Anda di halaman 1dari 4

Latar Belakang

Depresi merupakan penyakit yang mengganggu kehidupan. Sekitar jutaan manusia yang
mengalami depresi di Indonesia sebagian besar berusia remaja. Penyakit ini mempunyai efek yang
membuat penderitaan, bermasalah di kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, depresi membutuhkan
pengobatan yang serius. Bahkan jika tidak diobati, dapat menyebabkan efek yang berkesinambungan.
Mulai dari gangguan hubungan sosial yang buruk, kualitas hidup yang menurun, hingga bunuh diri.
Bedasarkan dari data DepKes RI pada tahun 2006, ada sekitar 43 juta jiwa atau 20% dari
jumlah penduduk adalah anak remaja Indonesia yang berusia 10-19 tahun, tetapi pada tahun 2008
jumlah anak remaja sampai 62 juta jiwa.1
Gejala depresi dimulai dari kesedihan. Dilanjutkan dengan gangguan psikologis, gangguan
somatik, serta gangguan psikomotorik, yang akhirnya menyebabkan gangguan efektif dalam kurun
waktu tertentu.
Usia remaja mengalami kesedihan ini dalam waktu yang cukup lama. Biasanya membuat remaja
menjadi tidak nafsu makan atau sebaliknya nafsu makan yang berlebihan, malas beraktivitas hingga hal
yang dilakukan hanyalah tidur, lelah, lesu, tidak ada tenaga, perasaan rendah diri, tidak dapat
konsentrasi dan sulit mengambil keputusan atau labil. Efek depresi ini membuat risiko putus asa,
sehingga kreativitas, inisiatif, serta motivasi remaja menurun drastis.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa depresi bukanlah kesedihan yang biasa. Dimana
kesedihan biasa dapat diartikan sebagai fenomena sosial yang pastinya pernah atau bahkan selalu
dirasakan oleh setiap manusia. Namun depresi berbeda dengan hal ini, depresi sudah termasuk penyakit
yang mengganggu kejiwaan. Secara kuantitatif kesedihan pada orang depresi relatif lebih lama dan
lebih intensif dibandingkan orang yang memiliki kesedihan biasa. Begitupun secara kualitas orang
depresi sampai mengalami halusinasi hingga pikiran untuk bunuh diri.

Menurut I Gusti Ayu Endah Ardjuna (Soetjiningsih, 2004), depresi memiliki beberapa trias.
Pertama adalah perasaan yang memiliki tekanan. Bermulai dari hal yang dirasakan, lalu dilaporkan
secara verbal, dan membuat ekspresi muka yang sedih serta mudah menangis. Trias selanjutnya
merupakan kesulitan dalam berpikir. Secara reaksi verbal cara berpikirnya sangat lambat, tidak dapat
berpikir dan berkata secara tegas. Proses berpikir orang depresi sangatlah berkurang. Dan yang ketiga
yaitu psikomotorik yang lambat. Hal ini dinilai secara obyektif oleh pengamat dan perasaan yang
dialami sendiri oleh penderita depresi. Contohnya seperti hal yang sudah ditulis sebelumnya, seperti
mudah lelah, antusias yang menurun, energy yang berkurang, seringkali perasaan ragu dalam
memutuskan pendapat, dan juga dapat mengalami keluhan somatik yang tidak menentu.
Mayoritas usia remaja merupakan usia dimana superego, kemampuan verbal, kognitif,
kemampuan menyatakan perasaan, serta cara berpikir yang realistik meningkat. Hal – hal ini
merupakan ciri – ciri di usia remaja yang menjadi matang – matangnya dan dewasa. Fantasi untuk
pelarian menjadi menurun, dimana tidak ada pembelaan primitif. Sedangkan suara hati nurani atau
dalam arti lain yang disebut dengan superego meningkat. Hal ini memperberat perasaan bersalah dan
perasaan rendah diri.
Penelitian membuktikan bahwa semakin meningkatnya usia manusia, juga dapat meningkatkan
risiko untuk depresi. Berdasarkan data Amerika menunjukan bahwa gejala depresi remaja terbagi
menjadi 3 fase, pertama pada fase usia 11 – 13 tahun, fase usia 14 tahun, dan fase usia akhir remaja
yaitu 17 – 18 tahun. Ketika usia remaja dimulai, usia 11 – 13 tahun hanya depresi ringan seperti
keluhan fisik dan berat badan yang kurang sempurna. Jauh lebih ringan jika dibandingkan usia 17 – 18
tahun yang mempunyai depresi lebih berat. Salah satunya seperti depresi sosial dan ekonomi pada usia
11 – 13 tahun lebih rendah dibandingkan usia 17 – 18 tahun yang mengalami depresi sosial dan
ekonomi.

1
Data based on Kementrian Pendidikan Nasional .
Penyakit depresi sudah diketahui sejak berabad – abad yang lalu. Namun penyebab yang
ditemukan masih tidak jelas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi disebabkan karena
faktor genetik, citra otak, obat kimia, psikodinamika, dan masih banyak lagi. Namun hal ini masih
tidak dapat dipastikan.

Faktor-faktor yang menyebabkan depresi adalah, pertama, faktor pskiologis. Menurut


Psikodinamik (Abraham, 1927) dan Psikoanalitik (Freud, 1917) kehilangan object cinta yang
menyebabkan depresi, kemudian individu tersebut mengarahkan rasa amarah pada diri sendiri.
Menurut, Beck (1974) dengan cognitive-behavioral model, menyatakan bahwa, “depresi terjadi karena
pandangan yang negative terhadap diri sendiri, interpretasi yang negative terhadap pengalaman hidup
dan harapan yang negative terhadap diri sendiri dan masa depan.” 2

Ketiga pandangan menyebabkan adanya depresi, rasa putus asa atau rasa tidak berdaya. Pada
umumnya, depresi pada anak remaja mirip dengan orang dewasa, biasanya disebut dengan triad
cognitive, yaitu:
1. Helplessness  merasa diri sendiri tidak ada yang akan menolongnya.

2. Worthlessness  Merasa diri sendiri tidak berharga.

3. Hopelessness  Merasa diri sendiri sudah tidak ada harapan.

Tetapi, menurut teori learned helplessness model, “Depresi terjadi bila seorang individu
mengalami suatu peristiwa yang tidak dapat dikendalikannya, kemudian merasa tidak mampu pula
menguasai masa depan.” – Seligman (1975)3
Kedua, yaitu, faktor biologis. Teridiri atas faktor neuro-endokrin dan neuro-kimia. Pada faktor
neuro-endokrin yaitu, terjadi disfungsi pada sistem penyaluran yang merangsang dari hypothalamus ke
hipofise atau ke target orang lain. Kalau faktor neuro-kimia, yaitu jika kekurangan neurotransmitter
mono-amine, bisa menyebabkan depresi. Ketiga, faktor pada neuro-immunologis, yaitu ada gangguan
dalam immunologis sehingga mudah terjadi infeksi pada saraf pusat. Tetapi gangguan ini lebih sering
ditemukan pada orang dewasa. Keempat, faktor genetic. Bisa disebabkan faktor keturunan, peningkatan
depresi terjadi 20% sampai 40%. Orangtua yang mengalami depresi secara psikotik dan non psikotik
terdapat insiden yang tinggi dan jika memiliki salah satu orangtua yang mengalami depresi, dapat
meningkatkan resiko yang tinggi pada keturunannya. Kelima, Faktor psikososial, yaitu pada anak
remaja dengan keluarga yang broken home, ekonomi orang tua tidak tentu, terjadi perceraian,
pemisahan dengan orangtua atau jumlah saudara yang banyak adalah faktor psikososial yang bisa
menyebabkan para remaja untuk mengalami depresi.

Depresi dapat dikelompokkan menjadi 3 macam bedasarkan karakteristiknya:


1. Depresi Akut:

Ciri-ciri  manifestasi gejala depresi terlihat sangat jelas, tramsa psikologis yang berat,onset
gejala dalam waktu singkat dan tidak adanya pskiopatologi yang memperberat.

2. Depresi Kronik:

Ciri-ciri  gejala depresi yang jelas tetapi tidak ada faktor pemicu yang mendadak, onset gejala
dalam waktu yang lama, terjadi gangguan dalam penyesuaian diri secara emosional dan sosial, ada
riawayat gangguan afektif.

3. Depresi terselubung: gejala depresi yang tidak jelas, menunjukkan gejala yang lain; agresif,
hiperaktif dan lain-lain.

2
Cite from the article. Drs. Mardiya, Persoalan depresi pada remaja. Page 3.
3
Cite from the article. Drs. Mardiya, Persoalan depresi pada remaja. Page 3.
Menurut PPDGJ, yaitu Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan jiwa, gejala-gejala
yang muncul pada orang mengalami depresi bisa dibedakan atas gejala yang utama dan tambahan.
Pada gejala yang utama yaitu,
1. Perasaan yang tertekan

2. Tidak ada minat untuk melakukan aktivitas seharian

3. Mudah lelah

Pada gejala tambahan yaitu,


1. Perhatian dan konsentrasi kurang

2. Tidak ada rasa percaya diri, harga diri kurang

3. Merasa diri sendiri tidak berguna

4. Merasa Bersalah

5. Pemikiran tentang masa depan selalu negative

6. Mengalami hypersomnia atau insomnia

7. Tidak ada nafsu makan

8. Ada pikiran atau perbuatan untuk melukai diri sendiri, contoh: bunuh diri.

Gejala-gejala depresi ini bisa berlangsung sekitar 2 minggu dan pada remaja sering terkait dengan
perilaku, penyimpangan sexual, penyalahgunaan obat, mengeluh tentang bentuk fisik dan masalah
di sekolah.
Ada beberapa cara untuk mengetahui apakah anak remaja mengalami depresi yaitu,
pertama, melakukan wawancara dan pendekatan dengan cara untuk diajak bercerita. Kedua,
Mengobservasi perilaku dan suasana perasaan. Ketiga, jika anak remaja menjadi nakal, kelainan
somatic atau prestasi sekolah menurun, harus bisa diketahui kemungkinan anak remaja tersebut
menhgalami depresi terselubung.

Cara-cara untuk mennangani depresi pada anak remaja adalah menggunakan konsep yang
disebut konsep elektik-holistik, penanganan secara psikoterapi atau juga medika mentosa. Contoh
psikoterapi yaitu terapi interpersonal, terapi keluarga dan cognitive behavior theraphy.
REFERENSI

1. Drs. Mardiya (2018). Persoalan Depresi Pada Remaja. Available at:


http://www.kulonprogokab.go.id/v21/files/Artikel-Persoalan-Depresi-Pada-Remaja.pdf
[Accessed 3 Oct. 2018].

2. Kementrian Pendidikan Nasional, 1996. SekolahDasar.


http://www.kemdiknas.go.id/peserta-didik/sekolah-dasar.aspx . (18 Februari 2011)
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010.

Anda mungkin juga menyukai