Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

ILMU KESEHATAN JIWA

Depresi Pada Anak

SUENDIA PUTRA DARDA

1102011266

PEMBIMBING: dr. Sonny Chandra, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN JIWA
PERIODE 3 AGUSTUS 5 SEPTEMBER 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO

1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan penurunan mood,
kehilangan minat terhadap kesenangan, merasa bersalah, merasa tidak berharga,
gangguan makan, gangguan tidur, penurunan energi dan kemampuan konsentrasi
yang buruk. Masalah ini dapat menjadi kronis dan mengarah pada ketidakmampuan
individu menjalankan kehidupan sehari-harinya. Depresi dapat meningkatkan
morbiditas (kesakitan), mortalitas (kematian), risiko bunuh diri, serta berdampak pada
penurunan kualitas hidup pasien dan keluarga.
Seperti disebutkan di atas, depresi dapat mengarah pada usaha bunuh diri (Harris
dan Lennings 1993), yang telah menyebabkan 850.000 orang meninggal setiap
tahunnya. 86% dari mereka berada di negara-negara berkembang (WHO, 2011).
Setengah dari mereka berusia 15-44 tahun. Penelitian WHO pada tahun 2000
memperlihatkan bahwa depresi merupakan kontributor ke empat dari beban penyakit
global (global burden of desease). Pada tahun 2020 diperkirakan depresi akan
menanjak menempati ranking ke dua dari beban penyakit global yang menyerang
semua umur, baik laki-laki mau pun perempuan. Dan pada tahun 2030 diperkirakan
depresi akan menjadi penyebab utama bagi gangguan kesehatan (WHO, 2011).
Saat ini depresi telah menjadi penyebab beban penyakit global pada kategori usia
15 44 tahun baik bagi laki-laki mau pun perempuan. Di perkirakan 20% anak dan
remaja di seluruh dunia mengalami masalah kejiwaan termasuk depresi. Namun
walau pun prevalensi depresi besar, hanya kurang dari 25% dari mereka yang
terdiagnosa depresi memiliki akses pada penanganan yang efektif. Jumlah lebih besar
lagi adalah mereka yang tidak terdeteksi. Oleh karena itu depresi sering juga disebut
sebagai The silent Epidemic

I.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk memenuhi tugas referat di bagian kepaniteraan Ilmu Jiwa Rumah Sakit
Umum Daerah Pasar Rebo.
2. Agar dapat mengerti dan memahami tentang gangguan depresi pada anak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Gangguan Depresi pada Anak
Gangguan depresi merupakan gangguan medik menyangkut kera otak, bukan
sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan ini menetap
selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian seseorang. Gangguan
depresi masuk dalam gangguan mood, merupakan periode terganggunya aktivitas
sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan murung dan gejala lainnya
termasuk perubaham pola tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan
konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak
berdaya serta pikiran bunuh diri.
Radloff (dalam Yarcheski dan Mahon, 2000), mendefinisikan depresi sebagai
symptoms which are a depressed mood, feeling so helplessness and hopelessness,
feeling so guilt and worthlessness, loss of appetite, sleep disturbances, and
psychomotor retardation. Jadi depresi berkaitan dengan gejala-gejala penurunan
mood, perasaan tak berdaya dan tidak memiliki harapan, merasa bersalah dan tidak
berharga. Selain itu depresi juga bisa dilihat dari gejala yang tampak pada hilangnya
nafsu makan, gangguan tidur dan penurunan kemampuan motoris.
Gangguan depresi terdapat pada anak disemua usia, dapat berupa berkurangnya
antusiasme dialam aktivitas permainan, olahraga, pertemanan, atau sekolah. Ciri
depresi serupa pada anak, remaja, dan orang dewasa.

II.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi meningkat seiring dengna meningkatnya usia. Gangguan
depresi pada anak prasekolah sangat jarang. Depresi lebih lazim ditemukan pada
anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan usia sekolah. Diantara anak-
anak dan remaja yang dirawat dirumah sakit, angka gangguan depresi berat jauh
lebih tinggi dibandingkan komunitas umum. Untuk anak usia sekolah dengan
gangguann distimik, terdapat kemungkinan besar bahwa gangguan depresi berat
akan timbul pada suatu waktu setelah 1 tahun mengalami gangguan distimik. Pada
remaja, seperti juga pada orang dewasa, gangguan depresi berat lebih sering
dibandingkan gangguan distimik.
Dari data penelitian di Amerika, didapatkan gejala depresi pada remaja umur 11-
13 tahun (remaja awal) lebih ringan secara bermakna dibandingkan dengan gejala

3
depresi pada umur 14 tahun (remaja menengah) dan umur 17-18 tahun (remaja
akhir). Remaja awal dengan gejala depresi lebih sering mengeluh dirinya kurang
menarik dan ingin berat badannya turun dari pada remaja akhir. Remaja dengan
sosio-ekonomi lebih rendah, lebih berat gejala depresinya daripada remaja dengan
sosio ekonomi yang lebih tinggi.

II.3 ETIOLOGI
Meskipun penyebab depresi remaja tidak diketahui secara lengkap, namun
telah diajukan sejumlah teori penting yang dapat digunakan sebagai gambaran sebagai
faktor penyebab depresi. Setidaknya ada lima faktor yang dapat diketahui sebagai
faktor penyebab depresi, yaitu:
1. Faktor psikologis. Menurut teori Psikoanalitik (Freud, 1917) dan
Psikodinamik (Abraham, 1927) depresi disebabkan karena kehilangan obyek
cinta, kemudian individu mengadakan introyeksi yang ambivalen dari obyek
cinta tersebut atau rasa marah diarahkan pada diri sendiri. Sementara Beck
(1974) dengan model cognitive-behavioral nya menyatakan bahwa depresi
terjadi karena pandangan yang negatif terhadap diri sendiri, interpretasi yang
negative terhadap pengalaman hidup dan harapan yang negatif terhadap diri
sendiri dan masa depan. Ketiga pandangan ini menyebabkan timbulnya
depresi, rasa tidak berdaya dan putus asa. Penyebab depresi apada anak usia
remaja mirip dengan orang dewasa, biasanya karena triad cognitive yaitu:
perasaan tidak berharga (worthlessness), tidak ada yang menolong dirinya
sendiri (helplessness), dan tidak ada harapan (hopelessness). Sedangkan
menurut teori belajar merasa tidak berdaya (learned helplessness model)
dari Seligman (1975) depresi terjadi bila seorang individu mengalami suatu
peristiwa yang tidak dapat dikendalikannya, kemudian merasa tidak mampu
pula menguasai masa depan.
2. Faktor biologis. Faktor ini terdiri atas faktor neuro-kimia dan neuro-endokrin.
Faktor neurokimia, yaitu mono-amine neurotransmitters, kekurangan zat ini
bisa menyebabkan timbulnya depresi. Faktor neuro-endokrin bisa berasal dari
terjadinya disfungsi dalam system penyaluran rangsang dari hipotalamus ke
hipofise dan target organ lain, gangguan ritme biologis, meningkatnya kardar
hormon pertumbuhan secara berlebihan serta gangguan tiroid.

4
3. Faktor neuro-imunologis. Pada orang dewasa sering ditemukan gangguan
dalam bidang imunologis sehingga lebih mudah terjadi infeksi pada susunan
syaraf pusat. Kemungkinan lain adalah bahwa zat-zat imunologis tersebut
terlalu aktif sehingga menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat. Hal
ini sangat jarang terjadi pada anak dan remaja.
4. Faktor genetik. Depresi bisa disebabkan oleh faktor keturunan. Resiko untuk
terjadinya depresi meningkat antara 20 40 % untuk keluarga keturunan
pertama. Dapat dikatakan bahwa anak-anak dari orangtua yang depresi
psikotik dan depresi non-psikotik terdapat insiden yang tinggi dari gejala
depresi ini. Memiliki satu orangtua yang mengalami depresi, meningkatkan
resiko dua kali pada keturunannya. Resiko itu meningkat menjadi empat kali
bila kedua orangtuanya sama-sama mengalami depresi.
5. Faktor psikososial. Anak remaja dalam lingkungan keluarga yang broken
home, jumlah saudara banyak, status ekonomi orangtua rendah, pemisahan
orangtua dengan karena meningggal atau perceraian serta buruknya fungsi
keluarga, merupakan faktor psikososial yang dapat menyebabkan anak remaja
mengalami depresi.

II.4 MANIFESTASI KLINIS


Gejala gangguan depresif berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya,
dipengaruhi juga oleh beratnya gejala. Gangguan depresif mempengaruhi pola pikir,
perasaan dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya. Gangguan depresif tidak
mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang dan bervariasi dari
satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan adalah sakit, nyeri bagian
atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan. Kebanyakan gejala dikarenakan
mereka mengalami stres yang besar, kekuatiran dan kecemasan terkait dengan
gangguan depresifnya. Simptom dapat digolongkan dalam kelompok terkait
perubahan dalam cara pikir, perasaan dan perilaku.
Perubahan cara berpikir terganggunya konsentrasi dan pengambilan
keputusan membuat seseorang sulit mempertahankan memori jangka pendek,
dan terkesan sebagai sering lupa. Pikiran negatif sering menghinggapi pikiran
mereka. Mereka menjadi pesimis, percaya diri rendah, dihinggapi perasaan
bersalah yang besar, dan mengkritik diri sendiri. Beberapa orang merusak diri
sendiri sampai melakukan tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain.

5
Perubahan perasaan merasa sedih, murung, tanpa sebab jelas. Beberapa
orang merasa tak lagi dapat menikmati apa-apa yang dulu disenanginya, dan
tak dapat merasakan kesenangan apapun. Motivasi menurun dan menjadi tak
peduli dengan apapun. Perasaan seperti berada dibawah titik nadir, merasa
lelah sepanjang waktu tanpa bekerja sekalipun. Perasaan mudah tersinggung,
mudah marah. Pada keadaan ekstrim khas dengan perasaan tidak berdaya dan
putus asa.
Perubahan perilaku ini merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka
menjadi apatis. Menjadi sulit bergaul atau bertemu dengan orang, sehingga
menarik diri dari pergaulan. Nafsu makan berubah drastis, lebih banyak
makan atau sulit membangkitkan keinginan untuk makan. Seringkali juga
sering menangis berlebihan tanpa sebab jelas. Sering mengeluh tentang semua
hal, marah dan mengamuk. Minat seks sering menurun sampai hilang, tak lagi
mengurus diri, termasuk mengurus hal dasar seperti mandi, meninggalkan
tanggung jawab dan kewajiban baik pekerjaan maupun pribadi. Beberapa
orang tak dapat tidur, beberapa tidur terus.
Perubahan Kesehatan Fisik dengan emosi negatif seseorang merasa dirinya
tidak sehat fisik selama gangguan depresif. Kelelahan kronis menyebabkan ia
lebih senang berada di tempat tidur tak melakukan apapun, mungkin tidur
banyak atau tidak dapat tidur. Mereka terbaring atau gelisah bangun ditengah
malam dan menatap langit-langit. Keluhan sakit dibanyak bagian tubuh
merupakan tanda khas dari gangguan depresif. Gelisah dan tak dapat diam,
mondar-mandir sering menyertai. Gejala tersebut berjalan demikian lama,
mulai dari beberapa minggu sampai beberapa tahun, dimana perasaan, pikiran
dan perilaku berjalan demikian sepanjang waktu setiap hari. Jika gejala ini
terasa, terlihat dan teramati, maka sudah waktunya membawanya untuk
berobat, sebab gangguan depresif dapat diobati.
Episode depresi pada anak prapubertas cenderung terlihat dari keluhan somatic,
agitasi psikomotor, dan halusinasi sesuai mood. Anhedonia juga sering ada, tetapi
anhedonia juga rasa putus asa, retardasi psikomotor, dan waham, lebih lazim pada
gangguan depresi berat remaja dan dewasa dibandingkan anak-anak. Rasa gelisah,
menggerutu, agresi, merajuk, keengganan untuk bekerja sama di dalam kerja sama

6
keluarga, penarikan diri dari aktivitas social, dan keinginan untuk meninggalkan
rumah lazim ada didalam depresi remaja.

II.5 DIAGNOSIS
Depresi mayor pada anak dan remaja ditentukan dengan menggunakan kriteria
DSM-IV-TR sekurangnya ada gejala depresi atau mood iritabel selama 2 minggu dan
kurangnya ketertarikan, diikuti dengan sekurangnya empat simtom : perubahan berat
badan, gangguan tidur, retardasi atau agitasi psikomotor, kelelahan atau berkurangnya
energi, perasaan bersalah, penurunan konsentrasi, dan ide atau rencana bunuh diri.
Simtom harus menyebabkan gangguan dalam fungsi anak, sebagai contoh,
penampilan dalam lingkungan sekolah atau hubungan dengan teman sebaya, hal ini
penting untuk mendiagnosis pada anak remaja. Gangguan tersebut membantu untuk
membedakan simtom ini dari fase anak atau remaja.
Anak remaja dengan gangguan depresi mayor sering menampilkan mood iritabel
daripada disforia. Biasanya mereka tidak perduli terhadap semakin besarnya
iritabilitas mereka atau efeknya terhadap interaksi dengan orang lain. Remaja yang
mempunyai beberapa tilikan terhadap iritabilitas mereka mungkin mengatakan bahwa
segalanya membuat mereka marah baik itu penting atau tidak. Kehilangan
kegembiraan atau perhatian dapat membuat anak remaja menarik diri dari sekolah
atau aktivitas dan pertemanan mereka. Gangguan tidur biasa terdapat pada anak
remaja yang terdepresi, sebagian mengalami sulit tidur. Berkurangnya berat badan
atau susahnya naik berat badan lebih sering daripada kenaikan berat badan. Anak
remaja yang terdepresi sering merasa lelah dan beristirahat sepulang sekolah.
Kurangnya konsentrasi dapat bermanifestasi terhadap prestasi sekolah. Seorang anak
sering menggambarkan perasaan bersalah seolah-olah tak ada yang menyukainya.
Usaha bunuh diri dan ciri psikotik lebih umum djiumpai pada remaja yang terdepresi
daripada anak.
Anak remaja yang terdepresi seringkali tidak menganggap mereka sedang depresi
oleh karena mood mereka lebih sering iritabel daripada terdepresi. Orangtua
seringkali tidak mengenali gejala-gejala dari anak remaja mereka yang terdepresi.
Anak dan remaja yang terdepresi lebih sering dibawa untuk evaluasi oleh karena
adanya penurunan prestasi di sekolah, penyalahgunaan zat, usaha bunuh diri, atau
suatu perubahan perilaku.

7
Untuk kriteria diagnostik gangguan distimik menurut DSM-IV-TR, anak atau
remaja haruslah memiliki mood terdepresi atau iritabel sekurang-kurangnya selama 1
tahun. Sebagai tambahan, harus ada sekurangnya 2 gejala berikut : selera makan yang
menurun atau makan yang berlebihan, insomnia atau hipersomnia, energi yang rendah
atau perasaan kelelahan, harga diri yang rendah, konsentrasi yang buruk atau
kesulitan untuk membuat keputusan, dan perasaan hilang harapan/keputusasaan. Anak
remaja dengan gangguan distimik memiliki simtom-simtom melankolik dan
neurovegetatif yang lebih rendah daripada yang dengan gangguan depresif mayor.
Kronisitas dari gangguan distimik menghasilkan gangguan psikososial yang
signifikan.
Gejala-gejala yang tampak pada penderita depresi menurut Pedoman
Penggolongan dan Dianognis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III dibedakan atas gejala
utama dan gejala tambahan. Gejala utama terdiri atas: (1) Suasana perasaan yang
tertekan sepanjang hari; (2) Kehilangan minat dan gairah pada hampir semua
aktivitas, yang dirasakan sepanjang hari; (3) mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
Sedangkan gejala tambahan terdiri atas: (1) Konsentrasi dan perhatian berkurang; (2)
Harga diri dan rasa percaya diri berkurang; (3) Merasa bersalah dan tidak berguna; (4)
Pandangan masa depan suram dan pesimistik; (5) Imsomnia atau hipersomnia; (6)
Nafsu makan berkurang; (7) Gagasan dan perbuatan membahayakan diri atau pikiran
untuk bunuh diri. Gejala depresi ini minimal berlangsung dua minggu. Depresi pada
remaja sering dominan berkaitan dengan penyimpangan perilaku, penyalahgunaan
obat, penyimpangan seksual, keluhan fisik tak khas, dan problema sekolah.
Beberapa pegangan untuk mengetahui apakah pada anak remaja terdapat depresi
atau tidak antara lain: (1) Pendekatan dan wawancara dengan remaja dengan cara
diajak berceritera, (2) Observasi afek (suasana perasaan) dan perilaku remaja, (3) Bila
remaja menjadi nakal, prestasi sekolah menurun, kelainan somatik tanpa didasari
kelainan fisik, maka harus dipikirkan kemungkinan depresi terselubung.
Klasifikasi gangguan depresif menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III, Departemen Kesehatan) :
F 32 Episode depresif
Gejala utama pada gangguan depresif ringan, sedang dan berat :
afek depresi
kehilangan minat dan kegembiraan

8
berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas
Gejala lainnya : konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri
berkurang, pikiran rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang
suram dan pesimistik, pikiran atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh
diri, tidur terganggu dan nafsu makan terganggu.

9
10
11
II.6 TATALAKSANA
Banyak jenis terapi, efektivitas akan berbeda dari orang ke orang dari waktu ke
waktu. Psikiater memberikan medikasi dengan antidepresan dan medikasi lainnya
untuk membuat keseimbangan kimiawi otak penderita. Pilihan terapi sangat
bergantung pada hasil evaluasi riwayat kesehatan fisik dan mental penderita. Pada
gangguan depresif ringan seringkali psikoterapi saja dapat menolong. Tidak jarang
terapi memerlukan psikofarmaka antidepresan. Medikasi akan membantu
meningkatkan suasana hati sehingga relatif penderita lebih mudah ditolong dengan
psikoterapi dan simptomnya cepat menurun.
Setiap individu mempunyai kebutuhan dan latar belakang yang berbeda, sehingga
terapinya disesuaikan dengan kebutuhannya. Terapi juga dipengaruhi oleh masalah
pribadi kehidupan penderita. Jika mereka juga menggunakan napza atau mempunyai
ketergantungan pada hal lain, seringkali tanda dan gejala gangguan depresif
mengalami distorsi, atau menjadi diperbesar dan nampak tidak dapat dipulihkan.
Rujukan penderita ke layanan terapi profesional sangatlah diperlukan. Terapi yang
dapat dipercaya oleh penderita memberikan dorongan kuat untuk pemulihan. Terapi
diarahkan pada pemikiran positif penderita untuk membalikkan pikiran dan perasaan
negatifnya. Pengobatan gangguan depresif tersedia dan gangguan depresif dapat
diobati.

12
Jika penderita mengalami gangguan depresif berat, dan gejalanya sangat membuat
tidak berdaya maka perlu diketahui bahwa anti depresan tidak menyembuhkan
gangguan depresif, tetapi mengurangi sampai menghilangkan gejala. Psikoterapi akan
membantu penderita belajar adaptasi diri menghadapi permasalahan yang muncul
dalam kehidupannya yang berpotensi mencetuskan gangguan depresif. Pola pikir
negatif dan sikap pesimistik perlu digantikan dengan perilaku yang diubah melalui
pendekatan psikoterapi.
Penderita dengan gangguan depresif perlu didukung dengan empati, dengan
menekankan bahwa mereka dapat ditolong dan diobati. Kebanyakan dari mereka
merasa putus asa dan merasa tidak berdaya. Hindari ketidak-empatian seperti
mengatakan kepada mereka untuk senyum, bergembira, jangan malas, bergaul dsb. Ini
akan membuat mereka lebih terpuruk.
Evaluasi dan observasi penderita akan kemungkinan bunuh diri, keluarga diminta
bantuannya untuk mengawasi hal ini. Tujuannya adalah untuk mengamankan
penderita dari tindak mengakhiri kehidupan.

Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku


ELECTRO CONVULSIVE THERAPY ( ECT )
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi
semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko
bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.
Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting
karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di
rumah sakit menjadi lebih pendek.
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa
kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada
keadaan :
Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )
Masih sekolah atau kuliah
Mempunyai riwayat kejang
Psikosis kronik
Kondisi fisik kurang baik
Wanita hamil dan menyusui

13
Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita
epilepsi, TBC milier, tekanan tinggi intra kracial dan kelainan infark jantung.
Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan,
pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek
samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek
samping kecil.
Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang
mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat.
Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy)
yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater.

Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik
atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan
hubungan profesional antara terapis dengan penderita.
Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara
individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang
mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati,
pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan
psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.

Tiga Fase Pengobatan Gangguan Depresif


Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada
penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan
depresif :
- Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala
- Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
- Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren

14
Antidepresan baru terlihat efeknya dalam 4 sampai 12 minggu, sebelum ia
mengurangi atau menghapus gejala-gejala gangguan depresif meski hasilnya
dirasakan sudah membuat perbaikan dalam 2 sampai 3 minggu. Selama masa ini efek
samping akan terasa. Banyak efek samping bersifat sementara dan akan menghilang
ketika obat diteruskan, dan beberapa efek samping menetap seperti mulut kering,
konstipasi dan efek seksual.
Selective serotonin reuprake inhibitor (SSRI) secara luas diterima sebagai
intervensi farmakologis lini pertama untuk gangguan depresi sedang hingga berat
pada anak-anak dan remaja:
Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam
dosis tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat,
penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti
depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein
plasma.
Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati
dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.

15
Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui,
mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.
Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh
diri.
Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,
maksimum dosis 300 mg.
Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi
MAO, insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi,
hamil dan laktasi.

II.7 PROGNOSIS
Prognosis gangguan depresi pada anak dan remaja bergantung pada onset usia,
keparahan episode, dan adanya gangguan yang terdapat bersamaan; onset usia yang
masih muda serta berbagai gangguan meramalkan prognosis lebih buruk. Rerata
lamanya suatu episode depresi berat pada anak dan remaja kira-kira adalah 9 bulan;
kemungkinan kumulatif kekambuhan adalah 40 persen pada 2 tahun dan 70 persen
pada 5 tahun. Telah dilaporkan bahwa anak-anak dengan depresi yang tinggal di
dalam keluarga dengan tingkat konflik kronis yang tinggi lebih besar
kemungkinannya untuk mengalami kekambuhan. Risiko bunuh diri, yang mewakili
12 persen kematian pada kisaran usia remaja, signifian diantara remaja dengan
gangguan depresi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Fitri S. 'Mengenali Dan Menangani Depresi Pada Siswa: Rambu-Rambu Bagi


Konselor Sekolah Di Sekolah'. 2011. Presentasi. Bandung.
Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III.2013. PT Nuh Jaya. Jakarta
Sadock BJ, Sadock VA. 2013. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

17

Anda mungkin juga menyukai