Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ( LP )

DISMENOREA ( NYERI SELAMA MENSTRUASI )

Dosen Pembimbing : Dr. Sri Handayani, S.Kep, Ns, M.Kes

Disusun Oleh :
Taufik Dwi Andrianto (191100414)

S-1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KONSEP DASAR DISMENORE

A. Defenisi Dismenore
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh kejang otot
uterus. Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah bujur sangkar
Michaelis . Nyeri dapat terasa sebelum dan sesudah haid. Dapat bersifat kolik atau terus
menerus. Nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Istilah
dismenorea biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat dimana penderita mengobati
sendiri dengan analgesik atau sampai memeriksakan diri ke dokter.
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa
penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari untuk
beberapa jam atau beberapa hari. Patofisiologi dismenore sampai saat ini masih belum
jelas, tetapi akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada
keadaan dismenore kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan
lainnya yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan
wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal itu muncul
dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, dimana beberapa yang lain menderita
rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari-hari. Dismenore dikelompokkan
sebagai dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore
sekunder saat ada kelainan jelas yang menyebabkannya. Wanita yang tidak berovulasi
cenderung untuk tidak menderita kram menstruasi; hal ini sering terjadi pada mereka
yang baru saja mulai menstruasi atau mereka yang menggunakan pil KB. Kelahiran bayi
sering merubah gejala-gejala menstruasi seorang wanita, dan sering menjadi lebih baik.
Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian
hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya
untuk beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1997). Ada 2 jenis dismenorea,
yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Pembagian dismenorea menurut
Sunaryo (1989) adalah sebagai berikut : pertama dismenorea primer atau esensial,
intrinsik, idiopatik, yang pada jenis ini tidak ditemukan atau didapati adanya kelainan
ginekologik yang nyata; yang kedua dismenorea sekunder atau ekstrinsik, yaitu rasa
nyerinya disebabkan karena adanya kelainan pada daerah pelvis, misalnya endometriosis,
mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya IUD.
Menurut Huffman (1968) menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja
hampir semuanya disebabkan dismenorea primer. Dismenorea primer disebabkan karena
gangguan keseimbangan fungsional, bukan karena penyakit organik pelvis, sedangkan
dismenorea sekunder berhubungan dengan kelainan organik di pelvis yang terjadi pada
masa remaja

B. Klasifikasi Dismenore
Dismenore terbagi menjadi 2 , yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder :
a. Desminore primer
terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya dari bulan ke-6 sampai tahun
ke-2 setelah menarke. Desminore ini seringkali hilang saat berusia 25thn atau
setelah wanita hamil dan melahirkan pervaginam. Faktor psikogenik dapat
mempengaruhi gejala, tetapi gejala pasti berhubungan dengan ovulasi dan tidak
terjadi saat ovulasi disupresi. Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya,
prostaglandin F2 alfa (PGF2α) disekresi.
Pelepasan PGF2α yang berlebihan meningkatkan amplitude dan frekuensi
reaksiuterus dan menyebabkan vesospasme arteriol uterus, sehingga menyebabkan
iskemia dan kram abdomen bawah yang bersifak siklik. Respon sistemik terhadap
PGF2α meliputi nyeri punggung , kelemahan, mengeluarkan keringat, gejala
saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, diare) dan gejala system saraf pusat
(pusing, sinkop, nyeri kepala, dan konsentrasi buruk) (Heitkemper,dkk 1991).
Penyebab pelepasan prostaglandin yang berlebihan belum diketahui.

b. Desminore sekunder
dikaitkan dengan penyakit pelvis organic, seperti endometriosis, penyakit
radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau uterus dan polip uterus.
IUD juga dapat menyebabkan desminore sekunder. Desminore sekunder dapat
disalah artikan sebagai desminore primer aatau dapat rancu dengan komplikasi
kehamilan dini. Pada kasus pemeriksaan pelvis abnormal dibutuhkan evaluasi
selanjutnya untuk menentukan diagnosis.
Desminore dapat timbul pada perempuan dengan menometroragia yang
meningkat. Evaluasi yang hati-hati harus dilakukan untuk mencari kelainan dalam
kavum uteri atau pelvis yang dapat menimbulkan kedua gejala tersebut.
Histeroskopi, histerosalpingogram (HSG), sonogram transvaginal (TSV), dan
laproskopi, semuanya dapat digunakan untuk evaluasi. Pengobatak ditujukan
untuk memperbaiki keadaan yang mendasarinya.
C. ETIOLOGI
a. Dismenore Primer
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang
menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di
perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Penyebab Dismenore Primer :
a. Faktor endokrin Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus
luteum. Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron menghambat atau
mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang
kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organik Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi
kanalis servikalis, mioma submukosum bertangkai, polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis Seperti: rasa bersalah, ketakutan
seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan
kewanitaannya, dan imaturitas.
d. Faktor konstitusi Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat
memengaruhi timbulnya dismenorea.
e. Faktor alergi Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid.
Menurut riset, ada asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma
bronkiale. b. Dismenore sekunder mungkin di sebabkan oleh kondisi berikut :
1. Endometriosis
2. Polip atau fibroid uterus
3. Penyakit radang panggul
4. Perdarahan uterus disfungsional
5. Prolaps uterus
6. Maladaptasi pemakaian AKDR
7. Produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abotus spontan, abortus
terauputik, atau ,melahirkan.
8. Kanker ovarium atau uterus.
D. PATOFISIOLOGI
1. Dismenorea primer
Dismenorea primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan
pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular
ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang
terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang
menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi.
Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual
fluid) pada wanita dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini
memang meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga
memiliki peran yang sama. Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea
primer adalah karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan miometrium
yang kuat (a potent myometrial stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di
endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap inhibitor prostaglandin
pada pasien dengan dismenorea mendukung pernyataan bahwa dismenorea
diperantarai oleh prostaglandin (prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat
menghubungkan dismenorea dengan kontraksi uterus yang memanjang (prolonged
uterine contractions) dan penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin
yang meningkat ditemukan di cairan endometrium (endometrial fluid) wanita dengan
dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa, 1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase
folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama
menstruasi (Speroff, 1997; Dambro, 1998). Peningkatan prostaglandin di
endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada akhir fase luteal
menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan
(Dawood, 1990). Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi
sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah leukotriene
yang bermakna (significant) telah dipertunjukkan di endometrium wanita dengan
dismenorea primer yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan antagonis
prostaglandin (Demers, 1984; Rees, 1987; Chegini, 1988; Sundell, 1990; Nigam,
1991). Hormon pituitari posterior, vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas
miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain) pada
penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979). Peranan vasopressin di endometrium
dapat berhubungan dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin.

2. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja
setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-
an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles).
Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara
pengertian (by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic
pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk: endometriosis,
leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflammatory
disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device). Karim
Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis
dismenorea sekunder.
Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan
dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
E. GAMBARAN KLINIS
Menurut Harlow (1996), juga terdapat faktor-faktor risiko yang berhubungan
dengan terjadinya dismenorea yang berat (severe episodes of dysmenorrhea) :
1. Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)
2. Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
3. Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
4. Merokok (smoking)
5. Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
A. Dismenore Primer
1. Deskripsi perjalanan penyakit
a. Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah,
bersifat spasmodis yang dapat menyebar ke punggung atau paha bagian dalam.
b. Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelu menstruasi, namun
nyeri yang paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada
hari kedua.
c. Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti :
 Muntah
 Diare
 Sakit kepala
 Sinkop
 Nyeri kaki
2. Karakteristik dan faktor yang berkaitan :
a. Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah menstruasi.
b. Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia 23- 27
tahun, lalu mulai mereda.
c. Umumnya terjadi pada wanita nulipara , kasus ini kerap menuntun
signifikasi setelah kelahiran anak.
d. Lebih sering terjadi pada wanita obesitas.
e. Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama.
f. Jarang terjadi pada atlet.
g. Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak
teratur.
h. Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
i. Usia saat menstruasi pertama <12 tahun

B. Dismenore sekunder
1. Indikasi
a. Dismenore di mulai setelah usia 20 tahun
b. Nyeri berdifat unilateral.
2. Faktor yang berhubungan sebagai penyebab
a. PRP
 Awitan akut
 Dispraurenia
 Nyeri tekan asala palpasi dan saat bergerak
 Massa adneksia yang dapat teraba
b. Endometriosis
 Dispsreunia siklik
 Intensitas nyeri samakin meningkat sepanjang menstruasi (tidak terjadi
sebelum menstruasi dan tidak berakhior dalam beberapa jam, seperti pada
kasus dismenore primer).
 Nyeri yangh menetap bukannya kram dan mungkin spesifik pada sisi lesi.
 Kadang di temukan nodul yang mungkin teraba selama pemeriksaan.
c. Fibriliomioma dan polip uterus
 Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun reproduksi dari npada
dismenore primer.
 Disertai perubahan dalam aliran menstruasi.
 Nyeri kram
 Fibroleimioma yang dapat teraba
 Polip yang bisa atau menonjol pada serviks.
d. Prolaps uterus
 Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun-tahu reproduktif dari
pada dismenore primer.
 Lebih umum terjadi pada pasian multipara.
 Nyeri punggung awalnya di mulai saat pramenstruasi dan menetap
sepanjang menstruasi.
 Disertai disparunia dan nyeri panggul yang dapata di pulihkan dengan
posisi terlentang, atau lutut-dada.
 Sistokel dan inkontennesia urine terjadi bersamaan.
Tanda gejala umum yang paling sering muncul yaitu :
 Nyeri pada daerah supra pubis seperti cram, menyebar sampai area
lumbrosacral.
 Sering disertai nausea, muntah
 Diare
 Kelelahan
 Nyeri kepala
 Emosi labil

Perbandingan gejala Dismenore Primer dengan Dismenore Sekunder :


1. Dismenore Primer
 usia lebih muda
 timbul segera setelah terjadinya siklus haid yang teratur
 sering pada nulipara
 nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
 nyeri timbul mendahului haid, meningkat pada dan meningkat bersamaan hari
pertama dan kemudian dengan keluarnya darah haid
 sering memberikan respons - sering memerlukan tindakan terhadap
pengobatan medika dakan operatif mentosa
 sering disertai mual, muntah, - tidak diare, kelelahan dan nyeri kepala
2. Dismenore Sekunder
 usia lebih tua
 tidak tentu
 tidak berhubungan dengan paritas
 nyeri terus-menerus
 nyeri mulai pada saat haid menghilang bersamaan haid dengan keluarnya
darah haid.
F. PERBEDAAN ANTARA DISMENORE PRIMER DAN SEKUNDER
BERDASARKAN RIWAYAT PEMERIKSAAN FISIK
1. Riwayat
a. Riwayat menstruasi
 Awitan menarke
 Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke
 Frekuensi dan keteraturan siklus
 Lama dan jumlah aliran menstruasi
 Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.
b. Deskripsi nyeri
 Awitan yang terkait dangan masa menstruasi
 Rasa kram spasmodic atau menetap
 Lokasi menyeluruh atau spesifik
 Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
 Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
 Memburuk saat palpasi atau bergerak
c. Gejala yang berkaitan
 Gejala ekstragenetalia
 Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan silus
menstruasi.
d. Riwayat obstetri-paritas
e. Pemasangan AKDR
f. Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pencatatan usia dan berat badan
b. Pemeriksaan speculum
 Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
 Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan pemeriksaan
sediaan basah.
 Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu, berdasarkan
riwayat pasien.
c. Pemeriksaan bimanual
 Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
 Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.
 Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral.
 Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
menunjang penegakan diagnosa bagi penderita Dismenorea atau mengatasi gejala yang
timbul, Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik
dismenorea:
1. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2. Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan ektopik.
4. Sedimentation rate.
5. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas dalam
mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif negatifnya yang relatif
rendah.
6. Laparoscopy
7. Hysteroscopy
8. Dilatation
9. Curettage
10. Biopsi Endomentrium

H. PENATALAKSANAAN
A. Dismenore primer
1. Latihan
a. Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang
b. Latihan menggoyangkan panggul
c. Latihan dengan posisi lutut di tekukkan ke dada, berbaring telentang atau
miring.
2. Panas
a. Buli-buli panas atau botol air panas yang di letakkan pada punggung atau
abdomen bagian bawah
b. Mandi air hangat atau sauna
3. Orgasme yang mampu menegakkan kongesti panggul.(peringatan : hubungan
seksual tanpa orgasme, dapat meningkatkan kongesti panggul.
4. Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan prostaglandin
5. Pijat daerah punggung, kaki , atau betis.
6. Istirahat
7. Obat-obatan
a. Kontrasepsi oral menghambat ovulasi sehingga meredakan gejala
b. Mirena atau progestasert AKDR dapat mencegah kram.
c. Obat pilhan adalah ibuprofen, 200-250 mg, diminum peroral setiap 4-12
jam, tergantung dosis, namun tidak melebihi 600 mg dalam 24jam.
d. Aleve (natrium naproksen) 200mg juga bisa di minum peroral setiap 6 jam.
8. Terapi Komplementer
a. Biofeedback
b. Akupuntur
c. Meditasi
d. Black cohos
B. Dismenore sekunder
1. PRP
a. PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium, atau peritonitis
panggul.
b. Organisme yang kerap menjadi penyebab meliputi Neisseria Gonnorrhoea dan C.
thrachomatis, seperti bakteri gram negative, anaerob, kelompok B streptokokus, dan
mikoplasmata genital. Lakukan kultur dengan benar.
c. Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat diagnosis di tegakkan
untuk mencegah kerusakan permanen (mis, adhesi, sterilitas). Rekomendasi dari
center for disease control and prevention (CDC) adalah sebagai berikut : · Minum 400
mg oflaksasin per oral 2 kali/hari selama 14 hahri, di tambah 500 mg flagyl 2 kali/hari
selama 14 hari. · Berikan 250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g probenesid
peroral di tambah 100 mg doksisiklin per oral , 2 kali/ hari selama 14 hari. · Untuk
kasus yang serius konsultasikan dengan dokter spesialis mengenai kemungkinan
pasien di rawat inap untuk di berikan antibiotic pe IV.
d. Meskipun efek pelepasan AKDR pada respons pasien terhadap terpi masih belum
di ketahui, pelepasan AKDR di anjurkan.
2. Endometriosis
a. Diagnosis yang jelas perlu di tegakkan melalui laparoskopi
b. Pasien mungkin di obati dengan pil KB, lupron, atau obat-obatan lain sesuai
anjuran dokter.
3. Fibroid dan polip uterus
a. Polip serviks harus di angkat
b. Pasien yang mengalami fibroleomioma uterus simtomatik harus di rujuk ke
dokter.
4. Prolaps uterus
a. Terapi definitive termasuk histerektomi
b. Sistokel dan inkonmtenensia strees urine yang terjadi bersamaan dapat di
ringankan dengan beberapa cara latihan kegel, peralatan pessary dan introl
untuk repososi dan mengangkat kandung kemih.

Anda mungkin juga menyukai