Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK

Oleh:
Afifah Yusti Rahimallah 1830912320002

Marcella Pavita 1830912320106

Prakarsa Adi Daya Nusantara 1830912310018

Pembimbing

dr. H. Achyar Nawi Husin, Sp.KJ

BAGIAN/KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA

FK UNLAM-RSUD DR. H. MOH. ANSARI SALEH

BANJARMASIN

Oktober, 2019
DAFTAR ISI

1. HALAMAN JUDUL 1

2. DAFTAR ISI 2

3. BAB I: PENDAHULUAN 3

4. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 4

5. BAB III: DATA PASIEN 17

6. BAB IV: PEMBAHASAN 25

7. BAB V: PENUTUP 30

8. DAFTAR PUSTAKA 31

2
BAB 1
PENDAHULUAN

Depresi merupakan masalah kesehatan yang serius. World Health


Organization (WHO) pada tahun 2001 menyatakan bahwa depresi berada pada
urutan keempat penyakit yang paling sering di dunia. Menurut Riskesdas 2013,
gangguan emosional seperti cemas dan depresi di Indonesia yaitu sekitar 6% atau
16 juta orang dari seluruh penduduk Indonesia. Prevalensi pada wanita
diperkirakan 10-25%, dan laki-laki 5-12%.1,2
Manifestasi gejala depresi muncul dalam keluhan yang berkaitan dengan
mood, seperti sedih, murung, putus asa memudahkan penegakan diagnosis
depresi. Namun, keluhan psikomotor dan somatik, seperti malas bekerja, lamban,
lesu, nyeri ulu hati, sakit kepala terus-menerus terkadang menyulitkan penegakan
diagnosis.2
Depresi dapat menyebabkan penurunan status kesehatan, motivasi,
kemampuan kognitif, dan emosi seseorang. Hal ini menyebabkan seseorang
dengan depresi tidak dapat berfungsi secara efektif sehingga terdapat
ketergantungan, kehilangan percaya diri, termasuk penurunan kemampuan
berkomunikasi hingga terjadi gangguan sosial yang dapat memperburuk kondisi
kesehatannya serta kualitas hidup dan produktivitas kerja penderita. Hal yang
paling berbahaya adalah meningkatnya angka kejadian bunuh diri. Menurut data
WHO tahun 2006, angka kejadian kasus bunuh diri yang ditemukan adalah
sebesar 15-20%. Sebagian besar kasus merupakan kasus bunuh diri yang terjadi
tidak direncanakan sebelumnya.1
Hal-hal di atas menunjukkan bahwa gangguan depresi cukup umum dan
perlu untuk ditanggulangi dan dicegah sedini mungkin. Oleh karena itu, sebagai
dokter layanan primer penting untuk mendiagnosis dan memberikan terapi yang
tepat pada pasien dengan gangguan depresi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
A. Definisi
Depresi adalah gangguan jiwa umum dengan manifestasi klinis berupa
mood depresif, penurunan minat atau kesenangan, penurunan energi, merasa
bersalah atau kurang percaya diri, gangguan tidur atau nafsu makan, dan
penurunan konsentrasi. Biasanya, depresi muncul bersamaan dengan gejala
kecemasan. Efek paling buruk dari depresi adalah ide bunuh diri. Penurunan
kognitif, afek, dan psikomotor pada depresi dapat mempengaruhi pemikiran,
perilaku, perasaan, dan fungsi sosial seseorang.3,4
Pada depresi terdapat gejala psikologik dan gejala somatik. Gejala
psikologik antara lain menjadi pendiam, rasa sedih, pesimistik, putus asa,
nafsu bekerja dan kurang bergaul, tidak dapat mengambil keputusan, mudah
lupa dan timbul pikiran-pikiran bunuh diri. Gejala somatik antara lain
penderita kelihatan tidak senang, lelah, tidak bersemangat, apatis, bicara dan
gerak geriknya pelan, terdapat anoreksia, insomnia, dan konstipasi.5
Istilah depresi digunakan untuk mendeskripsikan kumpulan gejala dan
perilaku yang dominan muncul. Istilah depresi mencakup ganggan depresif
mayor, gangguan bipolar, gangguan afektif diinduksi zat, dan gangguan afektif
akibat keadaan medis umum. Identifikasi lebih lanjut diperlukan untuk
menegakkan diagnosis depresi sesuai dengan kriteria diagnosis masing-
masing, adanya penyalahgunaan zat tertentu, atau adanya kondisi medis yang
menyebabkan gangguan afektif.6

B. Epidemiologi
Depresi merupakan diagnosis pasien rawat jalan ketujuh tertinggi di
dunia dan nomor empat penyebab disabilitas. Prevalensi depresi di seluruh
dunia berkisar antara 2,2% sampai 10,4%. Menurut Riskesdas tahun 2013,
prevalensi orang di atas 15 tahun dengan gangguan jiwa ringan atau
gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi yaitu
sebesar 6% atau sekitar 16 juta orang dari seluruh penduduk di Indonesia.
Berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih banyak menderita depresi mayor
dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 2:1. Rata-rata depresi terjadi

4
pada dekade kedua kehidupan, namun tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi pada kelompok umur lain.1,7
Depresi dapat diklasifikasikan menjadi depresi ringan, sedang, dan berat.
Gangguan depresi berat lazim ditemukan dengan prevalensi seumur hidup
sebesar 15%. Gangguan depresi berat lebih banyak pada perempuan dengan
presentase mencapai 25%. Insiden gangguan depresi berat yaitu 10% pada
pasien yang berobat di fasilitas kesehatan primer dan 15% di fasilitas rawat
inap.8
C. Etiologi
Gangguan depresi disebabkan oleh banyak faktor, seperti halnya
gangguan jiwa lain. Beberapa etiologi yang memungkinkan terjadinya depresi
adalah sebagai berikut:
1. Faktor Organobiologi
Dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi metabolit amin
biogenik seperti 5-hydroxyindoleatic (5-HLAA), asam homovanilic
(HVA), dan 3-methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah,
urin, dan cairan serebropinal pada pasien gangguan afektif.9
a. Amin Biogenik
Norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang
paling berperan dalam pasien gangguan afektif.
b. Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respon klinis
antidepresi mungkin merupakan peran langsung sistem adrenergik
pada gangguan depresi. Sebagai contoh aktifnya reseptor tersebut
mengakibatkan penurunan jumlah pelepasan norepinefrin dan reseptor
ini pula terletak pada neuron serotonergik yang mengatur pelepasan
jumlah serotonin.
c. Dopamin
Terdapat dua teori terbaru yaitu jalur dopamin mesolimbik yang
mengalami disfungsi atau reseptor dopamin D1 yang hipoaktif
menimbulkan gejala depresi.
d. Serotonin
Aktivitas serotonin bertanggung jawab untuk kontrol afek, agresi,
tidur, dan nafsu makan.
2. Faktor Genetik
Faktor ini merupakan faktor yang berperan dalam perkembangan,
namun jalur penurunan sangat kompleks. Penelitian dalam keluarga

5
didapatkan hasil bahwa generasi pertama memiliki kemungkinan 2 sampai
10 kali lebih sering mengalami depresi berat. Pada penelitian lain
didapatkan 2 dari 3 studi gangguan depresi berat diturunkan secara
biologis meskipun anak tersebut diadopsi keluarga lain. Penelitian pada
anak kembar monozigot didapatkan 53-69% sedangkan anak kembar
dizigot didapatkan 13-28% mengalami depresi berat.9
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang tertekan akan
menyebabkan terjadinya stres. Teori mengemukakan bahwa bila seseorang
mengalami stres sebelum timbul episode pertama maka terjadi perubahan
neurotransmiter, sistem sinyal intraneuron seperti penurunan kontak sinaps
dan hilangnya beberapa neuron sehingga mengakibatkan gangguan
episode berulang. Faktor lain yang berkaitan dengan stresor lingkungan
adalah kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun, pasangan, dan
pekerjaan dapat mengakibatkan seseorang memiliki risiko depresi 2
sampai 3 kali lebih besar.9
4. Faktor Kepribadian
Semua tipe kepribadian dapat mengalami depresi sesuai dengan
situasinya. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, histrionik, dan
ambang berisiko tinggi dibandingkan kepribadian paranoid, dan antisosial.
Riset menunjukkan pasien yang mengalami stresor dengan kepribadian
tidak percaya diri lebih sering mengalami depresi.9
5. Faktor Psikodinamik
Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan antara lain;
a. Sigmund Freud dan Karl Abraham
Terdapat 4 hal utama yaitu: (1) gangguan hubungan ibu-anak fase
oral (10-18 bulan) menjadi faktor predisposisi episode depresi
berulang; (2) depresi dapat dihubungkan dengan cinta yang nyata
maupun fantasi kehilangan objek; (3) intropeksi merupakan
mekanisme pertahanan atas kehilangan objek yang dicintai; (4)
Kehilangan cinta dapat diekspresikan campuran antara benci dan
cinta, serta perasaan marah pada diri sendiri.
b. Heinz Kohut
Depresi dikonseptualisasikan bermula dari teori self-phychology
bahwa perkembangan jiwa anak harus dipenuhi kedua orang tua
dengan memberikan rasa percaya diri, rasa positif, dan self-cohesion.

6
c. John Bowlby
Rusaknya keeratan hubungan awal dan trauma akibat perpisahan
pada anak merupakan faktor predisposisi depresi sedangkan
kehilangan pada dewasa memudahkan seseorang terkena depresi pada
masa dewasa.
6. Lain
Terdapat beberapa jenis obat yang dapat memicu terjadi gangguan
depresi yaitu 10:
a. Obat kardiovaskular : β-blocker, klonidin, metildopa
b. Obat sistem saraf pusat : barbiturat, benzodiazepin, fenitoin
c. Obat hormonal : estrogen, progestin, tamoxifen
d. Lain : indometasin, narkotika

D. Gambaran Klinis
Menurut National Institute of Mental Health (2015), terdapat beberapa
gejala yang terjadi pada pasien depresi. Gejala klinis depresi terjadi selama
minimal dua minggu dengan gejala seperti berikut:
a. Rasa sedih yang persisten, gelisah, atau pikiran kosong
b. Merasa putus asa
c. Perasaan bersalah, merasa diri tidak berguna
d. Iritabilitas, cepat marah, gelisah
e. Hilang minat beraktifitas, termasuk aktivitas seksual
f. Lelah dan penat
g. Masalah konsentrasi, mengingat sesuatu dan membuat keputusan
h. Insomnia atau tidur berlebihan
i. Ide atau pernah mencoba bunuh diri
j. Sakit kepala, kejang, atau masalah pencernaan yang persisten dan tidak
sembuh dengan pengobatan

E. Penegakan Diagnosis
Menurut PPDGJ-III, depresi dimasukan ke dalam gangguan suasana
perasaan (mood/afektif) yang diberi kode diagnosis F32. Depresi dapat
diklasifikasikan menjadi depresi ringan, sedang, dan berat dengan atau tanpa
ciri psikotik. Kriteria diagnosis depresi mengacu pada gejala utama dan gejala
tambahan, serta berdasarkan onset penyakit.
Kriteria diagnosis depresi adalah sebagai berikut 11 :
1. Gejala utama
a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah bekerja meskipun bekerja
sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

7
2. Gejala tambahan
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri sendiri atau bunuh
diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
3. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat.
4. Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1), dan berat
(F.32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama).
Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu
diagnosis gangguan depresi berulang (F.33.-).

Selain itu, pedoman diagnostik untuk masing-masing kategori depresi


adalah sebagai berikut:

1. Episode depresi ringan (F.32.0)


a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut di atas
b. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala tambahan
c. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
e. Hanya sedikit kesulitan dari pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukan.
2. Episode depresi sedang (F.33.1)
a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut di atas
b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala
tambahan
c. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
e. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, dan urusan rumah tangga.

8
3. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik (F.32.2)
a. Tiga gejala utama depresi harus ada
b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala tambahan, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.
c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.
e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.
4. Episode depresi berat dengan gejala psikotik (F.32.3)
a. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F.32.2
tersebut di atas
b. Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu.
Halusinasi auditorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh. Halusinasi olfaktorik biasanya berupa bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
pada stupor.
c. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi afek atau tidak serasi afek (mood congruent).
Kriteria lain untuk menentukan diagnosis depresi berat yaitu berdasarkan
kriteria DSM-IV-TR, yaitu sebagai berikut 8:
1. Lima atau lebih gejala di bawah telah ada selama periode waktu 2
minggu dan menunjukkan perubahan fungsi sebelumnya serta setidaknya
satu gejalanya diantara mood menurun atau kehilangan minat atau
kesenangan.
a. Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti
yang ditunjukkan baik melalui laporan subjektif (contohnya perasaan
sedih atau kosong) atau pengamatan orang lain (contohnya tampak
bersedih)

9
b. Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua, atau
hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
(seperti yang ditunjukkan laporan subjektif atau pengamatan orang
lain).
c. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau
berat badan bertambah (contohnya perubahan lebih dari 5% berat
badan dalam sebulan), atau menurun mauun meningkatnya nafsu
makan hampir setiap hari.
d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya kegelisahan atau
menjadi lebih lamban).
f. Lelah atau hilang energi hampir setiap hari
g. Perasaan tidak berarti atau bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan
(yang dapat menyerupai waham) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri atau rasa bersalah karena sakit)
h. Menurunnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau keragu-
raguan hampir setiap hari (baik laporan subjektif atau diamati orang
lain)
i. Pikiran berulang mengenai kematian (bukan hanya rasa takut mati),
gagasan bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau
upaya bunuh diri atau suatu rencana spesifik untuk melakukan bunuh
diri.
2. Gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran
3. Gejala menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi yang lain.
4. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung zat (misalnya
penyalahgunaan obat atau dalam proses pengobatan) atau kondisi medis
umum (misalnya hipotiroidisme).
5. Gejala sebaiknya tidak disebabkan karena berkabung, setelah kehilangan
orang yang dicintai, gejala bertahan hingga lebih lama 2 bulan, atau
ditandai hendaya fungsi yang nyata, preokupasi patologis mengenai
ketidakberartian, gagasan bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi
psikomotor.

F. Pemeriksaan Penunjang

10
Pemeriksaan tambahan dalam penegakkan diagnosis depresi dapat
menggunakan algoritma MINI (Mini International Neuropsychiatric
Interview). Alat ini merupakan rangkaian pertanyaan yang harus dijawab
pasien dengan jawaban ya tau tidak. MINI untuk gangguan depresi dibuat oleh
Lecrubier dan Sheehan pada tahun 1998 dan dialihkan bahasakan oleh
Yayasan Depresi Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik.10

G. Diferensial Diagnosis
1. Distimia
Gangguan distimik merupakan gangguan jiwa dengan ciri khas
perasaan yang tidak adekuat, bersalah, iritabilitas, kemarahan, penarikan
diri dari masyarakat, hilang minat, serta inaktivitas dan tidak produktif.
Menurut DSM-IV-TR, adanya gejala-gejala tersebut minimal dua tahun
(satu tahun untuk anak dan remaja) serta tidak pernah memiliki episode
depresif berat, manik, atau hipomanik. Gambaran distimik sering
bertumpang tindih dengan depresi berat. Pada gangguan distimik, gejala
subjektif lebih dominan daripada gejala objektif. Gejala seperti inersia,
letargi, dan anhedonia sering terlihat pada pagi hari, dan sebaliknya,
gejala seperti agitasi, ganggan nafsu makan dan libido, serta retardasi
psikomotor kurang nampak pada gangguan distimik.8
2. Gangguan Campuran Cemas dan Depresi
Gangguan ini menggambarkan pasien dengan gejala ansietas dan
depresi yang tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan ansietas atau
gangguan afektif. Kombinasi gejala depresi dan ansietas, terutama gejala
somatik, seperti tremor, palpitasi, mulut kering, dan rasa perut yang
bergejolak sering tidak didiagnosis dengan gangguan ini. Gangguan ini
dapat menimbulkan hendaya fungsional yang bermakna, sehingga
gangguan ini lazim ditemukan di pelayanan primer dan klinik kesehatan
jiwa rawat jalan.8
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
a. Golongan trisiklik (Maramis, 2009)
Golongan trisiklik bekerja dengan cara memblok reuptake
serotonin dan norepinefrin, sehingga kadar serotonin dan
norepinefrin di dalam otak meningkat. Contoh obat dari golongan ini

11
adalah amitriptilin, imipramin, klomipramin, maprotlin dan
amoksapin.
b. Golongan inhibitor monoaminoksidase (MAOI)
Golongan MAOI bekerja dengan cara mencegah oksidase
monoamin yang berperan dalam oksidasi norepinefrin. Contoh obat
dari golongan ini adalah moklobemid.
c. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
Golongan SSRI bekerja dengan menghambat reuptake serotonin
sehingga jumlah serotonin dalam otak meningkat. SSRI merupakan
golongan obat yang paling sering digunakan dalam terapi karena
efek samping yang lebih ringan daripada golongan MAOI atau
Trisiklik. Contoh obat dari golongan ini adalah flouxetin, setralin,
paroxetine, dan sitalopram.

Dalam penggunaan obat antidepresan, perlu diketahui efek samping


obat yang mempengaruhi beberapa sistem organ, yaitu (Maramis, 2009):

a. Efek kolinergik, seperi mulut kering, mata kabur angguan


akomodasi, meningkatnya tekanan intraokuler, konstipasi,
hipotensi postural, retensi urin, berkeringat, dan ileus
b. Efek susunan saraf pusat, seperti pusing, lelah, bingung, tremor,
disartria, insomnia, kejang, mendadak jatuh, dan eksaserbasi gejala
psikotik
c. Kardiovaskuler, seperti hipotensi, sinus takikardi, aritmia, dan
konduksi atrioventrikuler terganggu
d. Hematologis, seperti depresi sumsum tulang, leukopenia,
agranulositosis, purpura, trombositopenia, anemina hemolitik, dan
hiponatremia
e. Lain-lain, seperti hipotermia, hipertermia, gangguan pernapasan,
gangguan libido, exantema, tinitus,keluhan gastrointestinal,
gangguan hepar, dan berat badan bertambah.
2. Perawatan di rumah sakit, bila (Tomb, 2004):
a. Terapat disabilitas dalam melakukan kegiatan akibat depresi
b. Lingkungan keluarga kurang mendukung dalam roses penembuhan
pasien
c. Mempunyai risiko bunuh diri
d. Mempunyai riwayat penyakit lain yang perlu ditangani oleh tenaga
kesehatan

12
3. Terapi psikologis (Tomb, 2004)
a. Terapi suportif
Pada terapi suportif, pasien diberikan kehangatan, empati,
perhatian, dan optimistik. Selain itu, pasien dibantu dalam mencari
masalah yang membuat pasien merasa depresi, kemudian dibantu
dalam menyelesaikan masalah tersebut. Identifikasi faktor pencetus
dan bantu pasien dalam mengkoreksinya. Jika terdapat masalah
eksternal seperti pekerjaan, bantu dalam menyelesaikan masalahnya.
b. Terapi kognitif perilaku
Terapi kognitif perilaku diberikan pada pasien depresi ringan
ataupun sedang. Terapi ini memberikan pasien latihan keterampilan
dan berbagi pengalaman-pengalaman sukses. Pasien juga dilatih
untuk mengenal dan menghilangkan pikiran negatif, sehingga
mencegah kambuhnya kembali depresi tersebut.
4. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik diberikan sebagai terapi pasien depresi jika
(Tomb, 2004):
a. Pasien masih belum sembuh setelah pengobatan selama 6 minggu
atau lebih
b. Kondisi pasien menuntut untuk remisi segera, seperti adanya
keinginan untuk bunuh diri
c. Depresi dengan gejala psikotik
d. Pasien yang tidak toleransi terhadap obat, seperti pasien dengan usia
tua yang mempunya penyakit jantung.

I. Pencegahan
Menurut Mrazek dan Haggerty dalam peneltiannya pencegahan terbagi
atas 3 sublevel yaitu 10:
1. Pencegahan universal ditargetkan kepada seluruh komunitas, seperti
edukasi dengan kampanye kesehatan tanpa melihat faktor risiko
seseorang.
2. Pencegahan selektif ditargetkan kepada komunitas yang memiliki faktor
risiko berdasarkan karakteristik demografi.
3. Pencegahan sesuai indikasi ditargetkan kepada seseorang yang memiliki
tanda atau gejala klinis awal (subsindromal).
Menurut Bennet et al (2014) bentuk pencegahan dapat dikategorikan
menjadi 3 bagian; (1) primer yaitu mencegah kejadian gangguan jiwa pada
suasana yang sebenarnya tidak memiliki risiko terjadinya depresi; (2)

13
sekunder yaitu deteksi dengan menggunakan instrumen sesusai usia dan
pengobatan dini pada pasien depresi; (3) tersier yaitu meminimalisir
disabilitas akibat gangguan depresi.11
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah teknik pengobatan dan
pencegahan terhadap beberapa gangguan jiwa seperti depresi (Ambarwati,
2009). Banyak penelitian dengan metode CBT yang berbeda dalam mencegah
gangguan depresi pada remaja akan tetapi penelitian Clarke et al dalam
Barrera et al (2010) menunjukkan hasil penelitian yang terbaik dengan metode
15 kali sesi CBT dengan pertemuan keluarga sebanyak 3 kali dibandingkan
pengobatan biasa. Pencegahan gangguan depresi pada dewasa yang dilakukan
Munoz dan Ying dalam Barrera et al (2010) dengan metode CBT sebanyak 8
kali dalam grup kecil untuk melihat faktor risiko berupa onset, jenis kelamin,
perceraian, sosioekonomi rendah, dan etnis. Pencegahan gangguan depresi
pasca persalinan menggunakan skoring Edinburgh Postnatal Depression Scale
(EPDS) dengan beberapa variasi frekuensi masih belum ditemukan berapa kali
pertemuan dan kapan waktu intervensi yang terbaik (Barrera et al., 2010). 10,12
Penelitian Paykel dalam Barrera et al (2010) menunjukkan pasien akut
(episode pertama) yang menerima cognitive therapy (CT) sebanyak 16 sesi
dengan 6 dan 14 minggu setelah pertemuan terakhir sebagai tambahan
memiliki angka kejadian (29%) relaps setelah 48 minggu terapi terakhir
dilakukan dibandingkan pasien yang menerima pengobatan saja.13

J. Prognosis
Pada pemberian terapi yang sesuai, gejala depresi pada pasien dapat
menurun 70-80%, meskipun sekitar 50% penderita tidak memberikan respon
dalam permulaan terapi. Dua puluh persen pasien depresi yang tidak diobati
selama setahun akan memiliki gejala yang dapat menjadi dasar penegakan
diagnosis depresi atau empat puluh persen diantaranya mengalami remisi
parsial. Remisi parsial atau riwayat depresi sebelumnya meningkatkan risiko
adanya gangguan depresi berulang dan resistensi pengobatan.14

14
BAB III
DATA PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RS
Usia : 43 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tanjung Pandan RT 05 RW 02, Mantuil
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : tidak bekerja
Agama : Islam
Suku : Banjar
Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : belum menikah
Berobat Tanggal : 14 Oktober 2019

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan heteroanamnesis tanggal 14
Oktober 2019 di Poli RSUD Ansari Saleh Banjarmasin
A. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien gelisah.
B. Riwayat gangguan sekarang
Pasien datang ke poli jiwa RSUD Ansari Saleh dengan keadaan
terawat mengenakan baju kemeja berkerah warna putih, celana panjang
berwarna hitam dan menggunakan jilbab warna abu-abu serta beralas
kaki sepatu. Pasien dibawa kepoli jiwa RSUD Ansari Saleh oleh
keponakan pasien. Menurut keponakan pasien, sebelumnya pasien
memiliki penyakit kanker payudara sudah sejak lama. Penyakit kanker
payudara tersebut keluarga belum ada diobati ataupun dioperasi namun
keluarga pasien hanya memberikan pengobatan herbal terhadap pasien.
Dulunya pasien merupakan seorang guru TK, saat pasien mengajar,
benjolan di payudara pasien pernah terkena kepala muridnya sehingga
benjolannya pecah dan lama-kelamaan keadaan kanker pasien semakin
parah. Kurang lebih 3 bulan yang lalu, pasien terakhir ada berobat dengan
obat herbal yang lain dan mengatakan bahwa penyakit kanker beliau tidak
bisa disembuhkan sehingga pasien seolah-olah merasa akan segera
meninggal dan hidup tidak akan lama lagi. Kemudian pasien dihadapkan

15
dengan permasalahan hubungan seorang laki-laki, awalnya pasien
memang sudah ada bertunangan dengan lelaki tersebut, dikarenakan
penyakit kanker pasien dalam keadaan semakin memburuk, pasien
akhirnya memutuskan untuk menghentikan hubungan dengan laki-laki
tunangannya. Hingga setelah kejadian tersebut pasien mengalami
perubahan tingkah laku yaitu lebih pendiam dari biasanya pasien sering
bermimpi dimana pasien seakan-akan dia melihat dimimpinya adalah
aktivitasnya yang dilakukannya hari ini. Keponakan pasien mengaku
bahwa pasien sering menari-nari, ngolok-ngolok orang dan pasien
mengaku bahwa sakitnya pasien disebabkan dipelet oleh adik iparnya,
pada keadaan saat itu juga pasien sulit tidur namun tidak ada mendengar
bisikan-bisakan atau melihat bayangan dan tidak bisa merawat dirinya
sendiri.
Setelah 2 bulan atau tepatnya 1 bulan yang lalu pasien merasakan
kepala pasien berputar-putar dan berjalan seperti maju dan mundur
hingga sampai sekarang. Pasien masih kepikiran dengan penyakit kanker
tersebut dan akhirnya keluarga pasien membawa ke dokter jiwa dan
diberikan obat untuk keluhan tersebut pada kurang lebih 2 minggu yang
lalu. Setelah berobat pasien sudah mulai bisa merawat diri sendiri dan
sudah tidak pendiam lagi. Namun pasien masih merasakan keluarga
pasien ada mempelet beliau dan pasie masih juga tidak senang dengan
adik iparnya, dimana hubungan mereka tidak terlalu baik dan sering
bertengkar.
Pasien merupakan anak ke delapan dari Sembilan bersaudara dan
pasien tinggal Bersama dengan kakak, ibu pasien. Pasien sekarang masih
sulit untuk tidur dan berbicara serta tertawa sendiri.

Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan seperti ini pada 3
bulan yang lalu.
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Tidak terdapat riwayat penggunaan zat psikoaktif
3. Riwayat penyakit dahulu (medis)
Ca Mammae
C. Riwayat Kehidupan Pribadi

16
1. Riwayat pranatal
Sulit dievaluasi
2. Masa kanak-kanak awal
Sulit dievaluasi
3. Masa kanak-kanak akhir
- Hubungan sosial: Sulit dievaluasi
- Riwayat sekolah: Sulit dievaluasi
4. Riwayat pekerjaan
Pasien ibu rumah tanggal, dulu pernah bekerja sebagai guru TK
5. Riwayat agama
Pasien beragama Islam
6. Aktivitas sosial
Pasien tidak dapat bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan
baik.
D. Riwayat keluarga
Menurut saudara ipar pasien, pasien memiliki sepupu yang
mengalami stress.
E. Situasi sosial sekarang
Pasien seorang perempuan berusia 43 tahun. Pasien belum
menikah. Pasien tinggal bersama ibu pasien dan adik pasien.
F. Persepsi (tanggapan) pasien tentang dirinya dan kehidupannya
Pasien menganggap selalu kepikiran tentang penyakitnta dan kecurigaan
bahwa adik iparnya telah menguna-guna dirinya.
III. STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pasien perempuan usia 43 tahun, tampak sesuai dengan usia,
berpakaian rapi, berbaju kemeja putih, ekspresi tampak datar,
perawatan diri baik, proporsi tubuh normal, warna kulit sawo matang.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Perilaku pasien normal tidak terdapat aktivitas psikomotor yang tidak
normal.
3. Sikap pasien terhadap pemeriksa
Kooperatif
B. Keadaan afektif (mood), perasaan, ekspresi afektif (hidup emosi) serta
empati :
1. Mood : Hipotimik
2. Afek : Datar
3. Keserasian : serasi
C. Gangguan persepsi
Tidak didapatkan gangguan halusinasi dan ilusi.
D. Pembicaran
Bicara lambat, artikulasi tidak jelas, volume kecil
E. Pikiran :

17
1. Proses pikir :
a. Bentuk pikiran : autisme
b. Arus pikiran : inkoheren
2. Arus pikiran : Waham (+)
F. Sensorium dan kognitif
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Orientasi : Orientasi waktu, tempat, dan orang normal
3. Daya ingat : Pasien dapat mengingat jangka segera, pendek, menengah
maupun panjang.
4. Konsentrasi : tidak baik
5. Perhatian: tidak baik
6. Kemampuan membaca dan menulis : sulit dievaluasi
7. Kemampuan visuospasial : sulit dievaluasi
8. Pikiran abstrak : sulit dievaluasi
9. Kapasitas intelegensia : sulit dievaluasi
10.Bakat kreatif: tidak ada bakat yang spesifik
11.Kemampuan menolong diri : pasien sudah bisa merawat diri sendiri
G. Kemampuan mengendalikan impuls :
Pasien dapat mengendalikan dorongan kemarahan
H. Tilikan
1
I. Taraf dapat dipercaya
Pasien dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda vital
- Tekanan darah: 170/105 mmHg - Frekuensi nadi: 106 x / menit
- Frekuensi napas: 20 x / menit - Suhu: normal
4. Bentuk badan : Kesan dalam batas normal
5. Sistem kardiovaskular : Tidak ada kelainan
6. Sistem muskuloskeletasl : Tidak ada kelainan
7. Sistem gastrointestinal : Tidak ada kelainan
8. Sistem urogenital : Tidak ada kelainan
9. Gangguan khusus : Tidak ada kelainan

B. Status Neurologis
1. GCS : E4V5M6
2. Gejala rangsngan selaput otak : Tidak ada kelainan
3. Gejala Tekanan Intrakranial : Tidak ada kelainan
4. Mata : gerakan : Tidak ada kelainan
Pupil bentuk : Bulat, Isokor
Reaksi cahaya : +/+
Reaksi kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopik : Tidak dilakukan
5. Motorik : Tonus : eutoni

18
Turgor : Normal
Koordinasi : Normal
Refleks : Normal
6. Sensibilitas : Normal
7. Fungsi luhur :Normal
8. Gangguan khusus : Tidak terdapat gangguan khusus
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
1. Pasien memiliki riwayat Ca Mammae.
2. Pasien tidak mempunyai riwayat trauma kepala. Orientasi waktu,
tempat, orang dan situasi baik.
3. Di keluarga pasien ada yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien.
4. Pasien menempuh pendidikan dari SD, SMP sampai SMK.
5. Pasien belum menikah
6. Pasien ini didapatkan gejala bermakna dan tidak ada disabilitas.

VI. DIAGNOSTIK MULTIAKSIAL


1. Diagnosis Aksis I
F32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik
2. Diagnosis Aksis II
Tumbuh kembang normal, sebelum sakit, pasien bisa berinteraksi dan
bersosialisasi dengan orang lain sebagaimana orang normal lainnya
maka pada pasien tidak terdapat gangguan kepribadian. Pasien juga
memiliki fungsi kognitif baik maka pada pasien tidak terdapat
retardasi mental. Karena pada pasien tidak terdapat gangguan
kepribadian dan retardasi mental sehingga aksis II tidak ada
diagnosis.
3. Diagnosis Aksis III
Ca Mammae
4. Diagnosis Aksis IV
Pada pasien ini ditemukan masalah primary support group.
5. Diagnosis Aksis V
Pada pasien didapatkan beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. Maka pada aksis V
didapatkan GAF Scale 70-61.

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL


Aksis I : F32.3 Episode depresi berat dengan psikotik
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Ca Mammae
Aksis IV : primary support group
Aksis V : GAF scale 70-61.

19
VIII. PROGNOSIS
Prognosis ke arah baik
- Pasien patuh minum obat dan rutin kontrol
- Respon terhadap pengobatan baik
-Mendapat dukungan sepenuhnya dari keluarga terhadap kesembuhan
pasien
-Terdapat anggota keluarga pasien yang mengalami sakit serupa dengan
pasien
- Pasien dapat bersosialisasi dengan baik
Berdasarkan data-data diatas, dapat disimpulkan prognosis pasien adalah:
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

IX. TERAPI
Psikofarmaka :
Fluoxetin 20 mg 1x1 (1-0-0)
Diazepam 5 mg (0-0-1)
Betahistin 6 mg 3x1

Psikoterapi :
Pada pasien
- Edukasi tentang penyakit pasien dan kondisi pasien
- Edukasi tentang sleep hygiene seperti mandi dengan air hangat sebelum
tidur, tidak bermain dengan gadget sewaktu ingin tidur, membuat kamar
senyaman mungkin dan tidak menyalakan tv saat akan tidur.
- Minum obat yang rajin dan rutin kontrol jika obat habis
- Semakin mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
- Melakukan relaksasi.
- Sharing kepada keluarga jika ada permasalahan.

20
BAB IV
PEMBAHASAN

a. DIAGNOSIS
Fakta Teori
Anamnesis Depresi merupakan satu masa
 Pasien wanita, usia 43 tahun terganggunya fungsi manusia yang
 Gejala-gejala : gelisah, gangguan berkaitan dengan alam perasaan yang
mood, hilang rasa percaya diri,
sedih dan gejala penyertanya,
berwajah sedih, tidak bersemangat,
mudah lelah, konsentrasi termasuk perubahan pada pola tidur
berkurang, tidak nafsu makan, sulit dan nafsu makan, psikomotor,
tidur. konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa
 Keluhan sudah dirasakan sejak 3 putus asa dan tidak berdaya, serta
bulan yang lalu bunuh diri.
Riwayat Penyakit Dahullu
 Riwayat trauma (-), kejang (-) PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan
 Riwayat Ca Mammae (+)
Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang
 Riwayat konsumsi alkohol (-) dan
Napza (-) merujuk pada ICD- 10 ( International
 Riwayat merokok (-) Classification Diagnostic 10)
 Tidak pernah dirawat di Rumah menyebutkan gejala depresi menjadi
Sakit Jiwa gejala utama dan gejala lainnya seperti
Status Psikiatrikus yang terurai di bawah ini :
 Kesan umum terawat Gejala utama meliputi :
 Kontak verbal (+), kontak visual 1. Perasaan depresif atau perasaan
(+) tertekan.
 Kesadaran orientasi tempat, waktu

21
dan orang tidak ada gangguan, 2. Kehilangan minat dan semangat.
Atensi (+) 3. Berkurangnya energi yang menuju
 Emosi hipotimik, afek datar meningkatnya keadaan mudah lelah.
 Proses berfikir, intelegensia cukup Gejala lain meliputi :
 Kemauan mandiri (-) 1. Konsentrasi dan perhatian
 Psikomotor normoaktif
berkurang.
2. Perasaan bersalah dan tidak
berguna.
3. Tidur terganggu.
4. Harga diri dan kepercayaan diri
berkurang.
5. Perbuatan yang membahayakan diri
atau bunuh diri.
6. Pesimistik.
7. Nafsu makan berkurang.

Tingkat depresi dibedakan dalam


depresi berat , sedang dan ringan
sesuai dengan banyak & beratnya
gejala serta dampaknya terhadap
fungsi kehidupan seseorang. Gejala
yang dimaksudkan terdiri atas gejala
utama & gejala lainnya yaitu :
1. Ringan, sekurang-kurangnya harus
ada dua dari tiga gejala depresi
ditambah dua dari gejala di atas
ditambah dua dari gejala lainnya
namun tidak boleh ada gejala berat
diantaranya. Lama periode depresi
sekurang- kurangnya selama dua
minggu. Hanya sedikit kesulitan
kegiatan sosial yang umum
dilakukan.
2. Sedang, sekurang-kurangnya harus
ada dua dari tiga gejala utama
depresi seperti pada episode
depresi ringan ditambah tiga atau
empat dari gejala lainnya. Lama
episode depresi minimum dua
minggu serta menghadaapi
kesulitan nyata untuk meneruskan
kegiatan sosial.

22
3. Berat, tanpa gejala psikotik yaitu
semua tiga gejala utama harus ada
ditambah sekurang-kurangnya
empat dari gejala lainnya. Lama
episode sekurangkurangnya dua
minggu akan tetapi apabila gejala
sangat berat dan onset sangat cepat
maka dibenarkan untuk
menegakkan diagnosa dalam kurun
waktu dalam dua minggu. Orang
sangat tidak mungkin akan mampu
meneruska kegiatan sosial,
perkerjaan, urusan rumah tangga
kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.

Berdasarkan anamnesis yang diperoleh secara autonamnesis maupun


alloanamnesis yang dialami pasien mencakup sebagian besar dari gejala depresi.
Untuk mendiagnosis depresi terdapat pedoman menurut PPDGJ III yaitu: Depresi
Berat, tanpa gejala psikotik yaitu semua tiga gejala utama harus ada ditambah
sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya. Lama episode sekurangkurangnya
dua minggu akan tetapi apabila gejala sangat berat dan onset sangat cepat maka
dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam kurun waktu dalam dua minggu.
Orang sangat tidak mungkin akan mampu meneruska kegiatan sosial, perkerjaan,
urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

b. PENATALAKSANAAN
Fakta Teori
a. Fluoxetine 20 mg 1x1 (1-0-0) a. Obat ini mempunyai struktur yang
b. Diazepam 5 mg (0-0-1)
hampir sama dengan Tricyclic
c. Betahistin 6 mg 3x1
Antidepressants, tetapi SSRI
mempunyai efek yang lebih
langsung dalam mempengaruhi
kadar serotonin. Pertama SSRI
lebih cepat mengobati gangguan
depresi mayor dibandingkan

23
dengan obat lainnya. Pasien-pasien
yang menggunakan obat ini akan
mendapatkan efek yang signifikan
dalam penyembuhan dengan obat
ini. Kedua, SSRI juga mempunyai
efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan dengan obat-obatan
lainnya. Ketiga, obat ini tidak
bersifat fatal apabila overdosis dan
lebih aman digunakan
dibandingkan dengan obat-obatan
lainnya. Dan yang keempat SSRI
juga efektif dalam pengobatan
gangguan depresi mayor yang
disertai dengan gangguan lainnya
seperti: gangguan panik, binge
eating, gejala-gejala pramenstrual.
b. Diazepam merubakan obat
golongan benzodiazepine.
Diazepam berikatan dengan
gamma-amino butyric acid
(GABA) reseptor sehingga
menurunkan aktifitas neuron di
sistem limbik, thalamus dan
hipotalamus yang mengakibatkan
efek sedasi dan anti cemas.
memiliki efek samping dan
relaksasi otot sehingga membuat
cepat Lelah, mengantuk . pada obat
ini efek ketergantungan lebih
rendah. Apabila ditambah dengan
antidepresan akan meningkatkan

24
efek sedasi.
c. Betahistin merupakan obat analog
histamin dengan fungsi sebagai
agonis reseptor histamin H1 dan
antagonis reseptor H3, dengan efek
tersebut betahistin bekerja di
sistem syaraf pusat dan secara
khusus di sistem neuron yang
terlibat dalam pemulihan gangguan
vestibular, dengan mengaktifkan
reseptor ini menyebabkan
pembesaran pembuluh darah dan
peningkatan sirkulasi darah yang
membantu menghilangkan tekanan
di dalam telinga dan frekuensi
serangan penyebab vertigo
.

25
BAB V
PENUTUP

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang


berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. Depresi memiliki
banyak konsekuensi kesehatan seperti berkurangnya kualitas hidup, karena pasien
kurang berenergi dan mudah lelah. Pasien juga akan merasa kehilangan minat dan
semangat. Depresi berat dapat mengakibatkan pasien ingin mengakhiri hidupnya.
Kebanyakan pasien tidak tau harus meminta pertolongan ke siapa sehingga hal
tersebut akan memperlambat penatalaksanaan dan akhirnya memperburuk kondisi
pasien. Pengobatan depresi akan meningkatkan kualitas hidup dari pasien,
kebanyakan prognosis pasien depresi non psikotik biasanya baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia :
Jakarta.
2. Nurmiati, A. 2005. Depresi : Aspek Neurobiologi, Diagnosis, dan
Tatalaksana. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
3. Marcus, Marina, M. Taghi Yasamy, Mark van Ommeren, Dan Chisholm,
Shekhar Saxena. 2012. Depression: A Global Public Health Concern.
Available at:
http://www.who.int/mental_health/management/depression/who_paper_de
pression_wfmh_2012.pdf
4. Ashwani, Arya & Verma Preeti. 2012. A Review on Pathophysiology,
Classification, and Long Term Course of Depression. International Jurnal
of Pharmacy 3(3): 90-96
5. Blazer, D.G. 2003. Depression in Late Life: Review and commentary. J
Gerontology Med Sci 58A(3): 249-265
6. Tesar, George E. 2010. Recognition and Treatment of Depression.
Available at:
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/p
sychiatry-psychology/recognition-treatment-of-depression/#bib3
7. Kessler, RC. 2013. The Epidemiology of Depression Across Cultures.
Journal of National Institute of Health 34: 119-138

27
8. Sadock, Benjamin J. & Virginia A. Sadock. 2004. Kaplan dan Sadock
Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC
9. Ismal, RI & Siste, K. 2014. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
10. Muchid, A., Chusun, Wurjati, R., Komar, Z., Istiqomah, SN., Purnama,
NR., Rostilawati., dkk. 2007. Pharmaceutical Care Unit Penderita
Gangguan Depresi. Jakarta : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinis
11. Bennet, C., Jones, RB., Smith, D. 2014. Prevention Strategies For
Adolescent Depression. Adv in Pysc Treatment 20:116-124.
12. Ambarwati, WN. 2009. Keefektivan Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Sebagai Terapi Tambahan Pasien Skizofrenia Kronis di Panti Rehabilitasi
Budi Makati Boyolali. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.
13. Barrera, AZ., Torres, LD., Munoz, RF. 2007. Prevention of Depression:
The State of The Science at The Beginning of The 21th Century. Inter
Review of Psyc, 19(6): 655–670.
Maramis, Willy Ffaf. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Jakarta:EGC
14. Halverson, Jerry L. 2016. Depression. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/286759-overview#a6

28

Anda mungkin juga menyukai