Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA II

DENGAN MASALAHLANSIA DEPRESI


Memenuhi Tugas Mata Ajar Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. Wilhelmus Petrus Gua 131911123053
2. Siti Zulaiha 131911123062
3. Candra Pratiwi 131911123063
4. Ella Putri Utami 131911123064
5. Aulia Yumroatul Jannah 131911123065

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEPERAWATAN
S1 PENDIDIKAN NERS
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses penuaan merupakan suatu proses alamiah yang tidak dapat dicegah
dan merupakan hal yang wajar dialami oleh orang yang diberi karunia umur
panjang, di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang,
damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan
penuh kasih sayang. Tidak semua lanjut usia dapat mengecap kondisi idaman ini.
Proses menua tetap menimbulkan permasalahan baik secara fisik, biologis, mental
maupun sosial ekonomi. Permasalahan-permasalahan ini dapat memicu terjadinya
depresi pada lanjut usia. Stres lingkungan, menurunnya kemampuan beradaptasi
dan rendahnya nilai spiritual yang dimiliki lansia juga sering mendukung
terjadinya depresi.

Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan mental yang sering


ditemui pada lanjut usia (lansia). Depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada
pasien yang lebih muda karena gejala-gejala depresi sering berbaur dengan
keluhan somatik. Faktor resiko depresi pada lansia lebih banyak diderita oleh
wanita daripada pria, lansia yang memiliki status kesehatan buruk, tinggal sendiri,
disabilitas fungsional, penyakit somatik, status marital, isolasi sosial, gangguan
emosi dan kepribadian, tingkat pendidikan, kematian dan lain-lain.

Depresi pada lanjut usia telah menjadi masalah utama yang dihubungkan
dengan kematian dan kejadian bunuh diri. Hasil penelitian menyebutkan 15%
lanjut usia memiliki kecenderungan bunuh diri karena depresi. Risiko bunuh diri
pada lanjut usia wanita yang mengalami depresi dua atau tiga kali lebih tinggi
daripada lanjut usia laki-laki. Bila hal ini tidak disikapi dengan benar dapat
membahayakan lanjut usia. Prevalensi depresi pada lanjut usia, sekitar 12–36%
lanjut usia yang mengalami rawat jalan mengalami depresi. Angka ini meningkat
menjadi 30–50% pada lanjut usia dengan penyakit kronis dan perawatan lama
yang mengalami depresi. Kira-kira 25% komunitas lanjut usia dan pasien rumah
perawatan ditemukan adanya gejala depresi pada lanjut usia. Depresi menyerang
10–15% lanjut usia 65 tahun ke atas yang tinggal di institusi, dengan sekitar 50–
75% penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi dari tingkatan
ringan sampai sedang. Data hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan peneliti
pada bulan Mei 2009 terhadap lanjut usia di wilayah RT 04 Kedung Tarukan
Wetan ditemukan bahwa 37% lanjut usia warga RT 04 mengalami depresi yang di
ukur dengan menggunakan Geriatric Depression Scale Short Form.

Mangoenprasodjo (2004) menyatakan bahwa penyebab depresi pada lanjut


usia merupakan perpaduan interaksi yang unik dari berkurangnya interaksi sosial,
kesepian, masalah sosial ekonomi, perasaan rendah diri karena penurunan
kemampuan diri, kemandirian dan penurunan fungsi tubuh serta kesedihan
ditinggal orang yang dicintai, faktor kepribadian, genetik dan faktor biologis
penurunan neuron-neuron dan neurotransmiter di otak. Perpaduan ini sebagai
faktor terjadinya depresi pada lanjut usia. Kompleksitasnya perubahan-perubahan
yang terjadi pada lanjut usia, sehingga seringkali pada lanjut usia dianggap
sebagai hal wajar terjadi. Bongsoe (2007) menjelaskan bahwa wanita lebih rentan
terkena depresi. Kejadian depresi pada sebagian lanjut usia di wilayah RT 04
Kedung Tarukan Wetan Surabaya menjadi sebuah fenomena yang menunjukkan
bahwa kehidupan lanjut usia di wilayah RT 04 Kedung Tarukan Wetan Surabaya
masih perlu ditingkatkan, hal ini dikarenakan kejadian depresi yang menyerang
lanjut usia dapat menurunkan kualitas hidup lanjut usia. Mereka tidak dapat
menjalani masa tuanya dengan hidup tenang, damai, serta menikmati masa
pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang dikarenakan
depresi yang mereka derita

Dengan banyaknya kasus depresi pada lanjut usia yang ada, diharapkan
perawat dapat lebih mengerti dan mengetahui bagaimana menghadapi depresi
pada lanjut usia dan perlu dilakukan pendekatan yang tepat dalam pemberian
asuhan keperawatan jiwa pada lansia untuk menangani masalah depresi yang
dihadapi para lanjut usia. Oleh karena itu, kami akan membahas tentang apa yang
dimaksud depresi beserta contoh kasus dan proses keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan depresi?
1.2.2 Apa saja etiologi depresi pada lansia?
1.2.3 Apa saja tanda dan gejala depresi pada lansia?
1.2.4 Apa dampak dari depresi pada lansia?
1.2.5 Bagaimana Skrining Depresi pada Lansia dengan Geriatric Depression
Scale?
1.2.6 Bagaimana tatalaksana dalam merawat depresi pada lansia?
1.2.7 Apa contoh kasus dan proses keperawatan dari depresi pada lansia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui definisi depresi
1.3.2 Mengetahui etiologi depresi pada lansia
1.3.3 Mengetahui tanda dan gejala depresi pada lansia
1.3.4 Mengetahui dampak dari depresi pada lansia
1.3.5 Mengetahui cara Skrining Depresi pada Lansia dengan Geriatric
Depression Scale
1.3.6 tatalaksana dalam merawat depresi
1.3.7 contoh kasus dan proses keperawatan dari depresi
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Lansia

Dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia, biasanya merujuk pada
tahap siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli gerontologi
membagi lanjut usia menjadi dua kelompok: young-old, berusia 65-74 tahun;
dan old-old, berusia 75 tahun ke atas. Kadang-kadang digunakan istilah oldest
old untuk merujuk pada orang-orang yang berusia 85 tahun ke atas . Idealnya
seorang lansia dapat menjalani proses menua secara normal sehingga dapat
menikmati kehidupan yang bahagia dan mandiri. Proses penuaan yang sukses
merupakan suatu kombinasi dari tiga komponen: (1) penghindaran dari
penyakit dan ketidakmampuan; (2) pemeliharaan kapasitas fisik dan kognitif
yang tinggi di tahun-tahun berikutnya; dan (3) keterlibatan secara aktif dalam
kehidupan yang berkelanjutan .2

2.2 Konsep Depresi Pada Lansia


2.2.1 Definisi Depresi

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam


perasaan (affective/ mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan,
kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa.
Pendapat yang lain bahwa depresi terjadi pada orang normal dan depresi
merupakan suatu kemurungan, kesedihan, kepatahan semangat, yang
ditandai dengan perasaan tidak sesuai, menurunnya kegiatan dan
pesimisme menghadapi masa yang akan datang. Santrock mengungkapkan
bahwa depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi
atau dalam bentuk gangguan tipe bipolar. Depresi mayor adalah suatu
gangguan suasana hati atau mood yang membuat seseorang merasakan
ketidakbahagiaan yang mendalam, kehilangan semangat, kehilangan nafsu
makan, tidak bergairah, selalu mengasihani dirinya sendiri, dan selalu
merasa bosan.
Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrim
untuk bereaksi terhadap rangsangan, disertai menurunnya nilai diri, delusi,
ketidaksesuaian, tidak mampu dan putus asa. Definisi depresi yang lain
adalah suatu keadaan abnormal organisme yang dimanifestasikan dengan
tanda dan simtom seperti menurunnya mood subjektif, rasa pesimis dan
sikap tidak percaya, kehilangan kespontanan dan gejala vegetatif
(misalnya penurunan berat badan dan gangguan tidur).

Ada tiga jenis depresi yang bisa dialami oleh individu, yaitu mild
depression/minor depression dan dysthimic disorder; moderate depression;
dan Severe depression/major depression. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi depresi adalah faktor kesehatan, kepribadian, religiusitas,
pengalaman hidup yang pahit, harga diri dan dukungan sosial. Gejala
depresi menurut Beck digolongkan dalam empat simtom, yaitu simtom
emosional, simtom kognitif, simtom motivasional dan simtom fisik

2.2.2 Etiologi depresi


1. Faktor Fisik
a. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko
di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang
menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali
dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar
11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot .
b. Faktor Usia
Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira
40 tahun; dan 50% dari pasien memiliki onset anatara usia 20-50
tahun
c. Faktor Gender
Pada pengamatan yang hampir uiversal, terlepas dari kultur atau
negara, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali
lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki.1Hal ini mungkin
disebabkan oleh rendahnya kesehatan maternal.
d. Penyakit Kronis
Penyakit –penyakit yang sulit sembuh dan gampang kambuh dapat
menyebabkan stress pada lansia yang dapat menimbulkan
terjadinya depresi.
2. Faktor Psikologis
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab
depresi adalah kehilangan objek yang dicintai. Faktor psikososial
yang mempengaruhi depresi meliputi peristiwa kehidupan dan
stresor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang
berulang, teori kognitif, dan dukungan social.
Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering
mendahului episode pertama gangguan mood dari episode
selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan
memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan
bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam
onset depresi.
Stresor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu
episode depresi adalah kehilangan pasangan. Stresor psikososial
yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau
stresor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung
lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat
menimbulkan depresi. Dari faktor kepribadian, beberapa ciri
kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti
kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi, sedangkan kepribadian
antisosial dan paranoid mempunyai resiko yang rendah
2.2.3 Tanda dan gejala depresi
Kriteria Diagnosis Menurut ICD-10 dan PPDGJ III
Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat :
 Afek depresi
 Kehilangan minat dan kegembiraan
 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.

Gejala penyerta lainnya:

 Konsentrasi dan perhatian berkurang


 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
2.2.4 Kategori dan Pedoman Diagnostik Depresi
Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1) dan
berat (F.32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresi berikutnya harus diklasifikasikan di bawah
salah satu diagnosis gangguan depresi berulang (F.33).
a. Pedoman Diagnostik Episode Depresi Ringan
Episode depresi ringan dengan gejala somatic
Episode depresi ringan tanpa gejala somatic
1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi
seperti tersebut
- mood yang depresif
- kehilangan minat dan kesenangan
- mudah lelah
2. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
3. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh
episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
4. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social
yang biasa dilakukannya.
b. Pedoman Diagnostik Episode Depresi Sedang
Episode depresi sedang dengan gejala somatic
Episode depresi sedang tanpa gejala somatic
1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama
2. Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya.
3. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
4. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, dan urusan rumah tangga.
c. Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik
1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada
2. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan
beberapa diantaranya harus berintensitas berat
3. Bila ada gejala penting (misal retardasi psikomotor) yang
menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal
demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode
depresi berat masih dapat dibenarkan.
4. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali
pada taraf yang sangat terbatas.
- Manifestasi klinis Episoda Depresi Berat
1) Ketegangan dan kegelisahan amat nyata, kecuali bila
retardasi merupakan ciri terkemuka.
2) Kehilangan harga diri dan perasaan diri tidak berguna.
3) Bunuh diri merupakan bahaya nyata pada beberapa kasus
berat.
4) Sindroma somatik hampir selalu ada pada depresi berat.
d. Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat dengan Gejala
Psikotik
1. Memenuhi kriteria depresi berat disertai waham, halusinasi
atau stupor depresif.
2. Isi waham biasanya ide tentang dosa, kemiskinan atau tentang
malapetaka yang mengancam dan individu merasa
bertanggung-jawab atas hal tersebut.
3. Halusinasi auditorik / olfaktorik berupa suara menghina atau
menuduh atau bau kotoran / daging busuk
4. Retardasi motorik berat yang dapat menuju stupor.
5. Waham / halusinasi bisa serasi atau tidak serasi dengan afek.
e. Depresi Berulang
Manifestasi klinis:
1. Episode depresi berulang tanpa adanya riwayat mania atau
hipomania.
2. Awitan, keparahan, durasi, dan frekuensi episode depresi
sangat bervariasi.
3. Lama berlangsung antara 3 – 12 bulan, rata-rata enam bulan,
frekuensi lebih jarang daripada bipolar
4. Remisi sempurna antara episode, sebagian kecil, terutama pada
usia lanjut bisa menetap.
5. Seringkali tiap episode dicetuskan oleh stresor
6. Bila dibandingkan dengan pada lelaki, kejadian pada wanita
dua kali lebih sering.
2.4 Dampak dari depresi pada lansia

Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan
dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh
karena bila tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan
memperburuk prognosis.

Pada depresi dapat dijumpai hal-hal seperti di bawah ini :


- Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien
dengan penyakit kardiovaskuler
- Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat
memperburuk penyakit kardiovaskular. (Misal: peningkatan
hormon adrenokortikotropin akan meningkatkan kadar
kortisol).
- Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan
menimbulkan efek trombogenesis. - Perubahan suasana hati
(mood) berhubungan dengan gangguan respons imunitas
termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah
limfosit.
- Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas sel natural
killer. - Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk
pada program pengobatan maupun rehabilitasi
2.5 Skrining Depresi pada Lansia dengan Geriatric Depression Scale

Skrining depresi pada lansia pada layanan kesehatan primer sangat


penting. Hal ini penting karena frekuensi depresi dan adanya gagasan
untuk bunuh diri pada lansia adalah tinggi . Skrining juga perlu dilakukan
untuk membantu edukasi pasien dan pemberi perawatan tentang depresi,
dan untuk mengikuti perjalanan gejala-gejala depresi seiring dengan
waktu. Skrining tidak ditujukan untuk membuat diagnosis depresi mayor,
namun untuk mendokumentasikan gejala-gejala depresi sedang sampai
berat pada lansia apapun penyebabnya.

Skrining depresi pada lansia memiliki kekhususan tersendiri.


Gejala-gejala depresi seperti kesulitan-kesulitan tidur, energi yang
berkurang, dan libido yang menurun secara umum ditemukan pada
penderita depresi lansia . Pemikiran tentang kematian dan keputusasaan
akan masa depan mempunyai makna yang berbeda bagi mereka yang
berada pada fase terakhir kehidupan. Lagipula, kondisi medik kronik lebih
umum pada pasien geriatri dan dapat berhubungan dengan retardasi
motorik dan tingkat aktivitas yang berkurang. Komorbiditas dengan
demensia dapat mempengaruhi konsentrasi dan proses kognitif.
Geriatric Depression Scale (GDS) dirancang untuk menjadi tes
untuk skrining depresi yang mudah untuk dinilai dan dikelola . Geriatric
Depression Scale memiliki format yang sederhana, dengan pertanyaan-
pertanyaan dan respon yang mudah dibaca. Geriatric Depression Scale
telah divalidasi pada berbagai populasi lanjut usia, termasuk di Indonesia.
Selain GDS, screening scale lain yang telah terstandardisasi adalah Center
for Epidemiologic Studies Depression Scale, Revised (CES-D-R). Selain
GDS dan CES-D-R, masih ada instrumen skrining lain seperti Hamilton
Rating Scale for Depression, Zung Self-Rating Depression Scale,
Montgomery-Asberg Depression Rating Scale, namun kedua instrumen
inilah yang paling sering digunakan

Geriatric Depression Scale terdiri dari 30 pertanyaan yang


dirancang sebagai suatu selfadministered test, walaupun telah digunakan
juga dalam format observer-administered test. Geriatric Depression Scale
dirancang untuk mengeliminasi hal-hal somatik, seperti gangguan tidur
yang mungkin tidak spesifik untuk depresi pada lansia. Skor 11 pada GDS
mengindikasikan adanya depresi yang signifikan secara klinis, dengan
nilai sensitivitas 90,11 % dan nilai spesifisitas 83,67% . Terdapat juga
GDS versi pendek yang terdiri dari 15 pertanyaan saja. Pada GDS versi
pendek ini, skor 5 atau lebih mengindikasikan depresi yang signifikan
secara klinis.

Geriatric Depression Scale menjadi tidak valid bila digunakan pada


lansia dengan gangguan kognitif. Status kognitif harus terlebih dahulu
dinilai dengan Mini Mental State Examination (MMSE), karena
kemungkinan yang besar dari komorbiditas depresi dan fungsi kognitif.

Mini Mental State Examination adalah suatu skala terstruktur yang


terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi tujuh kategori: orientasi
tempat, orientasi waktu, registrasi, atensi dan konsentrasi, mengingat
kembali, bahasa, dan konstruksi visual. Mini Mental State Examination
didesain untuk mendeteksi dan menjejaki kemajuan dari gangguan kognitif
yang terkait dengan gangguan neurodegenerative seperti penyakit
Alzheimer. Mini Mental State Examination telah terbukti merupakan
instrumen yang valid dan sangat dapat dipercaya . Nilai MMSE 0-16
menunjukkan suatu definite gangguan kognitif

2.6 Tatalaksana dalam merawat depresi

Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah relaps, rekuren dan


kronisitas. Depresi pada lansia dapat lebih efektif diobati dengan
kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai pendekatan
interdisiplin yang menyeluruh. Penanganan depresi pada lansia
memerlukan perhatian ekstra, segala kesulitan dan keluhan perlu
didengarkan dengan sabar.

Terapi farmakologis dengan obat antidepresan

Terapi psikososial
a. Terapi Kognitif
b. Terapi Interpersonal
c. Terapi Perilaku
d. Terapi orientasi-psikoanalitik
e. Terapi Keluarga

Terapi Lainnya
ECT untuk depresi katatonik, tendensi bunuh diri berulang,
Refrakter
Pathway Depresi Lansia

Faktor Fisik Etiology Faktor psikologis

Faktor Genetik Faktor Usia Faktor Gender Penyakit kronis Lingkungan Harga diri Pola pikir Kepribadian

Harapan yang
Terdapat keluarga Bertamabah negatif untuk
Hormon Penyakit Tekanan dari
yg Depresi masa depan Cara Kepribadian
tua usia estrogen yang susah
masalah yg dependen
terbanyak pada sembuh dan menyelesaikan
dihadapi masalah
Gen Menurun wanita kambuhan pandangan
Penurunan
pada keturunan yang negatif inefektif Pasangan
produksi
nya Koping terhadap diri
hormon hidup yang
menghadapi sendiri Masalah tidak
estrogen Lansia yang telah Tiada
stress inefektif diselesaikan
menderita fisik

Sistem Tempat
dopaminergik bergantung
Dopamin
terganggu tidak ada
menurun

Stress yang tidak dapat


dihadapi

Mudah stress

DEPRESI pada Lansia


Gejala Depresi Lansia

Afektif Fisiologik Kognitif Perilaku

Penurunan
berat badan

Badan
bertambah
kurus

MK:
Gangguan
citra tubuh
Merasa tertekan Menurun nya nafsu Sulit memfokuskan Emosi Labil
makan (anoreksia) sesuatu
Sulit
Kehilangan semangat Kebingungan
Kurang Nutrisi untuk menerima Mudah
dan murung
Energi tubuh informasi tersinggung
berkurang Sulit
Aktifitas memutuskan
Keputusasaan
Ansietas menurun tindakan Cepat marah
MK: Isolasi MK: Anemia
sosial
MK:
Mengabaikan Menyendiri ketidakber nutrisi ke kehilangan Pesimis Agresif
diri sendiri dayaan otak minat dan
Mudah motivasi
berkurang Kurang MK: Resiko
menangis, dan percaya diri
MK: Defisit menarik diri perilaku
Pusing menarik diri
perawatan diri pusing kekerasan
dirasakan Merasa
lama MK:Gang bersalah Muncul masalah
MK:
guanNyeri
akut MK: Isolasi
pola tidur Ada pikiran
sosial
cenderai diri Tidak dapat
Saat akan
diselesaikan
tidur
MK: Resiko
MK: Nyeri terasa
kronis pusing bunuh diri MK:
Ketidakefektifan
koping
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI
A. Pengkajian

1. Identitas diri klien


2. Struktur keluarga : Genoogram
3. Riwayat Keluarga: adakah saudara klien atau keluarga dekat klien
yang mengalami depresi
4. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan
gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang
didiagnosis.

1. Kaji adanya depresi.


2. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang
tepat, seperti geriatric depresion scale.
3. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
4. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan observasi langsung terhadap :

1. Perilaku.
Agresif, agitasi, tidak toleran, gangguan tingkat aktifitas,
kemunduran psikomotor, menarik diri, isolasi social,
irritable (mudah marah, menangis, tersinggung), berkesan
menyedihkan, kurang spontan, gangguan kebersihan.
2. Afek
Sedih, cemas, apatis, murung, kebencian, kekesalan, marah,
perasaan ditolak, perasaan bersalah, merasa tak berdaya, putus asa,
merasa sendirian, merasa rendah diri, merasa tak berharga
3. Respon kognitif
Ambivalen, bingung, ragu – ragu, tidak mampu berkonsentrasi,
hilang perhatian dan motivasi, menyalahkan diri sendiri,pikiran
merusak diri,rasa tidak menentu, pesimis
Pasien depresi masih memiliki orientasi tempat, waktu, dan orang.
Namun beberapa orang mungkin akan tidak memiliki minat untuk
menjawab pertanyaan. Sekitar 50-75% pasien depresi kadang-
kadang disebut pseudo-demensia depresif. Pasien sering mengeluh
konsentrasi terganggu dan mudah lupa
4. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
 Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama
ia sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
 ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan
dan anggota keluarga yang lain.
 Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan
sumber daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).
 Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
 Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan
kekhawatiran pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.
Analisa Data

 Data Subyektif
1. Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas
berbicara.
2. Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri
abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing.
3. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak
ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
4. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk
konsentrasi.
 Data Obyektif
1. Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan
bila duduk dengan sikap yang merosot.
2. Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan
langkah yang diseret.
3. Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur
dan sering menangis.
5. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong,
konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat
berpikir, tidak mempunyai daya khayal.
6. Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang
mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa,
depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka
menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung
(irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga
mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan
psikomotor.
B. Diagnosis Keperawatan

1. Risiko bunuh diri b.d pesimis, merasa bersalah

2. Defisit perawatan Diri b.d mengabaikan diri sendiri

3. Ketidakberdayaan b.d kelelahan, aktivitas menurun

4. koping tidak efektif b.d masalah tidak terselesaikan

5. Isolasi Sosial

C. Rencana Tindakan Keperawatan

1. DX I : Risiko Bunih Diri b.d Pesimis, merasa bersalah.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam
lansia tidak mencederai diri.

Kriteria Hasil:

 Lansia dapat mengungkapkan perasaanya.


 Lansia tampak lebih bahagia.
 Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas.
Intervensi

1) Bina hubungan saling percaya dengan lansia.


2) Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan
sikap empati dan Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap
sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal.
Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
3) Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien
untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan
terkunci.

2. DX 2 : Koping tidak efektif b.d beratnya masalah yang dihadapi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam
lansia merasa tidak stres dan depresi.

Kriteria Hasil :

 Klien dapat meningkatkan harga diri


 Klien dapat menggunakan dukungan sosial
 Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
 Klien dapat meningkatkan harga diri
Intervensi :

1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi


keputusasaannya.
2) Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3) Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).
4) Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-
orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok
pendukung, agama yang dianut).
5) Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa
lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
6) Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka
agama).
7) Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat).
8) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
pasien, obat, dosis, cara, waktu).
9) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang
dirasakan.
10) Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan
benar.
BAB 3

KASUS SEMU

Kasus: Ny.J usia 80 tahun alamat Desa Sirau, Kecamatan Kemranjen


Kabupaten Banyumas. Pendidikan terakhir SR/SD, pekerjaan sebagai petani,
kebangsaan Indonesia, suku Jawa, agama Islam. Ny. J hidup sendiri dirumah
kecilnya, suaminya telah meninggal 10 tahun yang lalu pada usia 71 tahun karena
sakit Jantung. Ny.J memiliki anak bernama bernama Tn.R usia 55 tahun. Rumah
Ny.J cukup jauh dari tempat tinggal anaknya, anaknya sangat jarang untuk
berkunjung ke rumah orangtuanya.

Ny.J mengatakan bahwa ia sudah susah untuk beraktivitas dan bekerja seperti
biasa. Dia susah untuk beraktifitas berat, sehingga saat ini Ny.J sudah tidak lagi
bekerja. Ny.J merasa kesepian karena tidak ada teman dirumah. Ny.J kadang
menangis dan tidak mau melakukan kegiatan apapun. Ny.J merasa bahwa
hidupnya tidak menarik dan merasa bosan menjalani hidup. Ny.J ingin sekali
diurus dan diberikan perhatian oleh anaknya. Tetangga Ny.J kadang khawatir
karena Ny.J tidak ada yang mengurus dan jarang keluar rumah. Saat sakit,
tetangga Ny.J yang memperhatikan dan memberi bantuan kepadanya. Ny.J pernah
mencoba bunuh diri dengan minum cairan cuci baju dan dihentikan oleh
tetangganya yang melihatnya.
PENGKAJIAN

Tanggal MRS : 22 Oktober 2019


Tanggal dirawat di ruangan : 22 Oktober 2019
Tanggal pengkajian : 26 Oktober 2019 pukul 10.00
Ruang rawat : Bismo

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. J
Umur : 80 Tahun
Alamat : Desa Sirau, Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis kelamin :Perempuan
No. CM :082xxx

II. ALASAN MASUK


a. Data primer :
Klien mengatakan bahwa hidupnya tidak menarik dan merasa bosan
menjalani hidup.
b. Data sekunder :
Keluarga klien mengatakan klien sering menangis dan pernah mencoba
bunuh diri dengan meminum cairan cuci baju.
c. Keluhan utama saat pengkajian :
Klien merasa hidupnya tidak menarik, kesepian, dan bosan menjalani
hidup.
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluarga klien mengatakan klien sering menangis tanpa sebab dan pernah
mencoba bunuh diri, kemudian keluarga membawanya ke Rumah Sakit
Jiwa Lawang tanggal 22 September 2019, masuk melalui IGD kemudian
langsung ke ruang Bismo
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?
 Ya
 Tidak
Jika Ya, jelaskan kapan, tanda / keluahan :
Klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.

2. Faktor penyebab/pendukung :
a. Riwayat Trauma
Usia Pelaku Korban Saksi
1. Aniaya fisik - - - -
2. Aniaya seksual - - - -
3. Penolakan - - - -
Kekerasan
4. - - - -
dalam keluarga
Tindakan
5. - - - -
kriminal
Diagnosa Keperawatan : tidak ada masalah
b. Pernah Melakukan Upaya/Percobaan/Bunuh Diri
Klien pernah mengalami percobaan bunuh diri 1 kali dengan
meminum cairan cuci baju, namun gagal karena dihentikan oleh
tetangganya.
Diagnosa Keperawatan : Risiko Bunuh Diri
c. Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan (Peristiwa
Kegagalan, Kematian, Perpisahan)
Klien mengatakan merasa kesepian setelah ditinggal mati oleh
suaminya, dan pisah dengan anaknya setelah anaknya menikah.
Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
d. Penyakit Fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
 Ya
 Tidak
Jika Ya, jelaskan :-
Diagnosa Keperawatan : -
e. Riwayat Penggunaan NAPZA
Klien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan.
3. Upaya yang telah dilakukan terkait kondisi di atas dan hasilnya :
Belum dilakukan pengobatan apapun oleh klien atau keluarga
Diagnosa Keperawatan: Kurang Pengetahuan
4. Riwayat penyakit keluarga
Anggota keluarga yang gangguan jiwa?
 Ada
 Tidak
V. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (sebelum dan sesudah sakit)
1. Genogram :

Keterangan :
n : Perempuan : Perkawinan
: Klien
: Laki-laki : Orang terdekat
: Meninggal
:Tinggal serumah

Klien merupakan anak 1 dari 4 bersaudara, klien hidup sendiri dirumah


kecilnya, suaminya telah meninggal 10 tahun yang lalu pada usia 71 tahun karena
sakit Jantung. Klien memiliki anak bernama bernama Tn.R usia 55 tahun. Rumah
klien cukup jauh dari tempat tinggal anaknya, anaknya sangat jarang untuk
berkunjung ke rumah orangtuanya. Klien merasa kesepian karena tidak ada yang
mengurusnya dirumah. Klien merasa tidak berguna dan bosan menjalani hidup.

Diagnosa Keperawatan : Depresi


2. Konsep Diri
a. Citra Tubuh
Klien mengatakan tidak menyukai semua yang ada pada tubuhnya,
karena klien sudah tua renta dan tidak bisa apa-apa.
b. Identitas
Klien dapat menyebutkan namanya, tanggal lahir dan alamatnya
dengan jelas.
c. Peran
Klien mengatakan dirumah berperan sebagai ibu rumah tangga
dalam sehari-hari tapi klien tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dikarenakan badannya sudah tidak kuat untuk digunakan
aktivitas.
Saat di rumah sakit klien hanya berbaring diatas tempat tidur
sesekali jalan-jalan keluar kamar.
Klien mengatakan kesepian dan tidak berdaya, serta menganggap
tidak penting untuk berkomunikasi dengan orang lain.
d. Ideal Diri
Klien ingin sekali diurus dan diberikan perhatian oleh anaknya agar
dirinya tidak kesepian
e. Harga diri
Klien mengatakan hidupnya kosong dan sepi, dan tidak memiliki
harapan untuk hidup, butuh bantuan orang lain.
Diagnosa Keperawatan: Depresi
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat
Klien mengatakan bahwa orang yang paling berarti/terdekat saat di
rumah adalah tetangganya, sedang saat di ruangan: perawat jaga.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat dan hubungan
sosial
Klien mengatakan bahwa tidak pernah keluar rumah dan lebih suka
dalam rumah. klien juga tidak megikuti kegiatan apapun di
lingkungannya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan tidak selera untuk bicara dengan orang lain,
klien merasa sendirian dalam hidupnya.
Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan dirinya seorang muslim.
b. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan klien tidak pernah ibadah di RSJ, di rumah juga
tidak rajin sholat 5 waktu.
Diagnosa Keperawatan: Gangguan Spiritual
VI. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Keadaan umum pasien lemah, kesadaran compos mentis, berpakaian
rapi cara berjalan pelan ekspresi wajah datar dan sering melihat
kebawah, GCS 456.
2. Tanda vital:
TD : 107/70 mmHg, N : 72 x/menit, S : 36 OC, P = 20 x/menit

3. Antopometri
BB = 43 Kg, TB = 151 Cm
4. Keluhan fisik:
Jelaskan:
Klien mengatakan bahwa dirinya sangat lemah, dan tidak dapat
beraktivitas.
Diagnosa Keperawatan: -

VII. STATUS MENTAL


1. Penampilan (penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan)
Jelaskan:
Penampilan klien kurang sesuai. klien termasuk lansia, cara berpakaian
kurang rapi,gigi tampak kotor ,klien jarang keramas, kuku
panjang,klien berjalan tanpa alas kaki.
Diagnosa Keperawatan:Defisit Perawatan Diri
2. Pembicaraan (frekuensi, volume, jumlah, karakter)
Frekwensi: lambat.
Volume: Lembut/pelan, kurang jelas.
Banyak kosa kata: sedikit.
Karakteristik: Kata-kata bersambung
Diagnosa Keperawatan: -
3. Aktifitas motorik/psikomotor
Kelambatan:
■Hipokinesia, hipoaktifitas
 Katalepsi
 Sub stupor katatonik
 Fleksibilitas serea
4. Mood dan Afek
a. Mood
 Depresi  Khawatir
 Ketakutan  Anhedonia
 Euforia  Kesepian
 Cemas
Jelaskan:
Klien mengatakan ingin dijenguk oleh keluarganya dan ingin cepat
pulang, selama di RS dia merasa kangen dengan keluarganya.
b. Afek
■ Sesuai
 Tumpul /dangkal /datar
 Tidak sesuai
 Labil
Jelaskan:
Klien mampu mengekspresikan perasaan,misal dia mampu tertawa
saat diberi kata – kata yang lucu dan terlihat sedih ketika klien
menceritakan alasan dia masuk rsj.
Diagnosa Keperawatan: -
5. Interaksi selama wawancara
 Bermusuhan  Kontak mata
 Tidak kooperatif kurang
 Mudah  Defensi curiga
tersinggung

Selama wawancara klien sering mengalihkan kontak matanya.


Diagnosa Keperawatan:-
6. Persepsi sensorik
a. Halusinasi
 Pendengaran  Pengecapan
 Penglihatan  Peciuman
 Perabaan
b. Ilusi
 Ada
Tidak
Jelaskan:-
Diagnosa Keperawatan:
7. Proses pikir
a. Arus pikir
 Koheren  Inkoheren
■ Sirkumtansial  Asosiasi
 Tangensial longgar
 Blocking  Flight of idea
 Longorhoe  Perseverasi
 Clang  Neologisme
Association  Main kata-kata
 Afasia  Lain - lain
Jelaskan:
Klien mampu menjawab setiap pertanyaan perawat namun sedikit
lama dan berbelit.
b. Isi pikir
 Obsesif  Fobia,
 Ekstasi sebutkan..........
 Fantasi  Waham :
 Alienasi o Agama
 Pikiran bunuh o Somatik/hipo
diri kondria
 Preokupasi o Kebesaran
■ Pikiran isolasi o Kejar/curiga
sosial o Nihilistik
 Ide yang terkait o Dosa
 Pikiran rendah o Sisip pikir
diri o Siar pikir
 Pesimisme o Kontrol pikir
 Pikiran magis  Lain – lain: ...
 Pikiran curiga
Jelaskan:
Klien mengatakan dia merasa tidak nyaman untuk bertemu
oranglain. Klien mengatakan lebih nayaman di rumah.
c. Bentuk pikir
 Realistik
Non Realistik
 Dereistik
 Otistik
Klien saat berbicara terkadang tida sesuai dengan kenyataan
8. Memori
 Gangguan daya ingat jangka panjang (>1 bulan)
Gangguan daya ingat jangka menengah (24 jam - ≤ 1 bulan)
Gangguan daya ingat jangka pendek (10 detik – 15 menit)
Jangka Panjang : Klien mengatakan suaminya meninggal 10
tahun lalu.
Jangka Menengah : Klien mengatakan bahwa dia sudah ditinggal
menikah oleh anaknya, dan hidup sendiri 5 tahun
ini.
Jangka Pendek : Klien mengatakan menu makan siang tadi ayam
goreng dan soup buahnya pisang.
Diagnosa Keperawatan: -
9. Tingkat konsentrasi dan berhitung
a. Konsentrasi
 Mudah beralih
□ Tidak mampu berkonsentrasi
Jelaskan
Klien mampu mengulang kembali tentang yang disampaikan
perawat.
b. Berhitung
Klien mampu berhitung secara sederhana , seperti : 10 -5 pasien
menjawab 5.
Diagnosa Keperawatan: tidak ada masalah
10. Kemampuan penilaian
 Gangguan ringan
 Gangguan bermakna
Jelaskan:
Tidak ada gangguan
Diagnosa Keperawatan: tidak ada gangguan

11. Daya tilik diri


 Mengingkari penyakit yang diderita
 Menyalahkan hal-hal yang di luar dirinya
Jelaskan:
Klien mengatakan sadar kalau dirinya mengalami gangguan jiwa.
Diagnosa Keperawatan: Koping individu inefektif
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PASIEN PULANG
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
 Perawatan kesehatan
 Transportasi
 Tempat tinggal
 Keuangan dan kebutuhan lainnya
Jelaskan: klien mengatakan saat lapar atau sakit selalu dirawat oleh
tetangganya, anaknya kadang datang menjenguk tapi tidak untuk
merawat dalam jangka waktu lama.
2. Kegiatan hidup sehari-hari
A. Perawatan diri
1) Mandi
Jelaskan:
Klien mengatakan mandi 2x sehari tidak gosok gigi, belum
keramas.
Klien mandi 2x sehari secara mandiri pagi, siang dan sore tapi
kurang bersih, kuku panjang,gigi kotor, kaki kotor dan rambut
sedikit bau.
2) Berpakaian, berhias dan berdandan
Jelaskan:
Klien ganti baju 1x sehari memakai seragam RS, pakaian sesuai
jadwal ruangan dan tidak terbalik, pasien tidak memakai alas
kaki.
3) Makan
Jelaskan:
Klien makan 3x sehari, 1 porsi habis, makan dengan duduk,
memakai sendok
4) Toileting (BAK,BAB)
Jelaskan:
Klien BAK dan BAB di kamar mandi secara mandiri pada
tempatnya dan dibersihkan sendiri
Diagnosa Keperawatan: -
a. Nutrisi
 Berapa frekuensi makan dan frekuensi kudapan dalam sehari?
Frekuensi makan 3x sehari dan kudapan 1x sehari.
 Bagaimana nafsu makannya?
1 porsi makan habis
 Bagaimana berat badannya?
Klien mengatakan berat badannya tetap.
Diagnosa Keperawatan: -
b. Tidur
1) Istirahat dan tidur
Tidur siang, lama: 13.30 s/d 14.00
Tidur malam, lama:21.00 s/d 05.00
Aktifitas sebelum/sesudah tidur: duduk melamun dan berjalan
mondar-mandir.
Jelaskan:
Klien mengatakan jarang tidur siang karena tidak bisa tidur,
klien lebih memilih jalan-jalan dan tiduran saja. Malam hari
klien tidur pukul 21.00 sebelum tidur klien duduk-duduk di
kasur.
2) Gangguan tidur
 Insomnia
 Hipersomnia
 Parasomnia
 Lain-lain
Jelaskan:
Klien mengatakan bisa tidur.
Diagnosa Keperawatan: -
3) Kemampuan lain-lain
 Mengantisipasi kebutuhan hidup
Klien mengatakan setelah pulang dari RSJ ingin dirawat oleh
anaknya
 Membuat keputusan berdasarkan keinginannya
Klien mengatakan mau untuk dirawat oleh anaknya
 Mengatur penggunaan obat dan melakukan pemeriksaan
kesehatannya sendiri
Di Rumah sakit, klien minum obat diberikan oleh petugas di
RSJ
Klien mengatakan saat di rumah nanti obatnya dipegang oleh
anaknya
Klien mengatakan setelah pulang akan kontrol di RSJ ditemani
oleh anaknya.
Diagnosa Keperawatan: -

1. Sistem pendudukung
Ya Tidak
Keluarga 
Terapis 
Teman sejawat  
Kelompok sosial  
Jelaskan:
klien mengatakan bahwa perawat rutin mengingatkan minum obat serta
memberi semangat untuk sembuh.
Diagnosa Keperawatan:-
IX. MEKANISME KOPING
Maladaptif
Klien mengatakan bila ada masalah hanya memendamnya sendiri dan
tidak bercerita ke orang lain.
Klien tampak gelisah dan khawatir, raut muka klien tampak cemas.
Diagnosa Keperawatan : Koping Individu Inefektif.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
 Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya
Klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di
lingkungannya.
 Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya
Klien mengatakan dia merasa dirinya lemah, dan tidak mau
bersosialisasi dengan orang lain.

 Masalah dengan pendidikan, spesifiknya


Klien mengatakan merasa puas menuntaskan pendidikan sampai SD
 Masalah dengan Pekerjaannya, spesifiknya
Klien tidak bekerja.
 Masalah dengan perumahan, spesifiknya
Klien tinggal sendiri dirumah
 Masalah dengan ekonomi, spesifiknya
Klien mengatakan biasanya bekerja sebagai petani,namun sudah tidak
bekerja lagi karena merasa badanya lemah.
 Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya
Klien mengatakan apabila sakit akan berobat ke puskesmas diantar
oleh tetangganya
 Masalah lainnya, spesifiknya
Klien merasa kesepian dan tidak berdaya
Diagnosa Keperawatan : Ketidakberdayaan
XI. ASPEK PENGETAHUAN
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan
yang kurang tentang suatu hal
Bagaimana pengetahuan klien/keluarga saat ini tentang penyakit/gangguan
jiwa, perawatan dan penatalaksanaanya faktor yang memperberat masalah
(presipitas), obat – obatan lainnya. Apakah perlu diberikan tambahan
pengetahuan yang berkaitan dengan spesifiknya masalah tsb.
 Penyakit / gangguan
jiwa
 Sistem pendukung
 Faktor presipitasi
 Penatalaksanaan
 Lain-lain, jelaskan......
Jelaskan :
Pasien belum mengetahui bahwa dirinya mengalami gangguan kejiwaan.
Diagnosa Keperawatan : Defisiensi Pengetahuan

1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)

No Kriteria Skor Skor


yang
didapat
1 Makan 0 = tidak mampu 5

5 = dengan bantuan (memaotong


makanan, mengoleskan selai , dll atau
membutuhkan menu makanan
tertentu, misal makana cair, bubur)

10 = mandiri
2 Mandi 0 = dependen 5

5 = mandiri
3 Berpakaian 0 = dependen 10

5 = butuh bantuan

10 = mandiri (mengancingkan, memakai


resleting, menalikan renda/tali)
4 Berhias 0 = butuh bantuan dalam perawatan 5
pribadi

5 = mandiri (mencuci wajah. Keramas,


gosok gigi, bercukur)
5 Kontrol Bowel 0 = inkontiensia/ membutuhkan bantuan 10
(BAB) enema untuk BAB

5 = sesekali BAB tidak sadar (occasional


accident)
10 = Kontrol BAB baik
6 Kotrol Bladder 0 = inkontiensia atau memakia kateter dan 5
(BAK) tidak mampu merawat kateter dan baik

5 = sesekali BAK tidak sadar (occasional


accident)

10 = Kontrol BAK baik


7 Penggunaan toilet 0 = Tidak mampu 5
(mencuci, menyeka,
5 = butuh bantuan, tetapi bisa melakukan
menyiram)
sesuatu dengan mandiri

10 = mandiri
8 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 5

5 = dengan bantuan, namun masih bisa


mandiri

10 = mandiri
9 Mobilisasi di 0 = tidak mampu mobilisasi atau 15
permukaan datar berjalan/kursi roda < 45,72 m (50 yard)
5 = mandiri dengan kursi roda > 45,72 m
(50 yard), mampu memosisikan kursi
roda di pojok ruangan
10 = berjalan dengan bantuan 1 orang >
45,72 m (50 yard)
15 = berjalan mandiri (mungkin dengan
bantuan alat, pegangan) sejauh >
45,72 m (50 yard)
10 Berpindah ( dari 0 = tidak mampu berpindah, tidak dapat 15
kursi ke tempat duduk dengan seimbang
5 = dengan bantuan lebih banyak (1 aau 2
tidur dan sebaliknya
orang yang membantu)

10 = dengan bantuan lebih sedikit

15 = mandiri
TOTAL SKOR 80

Interpretasi:

0-20 = ketergantungan total

21-60 = Ketergantungan berat

61-90 = ketergantungan sedang

91-99 = ketergantungan ringan

100 = mandiri

(Lewis, Carole & Shaw, Keiba, 2006)

2. Aspek Kognitif
MMSE (Mini Mental Status Exam)

Nama : Ny. J

Tgl/Jam :

No Aspek Nilai Nilai Kriteria

Kognitif maksimal Klien


1 Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar :

Tahun : 2017 Hari : Rabu

Musim : Hujan Bulan : November

Tanggal : tidak dapat menjawab


2 Orientasi 5 5 Dimana sekarang kita berada ?

Negara : Indonesia Panti : Wredha

Propinsi : Jawa tengah Wisma/Kamar :


Putri/ 1

Kabupaten/kota : Cilacap
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi,
piring, kertas), kemudian ditanyakan
kepada klien, menjawab :

1) Kursi 2). piring 3).


Kertas
4 Perhatian 5 4 Meminta klien berhitung mulai dari 100
dan kemudia kurangi 7 sampai 5 tingkat.
kalkulasi
Jawaban :

1). 93 2). 86 3). 79 4). 72


5). 65
5 Mengingat 3 2 Minta klien untuk mengulangi ketiga
obyek pada poin ke- 2 (tiap poin nilai 1)

1) Kursi 2)…………… 3)
…………..
6 Bahasa 9 6 Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukan benda tersebut).

1). Buku

2). HP

3). Minta klien untuk mengulangi kata


berikut :

“ tidak ada, dan, jika, atau, tetapi )

Klien menjawab : ”tidak ada, dan, jika,


atau, tetapi”

Minta klien untuk mengikuti perintah


berikut yang terdiri 3 langkah.

4). Ambil kertas ditangan anda

5). Lipat dua

6). Taruh dilantai.

Perintahkan pada klien untuk hal berikut


(bila aktifitas sesuai perintah yang
dituliskan di kertas nilai satu poin.

7). “Tutup mata anda”

8). Perintahkan kepada klien untuk


menulis kalimat

9). Menyalin gambar 2 segi lima yang


saling bertumpuk

Total nilai 30 24 = tidak ada gangguan kognitif


Interpretasi hasil :

24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif

18 – 23 : gangguan kognitif sedang

0 - 17 : gangguan kognitif berat


Kesimpulan : Ny. J mengalami tidak ada gangguan kognitif
GDS

Pengkajian Depresi

Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 1
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan 1 0 0
kesenangan
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 1
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 0
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 1
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar 1 0 0
melakukan sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan 1 0 1
ingatan anda
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri 1 0 1
anda
Jumlah 7
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam
Gerontological Nursing, 2006)

Interpretasi : Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan


depresi
3. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:

No Indikators score Pemeriksaan

1. Menderita sakit atau kondisi yang mengakibatkan 2 1


perubahan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi

2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0

3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 1

4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum minuman 2 0


beralkohol setiap harinya

5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya 2 1


sehingga tidak dapat makan makanan yang keras

6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli 4 3


makanan

7. Lebih sering makan sendirian 1 1

8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum obat 1 0


3 kali atau lebih setiap harinya

9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam 2 1


bulan terakhir

10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang cukup 2 0


untuk belanja, memasak atau makan sendiri

Total score 8

(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam


Introductory Gerontological Nursing, 2001)
Interpretasi:

0 – 2 : Good

3 – 5 : Moderate nutritional risk

6≥ : High nutritional risk

4. Fungsi sosial lansia


APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial
lansia

NO URAIAN FUNGSI SKORE

1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada ADAPTATION 0


keluarga (teman-teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu menyusahkan saya

2. Saya puas dengan cara keluarga (teman- PARTNERSHIP 1


teman) saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan masalah dengan
saya

3. Saya puas dengan cara keluarga (teman- GROWTH 1


teman) saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan aktivitas/
arah baru

4. Saya puas dengan cara keluarga (teman- AFFECTION 2


teman) saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi saya seperti
marah, sedih/ mencintai

5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan RESOLVE 1


saya menyediakan waktu bersama-sama
Kategori Skor: TOTAL 5

Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:

1). Selalu : skore 2 2). Kadang-


kadang : 1

3). Hampir tidak pernah : skore 0

Intepretasi:

< 3 = Disfungsi berat

4 - 6 = Disfungsi sedang

> 6 = Fungsi baik

Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005

XII. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakberdayaan
2. Resiko Bunuh Diri
3. Koping individu inefektif
XIII. POHON MASALAH
Effect Resiko bunuh diri

Core Problem Ketidakberdayaan

Causa Depresi

Koping keluarga inefektif koping individu inefektif


XIV. ANALISA DATAdan DIAGNOSA KEPERAWATAN
NAMA : NY.J NO RM : 082xxxRUANGAN : BISMO

ETIOLOGI MASALAH
No DATA
KEPERAWATAN
1 DS :
- Klien mengatakan dia merasa dirinya

lemah, dan tidak mau bersosialisasi


Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan
dengan orang lain.

- Klien mengatakan biasanya bekerja

sebagai petani,namun sudah tidak


Depresi
bekerja lagi karena merasa badanya

lemah.

- Klien mengatakan hidupnya kosong dan


Koping Individu
sepi, dan tidak memiliki harapan untuk
hidup, butuh bantuan orang lain.

- Klien mengatakan tidak menyukai

semua yang ada pada tubuhnya, karena

klien sudah tua renta dan tidak bisa apa-

apa.

DO :
- Selama wawancara klien sering
mengalihkan kontak matanya
- Pasien berbicara agak lambat
- Pasien sering menunduk
- Saat diwawancara klien melihat perawat
dengan tatapan kosong
- GDS: 7

2 DS : Keluarga klien mengatakan klien sering


Resiko Bunuh Diri Resiko Bunuh Diri
menangis dan pernah mencoba bunuh diri

dengan meminum cairan cuci baju.

DO : Ketidakberdayaan
- Klien tidak ada kontak mata dengan
perawat
- Klien selalu menyendiri

Depresi
2.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnose Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Gangguan TUM: Setelah dilakukan 1.Keberdayaan 1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
Psikologis tindakan keperawatan meningkat komunikasi terapeutik :
:Ketidakberdayaan selama 7x24 jam 2.Tingkat depresi 2. Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap
diharapkan keberdayaan menurun perawatan dirinya
klien meningkat 3.Dukungan keluarga a. Beri kesempatan bagi pasien untuk menetapkan tujuan
meningkat perawatan dirinya, contoh : minta pasien memilih apakah mau
TUK: 4.Ketahanan personal mandi, sikat gigi atau gunting kuku
1. klien mampu meningkat b. Beri kesempatan menetapkan aktivitas perawatan diri untuk
berpartisipasi dalam 5.Penerimaan mencapai tujuan. Contoh : jika pasien memilih mandi, bantu
memutuskan perawatan meningkat pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa sabun,
dirinya handuk, pakaian bersih)
2. klien mampu 3. Bantu pasien untuk melakukan aktivitas yang telah diterapkan
melakukan kegiatan 4. Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya
dalam menyelesaikan 5. Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya
masalahnya 6. Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratu

Resiko Bunuh Diri TUM : Setelah dilakukan 1. Kontrol diri Tindakan keperawatan:
tindakan keperawatan meningkat 1. Diskusikan dengan pasien tentang ide-ide bunuh diri
2. Tingkat 2. Bantu klien mengenali perasaan yang menjadi penyebab
selama 7x24 jam
depresi timbulnya ide bunuh diri
diharapkan klien tidak
3. Ajarkan beberapa alternative cara penyelesaian masalah
menurun
melakukan tindakan
3. Dukungan yang konstruktif
bunuh diri 4. Beri pujian terhadap pilihan yang diambil dengan tepat
keluarga
5. Anjurkan klien mengikuti kegiatan masyarakat yang ada di
meningkat
lingkungannya
4. Dukungan
6. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang aman
sosial
untuk mencegah perilaku bunuh diri
TUK : meningkat 7. Membantu klien menggunakan cara penyelesaian masalah
1. Pasien tidak yang sehat
8. Diskusikan dengan keluarga tentang cara mencegah
membahayakan
perilaku bunuh diri pada Klien
dirinya sendiri
9. Anjurkan keluarga meluangkan waktunya lebih banyak
2. Pasien mampu
memilih bersama lansia
10. Anjurkan keluarga untuk membantu klien menggunakan
alternative
cara yang positif untukmnyelesaiakn masalah
penyelesaian
11. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap
masalah yang
penggunaan cara penyelesaian masalah yang positif
konstruktif
BAB 4

PEMBAHASAN

Berbagai permasalahan yang dihadapi Ny.J diantaranya meninggalnya suami, keluarga


yang jauh, merasa kesepian karena tidak ada teman dirumah,ingin sekali diurus dan diberikan
perhatian oleh anaknya, tidak mau melakukan kegiatan apapun, merasa bahwa hidupnya tidak
menarik dan bosan menjalani hidup, sering menangis dan pernah mencoba bunuh diri. Oleh
karena itu mengalami depresi dan masuk rumah sakit jiwa.

Mangoenprasodjo (2004) menyatakan bahwa penyebab depresi pada lanjut usia


merupakan perpaduan interaksi yang unik dari berkurangnya interaksi sosial, kesepian, masalah
sosial ekonomi, perasaan rendah diri karena penurunan kemampuan diri, kemandirian dan
penurunan fungsi tubuh serta kesedihan ditinggal orang yang dicintai, faktor kepribadian, genetik
dan faktor biologis penurunan neuron-neuron dan neurotransmiter di otak. Perpaduan ini sebagai
faktor terjadinya depresi pada lanjut usia.

Faktor-faktor psikososial juga berperan sebagai faktor predisposisi depresi. Orang tua
seringkali mengalami periode kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Faktor kehilangan fisik
juga meningkatkan kerentanan terhadap depresi dengan berkurangnya kemauan merawat diri
serta hilangnya kemandirian. Berkurangnya kapasitas sensoris (terutama penglihatan dan
pendengaran) akan mengakibatkan penderita terisolasi dan berujung pada depresi. Berkurangnya
kemampuan daya ingat dan fungsi intelektual sering dikaitkan dengan depresi. Kehilangan
pekerjaan, penghasilan, dan dukungan sosial sejalan dengan bertambahnya usia turut menjadi
faktor predisposisi seorang berusia lanjut untuk menderita depresi (Tarigan, 2009).

Teori di atas sejalan dengan hasil penelitian (Pae, 2017) dalam Jurnal Ners Lentera,
dimana seluruh lansia yang ada di panti werdha tidak memiliki pasangan dimana 14 orang
responden (87,5%) sudah berstatus janda maupun duda dan 2 orang responden (12,5%) belum
menikah. Sebagian besar dari lansia merasa tidak memiliki keluarga yang memperhatikan mereka
dan juga merasa kesepian. Mereka menggungkapkan mereka merasa sedih karena ditinggalkan
oleh pasangan mereka dan jarang sekali dikunjungi oleh anggota keluarga yang lainnya baik anak
maupun cucu mereka. Kejadian depresi yang dialami lansia di panti disebabkan karena faktor
dukungan berupa kasih sayang dan juga dukungan lingkungan yang kurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga
ditemukan sebanyak 14 responden (51,9%) mengalami depresi pada tingkat rendah, 8 responden
(29,6%) tidak mengalami depresi, dan 4 responden (14,8%) mengalami depresi pada tingkat
sedang serta hanya 1 responden (3,7%) yang mengalami depresi pada tingkat berat. Responden
yang mengalami depresi pada tingkat berat (3,7%) merupakan janda yang tinggal bersama anak,
menantu, dan cucunya. Anggota keluarga responden tersebut memiliki kesibukan masing-masing
yaitu bekerja dan kuliah, sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk berelasi secara intens
dengan lansia tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibrahim (2011) bahwa faktor sosial
penyebab depresi pada usia lanjut disebabkan adanya isolasi sosial, kehilangan kerabat dekat,
kehilangan pekerjaan dari kegiatan harian, serta kehilangan pendapatan. Pernyataan lain dari
Puspasari (2009) yang mengungkapkan bahwa keluarga dapat menjadi sumber stres bagi lansia
karena adanya konflik dengan keluarga seperti: perilaku yang tidak sesuai dengan harapan,
keinginan dan cita-cita yang berlawanan, serta sifat-sifat yang tidak dapat dipadukan.

Berdasarkan kasus, teori dan jurnal penelitian diatas, tedapat kesamaan dan kesesuaian
yang menyebabkan kasus depresi pada lansia, kelompok merekomendasikan pentingnya
dukungan keluarga dan lingkungan sekitar dalam mencegah depresi pada lansia, Salah satu
dukungan dalam keluarga adalah sebuah komunikasi, karena diketahui bahwa sebuah perilaku
merupakan komunikasi. Adanya pola komunikasi fungsional dalam keluarga mengurangi stressor
dalam keluarga. Lanjut usia senantiasa membutuhkan komunikasi dalam keluarga, karena adanya
komunikasi mempunyai arti sebagai suatu interaksi. Pada lanjut usia banyak persoalan hidup
yang dihadapi oleh lansia. Akibat dari proses menua sering terjadi masalah seperti krisis ekonomi
karena lansia sudah tidak dapat bekerja secara optimal, tidak punya keluarga/sebatang kara,
merasa kehilangan teman, tidak adanya teman sebaya yang bisa diajak bicara, merasa tidak
berguna, sering marah dan tidak sabaran, kurang mampu berpikir dan berbicara, merasa
kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung dan merasa tidak berdaya. Kondisi seperti
ini dapat memicu terjadinya depresi pada lansia
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Depresi adalah gangguan mood (kondisi emosional) berkepanjangan yang mewarnai


seluruh proses mental (berpikir, berperasaan, dan berperilaku) seseorang dan kesulitan untuk
berkomunikasi dengan orang lain seolah ada penghalang yangtampak atau timbul tanpa alasan
yang jelas.Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala fisik,gejala psikis,
dan gejala sosial yang khas. Orang yang mudah sekali mengalami depresi biasanya memiliki
beberapa kepribadian tertentu. Penderita depresi memiliki ciri kepribadian yang berbeda dengan
orang normal. Hal ini merupakan pengaruh pikiran dari orang yang mengalami depresi tersebut
terhadap situasi sulit yang sedang dialaminya.

Lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi kenyamanan lansia dalam menempati


rumah serta lingkungan yang ditinggali. Dalam lingkungan yang ditinggali lansia harus
memenuhi kebutuhan-kebutuhan lansia. Kebutuhan tersebut diantaranya lansia membutuhkan
rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat
pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri lansia, keluarga dan lingkungannya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut jika tidak dapat terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam
kehidupan lansia sehingga akan mengakibatkan timbulnya stres yang mengakibatkan depresi

5.2 Saran

Adapun saran dari kami untuk perkembangan profesi keperawatan sebagai berikut:

1. Sebaiknya perawat dapat memberikan motivasi bagi penderita depresi, baik depresi ringan
bahkan depresi berat, tidak menggunakan kata-kata yangmembuat penderita patah
semangat.
2. Perawat diharapkan dapat mengontrol pasien/penderita depresi dari tindakan yang atau
hal-hal yang kecil hingga hal yang besar sekalipun untuk mencegahterjadinya suatu
tindakan fatal diluar dugaan.
3. Komunikasi secara kontinyu dengan penderita depresi, agar penderita tersebut merasa
dihargai, dibutuhkan dan dihiur.

DAFTAR PUSTAKA
Fitzpatrick, Tony. 2001. Welfare Theory: an Introduction. New York : Palgrave

Kholifah, Siti Nur (2016) Modul Bahan Ajar Keperawatan Gerontik Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia

Maryam, Siti. 2008. Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika

Mulia, Muhammad. 2009. Peranan Kelompok Lansia Terhadap Kesejahteraan Sosial Lansia.
Tesis Program Studi Magister Studi Kebijakan Kelompok Studi Antar Bidang

Soedarsono, Nani. 2000. Pembangunan Berbasis Rakyat. Jakarta : Yayasan Melati Bhakti Pertiwi

Subdirektorat Statistik Pendidikan dan Kesejahteraan Sosial (2015) Statistik Penduduk Lanjut
Usia 2014 Jakarta : Badan Pusat Statistik

Kurnianto. Syaifuddin, Purwaningsih, Nihayati.Hanik Endang, 2011, Penurunan Tingkat Depresi


Pada Lansia Dengan Pendekatan Bimbingan Spiritual, Jurnal Ners Vol. 6 No. 2
Oktober 2011: 156–163

Mudjaddid, E., 2003. Depresi dan Komorbiditasnya pada Pasien Geriatri. Dalam: Supartondo,
Setiati, S., dan Soejono, C.H., (eds). 2003. Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003
“Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin”. Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta: 113-121

Damping, C.E., 2003. Depresi pada Geriatri: Apa Kekhususannya. Dalam: Supartondo, Setiati,
S., dan Soejono, C.H., (eds). 2003. Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003
“Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin”. Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta: 107-112

Pae, Kristina, 2017, Perbedaan tingkat depresi oada lansia yang tinggal di panti werdha dan yang
tinggal di rumah bersama keluarga, Jurnal Ners Lentera, Vo;.5, No. 1

Keliat, B.A. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa : CMHN ( Intermediate Course). Jakarta:
EGC

Sadock, B.J. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed. II. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai