d dismenore. (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (I.08238)
3x24 jam
Gejala dan Tanda Mayor Observasi
diharapkan nyeri menurun (L.08066)
Subjektif: (tidak tersedia) • Identifikasi local,
dengan kriteria hasil:
Objektif: karakteristik,durasi,frekuensi,
Tingkat Nyeri
- Tampak meringis kualitas, intensitas nyeri,.
- Bersikap protektif (mis. Waspada, - Keluhan nyeri menurun
• Identifikasi nyeri.
posisi menghindari nyeri) - Gelisah menurun
- Gelisah - Meringis menurun • Identifikasi respon nyeri non

- Frekuensi nadi meningkat - Kesulitan tidur menurun verbal.


- Sulit tidur - Pola tidur membaik
• Identifikasi factor yang
Kontrol Nyeri
memperberat dan memperingan
Gejala dan Tanda Minor - Kemampuan mengunakan teknik
non-farmakologis meningkat nyeri
Subjektif: (tidak tersedia)
- Dukungan orang terdekat
• Monitor efek samping
Objektif: meningkat
penggunaan analgetik.
- Tekanan darah meningkat - Pengunaan analgetik menurun

- Pola napas berubah


- Nafsu makan berubah Penyembuhan luka Terapeutik
- Proses berpikir terganggu
- Pembentukan jaringan parut • Berikan teknik nonfarmakologis
- Menarik diri
menurun.
- Berfokus pada diri sendiri untuk mengurangi rasa nyeri
- Peradangan luka menurun
- Diaphoresis (mis.tarik napas dalam, kompres
- Peningkatan suhu kulit
- Infeksi menurun hanagat/dingin).

• Kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri .

• Fasilitasi istirahat dan tidur.

• Pertimbangkan jenis dan sumber

nyeri dalam pemilihan strategy

meredakan nyeri.

• Jelaskan penyebab, periode, dan

pemicu nyeri.

• Jelaskan strategi meredakan


nyeri.

• Anjurkan memonitor nyeri

secara mandiri.

• Anjurkan mengunakan analgetik

secara tepat.

• Ajarkan teknik nonfarmakologis

untuk mengurangi nyeri.

Kolaborasi

• Kolaborasi pemberian analgetik

Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan . Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Energi (I.05178)
(D0055) selama 3 x24 jam kunjungan maka
Observasi
toleransi aktivitas meningkat (L.05047)
• Identifikasi gangguan fungsi tubuh
dengan Kriteria Hasil:
Gejala dan Tanda Mayor yang mengakibatkan kelelahan
1. Kemudahan dalam melakukan aktvitas
• Monitor kelelahan fisik dan
Subjektif sehari-hari cukup meningkat
emosional
1. Mengeluh lelah 2. tekanan darah cukup membaik • Monitor pola tidur

Objektif
3. Perasaan lemah cukup menurun • Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
1. frekuensi jantung meningkat >20% melakukan aktivitas
dari kondisi sehat Terapeutik

Gejala dan Tanda Minor • Sediakan lingkungan nyaman


dan rendah stimulus (mis
Subjektif cahaya.suara, kunjungan)

• Lakukan gerak rentang pasif


1. Dispnea saat/setelah aktivitas
atau aktif
2. Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas • Berikan aktivitas distraksi yang
3. Merasa lemah menenangkan

Objektif • Fasilitas duduk di sisi tempat


tidur ,jika tidak dapat berpindah
1. Tekanan darah berubah >20% dari atau berjalan
kondisi istirahat
Edukasi
2. Gambaran EKG menunjukan aritmia • Anjurkan tirah baring
saat/setelah aktivitas
• Anjurkan melakukan
3. Gambaran EKG menunjukan iskemia
aktivitas bertahap
4. Sianosis
• Anjurkan menghubungi
perawat jika tan da dan
gejala kelelahan tidak
berkurang

Ansietas b/d kurang terpapar informasi. Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Reduksi Ansietas (I.09314)
(D.0080) diharapkan Tingkat ansietas menurun
Observasi
(L.09093) dengan kriteria hasil :
Gejala dan Tanda Mayor. 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
- verbalisasi kebingungan menurun (skor
berubah
5)
Subjektif. 2. identifikasi kemampuan mengambil
- verbalisasi khawatir akibat kondisi yang
keputusan
dihadapi menurun (skor 5)
1. Merasa bingung. 3. monitor tanda-tanda ansietas
- prilaku gelisah menurun (skor 5)
2. Merasa khawatir dengan akibat.
- konsentrasi membaik (skor 5) Teraupetik
3. Sulit berkonsenstrasi.
- perasaan keberdayaan membaik (skor5) 1. ciptakan suasana teraupetik untuk
- kontak mata membaik (skor5) menumbuhkan kepercayaan
Objektif. 2. temani pasien untuk mengurangi
kecemasan
1. Tampak gelisah. 3. pahami situasi yang membuat ansietas
2. Tampak tegang. 4. gunakan pendekatan yang tenang dan
3. Sulit tidur meyakinan
5. diskusikan perencanaan realistis
Gejala dan Tanda Minor.
tentang peristiwa yang akan datang

Subjektif. Edukasi

1. informasikan secara factual mengenai


1. Mengeluh pusing.
diagnosis, pengobatan dan prognosis
2. Anoreksia.
2. anjurkan keluarga tetap Bersama
3. Palpitasi.
pasien
4. Merasa tidak berdaya.
3. latih kegiatan pengalihan yang
mengurangi ketegangan
Objekif.
Kolaborasi
1. Frekuensi napas meningkat.
Kolaborasi pemberian obat ansietas
2. Frekuensi nadi meningkat.
3. Tekanan darah meningkat.
4. Diaforesis.
5. Tremor
6. Muka tampak pucat.
7. Suara bergetar.
8. Kontak mata buruk.
9. Sering berkemih.
10. Berorientasi pada masa lalu.

Defisit Pengetahuan b.d. kurang terpapar Tingkat Pengetahuan Edukasi kesehatan


informasi (D.0111) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
Observasi
keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat
Gejala dan Tanda Mayor - Identifikasi kesiapan dan
pengetahuan membaik
Kriteria hasil: kemampuan menerima informasi
Subjektif - Identifikasi factor-faktor yang dapat
1. Perilaku seusai anjuran meningkat (5)
2. Kemampuan menjelaskan meningkatkan dan menurunkan
• (tidak tersedia)
pengetahuan suatu topic meningkat (5) motivasi perilaku hidup bersih dan

3. Pertanyaan tentang masalah yang sehat


Objektif
dihadapi meningkat (1) Terapeutik
1. Menunjukan perilaku tidak sesuai 4. Persepsi yang keliru terhdapa masalah
- Sediakan materi dan media
anjuran menurun (1)
pendidikan kesehatan
2. Menunjikan presepsi yang keliru 5. Menjalani pemeriksaan yang tidak - Jadwalkan pendidikan kesehatan
terhadap masalah tepat menurun (1) sesuai kesepakatan
6. Perilaku menurun (5) - Berikan kesempatan untuk bertanya
Gejala dan Tanda Minor
Edukasi

1. Menjalani pemeriksaan yang tepat - Jelaskan factor resiko yang dapat


2. Menunjikan perilaku berlebihan (mis. mempengaruhi kesehatan
apatis, bermusuhan, agitasi,histeria) - Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
- Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
1.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada pengkajian gangguan reproduksi dismenore didapatkan data objektif.
Data subjektif diperleh dari wawancara dengan pasien dimana pasien mengeluh
bahwa nyeri pada perut bagian bawah, sehingga mengganggu aktifitas pasien.
Setelah diberikan asuhan keperawatan dan diberikan terapi obat peroral dan terapi
non farmakologis klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawahnya
berkurang dan pasien dapat beraktifitas kembali.

B. Saran
Agar lebih meningkatkan dan mengembangkan lagi pengetahuan
tentang menstruasi terutama dismenore sehingga kedepannya dapat memberikan
asuhan yang komprehensif dan meningkatkan pelayanan keperawatan yang
professional dan berkualitas.
Agar meningkatkan wawasan dalam bidang penelitian dan mampu
mengaplikasikan ilmu dalam penanganan dan tindakan keperawatan serta teori
yang telah didapat bisa lebih baik dari peneliti
Agar masyarakat dapat mengetahui dan memahami tentang menstruasi,
dismenore, dan pencegahan yang dapat dilakukan ketika terjadi dismenore.

Anda mungkin juga menyukai