Anda di halaman 1dari 58

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Depresi
1. Pengertian

Depresi adalah sebuah gangguan kejiwaan yang mempengaruhi fungsi

fisik, psikologis dan sosial seseorang. Depresi dapat dilihat dengan beberapa

kondisi yang ditunjukkan oleh orang tersebut sebagai sebuah kemerosotan

perasaan, aktifitas dan sebagainya. Depresi didefenisikan sebagai gangguan mood

atau keadaan melankolia (kesedihan) yang berkepanjangan. Keadaan tersebut

timbul tanpa alasan yang jelas baik pada tubuh maupun pada pikiran seseorang.

Keadaan melankolia (kesedihan) tersebut dimungkinkan sebagai reaksi terhadap

suatu kejadian yang menjadi penyebabnya. Rasa sedih tersebut dapat

menimbulkan gangguan fungsi fisik dan mental, seperti: kemampuan kerja, nafsu

makan dan kemampuan berfikir meskipun sederhana (Shreeve, 1992).

Harrington (2003) membedakan antara kesedihan dan depresi. Perasaan

sedih adalah bagian pengalaman yang normal, sedangkan konsep depresi berbeda

dengan kesedihan atau ketidakgembiraan. Ketidakgembiraan adalah komponen

yang umum pada suasana perasaan depresif yang berkaitan dengan depresi.

Suasana depresi pada depresi lebih dipresentasikan oleh gambaran seperti

kekosongan emosi atau suatu perasaan datar atau tumpul. Perasaan ini bervarasi

dalam tingkat keparahan dan menunjukkan variasi harian misalnya: memburuk

pada suatu waktu pada hari itu atau pada waktu yang lain. Gejala lain yang

berkaitan dengan suasana perasaan depresi adalah gejala anhedonia yaitu suatu

ketidakmampuan untuk mendapatkan kenikmatan dari suatu yang sebelumnya


telah disenangi. Hal senada disampaikan oleh Burns (1998) bahwa kesedihan

adalah suatu emosi normal yang diciptakan oleh persepsi realistik yang

menggambarkan suatu peristiwa negatif yang berhubungan dengan kehilangan

atau kekecewaan dan tidak terdistorsi, sedangkan depresi adalah suatu penyakit

yang merupakan akibat dari pikiran yang terdistorsi. Kesedihan berhubungan

dengan menurunnya harga diri, sedangkan depresi cenderung bertahan atau terjadi

berulang kali, dan melibatkan kehilangan harga diri.

Beberapa ahli memberikan pengertian tentang depresi. Menurut Beck

(1985), depresi adalah gangguan perasaan yang mengarah pada kondisi perasaan

yang merasa begitu tertekan, hidup tak berarti dan tak mempunyai harapan

Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa depresi merupakan reaksi individu

terhadap situasi yang menekan dengan kesedihan dan kepatahan hati yang luar

biasa. Orang-orang yang terkena gangguan ini akan mengalami perubahan mood

yang amat drastis dari hari kehari, minggu ke minggu. Sedangkan Hadi (2004)

menjelaskan bahwa depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan atau

suatu perasaan tidak ada harapan lagi dan keputusasaan. Staab & Fieldman (1999)

menyatakan bahwa depresi adalah suatu gangguan yang menyebabkan terjadinya

perubahan perasaan dan emosi yang dimiliki oleh penderita. Penderita mengalami

suasana perasaan yang “jatuh” dari waktu ke waktu dalam kehidupan mereka.

Maramis (2005) mengatakan, depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat

mendalam yang terjadi setelah mengalami suatu peristiwa dramatis atau

menyedihkan, misalnya kehilangan seseorang yang disayangi, pekerjaan, harta

dan sebagainya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah

gangguan psikologis yang dapat dilihat dengan kondisi yang ditunjukkan oleh

orang tersebut sebagai sebuah kemerosotan perasaan atau perubahan mood yang

amat drastis dan mendalam yang dialami oleh individu dari reaksi situasi yang

dirasa menekan dan menyakitkan, sehingga individu mengalami perubahan

berupa kesedihan, kepatahan hati yang luar biasa serta merasa hidup tak berarti

dan tak mempunyai harapan dari hari kehari hingga minggu ke minggu.

Acuan definisi depresi dalam penelitian menggunakan acuan menurut

Beck yaitu, depresi adalah gangguan perasaan yang mengarah pada kondisi

perasaan yang merasa begitu tertekan, hidup tak berarti dan tak mempunyai

harapan.

2. Simtom-simtom Depresi

Menurut Beck (1985), gangguan depresi tidak hanya meliputi gangguan

afektif (emosional) saja, tetapi juga meliputi aspek kognitif, motivasional,

perilaku dan vegetatif dan juga fisik. Beck mengklasifikasikan simtom-simtom

depresi dalam beberapa kelompok yaitu:

a. Simtom emosional.

Pada simtom emosional perubahan pada perasaan, manifestasinya berupa

kesedihan, berkurang bahkan hilangnya kesenangan dan respon terhadap

kegembiraan, apatis, berkurang bahkan hilangnya perasaan cinta terhadap

orang lain dan kecemasan.

b. Simtom Kognitif.
Simtom kognitif mengandung tiga bagian yang berbeda. Bagian pertama

sikap penderita yang menyimpang terhadap diri sendiri, pengalaman atau

lingkungan dan masa depannya. Simtom ini termasuk menilai jelek diri sendiri,

distorsi citra tubuh dan harapan negatif. Bagian kedua adalah penimpaan

kesalahan kepada diri sendiri. Penderita meyakini bahwa dirinya adalah sumber

berbagai permasalahan. Bagian ketiga ditandai dengan ketidakmampuan

seorang individu dalam mengambil sebuah keputusan.

c. Simtom Motivasional

Simtom motivasional diartikan dengan tidak adanya keinginan untuk

melakukan berbagai aktivitas seperti makan dan minum obat, timbulnya hasrat

untuk mati dan meningkatnya ketergantungan pada orang lain. Pada orang

depresi terlihat adanya penurunan atau hilangnya motivasi untuk melakukan

berbagai aktivitas dari biasanya.

d. Simtom Perilaku.

Simtom perilaku menunjukkan pengunduran diri dari hubungan sosial

dan keinginan untuk lari, bersembunyi atau mati. Pada simtom perilaku,

aktifitas individu tidak seperti biasanya dalam bentuk retardasi atau agitasi.

e. Simtom Vegetatif

Simtom vegetatif menunjukkan perubahan vegetatif seperti gangguan

makan, tidur dan dorongan libido. Pada simtom vegetatif, biasanya individu

menunjukkan simtom seperti kehilangan nafsu makan dan insomnia.


Menurut Departemen Kesehatan RI. (dalam PPDGJ III, 1993) membagi

depresi dalam dua bentuk gejala utama dan gejala lainnya dengan ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Gejala utama meliputi:

1) Perasaan depresif atau perasaan tertekan.

2) Kehilangan minat dan semangat.

3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.

b. Gejala lain meliputi:

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang.

2) Perasaan bersalah dan tidak berguna.

3) Tidur terganggu.

4) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.

5) Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.

6) Pesimistik.

7) Nafsu makan berkurang.

8) Untuk episode depresif dari ketiga tingkatan keparahan tersebut diperlukan

masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, periode

lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala berat dan berlangsung cepat.

Menurut American Psychiatric Association dalam DSM-IV (2000),

gangguan depresi ditandai dengan adanya empat atau lebih simtom berikut yang

berlangsung dalam jangka waktu paling sedikit 2 minggu yaitu:

a. Kesedihan, suasana hati depresi yang terjadi hari atau hampir tiap hari.

b. Kehilangan minat dan kesenangan pada semua hal.


c. Hilangnya nafsu makan dan berat badan menurun secara signifikan atau

meningkatnya nafsu makan dan bertambahnya berat badan secara signifikan.

d. Sulit tidur, tidak dapat tidur setelah bangun atau bahkan ada kecenderungan

ingin tidur terus sepanjang waktu.

e. Perubahan tingkat aktivitas, cenderung menjadi lethargic, hambatan

psikomotor atau adanya agitasi.

f. Hilangnya energi dan sering merasa lelah.

g. Konsep terhadap dirinya negatif, ada kecenderungan untuk menyalahkan

dirinya sendiri (self blame), merasa tidak berharga.

h. Tidak mampu berkonsentrasi, berfikir dan membuat keputusan.

i. Sering muncul pikiran untuk mati atau muncul ide bunuh diri atau mencoba

melakukan bunuh diri.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

seseorang yang mengalami depresi mengalami perubahan pada simtom

emosional, kognitif, motivasional, simtom perilaku dan simtom vegetatif yang

ditandai dengan kesedihan yang mendalam, hilangnya respon terhadap

kegembiraan, munculnya pemikiran tentang perasaan bersalah dan tidak berguna,

tidak adanya keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas dan timbulnya

keinginan mati atau ide bunuh diri serta meningkatnya ketergantungan pada orang

lain.

Pada penelitian ini, mengacu pada simtom depresi menurut Beck yaitu,

(1) simtom emosional, seperti perubahan suasana hati yang spesifik berupa

kesedihan yang mendalam, perasaan sendiri dan apatis, (2) simtom kognitif,
seperti pandangan negatif terhadap diri sendiri, pengalaman dan masa depannya

(3) simtom motivasional, seperti tidak adanya keinginan untuk melakukan

berbagai aktivitas, (4) simtom perilaku, seperti penurunan aktivitas dan minat, (5)

simtom vegetatif, seperti kehilangan nafsu makan dan insomnia.

3. Jenis Depresi.

Menurut Departemen Kesehatan RI. (dalam PPDGJ III, 1993), depresi

digolongkan ke dalam tiga tingkatan depresi, yaitu depresi berat, sedang dan

ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi

kehidupan seseorang. Gejala tersebut terdiri atas gejala utama dan gejala lainnya,

yaitu:

a. Gejala utama.

1) Suasana perasaan yang tertekan sepanjang hari.

2) Kehilangan minat dan gairah pada hampir segala aktifitas, yang dirasakan

sepanjang hari.

3) Mudah lelah dan menurunkan aktifitas.

b. Gejala tambahan.

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang.

2) Harga diri dan rasa percaya diri berkurang.

3) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak bergung.

4) Pandangan masa depan suram yang suram dan pesimistik.

5) Insomnia dan hipersomnia.

6) Nafsu makan berkurang.

7) Gagasan dan perbuatan membahayakan diri atau pikiran untuk bunuh diri.
Adapun tingkatan depresi yang digolongkan menurut PPDGJ-III (World

Health Organization dan Departemen Kesehatan RI, 1993) tersebut yaitu:

a. Depresi ringan.

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi ditambah 2 dari

gejala lainnya.

2) Tidak boleh ada gejala berat diantaranya.

3) Lama periode depresi sekurang-kurangnya selama dua minggu.

4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang umum

dilakukan.

b. Depresi sedang.

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada

episode depresi ringan ditambah 3 atau 4 dari gejala lainnya.

2) Lama episode depresi minimum 2 minggu serta menghadaapi kesulitan nyata

untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

c. Depresi berat, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1) Depresi berat tanpa gejala psikotik, ciri-cirinya: (a) Semua 3 gejala utama

harus ada; (b) ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat; (c) bila ada gejala penting (misalnya

agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak

mau atau mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci; (d) lama

episode sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi apabila gejala sangat berat

dan onset sangat cepat maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam

kurun waktu dalam 2 minggu; (e) sangat tidak mungkin pasien akan mampu
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada

taraf yang sangat terbatas.

2) Depresi berat dengan gejala psikotik, ciri-cirinya: (a) episode depresi berat

yang memenuhi kriteria menurut depresi berat tanpa gejala psikotik; (b)

disertai waham, halusinasi atau stupor depresif, waham biasanya melibatkan

ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien

merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik

biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau

daging membusuk. Retardasi psikomotorik yang berat dapat menuju pada

stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi

atau tidak serasi dengan efek (mood congruent)

Beck (1985) mengklasifikasikan depresi berdasarkan skala depresi yang

dibuat oleh Beck pada tahun 1960-an yang didasarkan pada teori depresi dari

Beck. Skala BDI (The Beck Depression Inventory), terdiri dari 21 kelompok aitem

yang menggambarkan 21 kategori sikap dan gejala depresi, yaitu : sedih, pesimis,

merasa gagal, merasa tidak puas, merasa bersalah, merasa dihukum, perasaan

benci pada diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, kecenderungan bunuh diri,

menangis, mudah tersinggung, manarik diri dari hubungan social, tidak mampu

mengambil keputusan, merasa dirinya tidak menarik secara fisik, tidak mampu

melaksanakan aktivitas, gangguan tidur, merasa lelah, kehilangan selera makan,

penurunan berat badan, preokupasi somatic dan kehilangan libido sex (dalam

Lestari, 2003). Tingkat depresi berdasarkan skala BDI yang dibuat oleh Beck

yaitu depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat.


Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis depresi

dibagi dalam tiga tingkatan yaitu depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat

dan lama episode sekurang-kurangnya dua minggu. Tingkatan tersebut memiliki

gejala-gejala tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap tingkatan. Pada depresi

ringan gejalanya tidak terlalu banyak, dimana seseorang masih mampu

menghadapi kesulitan dan melakukan berbagai aktivitas. Pada depresi sedang,

seseorang terlihat menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga. Pada depresi berat dapat diikuti oleh adanya

waham dan halusinasi yang dimunculkan oleh individu itu sendiri.

Pada penelitian ini, penulis memilih subjek penelitian yang mengalami

gangguan depresi tingkat sedang berdasarkan teori dan skala depresi yang dibuat

oleh Beck dan mengacu pada kriteria depresi sedang berdasarkan ketentuan

depresi sedang menurut PPDGJ III.

4. Faktor Penyebab Depresi.

Menurut pendapat beberapa ahli dan kelimuan, mereka memiliki

pandangan tersendiri tentang penyebab gangguan depresi yaitu sebagai berikut:

a. Pandangan Biologis

Berdasarkan teori biologi ada dua penyebab yang mempengaruhi

terjadinya gangguan depresi, yaitu perubahan pada faktor neurokimia dan

faktor genetik (Davison, 2000).

1) Faktor neurokimia pada otak akibat stressor.

Menurut Taylor (dalam Anggraieni, 2014), secara klinis stres

digerakkan oleh sistem saraf simpatis dan sistem endokrin dalam tubuh.
Sistem saraf simpatis menstimulasi kelenjer adrenalin untuk mengeluarkan

hormon stres yaitu epinephrine, norepinefrin dan kortisol. Menurut

pandangan neurofisiologi dalam (Davison, 2000) orang yang mengalami

depresi berawal dari ketidakseimbangan zat kimia pada otak. Depresi terjadi

akibat stres yang dapat memicu peningkatan produksi hormon stress yaitu

kortisol. Hormon stres kortisol ini dapat merusak dan membuat

hippocampus menjadi lebih kecil dengan cara menghambat pembentukan

sel saraf dan jaringan saraf baru. Hippocampus yang lebih kecil memiliki

reseptor serotonin lebih sedikit. Serotonin adalah zat kimia otak yang

menenangkan atau dopamin. Dopamin adalah sebuah neurotransmiter yang

membantu mengontrol pusat kepuasan dan kesenangan di otak. Dopamin

juga membantu mengatur tindakan dan komunikasi antara saraf di otak

dengan tubuh yang mendorong untuk beraktivitas.

Silverthorne (2001) mengatakan bahwa hormon stres kortisol

diproduksi secara berlebihan pada orang depresi. Peneliti tersebut percaya

bahwa kortisol memiliki efek toksik atau beracun bagi hippocampus.

Apabila hippocampus ini mengecil dan rusak maka otak memiliki reseptor

serotonin atau dopamin lebih sedikit. Namun ada juga beberapa ahli berteori

bahwa penderita depresi terlahir dengan hippocampus yang lebih kecil dan

karena itu cenderung untuk menderita depresi.

2) Faktor Genetik.

Data genetik yang menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam

perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar


terhadap gangguan depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 50

%, sedangkan dizigot 10-25 persen.

b. Pandangan Kognitif.

Salah satu teori psikologi yang menganggap proses-proses berpikir

sebagai faktor penyebab depresi adalah Aaron T Beck. Dasar teori ini adalah

adanya ide bahwa pengalaman yang sama dapat mempengaruhi dua orang

dengan cara yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh cara pandang

seseorang terhadap suatu peristiwa (Beck, 1985). Beck mengatakan bahwa

depresi dapat digambarkan sebagai cognitive triad tentang pikiran negatif

terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan dan terhadap masa depan. Seorang

yang mengalami depresi akan membuat interpretasi yang salah terhadap

kenyataan yang ada dengan cara yang negatif, yaitu memfokuskan pada aspek

negatif terhadap setiap situasi, harapan yang pesimistis dan putus asa tentang

masa depan. Seseorang yang mengalami depresi akan mengkaitkan

kemalangannya dengan kekurangan diri dan rasa rendah diri, hal ini yang

menyebabkan konsep diri yang positif tertutupi (Beck, 1985).

Kecenderungan untuk memperbesar-besarkan pentingnya kegagalan kecil

adalah suatu contoh dari suatu kesalahan dalam berpikir yang disebut Beck

sebagai distorsi kognitif (Beck, 1985). Beck percaya bahwa distorsi kognitif

membentuk tahapan-tahapan untuk depresi disaat mengahadapi kehilangan

personal atau peristiwa hidup yang negatif. Adapun segitiga kognitif depresi

menurut Beck adalah sebagai berikut:


1) Pandangan negatif tentang diri sendiri, yaitu memandang diri sendiri

sebagai individu yang tidak berharga, penuh kekurangan, tidak dapat

dicintai dan kurang memiliki keterampilan untuk mencapai kebahagiaan.

2) Pandangan negatif tentang lingkungan, yaitu memandang lingkungan

sebagai memaksakan tuntutan yang berlebihan atau memberikan hambatan

yang tidak mungkin diatasi, yang terus menerus menyebabkan kegagalan

dan kehilangan.

3) Pandangan negatif tentang masa depan, yaitu memandang masa depan

sebagai tidak ada harapan dan meyakini bahwa dirinya tidak punya

kekuatan untuk mengubah hal-hal menjadi lebih baik. Harapan orang ini

terhadap masadepan hanyalah kegagalan dan kesedihan yang berlanjut serta

kesulitan yang tidak pernah usai.

Menurut Beck (1985), individu yang mempunyai kecenderungan depresi

menunjukkan depressogenic schemata, depessogenic schemata ini bersifat

laten, dan bila diaktifkan dengan adanya kejadian yang menekankan akan

mengarah pada penyimpangan pola pikir, yang gilirannya akan menimbulkan

simtom depresi. Pada penderita depresi informasi atau stimulus yang masuk

diproses dengan cara yang menyimpang, mereka cenderung menyesuaikan

dengan negative self schematanya Beberapa kejadian yang menekan atau stres

dapat menghidupkan kembali keyakinan akan kehilangan yang pernah

dialaminya dimasa lampau.

Kesimpulan dari pandangan Beck adalah bahwa depresi merupakan

rangkaian stimulus-kognisi-respon yang saling berkaitan dan membentuk


semacam jaringan stimulus-kognitif-respon dalam otak manusia. Proses

kognitif akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia

berfikir, merasa, dan bertindak. Manusia memiliki potensi untuk menyerap

pemikiran yang rasional dan irasional. Pemikiran yang irasional inilah yang

dapat menimbulkan gangguan psikologis. Pada gangguan depresi, faktor

kognitif memegang peranan yang menentukan, kognitif berperan sebagai

perantara kejadian yang dialami dengan simtom-simtom depresi. Pada kognitif

penderita depresi terdapat pikiran negatif terhadap dirinya sendiri, lingkungan

dan masa depan sehingga hal ini dapat mempengaruhi faktor afeksi, behavior

dan fisik.

c. Pandangan Spiritual.

Terdapat berbagai macam perspektif agama dalam memandang depresi

dan gangguan mental pada umumnya. Menurut Larson (dalam, Hawari 2002),

dalam menganalisa seorang pasien juga harus dilihat dari sisi agamanya, sebab

agama dapat berperan sebagai pelindung dari pada penyebab masalah yang

dihadapi manusia. Faktor penyebab depresi adalah karena krisis spritual yang

dialami oleh individu. Larson berkesimpulan bahwa komitmen agama

bermanfaat bagi uapaya pencegahan depresi dan dapat bertindak sebagai

kekuatan pelindung dan penyangga seseorang dari resiko menderita depresi.

Semakin tinggi motivasi spiritual seseorang maka semakin baik jiwanya,

namun semakin rendah motivasi spiritual seseorang maka akan semakin rentan

pula seseorang untuk mengalami depresi.


Najati (2005) menyatakan depresi disebabkan karena proses belajar

yang keliru, yakni individu mempersepsikan diri dan lingkungannya secara

negatif, serta mengkondisikan kenyataan (situasi yang menekan) yang

dihadapinya dengan persepsi negatif tersebut. Sementara Propst (dalam

Zulkarnain, 2006) menyatakan bahwa depresi biasanya terjadi pada orang-

orang yang tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhannya.

Ketidaksesuaian antara yang diucapkan dan yang dilakukan dalam agama juga

dapat menyebabkan kegelisahan dan bentuk depresi yang samar (Clark, 1967).

Fenomena kegelisahan atau depresi yang samar ini dikatakan Clark sebagai

tahap awal dan prasyarat menuju perkembangan spiritual yang mencakup

perubahan dalam ide dan perilaku keberagamaan. Hal ini memunculkan asumsi

bahwa penderitaan yang dialami seseorang dapat digunakan sebagai sumber

daya untuk meningkatkan keyakinan pada Tuhan. Pada akhirnya, keyakinan

tersebut akan membantu individu itu sendiri dalam mengatasi situasi yang

menekan. Individu dengan keyakinan agama yang kuat lebih memiliki

kepuasan hidup, kebahagiaan personal yang lebih besar dan terkena dampak

yang lebih kecil dari kejadian traumatik dibandingkan dengan orang-orang

yang tidak mau terlibat dengan agama (Taylor, 1995).

d. Pandangan Psikoanalisa.

Menurut Freud (dalam Davison, 2000), bahwa potensi depresi

ditumbuhkan sejak masa anak-anak. Proses pembentukan depresi berawal

setelah anak mengalami kehilangan seseorang yang sangat dicintainya karena

meninggal, perpisahan, atau penarikan afeksi. Kemudian anak tersebut


menggabungkan orang yang hilang, dan mengidentifikasi diri dengannya.

Periode ini diikuti periode berduka, dimana ia akan mengingat kenangan dari

orang yang hilang dan memisahkan diri darinya dengan orang lain tersebut,

yang dianggap meninggalkannya dan melepaskan pula ikatan yang tadinya

digabungkan. Periode berduka akan menjadi periode berkelanjutan untuk

menyiksa diri, menyalahkan diri, dan berakhir pada kondisi depresi.

e. Pandangan Behavioristik.

Teori ini berpandangan bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh

kejadian-kejadian di dalam lingkungannya. Perubahan perilaku sangat

dipengaruhi oleh paradigma stimulus respons (S-R). Lingkungan yang

dimaksud di sini adalah lingkungan objektif dan afektif manusia (Razak, 2013).

Teori ini beranggapan bahwa depresi disebabkan oleh keadaan lingkungan

sosialnya. Lingkungan sosialnya seakan-akan memaksa individu untuk berbuat

diluar batas kemampuannya demi memperoleh tuntutan lingkungannya. Jika

tidak berhasil maka akan memperoleh pencitraan negative dan terisolasi dari

komunitasnya dan pada akhirnya jiwa menjadi terganggu (Slamet & Markam,

2003).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

penyebab depresi dapat dijelaskan melalui berbagai macam pandangan. Secara

keseluruhan, depresi dijelaskan karena adanya perubahan pada neurokimia pada

otak dan faktor genetik, pengalaman masa lalu, tekanan yang berasal dari

lingkungan, kehilangan harga diri, proses berfikir yang melakukan interpretasi

yang salah dan menyimpang dari realita dan krisis spiriritual. Jadi dapat
disimpulkan bahwa penyebab depresi adalah karena berbagai faktor seperti

biologi, kognitif, spiritual, psikososial dan behavior.

Pada penelitian ini, pandangan depresi yang digunakan sebagai acuan

yaitu pandangan Biologi, Kognitif dan Spiritual. Pandangan biologi mengatakan

bahwa depresi disebabkan oleh ketidakseimbangan zat kimia pada otak dan

genetik. Pandangan kognitif mengatakan depresi terjadi karena distorsi kognitif

atau kesalahan berfikir seperti pandangan negatif pada diri sendiri, lingkungan

dan masa depan. Pandangan spiritual mengatakan depresi terjadi karena krisis

spiritual (tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhannya).

5. Penanganan Depresi

Banyak alternatif penanganan depresi yang digunakan untuk menurunkan

depresi, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Terapi Psikoreligius.

Penanganan masalah depresi saat ini telah banyak dikembangkan melalui

berbagai penelitian salah satunya berupa pendekatan aspek keagamaan atau

yang sering disebut dengan psikoreligius. Terapi ini mulai dikembangkan di

negara-negara muslim seperti Indonesia dan Malaysia (Razak, 2013). Menurut

Fanada (2012), terapi psikoreligius adalah terapi yang biasanya melalui

pendekatan keagamaan yang dianut oleh seseorang dan cenderung untuk

menyentuh sisi spiritual manusia. Pendekatan psikoreligius dilakukan untuk

membangkitkan kekuatan spiritual yang merupakan faktor psikologis positif

dalam psikoterapi. Psikoreligius merupakan psikoterapi yang lebih tinggi dari

psikoterapi psikologi lainnya, hal ini disebabkan karena dalam psikoreligius


terkandung unsur religi yang dapat membangkitkan harapan, percaya diri, serta

keimanan yang pada gilirannya akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh

pada orang sakit sehingga mempercepat terjadinya proses penyembuhan. Hal

yang sama juga dikemukakan oleh George, dkk (dalam Smith dkk., 2005) yang

menyatakan bahwa aspek keagamaan mengandung elemen harapan dan

support sosial yang berkontribusi secara adaptif dalam melewati setiap stressor

dalam kehidupan sehingga permasalahan jarang terjadi dan dapat diatasi.

Menurut Hawari (2002), pelaksanaan terapi psikoreligius berbentuk

berbagai ritual keagamaan yang dalam agama islam seperti melaksanakan

shalat, puasa, berdo’a berzikir, membaca shalawat, mengaji (membaca dan

mendengar isi kandungan Al Qur’an), siraman rohani dan membaca buku-buku

keagamaan yang berkaitan dengan agama. Dari berbagai ritual keagamaan di

atas, yang ingin diuraikan oleh penulis adalah terapi sholat, terapi zikir dan

terapi mendengarkan suara Al Qur’an). Adapun jenis terapi psikoreligius

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Terapi Mendengarkan Al Qur’an.

Menurut Asman (2008), kesembuhan dengan menggunakan Al

Qur’an dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti membaca, berdekatan

dan mendengarkannya. Menurut Salim (2012), mendengar lantunan ayat-

ayat Al-Qur’an dapat menimbulkan efek positif pada tingkat kecemasan,

stress ataupun depresi. Mueller (2001) mengatakan Ayat-ayat Al Qur’an

yang diperdengarkan kepada seseorang akan membawa efek ketenangan

pada tubuh. Mendengar murattal Al Qur’an akan memunculkan suatu


medan gelombang yang akan memengaruhi gelombang otak manusia.

Dengan menggunakan alat Electroencephalograph (EEG), terlihat reaksi

otak berupa perubahan gelombang otak dari frekuensi beta menjadi

frekuensi alfa yang membuat kondisi tubuh dalam keadaan relaks dan

peningkatan frekuensi gelombang delta yang akan membuat tingkat

relaksasi lebih dalam dan penurunan depresi yang lebih signifikan.

Selain memiliki keindahan suara dari lantunan pembacaan Al

Qur’an, juga terdapat kandungan makna dari setiap ayat yang ada di

dalamnya. Menurut Su’dan (1997) banyak sekali ayat-ayat dalam Al Qur’an

yang bisa digunakan untuk pengobatan maupun pencegahan terhadap

gangguan rohani atau psikologis yang mengandung makna sebagai motivasi,

edukasi, melatih kesabaran serta sebagai petunjuk dan merubah kesalahan

dalam berfikir. Menurut Pasiak (2012), penggunaan terapi suara Al Qur’an

dapat dipakai sekaligus sebagai terapi spiritual, karena suara Al Qur’an

dapat meningkatkan kesadaran spiritual seseorang. Dorongan-dorongan

kebaikan dan kebenaran dan kesucian yang diterima seseorang saat

mendengarkan suara Al Qur’an menyebabkan seseorang sehat secara

spiritual kemudian juga secara sosial karena kesehatan spiritual

berhubungan dengan keseimbangan jiwa atau kesehatan jiwa, sehingga

seseorang dapat terhindar dari gangguan jiwa.

Adapun bentuk terapi mendengarkan Al Qur’an yang banyak

digunakan untuk penangan gangguan stres, kecemasan dan depresi adalah

terapi murattal dan terapi mujawwad (tartil). Murattal dan mujawwad


merupakan teknik pembacaan Al Qur’an yang menghasilkan irama dan

suara tersendiri yang diperdengarkan pada orang yang mengalami gangguan

jiwa seperti depresi dan sebagainya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ihsan (2013) tentang efektivitas terapi

tambahan suara bacaan Al Qur’an terhadap pasien depresi di RSUP. Sardjito

Yogyakarta menyimpulkan bahwa terapi murattal dapat menurunkan

depresi, namun penelitian yang dilakukan Ihsan hanya memperdengarkan

suara Al Qur’an tanpa pembacaan maknanya. Penelitian yang sama juga

dilakukan oleh Priyatni (2017) tentang Perbedaan tingkat depresi sebelum

dan setelah diberi terapi murattal (Surat Al Fajar) menyimpulkan bahwa

terapi murattal dapat menurunkan tingkat depresi. Kekurangan penelitian

yang dilakukan Priyatni adalah hanya menggunakan satu surat saja (Surat

Al Fajar) sebagai ayat dalam penggunaan terapi murattal.

Adapun ayat Al Qur’an yang banyak digunakan dalam terapi murattal

adalah surat Ali Imran ayat 139, surat Al Baqarah ayat155, surat Al

Ankabut ayat 2, surat Al Baqarah ayat 286, surat Al Baqarah ayat 45, surat

Al Insyirah ayat 5 dan surat Ar-ra’d ayat 11.

2) Terapi Sholat.

Menurut Yosep (2009), terapi sholat adalah terapi psikoreligius

dengan pendekatan keagamaan islam berupa do’a dan gerakan yang

bertujuan untuk mendekatkan diri pada Allah. Dalam terapi sholat terdapat

unsur olah raga, relaksasi, latihan konsentrasi, reduksi stres, dan segala

bentuk pencegahan gangguan jiwa dan depresi. Terapi sholat digunakan


sebagai pendekatan dan penyerahan diri manusia dengan pencipta, sehingga

manusia mendapatkan ketenangan jiwa dari masalah-masalah dunia yang

menjadi penyebab terjadinya depresi. Menurut Haryanto (2007), ada

beberapa aspek psikologis yang terdapat dalam sholat antara lain, aspek

relaksasi, aspek meditasi, aspek auto-sugesti/self-hipnosis dan aspek

pengakuan dan penyaluran (katarsis), dimana aspek tersebut sangat berguna

sebagai terapi untuk mencegah dan mengobati berbagai gangguan

psikologis.

Menurut Najati (1985), pada saat seseorang sedang shalat (khusu’),

maka seluruh fikirannya terlepas dari segala urusan dunia yang membuat

jiwanya gelisah. Setelah menjalankan shalat, ia senantiasa dalam keadaan

tenang, sehingga secara bertahap kegelisahan itu akan mereda. Keadaan

yang tentram dan jiwa yang tenang yang dihasilkan oleh shalat, mempunyai

dampak terapi yang penting dalam meredakan ketegangan syaraf yang

timbul akibat berbagai tekanan kehidupan sehari-hari, dan menurunkan

kegelisahan yang diderita oleh sebagian orang yang mengalami depresi.

3) Terapi Dzikir.

Menurut Fanada (2012), terapi zikir adalah terapi yang menggunakan

media zikir yang bertujuan untuk mengingat Allah yang bertujuan untuk

menenangkan hati dan pikiran manusia. Dengan bacaan do’a dan dzikir

orang akan menyerahkan segala permasalahannya kepada Allah, sehingga

beban stress dan gangguan psikologis yang dialaminya mengalami

penurunan. Hal ini dikarenakan dalam dzikir mengandung unsur spiritual


kerohanian yang dapat membangkitkan harapan (hope), rasa percaya diri

(self confidence) pada diri seseorang yang sedang sakit, sehingga

mempercepat proses penyembuhan gangguan jiwa yang dialami seseorang.

b. Terapi Relaksasi Musik

Terapi musik merupakan salah satu solusi yang digunakan untuk

penanganan depresi. Seiring perkembangan zaman, musik dikembangkan

bukan lagi untuk sekedar sebagai hiburan atau representasi dari penciptanya.

Melainkan digunakan untuk hal yang lebih berguna bagi kehidupan manusia

terutama untuk penyembuhan gangguan psikologis seperti depresi. Sebuah

studi, yang hasilnya diterbitkan The British Journal of Psychiatry, menerapkan

terapi selama tiga bulan terhadap 79 orang. Sebanyak 30 orang dari kelompok

diberi terapi musik selama 20 sesi dengan memberikan suara musik. Hasilnya,

kesembuhan lebih tinggi pada pasien yang menerima terapi musik ketimbang

pasien yang menerima terapi standar. Pada terapi musik, teknik yang

digunakan adalah mendengarkan alunan musik pada pasien depresi. Terkadang

depresi disebabkan oleh kurangnya hormon serotonin (hormon merasa baik),

yang dihasilkan dari asam amino yang disebut tryptophan. Stimulasi daerah

tertentu dari otak dengan frekuensi tertentu, dapat kembali mengaktifkan

pelepasan serotonin. Dalam waktu singkat, otak akan meniru stimulus suara

terapi tersebut dan mengubah kondisi pikiran. Brainwave entrainment pada

terapi musik dapat memperkuat jaringan saraf pada otak, melepaskan serotonin

dan mengurangi gejala depresi. Dengan sesi berulang, maka jalur syaraf yang

lemah menjadi kuat (Dileo, 2005).


c. Terapi Keluarga.

Keluarga sebagai sebuah sistem membutuhkan fokus yang stimulan pada

struktur keluarga dan proses interaksi antara komponen-komponen sistem itu

dan bagaimana masing-masing bagian dapat mempengaruhi interaksi orang-

orang lain dalam sistem tersebut. Nilai penting homeostatis atau keseimbangan

juga berlaku dalam sistem keluarga. Bila salah satu komponen sistem keluarga

berubah dengan cara tertentu, perubahan itu dapat berdampak pada sub-

komponen (orang-orang) yang terdapat dalam sistem itu. Terapi keluarga

digunakan untuk membangun keseimbangan dalam sistem keluarga. Proses

dalam terapi keluarga yang paling penting dalam penurunan depresi adalah

dalam bentuk dukungan dari setiap anggota keluarga sebagai komponen

terpenting sehingga nilai homeostatis dalam keluarga tercapai. Dalam hal ini

keluarga berperan memberikan dukungan dan support kepada individu untuk

membantu memberikan penguatan atas masalah dan tekanan yang dialaminya

Titelman (2008).

d. Farmakoterapi.

Salah satu bentuk penanganan depresi yang banyak digunakan adalah

dengan obat-obatan, terutama untuk kasus depresi yang lebih parah. Menurut

Davison (2000), obat-obatan merupakan penanganan yang paling umum

digunakan untuk gangguan depresi. Obat-obatan digunakan untuk mengatasi

gejala-gejala depresi, atau yang dikenal dengan istilah antidepresan.

Antidepresan yang paling banyak dipakai di dalam klinis kebanyakan dari

golongan Serotonin dan Serotonin-Norepinephrine. Kandungan obat seperti


Sertraline, Fluoxetine, Escitalopram, Duloxetine dan Venlafaxine adalah

beberapa yang sering dipakai dan obat ini diberikan sesuai resep dokter serta

memerlukan pemantauan dokter secara teratur terutama pada awal pemakaian.

e. Cognitive Therapy.

Intervensi Cognitive Therapy menggunakan strategi kognitif dalam setiap

sesinya. Komponen kognitif berfokus pada mempelajari pada pola pikir

negatif, identifikasi pikiran otomatis dan keyakinan yang salah dan

merestrukturisasikannya ke pola yang lebih tepat, serta menemukan pikiran

alternatif yang dapat mengurangi tingkat depresi (Beck, 1985). Terapis

merestrukturisasikan kembali pikiran-pikiran irasional, memberikan pemaparan

kepada subjek untuk diterima dan mengedukasikan dengan pemikiran-

pemikiran rasional.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penanganan

depresi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu terapi psikoreligius, terapi

relaksasi musik, terapi keluarga, farmakoterapi dan cognitive behavior therapy.

Terapi psikoreligius adalah penanganan depresi dengan pendekatan keagamaan,

diantaranya adalah terapi mendengarkan suara Al Qur’an, terapi sholat dan terapi

dzikir. Terapi relaksasi musik digunakan dengan cara mendengarkan alunan

musik pada pasien depresi. Terapi keluarga adalah terapi yang menggunakan

teknik dukungan dari setiap anggota keluarga terhadap masalah dan gangguan

yang dialami pasien depresi. Cognitive behavior therapy adalah penanganan

dengan merubah pikiran dan keyakinan yang salah dan merestrukturisasikannya


ke pola yang lebih tepat serta menemukan pikiran alternatif yang dapat

mengurangi tingkat depresi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikoreligius

untuk penanganan pasien dengan gangguan depresi. Terapi psikoreligius yang

digunakan adalah terapi mendengarkan suara Al Qur’an. Teknik terapi

mendengarkan suara Al Qur’an yang digunakan adalah dengan memperdengarkan

MP3 murattal dan membacakan Al Qur’an dan terjemahannya secara langsung

pada subjek yang mengalami depresi. Alasan pemilihan penggunaan psikoreligius

dengan metode terapi mendengarkan Al Qur’an dalam penelitian ini diantaranya:

1) Banyak ayat di dalam Al Qur’an yang mengatakan Al Qur’an merupakan

sebagai obat penyakit yang ada di dalam dada (jiwa), salah satunya dijelaskan

oleh Allah S.W.T. dalam surat Yunus ayat 57 yaitu sebagai berikut:

َ‫ُور َوهُدًى َو َرحْ َمةٌ ل ِْل ُمؤْ مِ نِين‬


ِ ‫صد‬ُّ ‫ظةٌ مِ ْن َر ِب ُك ْم َو ِشفَا ٌء ِل َما فِي ال‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
َ ‫اس قَ ْد َجا َءتْكُ ْم َم ْو ِع‬
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada
(jiwa) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

2) Penulis ingin mencoba menggunakan terapi psikoreligius sebagai terapi baru

dalam penangan depresi, dimana Razak (2013) mengatakan bahwa terapi

psikoreligius saat ini mulai dikembangkan sebagai terapi alternatif baru untuk

menangani depresi di negara-negara yang mayoritas penduduk beragama islam.

3) Penulis melihat bahwa dalam terapi psikoreligius (mendengarkan suara Al

Qur’an) terdapat berbagai keistimewaan jika dibandingkan dengan terapi

lainnya, seperti terkandung unsur relaksasi dari lantunan suara Al Quran seperti
yang dikatakan oleh Anwar (2010) bahwa mendengarkan Al Qur’an akan

memberikan efek ketenangan dalam tubuh dan pikiran manusia.

4) Makna ayat Al Qur’an sebagai terapi kognitif dan petunjuk bagi kehidupan

manusia, seperti penelitian yang dilakukan oleh Abdurrochman (2008)

menemukan banyak ayat Al Qur’an yang bermakna positif yang berfungsi

sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia.

5) Terapi psikoreligius dapat meningkatkan nilai kegamaan seseorang dan

memperkuat mental seseorang dalam menghadapi masalah-masalah dan

tekanan kehidupan, seperti yang dikatakan oleh Hawari (2002).

6) Pemilihan terapi dalam penelitian ini juga menyesuaikan dengan keyakinan

subjek penelitian dan kultur masyarakat setempat. Menurut pandangan

Indigenous Psychology dalam Kim (2000), pentingnya mempertimbangkan

pengaruh konteks budaya di dalam proses memahami dan memasuki suatu

kehidupan manusia agar bisa diterima dengan baik. Pada budaya masyarakat

Minangkabau, Al Qur’an merupakan suatu pegangan bagi kehidupan manusia,

dimana dikenal dengan falsafah “Adat basandi syarak, syarak basandi

Kitabullah”.
B. Terapi Murattal

1. Latar Belakang dan Sejarah Terapi Murattal.

Dalam peradaban Islam, terapi dengan menggunakan suara telah

digunakan di zaman Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad menggunakan

terapi suara yaitu dengan membacakan Ayat Al Qur’an untuk penyembuhan yang

dikenal dengan sebutan Ruqyah. Menurut Munawir (1997), ruqyah adalah metode

penyembuhan dengan cara membacakan Ayat Al Qur’an dan do’a pada orang

yang sakit akibat dari sengatan hewan, bisa, sihir, rasa sakit, gila, kerasukan,

gangguan jin dan gangguan kejiwaan. Pengertian ruqyah secara terminologi

adalah sebuah perlindungan yang digunakan untuk melindungi orang yang terkena

penyakit, seperti panas karena disengat binatang, kesurupan, dan gangguan

rohani. Menurut Ghazali (2006), ruqyah adalah doa dan bacaan-bacaan yang

mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah S.W.T. untuk

mencegah atau mengobati dari bala dan penyakit. Doa dan bacaan yang terdapat

dalam ruqyah bersumber dari Al Qur`an dan as-sunnah. Pengobatan dan

penyembuhan dengan ruqyah kemudian dikembangkan oleh para ilmuan islam

sesuai dengan tujuan dan kegunaannya, seperti untuk penyembuhan penyakit

fisik, psikologis dan sebagainya.

Penyembuhan gangguan jiwa telah dikenal dalam dunia Islam, mulai dari

zaman Nabi Muhammad, Al Kindi, Al Farabi dan Ibnu Sina dimasa kejayaan

peradaban Islam. Terapi dengan suara telah dikembangkan oleh ilmuan Islam,

baik itu terapi dengan suara Al Qur’an maupun terapi dengan menggunakan

Musik Islami. Namun saat ini peradaban barat kerap mengklaim bahwa Philipe
Pinel merupakan orang pertama yang memperkenalkan metode penyembuhan

penyakit jiwa dengan menggunakan Sound Therapy pada tahun 1793. Klaim yang

dilakukan oleh ilmuan barat sangat tak berdasar, sebab sebelum barat mengenal

metode penyembuhan gangguan jiwa, para ilmuan Islam telah menggunakannya

pada abad 8 Masehi. Pada abad ke 19 Masehi, para pskiatri dan psikolog muslim

mulai meneliti secara ilmiah tentang terapi suara Al- Qur’an, sehingga saat ini

pengobatan dengan suara Al Qur’an terus dikembangkan oleh ilmuan Islam

diseluruh dunia, baik sebagai pengobatan penyakit fisik maupun sebagai terapi

psikologis (Terapi Musik, 2009).

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa terapi suara

merupakan salah satu terapi yang berasal dari peradaban Islam dan telah

digunakan sejak tahun 500-an Masehi. Terapi dengan menggunakan suara telah

digunakan sejak zaman Nabi Muhammad yang dikenal dengan sebutan ruqyah,

kemudian dikembangkan pada abad ke 8 Masehi oleh ilmuan islam seperti Al

Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina dan Ilmuan lainnya. Terapi suara lebih dulu

dikembangkan dan digunakan di dunia kedokteran Islam pada abad ke 8 Masehi,

sedangkan peradaban barat baru menggunakannya pada abad 18 Masehi.

Penyembuhan dan pengobatan pasien gangguan jiwa kemudian dikembangkan

dalam kedokteran dan ilmuan Islam dimasa Ibnu Sina, Al Farabi, Al Kindi dan

ilmuan Islam lainnya dengan menggunakan musik terapi dan terapi suara Al

Quran. Hingga saat ini pengobatan dengan suara Al Qur’an terus dikembangkan

oleh ilmuan Islam di seluruh dunia.


2. Pengertian Terapi Murattal.

Terapi murattal merupakan terapi yang menggunakan lantunan suara Al

Qur’an dalam penyembuhannya. Terapi yang menggunakan lantunan suara Al

Qur’an memiliki sebutan tersendiri bagi para ilmuan dan peneliti muslim.

Beberapa peneliti menggunakan istilah terapi suara Al Qur’an dengan sebutan

terapi murattal pada jurnal penelitiannya, seperti Handayani dkk (2014) dan

Eldesa (2014). Akhmad (2013) menyebut terapi dengan menggunakan suara Al

Qur’an dengan sebutan Sound Healing, sebutan ini ditulis dalam buku yang

berjudul Quranic Healing Technology. Maryani dan Hartati (2013), menyebut

terapi lantunan suara Al Qur’an dengan sebutan Therapy Audio Murattal.

Normadina (2015) menyebut terapi yang menggunakan suara Al Qur’an dengan

sebutan Sound Therapy Qur’anic.Walaupun memiliki sebutan yang berbeda, pada

esensinya terapi yang digunakan sama-sama menggunakan lantunan suara Al

Qur’an. Pada penelitian ini, penulis menggunakan istilah terapi murattal sebagai

sebutan untuk terapi yang menggunakan lantunan suara Al Qur’an.

Menurut Purna (dalam Handayani, 2014), murattal juga dapat diartikan

sebagai rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh seorang qori’ (pembaca

Al-Qur’an). Jenis terapi suara Al Qur’an dibedakan berdasarkan teknik

pembacaan Al Qur’an itu sendiri, sebab teknik pembacaan Al Qur’an akan

menghasilkan irama dan nada yang berbeda. Menurut Purna (2006), cara

membaca Al Qur’an ada dua teknik, yakni dibawakan dengan cara dan mujawwad

dan murottal. Mujawwad atau tartil adalah teknik membaca Al Quran yang

dilantunkan dalam perlombaan ataupun acara-acara tertentu. Biasanya mujawwad


dilantunkan dengan ritme yang lebih lambat dan suara yang lebih tinggi. Irama

yang digunakan dalam mujawwad disempurnakan sehingga pendengar dapat

menikmati bacaan qari dengan khidmat. Murattal adalah metode membaca Al-

Qur’an secara benar, sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid disertai dengan irama

dan suara yang baik.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terapi murattal adalah

terapi yang menggunakan suara lantunan ayat Al Qur’an sebagai sumber

penyembuhannya, baik yang dibacakan secara langsung oleh Qari maupun

melalui rekaman MP3. Terapi murattal terbagi dalam dua tekik pembacaan Al

Qur’an yaitu murattal dan mujjawad. Murottal adalah membaca Al Qur’an yang

menfokuskan pad kebenaran bacaan dan lagu Al Qur’an, sedangkan mujawwad

adalah teknik membaca Al Qur’an yang dilantunkan dengan menggunakan irama

tinggi dengan ritme yang lebih lambat. Terapi murattal juga dikenal dengan istilah

lain oleh para ilmuan muslim yaitu dengan sebutan Sound Healing, Therapy

Audio Murattal, Sound Quranic Healing dan Sound Quranic Therapy, namun

pada esensinya sama yaitu terapi yang menggunakan suara Al Qur’an sebagai

penyembuhannya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan terapi murattal dengan teknik

pembacaan Al Qur’an secara langsung oleh Qari dan menggunakan rekaman MP3

murattal untuk menurunkan tingkat depresi. Adapun alasan untuk menggunakan

murottal adalah, (1) teknik murottal lebih fokus pada penerapan tajwid sekaligus

lagu pada nada asli dengan tingkat suara sedang dan sesuai dengan frekuansi yang

diharapkan, (2) terapi murattal memiliki efek yang sama dengan terapi musik,
seperti yang dikatakan Robb (dalam Eldesa, 2014). Bacaan Al Qur’an dengan

keteraturan irama dan bacaan yang benar (murattal) merupakan sebuah alunan

musik yang mampu mendatangkan ketenangan dan meminimalkan kecemasan

(Wahida, 2015). (3) terapi murattal lebih mudah digunakan dan bisa

menggunakan rekaman MP3 atau langsung dibacakan.

3. Pelaksanaan Terapi Murattal.

Bentuk intervensi dalam terapi murattal adalah dengan membacakan atau

memperdengarkan bacaan suara Al Qur’an, baik dibacakan secara langsung

maupun melalui audio MP3 (Abdurrocman, 2008). Menurut Arrum (2015), cara

melakukan terapi suara Al Qur’an adalah, yang pertama berwudhu’. Berwudhu’

bertujuan untuk membersihkan diri untuk menghadap Tuhan. Kedua, pasien

berbaring di atas tempat tidur atau pada posisi nyamannya. Ketiga, pasien atau

kemudian mendengarkan suara Al Qur’an, baik melaui audio MP3 maupun

dibacakan secara langsung. Sejalan dengan itu Kaheel (2012) mengatakan bahwa

sebaiknya terapi murattal dibacakan atau diperdengarkan dan diulang beberapa

kali sehingga memberikan pengaruh pada orang yang mendengarkan. Bacaan Al

Qur’an itu sendiri terdiri dari dua hal yaitu suara yang dihasilkan oleh terapis dan

makna yang terkandung dari ayat tersebut.

Menurut Potter & Perry (dalam Yana, 2005) mengatakan, terapi suara

harus didengarkan minimal 15 menit, sebab jika diperdengarkan selama 15 menit,

maka dapat memberikan efek terapeutik pada pasien atau orang yang

mendengarkannya. Ihsan (2013) juga memberikan pendapat yang sama, terapi

suara dengan menggunakan suara Al Qur’an dilakukan sekurangnya 15 menit.


Namun penggunaan untuk ketenangan dan relaksasi, tidak ada batasan waktu

yang digunakan dalam pemberian terapi suara Al Qur’an, tergantung tujuan

penggunaan terapinya dan menyesuaikan dengan kondisi pasien itu sendiri.

Eldesa (2014) mengatakan bahwa terapi dengan menggunakan suara

murattal Al Qur’an memiliki efek yang sama dengan terapi musik. Menurut

Chiang (2012), musik terdiri dari lima unsur penting, yaitu frekuensi (pitch),

volume (intensity), warna nada (timbre), interval, dan tempo atau durasi (rhytm).

Misalnya pitch yang tinggi, dengan rhytm cepat dan volume yang keras akan

meningkatkan ketegangan otot atau menimbulkan perasaan tidak nyaman.

Sebaliknya pada pitch yang rendah dengan rhythm yang lambat dan volume yang

rendah akan menimbulkan efek rileks.

Penelitian Eerikainen (dalam, Fasa 2016), mengatakan bahwa terapi

musik biasa diawali dengan frekuensi 40 Hz, dengan asumsi dasar bahwa ini

adalah frekuensi dasar di talamus, sehingga stimulasi getaran dengan frekuensi

yang sama akan memulai efek kognitif untuk terapi. Musik dengan frekuensi 40-

60 Hz juga telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot,

mengurangi nyeri, dan menimbulkan efek tenang. Menurut Nilsson (dalam, Fasa

2016), karakteristik musik yang bersifat terapi adalah musik yang nondramatis,

dinamikanya bisa diprediksi, memiliki nada yang lembut, harmonis, dan

temponya 60-80 beat per minute.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, pelaksanaan terapi murattal

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dibacakan secara langsung atau

diperdengarkan melalui rekaman MP3. Cara pelaksanaan terapi murattal adalah;


yang pertama berwudhu’, yang kedua berbaring atau sesuai dengan posisi

nyamannya pendengar atau pasien dan ketiga adalah mendengarkan lantunan

suara Al Qur’an. Frekuensi suara yang digunakan dalam proses terapi adalah

sekitar 40-60 Hz, dan untuk durasi waktu yang digunakan sekurangnya 15 menit.

4. Terapi Murattal menurunkan hormon stres dan sebagai penenang (relaksasi)

Menurut Robb (dalam Eldesa, 2014) terapi murattal atau terapi

mendengarkan Al Qur’an dari beberapa studi menyebutkan efek yang sama

dengan terapi musik. Menurut Widayarti (dalam Yana, 2015), terapi murattal

merupakan salah satu musik yang memiliki pengaruh positif bagi pendengarnya.

Heru (dalam Yana, 2015) mengatakan bahwa suara murattal dapat menurunkan

hormon-hormon stres kortisol, dimana hormon stres tersebut merupakan hormon

yang menyababkan terjadinya depresi. Menurut Yana (2015), lantunan suara Al

Qur’an yang diperdengarkan dapat mengaktifkan hormon serotonin dan hormon

endorphin alami, dimana hormon ini akan membuat seseorang merasa bahagia,

meningkatkan perasaan rileks dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas,

tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah,

memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan gelombang-gelombang

otak dan meningkatkan kualitas tidur (menurunkan insomnia).

Terapi murattal yang diperdengarkan pada orang yang mengalami

depresi dapat menjaga keseimbangan zat kimia pada otak (Campbell, 2001). Suara

Al Qur’an yang diperdengarkan selanjutnya akan masuk ke telinga kemudian akan

menggetarkan gendang telinga. Saat suara menggetarkan gendang telinga,

kemudian akan diteruskan ke sususan saraf pusat tepatnya pada sistem limbic.
Sistem limbic memiliki fungsi sebagai neurofisiologi yang berhubungan dengan

emosi, perasaan dan sensasi. Suara yang sampai pada limbic akan menurunkan

hormon stres kortisol dan suara akan membentuk gelombang alfa, merangsang

pelepasan hormon serotonin sehingga memberikan efek relaksasi, merubah mood

menjadi positif serta menurunkan depresi (Purbowinoto & Kartinah, 2011).

Menurut Remolda (dalam Yana, 2015) mengatakan, terapi suara Al

Qur’an dapat mempercepat penyembuhan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ahmad Al Khadi menunjukkan bahwa mendengarkan ayat suci Al Qur’an

memiliki pengaruh mendatangkan ketenangan dan menurunkan ketegangan

sekitar 97%. Fitriatun (2015) mengatakan bahwa aktivitas mendengarkan bacaan

Al Qur’an memiliki pengaruh positif dalam menurunkan stres. Penelitian yang

dilakukannya menunjukkan bahwa bacaan Al Qur’an terbukti efektif dalam

menurunkan tingkat stres pada pasien dengan gangguan depresi di Rumah Sakit

Jiwa Malang. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Endiyono (2016)

mengatakan bahwa mendengarkan ayat Al Qur’an dapat meningkatkan kualitas

tidur dan menurunkan insomnia.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terapi murattal memiliki

efek yang sama dengan terapi musik. Suara Al Qur’an dapat menurunkan hormon

stres kortisol, dimana hormon stres tersebut merupakan hormon yang

menyababkan terjadinya depresi. Suara bacaan Al Qur’an dapat merangsang

hipotalamus untuk mengeluarkan hormon endorfin, hormon ini akan membuat

seseorang merasa bahagia, relaks dan nyaman sehingga dapat mengurangi

perasaan tegang, cemas dan rasa khawatir, menurunkan kecemasan, meningkatkan


kualitas tidur (menurunkan insomnia) memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga

menurunkan tekanan darah, memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi

dan gelombang-gelombang otak.

5. Ayat Al Qur’an mengandung makna positif.

Selain memiliki keindahan suara dari lantunan pembacaan Al Qur’an, juga

terdapat kandungan makna dari setiap ayat yang ada di dalamnya. Menurut

Su’dan (1997) banyak sekali ayat-ayat dalam Al Qur’an yang bisa digunakan

untuk pengobatan maupun pencegahan terhadap gangguan rohani atau psikologis

yang mengandung makna sebagai motivasi, edukasi, melatih kesabaran serta

sebagai petunjuk dan merubah kesalahan dalam berfikir. Menurut Abdurrochman

(2008), banyak kata di dalam Al Quran yang bermakna positif dan sebagai

petunjuk bagi manusia, lalu Abdurrochman mengumpulkan bacaan (murattal)

ayat-ayat tersebut dan menggunakannya sebagai terapi untuk gangguan

psikologis. Dzaky (2002) mengatakan, aplikasi terapi islam terhadap berbagai

persoalan salah satu langkah yang dilakukan adalah membacakan beberapa ayat

Al Quran yang berhubungan dengan permasalahan, gangguan atau penyakit yang

sedang dihadapi.

Menurut Mulyadi (dalam Mar'ati dan Chaer, 2016) mengatakan, di dalam

Al Qur’an banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan dinamika

kejiwaan manusia yang secara teoritik dapat dijadikan dasar acuan psikoterapi

untuk mengatasi gangguan jiwa. Zahrani (dalam Mar'ati dan Chaer, 2016)

mengatakan, Al Qur’an mengandung banyak hikmah dan nasehat, baik dengan

konsep pahala, hukuman maupun kisah yang semuanya dapat menjadi pelajaran
guna mengobati gangguan jiwa. Selanjutnya Sholeh (dalam Mar'ati dan Chaer,

2016) mengatakan, teraputik Al Qur’an diperoleh dari memahami makna ayat-

ayatnya melalui tafsir dan hikmahnya.

Adapun ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung makna positif yang

digunakan sebagai motovasi, edukasi, melatih kesabaran dan untuk merubah

kesalahan pola pikir dan memberikan penguatan positif pada orang dengan

gangguan depresi adalah sebagai berikut:

1) Surat Al Imran ayat 139

‫لاتَحْزَ نُواا َوأ َ ْنت ُ ُاما ْاْل َ ْعلَ ْونَااإِ ْا‬


‫ناكُ ْنت ُ ْاما ُمؤْ ِمنِينَا‬ ‫لات َ ِهنُواا َو َ ا‬
‫َو َ ا‬

Artinya:

"Janganlah kamu bersikap lemah. dan janganlah pula kamu bersedih


hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu
orang-orang yang beriman."

Menurut Shihab (1999), ayat ini mengajarkan pada manusia untuk tidak

merasa lemah dan tidak bersedih hati atas musibah yang menimpa manusia.

Dalam ayat ini juga terkandung makna yang memberikan nasehat pada manusia

untuk tidak meratapi orang-orang yang telah meninggal. Menurut Hawari (2002),

ayat ini memberikan penguatan dan pendidikan pada manusia agar dalam

menghadapi permasalahan hidup ini hendaknya tetap tegar dan tidak mudah jatuh

dalam depresi.

2) Surat Al Baqarah ayat155.

‫صا ِب ِرينَا‬ ِّ ِ َ‫ۗاوب‬


َّ ‫ش ِراال‬ َ ‫تا‬ِ ‫اوالث َّ َم َرا‬
َ ‫او ْاْل َ ْنفُ ِس‬
َ ‫ااْل َ ْم َوا ِل‬
ْ َ‫صامِن‬ َ ِ‫او ْال ُجوع‬
ٍ ‫اونَ ْق‬ ْ ‫ش ْيءٍ ا ِم َن‬
َ ِ‫االخ َْوف‬ َ ‫َولَنَ ْبلُ َونَّكُ ْما ِب‬

Artinya:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Menurut Shihab (1999), ayat ini mengajarkan pada manusia tentang

kesabaran dalam menghadapi cobaan hidup. Shihab mengatakan bahwa sabar

adalah perisai dan senjata orang-orang beriman dalam menghadapi beban dan

tantangan hidup. Itulah ujian yang akan dihadapi manusia berupa perasaan takut

pada musuh, kelaparan, kekurangan bekal, harta, jiwa dan buah-buahan. Tidak ada

yang melindungi manusia dari ujian-ujian berat itu selain jiwa kesabaran.

Hawari (2002) menjelaskan, ayat di atas memberitahukan kepada

manusia bahwa tiada hidup tanpa cobaan, oleh karena itu perbanyaklah kesabaran

agar mempu mengatasi berbagai pengalaman hidup yang tidak selamanya

menyenangkan, seperti stres, cemas dan depresi.

3) Surat Al Ankabut ayat 2-3.

َ َّ‫اساأ َ ْنايُتْ َركُوااأ َ ْنا َيقُولُوااآ َمن‬


‫ااوهُا ْمالايُ ْفتَنُونَ ا‬ َ ‫(أ َ َحس‬٢)‫صدَقُواا‬
ُ َّ‫ِباالن‬ َ ‫اَّللاُاالَّذِينَ ا‬
َّ ‫َولَقَدْافَتَنَّااالَّذِينَ ام ِْناقَ ْب ِل ِه ْمافَلَ َي ْعلَ َم َّن‬

ْ ‫َولَ َي ْعلَ َم َّن‬


‫االكَا ِذ ِبينَا‬

Artinya:

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja


mengatakan,"Kami telah beriman", sedangkan mereka tidak diuji? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta."

Menurut Shihab (1999), ayat ini mengajarkan pada manusia tentang

kesabaran dalam menghadapi cobaan hidup. Dalam ayat ini Allah telah menguji

umat-umat terdahulu dengan tugas-tugas keagamaan dan bermacam nikmat dan


cobaan, agar tampak perbedaan antara orang-orang yang benar-benar beriman dan

berdusta sesuai dengan apa yang diketahuinya berdasarkan ilmu-Nya yang azali.

4) Surat Al Baqarah 286.

َ ‫طأْنَاا‬
‫ۚاربَّنَاا‬ َ ‫َاال اتُؤَاخِ ذْنَااإِ ْن انَسِينَااأ َ ْو اأ َ ْخ‬َ ‫ۗاربَّن‬َ ‫تا‬ ْ َ‫سب‬َ َ ‫علَ ْي َهاا َمااا ْكت‬
‫او َا‬
َ ‫ت‬ َ َ‫سعَ َهااۚالَ َهاا َمااك‬
ْ َ‫سب‬ ُ ‫سااإِ َّل‬
ْ ‫او‬ ً ‫اَّللا ُ انَ ْف‬
َّ ‫ِف‬ ُ ِّ‫َل ايُ َكل‬
‫عنَّاا‬َ ‫ْف ا‬
ُ ‫اواع‬ َ ۖ‫طاقَةَا الَنَا ابِ ِها‬َ ‫او َل ات ُ َح ِّم ِْلنَا ا َما َال ا‬
َ ‫اربَّنَا‬ َ ‫علَ ْينَا اإِص ًْرا ا َك َما ا َح َم ْلتَهُ ا‬
َ ۚ‫علَى االَّذِينَ ام ِْن اقَ ْب ِلنَاا‬ َ ‫َو َل ات َ ْحم ِْل ا‬
ْ ‫ىاالقَ ْو ِم‬
‫االكَاف ِِرينَا‬ ْ َ‫عل‬ ُ ‫ار َح ْمنَااۚاأ َ ْنتَ ا َم ْو َلنَاافَا ْن‬
َ ‫ص ْرنَاا‬ َ ‫َوا ْغِاف ْرالَن‬
ْ ‫َااو‬
Artinya:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan


kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo’a): “Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”

Menurut Jalalayn (dalam Tafsir, 2017) maksud dari ayat ini adalah

bahwa Allah tidaklah memberikan beban kepada seseorang melainkan sesuai

dengan kemampuannya, artinya sekadar kesanggupannya. Maka dari itu ayat ini

bisa membangkitkan semangat dan motivasi dari orang yang sedang menghadapi

masalah.

5) Surat Al Baqarah Ayat 45

ْ َ‫عل‬
‫ىاالخَا ِشعِينَا‬ َ ‫يرةٌاإِ َّلا‬
َ ِ‫اوإِنَّ َهاالَ َكب‬
َ ِ‫ص ََلة‬
َّ ‫اوال‬ َّ ‫َوا ْستَعِينُواابِال‬
َ ‫صب ِْر‬
Artinya:
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan jalan yang sabar dan
dengan mengerjakan solat; dan sesungguhnya solat itu amatlah berat kecuali
kepada orang-orang yang khusyuk”
Menurut Shihab (1999), ayat ini mengajarkan pada manusia untuk

menjadikan kesabaran dan sikap menahan diri dari apa yang benci sebagai

penolong dalam menjalankan beban dan masalah yang dihadapi. Salah satu

caranya adalah dengan berpuasa, shalat dan berzikir. Sholat sangat besar

maknanya sebagai penolong, karena sholat menyucikan hati dan mencegah

kekejian dan kemungkaran.

6) Surat Al Insyirah ayat 5-6


ْ ‫اإِ َّنا َم َع‬.‫اٱلعُس ِْرايُس ًْراا‬
‫اٱلعُس ِْرايُس ًْرا‬ ‫فَإ ِ َّنا َم َع ْا‬
Artinya:
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”

Menurut Shihab (1999), ayat ini memberikan penjelasan pada manusia

bahwa selalu ada hikmah dibalik masalah yang dihadapi. Dalam ayat ini juga

dijelaskan bahwa setiap kesulitan ada kemudahan sehingga dapat membangkitkan

semangat dan motivasi dari manusia itu sendiri untuk keluar dari masalah yang

sedang dihadapinya.

7) Surat Ar-ra’d ayat 11

َ ‫حت َّ ٰى ايُغَ ِيِّ ُرواا َماا ِبأ َ ْنفُ ِس ِه ْما‬


‫ۗاو ِإذَاا‬ ‫اَّللاَ َالايُغَ ِيِّ ُر ا َماا ِبقَ ْو ٍما َا‬
َّ ‫اَّللااۗا ِإ َّن‬ ْ ‫ِاوم ِْن اخ َْل ِفهِايَحْ فَظُونَه‬
ِ َّ ‫ُامِناأ َ ْم ِر‬ ْ ٌ‫لَهُا ُم َاع ِقِّبَات‬
َ ‫امِن ابَي ِْن ايَدَ ْيه‬
‫الا‬ ْ ‫ۚاو َماالَ ُه ْم‬
‫امِناد ُونِهِام ْا‬
ٍ ‫ِنا َو‬ َّ َ‫أ َ َراد‬
َ ‫اَّللاُا ِبقَ ْو ٍماسُو ًءاافَ ََلا َم َردَّالَهُا‬
Artinya:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
Menurut Shihab (1999), Dari ayat di atas Allah memberikan kebebasan

dan keleluasaan kepada kita untuk menentukan nasib kita sendiri sesuai dengan

norma dan ajaran agama, norma sosial serta norma susila. Karena sebenarnya kita

sendiri-lah yang paling bertanggung jawab atas hidup dan nasib kita. Bukan

karena faktor lingkungan, keadaan, kondisi, ekonomi, orang lain, orang tua,

saudara, takdir, nasib dan lain sebagainya. Semua hal-hal di atas tidak bisa

dijadikan alasan atau pun kambing hitam atas kegagalan yang terjadi.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa banyak ayat-ayat

yang terdapat dalam Al Qur’an yang mengandung makna positif sebagai motivasi,

edukasi, melatih kesabaran dan hikmah dalam menghadapi cobaan hidup yang

tidak menyenangkan seperti stres, cemas, depresi dan gangguan rohani lainnya.

Dalam penelitian ini, ayat Al Qur’an yang digunakan adalah surat Al Baqarah

ayat 45, surat Al Baqarah ayat 155, surat Al Baqarah 286, surat Al Ankabut ayat

2, surat Ali Imran ayat 139, surat Al Insyirah ayat 5 dan surat Ar-ra’d ayat 11.
C. Pengaruh Terapi Murattal Untuk Menurunkan Depresi.

Depresi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat stres yang dapat

memicu peningkatan produksi hormon stress yaitu kortisol. Hormon stres kortisol

juga dapat merusak atau membuat hippocampus menjadi lebih kecil.

Hippocampus yang lebih kecil memiliki reseptor serotonin lebih sedikit.

Serotonin adalah zat kimia yang terdapat pada otak yang berfungsi untuk

menenangkan dan mengatur kesimbangan mood atau suasana hati. Serotonin juga

dikenal sebagai neurotransmitter yang memungkinkan komunikasi antara saraf di

otak dengan tubuh. Beberapa peneliti menemukan bahwa hormon stres kortisol

diproduksi secara berlebihan pada orang yang mengalami depresi sehingga

membuat hippocampus menjadi lebih kecil, apabila hippocampus mengecil maka

otak akan menghasilkan reseptor serotonin yang lebih sedikit sehingga membuat

seseorang mengalami penurunan mood seperti kesedihan, apatis, kecemasan serta

penurunan aktivitas hingga menjadi depresi (Davison, 2000).

Pemberian terapi murattal pada orang yang mengalami depresi dapat

menurunkan hormon-hormon stress, dimana hormon stres tersebut merupakan

hormon yang menyebabkan terjadinya depresi. Terapi murattal memiliki efek

yang sama dengan terapi relaksasi musik. Terapi murattal yang diperdengarkan

pada orang yang mengalami depresi dapat menjaga keseimbangan zat kimia pada

otak (Campbell, 2001). Terapi murattal yang diperdengarkan selanjutnya akan

masuk ke telinga kemudian akan menggerakkan gendang telinga. Saat suara

menggetarkan gendang telinga, kemudian akan diteruskan ke sususan saraf pusat

tepatnya pada sistem limbic. Sistem limbic memiliki fungsi sebagai neurofisiologi
yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sensasi. Suara yang sampai pada

limbic akan menurunkan hormon stres kortisol dan suara akan membentuk

gelombang alfa, merangsang pelepasan hormon serotonin sehingga memberikan

efek relaksasi, merubah mood menjadi positif serta menurunkan depresi

(Purbowinoto & Kartinah, 2011).

Seperti yang dikatakan Beck (1985), simtom depresi dapat dilihat dari

berbagai simtom, salah satunya pada simtom afektif. Pada simtom afektif, orang

yang mengalami gangguan depresi mengalami perubahan pada perasaan,

manifestasinya berupa kesedihan, berkurangnya bahkan hilangnya kesenangan,

apatis, berkurang bahkan hilangnya perasaan cinta pada orang lain, kecemasan

dan hilangnya respon terhadap kegembiraan.

Terapi murattal yang diperdengarkan pada orang yang mengalami depresi

akan mengaktifkan hormon endorphin alami yang ada pada otak, dimana hormon

ini akan membuat seorang merasa bahagia dan mengurangi kesedihan serta

meningkatkan perasaan relaks (Mustamir, 2009). Menurut Ortiz (dalam

Anggraini, 2004). Hormon endorphin alami juga dapat mengalihkan perhatian

dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh dan aktifitas

gelombang otak, sehingga dapat menurunkan tekanan darah serta memperlambat

pernafasan, detak jantung menjadi lebih stabil. Menurut Abdurrochman (2008),

pada saat mendengar suara bacaan Al Quran, otak mengalami relaksasi yang baik

sehingga seolah-seolah sedang berada dalam keadaan tidur. Pada kondisi tersebut,

sel kemudian memberikan sinyal ke kelenjar dalam tubuh untuk mengeluarkan


hormon endorphin. Kondisi inilah yang dialami oleh seseorang ketika melakukan

terapi mendengarkan suara Al Qur’an.

Menurut Salamon (dalam Anggraini, 2004), proses relaksasi suara ini

diperantarai oleh molekul NO (Nitric Oxide) yang terlibat dalam sistem auditorik

secara fisik pada perkembangan cochlea. Saraf halus cochlea ini berada

disepanjang talamus memasuki otak hingga korteks auditorik. Disepanjang jalur

kecil inilah pusat emosi dan sistem limbik diaktifkan. Dalam proses ini NO

bertindak sebagai neurotransmitter dan sebagai hormon yang mengaktifkan

Guanilat Cyclase yang menyebabkan relaksasi. Menurut Abdurrochman (2008),

lantunan suara Al Qur’an yang diperdengarkan pada orang yang mengalami

depresi akan menghasilkan gelombang delta sehingga menghasilkan ketenangan,

ketentraman dan relaksasi. Menurut Salim (dalam medicalzone, 2015), mendengar

lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dapat menimbulkan efek positif pada tingkat

kecemasan, stres ataupun depresi.

Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa terapi murattal dapat

memberikan efek ketenangan, relaksasi dan meningkatkan kualitas tidur

(menurunkan insomnia). Penelitian Anwar (2010) menyatakan bahwa terapi

murattal akan memberikan efek ketenangan dalam tubuh sebab adanya unsur

meditasi, autosugesti dan relaksasi yang terkandung didalamnya. Rasa tenang ini

kemudian akan memberikan respon emosi positif yang sangat berpengaruh dalam

mendatangkan persepsi positif. Penelitian terbaru dilakukan oleh Ihsan tahun 2013

mengatakan bahwa suara Al Qur’an dapat menurunkan tingkat depresi terhadap

pasien depresi di RSUP. DR. Sardjito Yogyakarta. Suara bacaan Al Qur’an yang
didengarkan pada pasien depresi mampu meningkatkan kesadaran spritual

mereka. Masing-masing dari pasien dapat menjadi lebih tenang dan ikhlas

menerima kenyataan. Kesadaran spiritual dapat meningkatkan keyakinan akan

adanya Tuhan Yang Maha Kuasa mendorong mereka menjadi lebih optimis dari

masalah yang mereka hadapi serta mengubah pandangan yang negatif dari selama

ini mereka alami (Ihsan, 2013).

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terapi murattal

apabila diperdengarkan dengan baik maka akan dapat menurunkan hormon stres

kortisol pada otak orang yang mengalami depresi. Selain itu dengan

mendengarkan murattal akan merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan

hormon endorfin, dimana hormon ini akan membuat seseorang merasa bahagia,

mengurangi kesedihan dan relaks. Selain itu hormon endorfin yang dihasilkan dari

mendengarkan terapi murattal dapat mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas

dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah

serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktifitas

gelombang otak.

Seperti yang dikatakan Beck sebelumnya, bahwa simtom emosional

(afeksi) depresi dapat dilihat berupa perubahan perasaan seperti penurunan mood,

kesedihan, kecemasan, hilangnyan perasaan cinta dan kegembiraan. Selanjutnya

Beck (1985) mengatakan depresi terjadi karena distorsi kognitif seperti pandangan

negatif terhadap diri sendiri, pandangan negatif terhadap lingkungan dan

pandangan negatif terhadap masa depan. Orang dengan gangguan depresi akan

menilai jelek diri sendiri, penimpaan kesalahan pada diri sendiri (meyakini dirinya
sebagai sumber permasalahan) dan ketidakmampuan seseorang dalam mengambil

keputusan.

Menurut Abdurrochman (2008), terapi murattal yang didengarkan

merupakan kumpulan ayat-ayat yang memiliki satu kata yang sama. Banyak kata

di dalam Al-Quran yang bermakna positif dan sebagai petunjuk bagi manusia, lalu

Abdurrochman mengumpulkan bacaan (murattal) ayat-ayat tersebut dan

menggunakannya sebagai terapi. Pembacaan makna ayat Al Qur’an juga

bermanfaat sebagai edukasi dan meperbaiki kesalahan berfikir atau pandangan

negatif seseorang pada suatu masalah. Kesalahan dalam pola pikir akan

diluruskan kembali dengan terjemahan dari ayat-ayat Al Qur’an yang memiliki

makna sebagai obat dan petunjuk (psikoedukasi) bagi umat manusia (Ihsan,

2013).

Adapun Ayat Al Qur’an yang membahas (simtom afeksi) tentang

kesedihan diantaranya adalah surat Ali Imran ayat 139. Shihab (dalam Tafsir,

2017), ayat ini mengajarkan pada manusia untuk tidak merasa lemah dan tidak

bersedih hati atas musibah yang menimpa manusia. Dalam ayat ini juga

terkandung makna yang memberikan nasehat pada manusia untuk tidak meratapi

orang-orang yang telah meninggal. Menurut Hawari (2002), ayat ini memberikan

penguatan dan pendidikan pada manusia agar dalam menghadapi permasalahan

hidup ini hendaknya tetap tegar dan tidak mudah jatuh dalam depresi . Adapun

manfaat membacakan makna ayat di atas pada pasien akan memberikan

penguatan positif dan nasehat bagi orang depresi yang mengalami kesedihan.
Simtom depresi selanjutnya menurt Beck adalah simtom kognitif yaitu

memiliki pandangan negatif terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan.

Simtom ini termasuk menilai jelek diri sendiri, distorsi citra tubuh dan harapan

negatif. Bagian kedua adalah penimpaan kesalahan kepada diri sendiri. Penderita

meyakini bahwa dirinya sumber segala permasalahan. Bagian ketiga ditandai

dengan ketidakmampuan seorang individu dalam mengambil sebuah keputusan.

Ayat Al Qur’an yang membahas tentang (kognitif) berfikir adalah surat

Al Baqarah ayat 286. Menurut Jalalayn (dalam Tafsir, 2017), maksud dari ayat ini

adalah bahwa Allah tidaklah memberikan beban kepada seseorang melainkan

sesuai dengan kemampuannya, artinya sekadar kesanggupannya. Maka dari itu

pembacaan makna ayat ini bisa membangkitkan semangat dan motivasi dari orang

yang sedang menghadapi masalah dan merubah cara pandang orang terhadap

suatu masalah yang dihadapi. Selain itu ada juga surat Ar-ra’d ayat 11. Menurut

Shihab (1999), dari ayat ini Allah memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada

kita untuk menentukan nasib kita sendiri sesuai dengan norma dan ajaran agama,

norma sosial serta norma susila, sebab kita sendirilah yang paling bertanggung

jawab atas hidup dan nasib kita, bukan karena faktor lingkungan, keadaan,

kondisi, ekonomi, orang lain, orang tua, saudara, takdir, nasib dan lain

sebagainya. Surat Al Baqarah ayat 155 juga berkaitan dengan berfikir. Hawari

(2002) menjelaskan, ayat di atas memberitahukan kepada manusia bahwa tiada

hidup tanpa cobaan, oleh karena itu perbanyaklah kesabaran agar mempu

mengatasi berbagai pengalaman hidup yang tidak selamanya menyenangkan,

seperti stres, cemas dan depresi


Simtom depresi selanjutnya menurut Beck (1985) adalah simtom

motivasional seperti tidak adanya keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas

seperti makan dan minum, timbulnya hasrat untuk mati dan meningkatnya

ketergantungan pada orang lain. Pada orang depresi terlihat adanya penurunan

atau hilangnya motivasi untuk melakukan berbagai aktivitas dari biasanya.

Menurut Hawari (2002), surat Ar-ra’d ayat 11 berkaitan dengan semangat

dan sebagai motivasi bagi orang depresi dimana pada orang depresi tidak adanya

minat dan keinginan untuk melakukan aktivitas. Menurut Shihab (1999), dari ayat

ini Allah memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada kita untuk menentukan

nasib kita sendiri sesuai dengan norma dan ajaran agama, norma sosial serta

norma susila, karena sebenarnya kita sendiri-lah yang paling bertanggung jawab

atas hidup dan nasib kita, bukan karena faktor lingkungan,d keadaan, kondisi,

ekonomi, orang lain, orang tua, saudara, takdir, nasib dan lain sebagainya. Ayat

ini memberikan semangat dan motivasi pada manusia untuk bangkit dari masalah

agar bisa merubah diri pada keadaan yang lebih baik. Ayat ini memberikan

harapan dan penguatan positif bagi orang yang mengalami cobaan hidup.

Simtom depresi menurut Beck selanjutnya adalah simtom perilaku dan

vegetatif. Simtom perilaku menunjukkan pengunduran diri dari hubungan sosial

dan keinginan untuk lari, berembunyi atau mati. Pada simtom perilaku, aktifitas

individu tidak seperti biasanya dalam bentuk retardasi atau agitasi. Simtom

vegetatif menunjukkan perubahan vegetatif seperti gangguan makan, tidur dan

dorongan libido. Pada simtom vegetatif, biasanya individu menunjukkan simtom

seperti kehilangan nafsu makan dan insomnia.


Surat Al Insyirah ayat 5 juga berisi tentang penguatan positif dan motivasi.

Menurut Shihab (1999), ayat ini memberikan penjelasan pada manusia bahwa

selalu ada hikmah dibalik masalah yang dihadapi. Dalam ayat ini juga dijelaskan

bahwa setiap kesulitan ada kemudahan sehingga dapat membangkitkan semangat

dan motivasi dari manusia itu sendiri untuk keluar dari masalah yang sedang

dihadapinya.

Selain memiliki manfaat sebagai terapi depresi, menurut Dzaky (2002),

aplikasi terapi membacakan dan mendengarkan Al Quran sangat bermanfaat

terhadap berbagai masalah rohani atau gangguan kejiwaan. Fungsi dan tujuan

pembacaan ayat-ayat Al-Quran tersebut adalah; pertama dalam rangka

memberikan nasihat, bimbingan tentang berbagai permasalahan yang dihadapi

manusia. Cara penyampainnya dengan penuh kasih sayang dan tidak mengundang

perdebatan. Dalam hal ini makna ayat Al Qur’an bisa mengembalikan kesalahan

berfikir dan pemahaman seseorang terhadap masalah kehidupan. Kedua,

pembacaan ayat Al Qur’an merupakan suatu tindakan pencegahan dan

perlindungan dan sebagai doa agar senantiasa dapat terhindar dan terlindungi dari

suatu musibah, ujian yang berat yang dapat mengakibatkan terganggunya

kesehatan jiwa. Ketiga, pembacaan ayat Al Qur’an merupakan suatu tindakan

pengobatan dan penyembuhan terhadap penyakit fisik dan spiritual. Erlina (2007)

mengatakan, depresi yang disebabkan oleh kesalahan berikir dapat ditangani

dengan menggunakan pendekatan kognitif dalam berfikir positif seperti affirmasi

diri, dan harapan positif.


Pembacaan makna ayat Al Qur’an pada orang yang mengalami deprsi

dapat meningkatkan motivasi dan mengubah perilaku manusia. Selain itu makna

ayat Al Qur’an juga bisa dijadikan sebagai edukasi dan penguat serta petunjuk dan

pegangan bagi manusia. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hakim

(dalam Al Qur’an Pedomanku, 2014) yang artinya:

“Kutinggalkan untukmu dua perkara (pusaka), kalian tidak akan tersesat


selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu (al-Qur’ān) dan sunnah rasul-
Nya”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa banyak ayat Al Qur’an

yang mengandung makna positif yang bermanfaat untuk orang yang mengalami

depresi, misalnya sebagai motivasi, penguatan positif, edukasi dan memperbaiki

kesalahan berfikir pada orang yang depresi yang serta melatih kesabaran terhadap

masalah yang dialami. Makna ayat Al Qur’an memiliki kandungan yang bisa

membangkitkan semangat serta motivasi bagi orang yang mengalami depresi.

Selain itu ayat Al Qur’an juga merupakan petunjuk dan pegangan bagi manusia

dalam menjalankan kehidupan, sehingga manusia bisa menjalani kehidupan sesuai

dengan ketentuan yang ada pada Al Qur’an.


D. Landasan Teori

Depresi merupakan gangguan psikologis yang dapat dilihat dengan

kondisi yang ditunjukkan oleh orang tersebut sebagai sebuah kemerosotan

perasaan, aktifitas, psikologis dan sosial seseorang dari hari kehari dan minggu

keminggu. Penelitian ini mengacu pada definisi dari teori Beck yang menyatakan

bahwa depresi menunjuk pada suasana mood yang depresif, konsep diri yang

negatif, keinginan-keinginan regresif serta adanya perubahan-perubahan vegetatif

dan perubahan pada tingkat aktivitas. Seseorang yang mengalami depresi

mengalami perubahan pada simtom emosional, kognitif, simtom perilaku dan

simtom vegetatif yang ditandai dengan kesedihan, hilangnya respon terhadap

kegembiraan, munculnya pemikiran tentang perasaan bersalah dan tidak berguna,

tidak adanya keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas dan timbulnya

keinginan mati atau ide bunuh diri serta meningkatnya ketergantungan pada orang

lain (Beck, 1985).

Menurut Beck (1985), jenis depresi dibagi dalam tiga tingkatan yaitu

depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat dan lama episode sekurang-

kurangnya dua minggu. Tingkatan tersebut memiliki gejala-gejala tertentu yang

harus dipenuhi oleh setiap tingkatan. Pada depresi ringan gejalanya tidak terlalu

banyak, dimana seseorang masih mampu menghadapi kesulitan dan melakukan

berbagai aktivitas. Pada depresi sedang, seseorang terlihat menghadapi kesulitan

nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

Pada depresi berat dapat diikuti oleh adanya waham dan halusinasi yang

dimunculkan oleh individu itu sendiri.


Penyebab depresi dalam penelitian ini mengacu pada pandangan biologi,

kognitif dan spiritual. Pertama pandangan biologi, pandangan ini menjelaskan

bahwa depresi terjadi karena adanya perubahan pada neurokimia pada otak dan

genetik. Menurut pandangan neurofisiologi dalam Davison (2000), seorang yang

mengalami depresi berawal dari ketidakseimbangan zat kimia pada otak yang

terjadi akibat stres yang dapat memicu peningkatan produksi hormon stress yaitu

kortisol. Hormon stres kortisol ini dapat merusak dan membuat hippocampus

menjadi lebih kecil sehingga memiliki reseptor serotonin lebih sedikit. Serotonin

adalah zat kimia otak yang menenangkan dan membantu mengatur tindakan dan

komunikasi antara saraf di otak dengan tubuh yang mendorong untuk beraktivitas.

Kedua adalah pandangan kognitif menyatakan bahwa depresi terjadi

karena distorsi kognitif atau proses berfikir yang melakukan interpretasi yang

salah dan menyimpang dari realita. Beck (1985), mengatakan bahwa depresi dapat

digambarkan sebagai cognitive triad tentang pikiran negatif terhadap diri sendiri,

terhadap lingkungan dan terhadap masa depan. Seorang yang mengalami depresi

akan membuat interpretasi yang salah terhadap kenyataan yang ada dengan cara

yang negatif, yaitu memfokuskan pada aspek negatif terhadap setiap situasi,

harapan yang pesimistis dan putus asa tentang masa depan. Seseorang yang

mengalami depresi akan mengkaitkan kemalangannya dengan kekurangan diri dan

rasa rendah diri, hal ini yang menyebabkan konsep diri yang positif tertutupi.

Ketiga adalah pandangan spiritual. Toeri ini mengatakan bahwa depresi

terjadi akibat krisis spiritual dan pemahaman yang keliru seseorang terhadap

keyakinannya. Menurut Najati (2005), depresi disebabkan karena proses belajar


yang keliru, yakni individu mempersepsikan diri dan lingkungannya secara

negatif, serta mengkondisikan kenyataan (situasi yang menekan) yang

dihadapinya dengan persepsi negatif tersebut. Sementara Propst (dalam

Zulkarnain, 2006) menyatakan bahwa depresi biasanya terjadi pada orang-orang

yang tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhannya.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

penanganan depresi dapat dilakukan dalam berbagai pendekatan yaitu pendekatan

biologi, kognitif dan spiritual. Pertama pendekatan biologi. Menurut pendekatan

biologi, selain menggunakan obat anti depresan, penanganan depresi juga dapat

dilakukan dengan memasukkan energi positif dalam tubuh salah satunya adalah

dengan mendengarkan suara Al Qur’an. Pemberian terapi murattal pada orang

yang mengalami depresi dapat menurunkan hormon-hormon stress dan

meningkatkan produksi hormon endorfin.

Kedua pendekatan kognitif Beck. Teori ini berfokus pada mempelajari

pada pola pikir negatif, identifikasi pikiran otomatis dan keyakinan yang salah dan

mengubahnya ke pola yang lebih tepat, serta menemukan pikiran alternatif yang

dapat mengurangi tingkat depresi. Terapis merestrukturisasikan kembali pikiran-

pikiran irasional, memberikan pemaparan kepada subjek untuk diterima dan

mengedukasikan dengan pemikiran-pemikiran rasional (Beck, 1985).

Ketiga adalah pendekatan spiritual. Menurut Hawari (2002), pelaksanaan

terapi psikoreligius berbentuk berbagai ritual keagamaan yang dalam agama Islam

seperti melaksanakan shalat, puasa, berdo’a berzikir, membaca shalawat, mengaji


(membaca dan mendengar isi kandungan Al Qur’an), siraman rohani dan

membaca buku-buku keagamaan yang berkaitan dengan agama. Menurut George,

dkk (dalam Smith dkk., 2005) mengatakan, aspek keagamaan mengandung

elemen harapan dan support sosial yang berkontribusi secara adaptif dalam

melewati setiap stressor dalam kehidupan sehingga permasalahan jarang terjadi

dan dapat diatasi.

Dari tiga pendekatan penanganan depresi di atas, terapi psikoreligius

mendengarkan suara Al-Qur`an (terapi murattal) lebih relevan digunakan sebagai

media terapi karena bisa menfasilitasi teori biologis, kognitif dan spiritual jika

dibandingkan dengan terapi psikorelius lain seperti sholat, zikir atau puasa. Terapi

mendengarkan Al Qur’an dapat dilakukan dengan menggunakan audio MP3 dan

dapat juga dilakukan dengan membacakan ayat Al Qur’an secara langsung pada

orang depresi. Menurut Eerikeinen (2016), frekuensi suara yang bisa digunakan

sebagai terapi adalah 40 Hz, sebab frekuensi ini adalah frekuensi dasar di talamus,

sehingga stimulasi getaran dengan frekuensi yang sama akan memulai efek

kognitif untuk terapi. Musik dengan frekuensi 40-60 Hz juga telah terbukti

menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri, dan

menimbulkan efek tenang. Sedangkan untuk durasi, terapi murattal dilakukan

lebih kurang sekitar 15 menit.

Pemberian terapi murattal pada orang yang mengalami depresi dapat

menurunkan hormon stres kortisol, dimana hormon ini merupakan hormon

penyebab depresi. Terapi murattal memiliki efek yang sama dengan suara musik.

Suara yang dihasilkan oleh Al Qur’an apabila diperdengarkan dengan baik maka
akan dapat merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan hormon endorfin,

dimana hormon ini akan membuat seseorang merasa bahagia dan relaks serta

dapat mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki

sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat

pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktifitas gelombang otak

(Abdurrochman, 2008).

Pemberian terapi murattal juga bermanfaat untuk memperbaiki kesalahan

berfikir pada orang depresi. Najati (2004) berbendapat bahwa al-Qur’an

diturunkan untuk mengubah pikiran manusia, kecenderungannya, dan tingkah

lakunya, memberi petunjuk kepada mereka, mengubah kesesatan dan kebodohan

mereka, mengarahkan mereka kepada suatu hal yang baik untuknya, dan

membekali mereka dengan pikiran-pikiran baru tentang tabiat manusia dan

misinya dalam kehidupan, nilai-nilai, dan moral. Menurut Su’dan (1997), ayat Al

Qur’an yang diperdengarkan mengandung makna positif yang sangat bermanfaat

untuk orang yang mengalami depresi, misalnya sebagai motivasi, penguatan

positif, edukasi dan memperbaiki kesalahan berfikir pada orang yang depresi yang

serta melatih kesabaran terhadap masalah yang dialami. Makna ayat Al Qur’an

memiliki kandungan dan makna yang bisa membangkitkan semangat serta

motivasi bagi orang yang mengalami depresi. Selain itu ayat Al Qur’an juga

merupakan petunjuk dan pegangan bagi manusia dalam menjalankan kehidupan,

sehingga manusia bisa menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan yang ada

pada Al Qur’an.
Menurut Beck (1985), orang depresi mengalami distorsi kognitif.

Pertama, orang yang mengalami depresi memiliki pandangan negatif pada diri

sendiri seperti merasa tidak mampu atau merasa tidak berguna. Dalam hal ini ayat

Al Qur’an memberikan penguatan, motivasi serta merubah pemahaman yang

salah tersebut melaui surat Ali Imran ayat 139 yang menganjurkan manusia untuk

tidak bersikap lemah dan bersedih hati. Kedua, orang yang depresi memiliki

pandangan negatif tentang lingkungan sebagai hambatan yang menyebabkan

kegagalan dan kehilangan. Dalam hal ini ayat Al Qur’an surat Al Insyirah ayat 5

memberikan motivasi pada manusia, bahwa dibalik kesusahan itu ada kemudhan.

Ketiga, orang yang mengalami depresi memiliki pandangan negatif tentang masa

depan sebagai kegagalan dan tidak ada harapan. Dalam hal ini Al Qur’an dalam

surat Al Baqarah ayat 286 menjelaskan bahwa masalah yang diberikan manusia

tidak akan melebihi kemampuan dirinya.

Penggunaan terapi murattal dapat dipakai sekaligus sebagai terapi

spiritual karena suara Al Qur’an dapat meningkatkan kesadaran spiritual

seseorang. Dorongan-dorongan kebaikan dan kebenaran dan kesucian yang

diterima seseorang saat mendengarkan suara Al Qur’an menyebabkan seseorang

sehat secara spiritual kemudian juga secara sosial karena kesehatan spiritual

berhubungan dengan keseimbangan jiwa atau kesehatan jiwa, sehingga seseorang

dapat terhindar dari gangguan jiwa (Pasiak, 2012).

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa depresi

merupakan gangguan psikologi yang disebabkan karena adanya perubahan

neurokimia pada otak, distorsi kognitif dan krisis spiritual. Depresi ditandai
dengan sebagai sebuah kemerosotan perasaan, aktifitas, psikologis dan sosial

seseorang. Pemberian terapi murattal dapat menurunkan hormon stres kortisol

penyebab depresi. Terapi murattal juga dapat menghasilkan hormon serotonin dan

endorfin dimana hormon ini akan membuat orang akan menjadi lebih bahagia dan

semangat. Pembacaan makna yang terkandung dalam ayat Al Qur’an dapat

dijadikan sebagai motiviasi, edukasi dan terapi kognitif yang dialami oleh orang

depresi sehingga dapat meningkatkan semangat, motivasi dan daya tahan

seseorang terhadap stres dari masalah yang dihadapi serta meningkatkan kekuatan

spiritual dalam mengahadapi tekanan psikologis.

Adapun kerangka teoritis dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar

dihalaman berikut:
Orang dengan gangguan depresi Pemberian Intervensi Terapi Murattal.

 Terjadinya peningkatan hormon stres  Terapi suara Al Qur’an jika diperdengarkan pada orang
kortisol pada otak. yang mengalami depresi dapat menurunkan hormon-
Otak kurang memproduksi hormon hormon stress penyebab depresi.
serotonin dan endorfin.  Suara Al Qur’an yang diperdengarkan akan membentuk
 Simtom Emosional gelombang alfa, merangsang pelepasan hormon serotonin
(Perubahan pada perasaan berupa sehingga memberikan efek relaksasi, menurunkan
kesedihan, apatis, kecemasan dll). insomnia, merubah mood menjadi positif serta
 Simtom Kognitif menurunkan depresi.
(Kesalahan berfikir berupa pandangan  Lantunan suara Al Qur’an akan menghasilkan hormon
negatif terhadap diri sendiri, lingkungan enodorfin, dimana hormon ini akan membuat seseorang
dan masa depan). akan merasa bahagia.
 Simtom Motivasional  Al Qur’an mengandung makna positif sebagai edukasi,
(Tidak adanya keinginan untuk memperbaiki kesalahan berfikir dan petunjuk bagi
melakukan aktivitas) manusia.
 Simtom Perilaku  Al Qur’an mengandung makna positif sebagai motivasi,
(menarik diri dari lingkungan, penguatan positif, pembentukan perilaku baru dan sebagai
bersembunyi dan penurunan aktivitas. petunjuk dalam kehidupan.
 Simtom Vegetatif  Makna positif dalam ayat Al Qur’an dapat menghasilkan
(Kehilangan nafsu makan dan insomnia). sebuah harapan baru, penguatan positif serta dapat
membangkitkan kekuatan spiritual.

Penurunan Depresi:

Biologis (Otak).
Hormon stres kortisol menurun.
Meningkatkan hasil hormon endorfin dan serotonin

Emosional :
Perasaan akan menjadi lebih tenang dan relaks.
Kesedihan, apatis dan kecemasan akan berkurang, karena mendengarkan suara Al Qur’an akan menghasilkan
hormon enodorfin, dimana hormon ini akan membuat seseorang akan merasa bahagia.

Kognitif:
Bisa berfikir lebih realistis dan positif.

Motivasional:
Akan menjadi lebih bersemangat dan memiliki motivasi untuk menjalani kehidupan

Perilaku:
Aktif bekerja, bersemangat, terbuka dengan orang lain dan bersosialisasi.

Spiritual:
Meningkatkan dan membangkitkan kekuatan spiritual dalam mengahadapi gangguan psikologis

Simtom Vegetatif:
Adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan diri
E. Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka teori yang telah dikemukakan di atas, maka

hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan skor depresi antara sebelum dan setelah diberikannya Terapi

Murattal pada kelompok eksperimen.

2. Skor depresi (post test) pada kelompok eksperimen lebih rendah dibandingkan

dengan skor depresi (post test) pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan

Terapi Murattal.

Anda mungkin juga menyukai