Anda di halaman 1dari 16

Makalah Keperawatan Maternitas ll

Askep Dismenorea

Oleh:

1. Aulia Indah Pramesti (18301043)


2. Resti Julita (18301064)
3. Siti Muthmainah (18301070)

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN


STIKes PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2020
MATERI

1.1 Definisi Dismenorea

Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh


kejang otot uterus. Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah
bujur sangkar Michaelis . Nyeri dapat terasa sebelum dan sesudah haid.
Dapat  bersifat kolik atau terus menerus. Nyeri haid yang merupakan suatu
gejala dan bukan suatu penyakit. Istilah dismenorea biasa dipakai untuk nyeri
haid yang cukup berat dimana penderita mengobati sendiri dengan analgesik
atau sampai memeriksakan diri ke dokter.
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga
memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara
hidup sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari. Patofisiologi
dismenore sampai saat ini masih belum jelas, tetapi akhir-akhir ini teori
prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada keadaan dismenore
kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan lainnya
yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan
wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal
itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, dimana
beberapa yang lain menderita rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas
sehari-hari. Dismenore dikelompokkan sebagai dismenore primer saat tidak
ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat ada kelainan jelas
yang menyebabkannya.

1.2 Klasifikasi
Menurut Taber, 2000 Dismenore terbagi menjadi 2 , yaitu dismenore
primer dan dismenore sekunder :
1. Dismenore primer
Dismenore primer terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya
dari bulan ke-6 sampai tahun ke-2 setelah menarke. Desminore ini
seringkali hilang saat berusia 25thn atau setelah wanita hamil dan
melahirkan pervaginam. Faktor psikogenik dapat mempengaruhi gejala,
tetapi gejala pasti berhubungan dengan ovulasi dan tidak terjadi saat
ovulasi disupresi. Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya,
prostaglandin F2 alfa (PGF2α) disekresi. Pelepasan PGF2α yang
berlebihan meningkatkan amplitude dan frekuensi reaksiuterus dan
menyebabkan vesospasme arteriol uterus, sehingga menyebabkan iskemia
dan kram abdomen bawah yang bersifak siklik. Respon sistemik terhadap
PGF2α meliputi nyeri punggung , kelemahan, mengeluarkan keringat,
gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, diare) dan gejala system
saraf pusat  (pusing, sinkop, nyeri kepala, dan konsentrasi buruk)
(Heitkemper,dkk 1991). Penyebab pelepasan prostaglandin yang
berlebihan belum diketahui.
2. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organic,
seperti endometriosis, penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma
ovarium atau uterus dan polip uterus. IUD juga dapat menyebabkan
desminore sekunder. Dismenore sekunder dapat disalah artikan sebagai
desminore primer aatau dapat rancu dengan komplikasi kehamilan dini.
Pada kasus pemeriksaan pelvis abnormal dibutuhkan evaluasi selanjutnya
untuk menentukan diagnosis. Dismenore dapat timbul pada perempuan
dengan menometroragia yang meningkat. Evaluasi yang hati-hati harus
dilakukan untuk mencari kelainan dalam kavum uteri atau pelvis yang
dapat menimbulkan kedua gejala tersebut. Histeroskopi,
histerosalpingogram (HSG), sonogram transvaginal (TSV), dan
laproskopi, semuanya dapat digunakan untuk evaluasi. Pengobatak
ditujukan untuk memperbaiki keadaan yang mendasarinya.

1.3 Etiologi
Menurut Hanifa tahun 1999, faktor-faktor yang memegang peranan
dalam terjadinya dismenore yaitu diantaranya:
a. Dismenore Primer
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik
miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri
yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri
spasmodik di sisi medial paha. Penyebab Dismenore Primer antara lain :
1) Faktor kejiwaan
Pada gadia-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika
tidak mendapat penerangan yang baiktentang proses haid, akan mudah
timbul dismenoria.
2) Faktor konstitusi
Faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut diatas,
dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor
ini seperti: anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat
mempengaruhi timbulnya dismenore.
3) Faktor endokrin
Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada
dismenoria primer disebabkan noleh kontraksi uterus yang berlebihan.
Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan
kontraktilitas otot usus. Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase
korpus luteum. Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron
menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon
estrogen merangsang kontraktilitas uterus.
4) Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi
antaara dismenorea dengan urtikaria, migraine, atau asma bronkhiale.
Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid.
b. Dismenori sekunder
Dalam dismenore sekunder, etiologi yang mungkin terjadi adalah:
1) Faktor konstitusi
Seperti kista, tumor atau fibroid.
2) Anomali uterus konginental
Seperti : rahim yang terbalik.
3) Endometriosis
Penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan
endometrium di luar rongga rahim. Endometrium adalah jaringan yang
membatasi bagian dalam rahim. Saat siklus mentruasi, lapisan
endometrium ini akan bertambah sebagai  persiapan terjadinya
kehamilan. Bila kehamilan tidak terjadi, maka lapisan ini akan terlepas
dan dikeluarkan sebagai menstruasi.

1.4 Patofisiologi dan WOC


1. Patofisiologi
a. Dismenore primer ( primary dysmenorrhea)
Disebabkan karena kelebihan atau ketidak seimbangan dalam jumlah
sekresi prostaglandin (PG) dari endometrium saat menstruasi,
prostaglandin F2α (PGF2α) merupakan stimulan miometrium yang kuat
dan vasokonstriktor pada endometrium. Selama peluruhan endometrium,
sel-sel endometrium melepaskan PGF2α saat menstruasi dimulai. PGF2α
merangsang kontraksi miometrium, iskemia dan sensitisasi ujung saraf.
Dismenore terjadi karena kontraksi uterus yang berkepanjangan
sehingga terjadi penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar
prostaglandin meningkat ditemukan di cairan endometrium wanita
dengan dismenorea dan berhubungan lurus dengan derajat nyeri.
Peningkatan prostaglandin endometrium sebanyak 3 kali lipat terjadi
dari fase folikuler ke fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang
terjadi selama menstruasi. Peningkatan prostaglandin di endometrium
setelah penurunan  progesterone pada akhir fase luteal berakibat
peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan.
Leukotrien diketahui dapat meningkatkan sensitivitas serat nyeri di rahim.
Sejumlah besar leukotrien telah ditemukan dalam endometrium wanita
dengan dismenorea primer yang tidak merespon baik dengan  pengobatan
antagonis prostaglandin. Hormon hipofisis posterior vasopressin dapat
terlibat dalam hipersensitivitas miometrium, berkurangnya aliran darah
uterus, dan nyeri pada dismenorea primer. Peran Vasopresin dalam
endometrium mungkin terkait dengan sintesis dan pelepasan
prostaglandin. Vasokonstriksi menyebabkan iskemia dan telah diteliti
bahwa neuron nyeri tipe C dirangsang oleh metabolit anaerob yang
dihasilkan oleh endometrium iskemik dan dapat meningkatkan
sensitivitas nyeri.  b.
b. Dismenore Sekunder ( secondery dysmenorrhea)
Dapat terjadi kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun
paling sering muncul di usia 30-an atau 40-an, setelah tahun-tahun normal,
siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin
dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian
penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid),
adenomyosis, polip endometrium dan chronic  pelvic inflammatory
disease.
2. WOC

Ovulasi
Poliferasi
Endimetrium dan Posisi Rahim
Meluruh pd Siklus tidak Normal
Peningkatan Hormon Menstruasi
Progtaglandin
Progesteron Meningkat
Ukuran Rahim
Terlalu Kecil

Kerusakan Tumor
Konstraksi Miometrium Dismenore Primer
Jaringan
dan Pembuluh Darah
Uterus

Nyeri Penyakit lain:


TBC,anemia

Hipoksia Dismenore Dismenore


Sekunder

Udara terlalu
Nyeri Keluhan pada Seluruh dingin
Bagian Tubuh

Intoleransi Cemas dan


Nyeri Haid Tegang Ansietas
Aktivitas

Defisit perawatan
Kurang pengetahuan
diri
1.5 Manifestasi Klinis
Adapun menurut Reeder Martin 2011, tanda dan gejala dari dismenore
diantaranya:
a. Dismenore Primer
1. Deskripsi perjalanan penyakit
a) Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah,
bersifat spasmodis yang dapat menyebar ke punggung atau paha
bagian dalam.
b) Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelum menstruasi,
namun nyeri yang paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan
mereda pada hari kedua.
c) Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti : Muntah, diare, sakit
kepala, sinkop, dan nyeri kaki
2. Karakteristik dan faktor yang  berkaitan :
a) Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah menstruasi.
b) Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia 23- 27
tahun, lalu mulai mereda.
c) Umumnya terjadi pada wanita nulipara  , kasus ini kerap menuntun
signifikasi setelah kelahiran anak.
d) Lebih sering terjadi pada wanita obesitas.
e) Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama.
f) Jarang terjadi pada atlet.
g) Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak
teratur.
h) Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
i) Usia saat menstruasi pertama <12 tahun
b. Dismenore sekunder
1. Dismenore di mulai setelah usia 20 tahun
2. Nyeri berdifat unilateral.

3. Tanda gejala umum yang paling sering muncul yaitu :


a) Nyeri pada daerah supra pubis seperti cram, menyebar sampai area
lumbrosacral.
b) Sering disertai nausea, muntah
c) Diare
d) Kelelahan
e) Nyeri kepala
f) Emosi labil

1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemerikasaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan
untuk menunjang penegakan diagnosa bagi penderita Dismenorea atau
mengatasi gejala yang timbul, Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk
menyingkirkan penyebab organik dismenorea:
a. Pemeriksaan darah lengkap normal
b. Urinalisis normal
c. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted
diseases.
d. Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi
e. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan
ektopik.
f. Sedimentation rate.
g. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas
dalam mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif
negatifnya yang relatif rendah.
h. Laparoscopy. Laparoscopy adalah suatu proses pembedahan yang berguna
untuk melihat sejumlah kelainan, seperti infeksi, kista, fibroid, dan
perlengketan, di dalam organ perut atau panggul.
i. Hysteroscopy. Hysteroscopy adalah tindakan untuk diagnosis di mana
histeroskop akan digunakan untuk membuat visualisasi lapisan dinding
rahim. Tindakan ini biasanya dilakukan untuk memeriksa kondisi rahim,
saluran indung telur, serviks, jalur serviks, dan vagina dari tanda-tanda
tidak normal.
j. Dilatation.
k. Curettage
l. Biopsi Endomentrium

1.7 Penatalaksanaan Media dan Keperawatan

Adapun menurut Taber (2000), penataksanaan yang dapat dilakukan pada


dismenoria, yaitu diantaranya:

A. Dismenore primer
a. Latihan
1) Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang
2) Latihan menggoyangkan panggul
3) Latihan dengan posisi lutut di tekukkan ke dada, berbaring telentang
atau miring.
b. Panas
1) Buli-buli panas atau botol air panas yang di letakkan pada punggung
atau abdomen bagian bawah
2) Mandi air hangat atau sauna
c. Orgasme yang mampu menegakkan kongesti panggul.(peringatan  :
hubungan seksual tanpa orgasme, dapat meningkatkan kongesti
panggul.
d. Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan prostaglandin
e. Pijat daerah punggung, kaki , atau betis.
f. Istirahat
g. Obat-obatan
1) Kontrasepsi oral menghambat ovulasi sehingga meredakan gejala
2) Mirena atau progestasert AKDR dapat mencegah kram.
3) Obat pilhan adalah ibuprofen, 200-250 mg, diminum peroral setiap
4-12 jam, tergantung dosis, namun tidak melebihi 600 mg dalam
24jam.
4) Aleve (natrium naproksen) 200mg juga bisa di minum peroral
setiap 6 jam.
h. Terapi Komplementer
i. Biofeedback
j. Akupuntur
k. Meditasi
l. Black cohos

B. Dismenore sekunder
a. PRP
PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium, atau
peritonitis panggul. Organisme yang kerap menjadi penyebab meliputi
Neisseria Gonnorrhoea dan C. thrachomatis, seperti bakteri gram
negative, anaerob, kelompok B streptokokus, dan mikoplasmata genital.
Lakukan kultur dengan benar.
b. Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat diagnosis
di tegakkan untuk mencegah kerusakan permanen (mis, adhesi,
sterilitas). Rekomendasi dari center for disease control and prevention
(CDC) adalah sebagai berikut :
a) Minum 400 mg oflaksasin per oral 2 kali/hari selama 14 hahri, di
tambah 500 mg flagyl 2 kali/hari selama 14 hari.
b) Berikan 250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g
probenesid peroral di tambah 100 mg doksisiklin per oral , 2 kali/
hari selama 14 hari.
c) Untuk kasus yang serius konsultasikan dengan dokter spesialis
mengenai kemungkinan pasien di rawat inap untuk di berikan
antibiotic pe IV.
1.8 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

  1. Riwayat
a. Riwayat menstruasi
1) Frekuensi dan keteraturan siklus
2) Lama dan jumlah aliran menstruasi
3) Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.
b.   Deskripsi nyeri
Rasa kram spasmodic atau menetap
2) Lokasi menyeluruh atau spesifik
3) Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
4) Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
5) Memburuk saat palpasi atau bergerak
c.  Gejala yang berkaitan
Gejala ekstragenetalia
2) Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan
silus menstruasi
2.   Pemeriksaan fisik
a.   Pencatatan usia dan berat badan
b.   Pemeriksaan speculum
Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
2) Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan
pemeriksaan sediaan basah.
3) Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu,
berdasarkan riwayat pasien.
c.   Pemeriksaan bimanual
Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
2) Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya
fibroid.
3) Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri
unilateral.
4) Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

B. Diagnosa
1.      Nyeri akut b/d gangguan menstruasi (dismenore)
2.      Intoleransi aktifitas b/d kelemahan umum
3.      Ansietas b/d perubahan status kesehatan
4. Defisit perawatan diri b/d keletihan dan keparahan nyeri
5.      Kurang pengetahuan tentang proses terjadinya dismenore b/d kurang
informasi.

C. Intervensi
1. Dx: Nyeri akut b/d gangguan menstruasi (dismenore)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
pasien berkurang.
Kriteria hasil: - Nyeri berkurang/dapat diadaptasi
- Dapat mengindentifikasi aktivitas yang
meningkatkan/menurunkan nyeri
- skala nyeri ringan.
Intervensi:
O: - Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30
menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji
efektivitasnya.
N: - Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan
berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil.
- Lakukan pijatan punggung bawah
E: - Ajarkan Relaksasi: Tehnik-tehnik untuk menurunkan
ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas
nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
- Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non invasive
- Ajarkan penggunaan kompres hangat.
- Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
K: - Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik. Kolaborasi
pemberian obat seperti penghambat sintesa prostaglandin
( PGSI), ibuprofen ( Motrin), naproxen sodium ( Anaprox)
dan ibuprofen setidaknya 48 jam sebelum terjadi menstruasi.

2. Dx: Intoleransi aktifitas b/d kelemahan umum


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
menunjukan perbaikan intoleransi aktifitas.
Kriteria Hasil: pasien dapat melakukan aktifitas.
Intervensi:
O: - Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30
menit setelah pemberian obat     analgetik untuk mengkaji
efektivitasnya
N: - Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang
dapat membuat lelah, berikan istirahat yang cukup.
- Beritahu pasien untuk memanggil enaga kesehatan jika
membutuhkan sesuatu.
E: - Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi
terbimbing,
- Anjurkan dan berikan kesempatan pada pasien untuk
mengajukan pertanyaan dan menyatakan masalah.
K: - Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya dalam perawatan pasien
yang tubuhnya mulai lemah dan letih
3. Dx: Ansietas b/d perubahan status kesehatan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kecemasan pasien menurun
Kriteria Hasil: - pasien tenang dan dapat mengekspresikan
perasaannya.
Intervensi:
O: - Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30
menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji
efektivitasnya.
N: - Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri
dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam,
- Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor dismenore,
- Anjurkan dan berikan kesempatan pada pasien untuk
mengajukan pertanyaan dan menyatakan masalah
- Singkirkan stimulus yang berlebihan,
E: - Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi
terbimbing,
- Informasikan tentang perawatan, dan pengobatan.
K: - Kolaborasi dengan psikiatri.
DAFTAR PUSTAKA

Martin, Reeder. 2011. Keperawatan Maternitas Edisi 18 Volume 1. Jakarta: EGC

Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Taber, Ben-zion. 2002. Kapita Salekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi.


Jakarta: EGC

Rahayu, Asri, dkk. 2017. Pengaruh Endorphine Massageterhadap Rasa Sakit


Dismenore Pada Mahasiswi Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya Tahun 2017. Volume 3 No. 02. Jurnal Bidan

Anda mungkin juga menyukai