Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN DEPRESI

PEMBIMBING : Ns.Novi Herawati.S.Kep.Sp.Kep.Jiwa

KELOMPOK 4

LOKAL III B

1. IIS RAHMA DIANTI


2. GUSMA WINDA
3. MELLY RESQIA HELMI
4. RANI YULIZA FITRI
5. SERLY FAMAWATI
6. SHINTIA APTRIAWAN
7. SONYA ADISTHY
8. SRI YULIA MUSTISA
9. TRI SUDARI
10. VELLIA OKTI HENRIAN

POLTEKKES KEMENKES PADANG


PRODI D-III KEPERAWATAN SOLOK
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

I. PENGERTIAN DEPRESI
Depresi dapat mengenai seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan status
sosial,ekonomi atau pendidikan. Bahkan menurut WHO depresi adalah masalah
yang serius karena merupakan urutan keempat penyakit di dunia. Sekitar 20%
wanita dan 12% pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami
depresi. Beberapa literatur menunnjukkan bahwa pravelansi terjadinya depresi
akibat menderita penyakit fisik.( 43)
Deprsi adalah suatu jenis keadaaan perasaan atau emosi atau komponen atau
psikologis seperti rasa sedih,susah merasa tidak brguna,gagal putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikkan diri, kegelisahan atau egitasi. Depresi
merupakan gangguan jiwa yang ditandai denga trias depresi kesedihan yang
berkepanjangan, motivasi yang menurun dan kurang tenaga untuk melakukan
kegiata sehari hari ( Departemen Kesehatan RI,1993)

2. PENYEBAB
ada beberapa aspek yang menjadi faktor penyebab depresi yaitu:
a) Faktor biologis
 Genetik
Transmisi gangguan alam persaan di teruskan melalui garis keturunan.
Frekuensi gangguan alam perasaan meningkat pada kembar monozigot
dibanding dzigot walaupun diasuh secara terpisah
 Endokrin
Depresi berkaitan dengan gangguan hormon seperti pada hipotiroidisme
dan hipertiroisme, terapi estrogen eksogen dan post partum
b) Faktor lingkungan
Lingkungan memberikan pengaruh terhadap terjadinya depresi. Faktor
lingkunagan tersebut diantaranya kehilangan orang yang dicintai, rasa
pemusuhan, kemarahan, kekecewaaan yang ditunjukkan pada suatu objek atau
pada diri sendiri,sumber koping yang tidak adekuat, individu depan kepribadian
dependen, obersitif- kompulsif,dan histeris,adanya masalah atau kesulitan
hidup,belajar perilaku dan berdaya dan tergantumg,pengalaman negatif masa
lalu ( Ketis. Zalika K,Kersnik. Janko,2009)

3. JENIS-JENIS DEPRESI

Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson,1995:18 - 26):


1. Menurut gejalanya
- Depresi neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang menyedihkan tetapi
yang jauh lebih berat daripada biasanya. Penderitanya seringkali dipenuhi trauma
emosional yang mendahului penyakit misalnya kehilangan orang yang dicintai,
pekerjaan, milik berharga, atau seorang kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik
bisa merasa gelisah, cemas dan sekaligus merasa depresi. Mereka menderita
hipokondria atau ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak
menderita delusi atau halusinasi.
- Depresi psikotik
Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi yang berkaitan
dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.
- Psikosis depresi manik
Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai gangguan
suasana hati yang berat. Orang yang mengalami gangguan ini menunjukkan gabungan
depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat diganti dengan perasaan
gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan gambaran ini disebut 'mania'.
- Pemisahan diantara keduanya
Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik tidak hanya berdasarkan
gejala lain yang ada dan seberapa terganggunya perilaku orang tersebut.
2. Menurut Penyebabnya
- Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti kehilangan
seseorang atau kehilangan pekerjaan.
- Depresi endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lain.
- Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang disebabkan penyakit
fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol (depresi 'sekunder') dengan depresi
yang tidak mempunyai penyebab-penyebab ini (depresi 'primer'). Penggolongan ini
lebih banyak digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.

3. Menurut arah penyakit


- Depresi tersembunyi
Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat bilamana depresi
dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya
rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya perilaku
yang tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil.
- Berduka
Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan terhadap suatu
kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu menerima kenyataan
tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan yang menimpa, menderita putusnya
hubungan dengan orang yang dicintai dan penyesuaian kembali.
- Depresi pascalahir
Banyak wanita kadang-kadang mengalami periode gangguan emosional dalam 10 hari
pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi mereka masih labil dan mereka merasa
sedih dan suka menangis. Seringkali hal itu berlangsung selama satu atau dua hari
kemudian berlalu.
- Depresi dan manula
Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi. Namun, kadang-
kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit fisik dan cacat tubuh seperti
penglihatan atau pendengaran yang terganggu. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk
mengingat kemungkinan terjadinya penyakit depresi pada orang tua.

4. TANDA DAN GEJALA


Gejala utama depresi adalah efek depresif,kehilangan minat dan kegembiraaan,
berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah, lelah dan
menurunnya aktivitas. Gejala lain yang muncul pada lien depresi diantaranya
konsentrasi dan perhatian berkurang gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
padangan masa depan yang suram dan pesimitis gagasan atau perbuatan membahayakan
diri atau bunuh diri, tidur terganngu. Nafsu makan bekurang ( 48)

5. TINGKATAN DEPRESI
Mempunyai 3 tingkatan yaitu:
a) Depresi ringan
Karekteristik depresi ringan adalah sekurang kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala
utama depresi, ditambah sekurang krangnya 2 dari gejala lannya, tidak boleh ada
gejala yang berat
b) Depresi sedang
Sekurang kurangnya harus ada 2 dari gejala utama deprsi harus ada,di tambah
sekurang kurangya 4 dari gejala lainnya dan beberapa harus ada gejala yang
berat
c) Depresi berat
Semua gejala utama depresi harus ada ditambah, sekurang kurang nya 4 dari
gejala lainnya dan beberapa harus ada gejala yang berat (48)

6. FAKTOR PREDISPOSISI
Terdapat 2 teori untuk menjelaskan faktor pendukung terjadinya depresi :

1. Teori Biologis
a. Genetik.
Dari sejumlah penyelidikan yang telah dilakukan ditemukan bahwa terdapat
dukungan keterlibatan herediter dalam penyakit depresi. Luasnya akibat pada pokoknya
tampak menjadi lebih tinggi diantara individu-individu yang memiliki hubungan
keluarga dengan kelainan tersebut daripada diantara populasi umum (DSM-III-R, 1987).
b. Biokimia.
Ketidakseimbangan elektrolit tampak memainkan peranan dalam penyakit
depresif. Suatu kesalahan hasil metabolisme dalam perubahan natrium dan kalium di
dalam neuron (Gibbons, 1960).
Teori biokimia yang lainnya menyangkut biogenik amin norepinefrin, dopamin, dan
serotinin. Tingkatan zat-zat kimia ini mengalami defisiensi dalam individu dengan
penyakit depresif (Janowsky et al, 1988).

2. Teori Psikososial
a. Psikoanalisa.
Teori ini (Klein, 1934) melibatkan suatu ketidakpuasan dalam hubungan awal
ibu-bayi sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif. Kebutuhan bayi tidak
terpenuhi, suatu kondisi yang digambarkan sebagai suatu kehilangan. Respons berduka
belum terpecahkan, dan kemarahan dan permusuhan ditunjukkan kepada diri sendiri.
Ego tetap lemah, sementara superego meluas dan menjadi menghukum.
b. Kognitif.
Ahli teori-teori ini (Beck et al, 1979) yakin bahwa penyakit depresif terjadi
sebagai suatu hasil dari kelainan kognitif. Kelainan proses pikir membantu
perkembangan evaluasi diri individu. Persepsi merupakan ketidakadekuatan dan
ketidakberhargaan. Pandangan untuk masa depan merupakan suatu kepesimisan
keputusasaan.
c. Teori Pembelajaran.
Teori ini (seligman, 1973) mengemukakan bahwa penyakit depresif dipengaruhi
oleh keyakinan individu bahwa ada kurang kontrol atau situasi-situasi kehidupannya. Ini
dianggap bahwa keyakinan ini muncul dari pengalaman-pengalaman yang
mengakibatkan kegagalan (baik yang dirasakan atau yang nyata). Setelah sejumlah
kegagalan, individu merasa tidak berdaya untuk berhasil dalam usaha-usaha yang keras,
dan oleh karena itu berhenti mencoba. Pembelajaran ketidakberdayaan ini digambarkan
sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif.

d. Teori Kehilangan Objek.


Teori ini (Bowly, 1973) menyatakan bahwa penyakit depresif terjadi jika pribadi
tersebut terpisah dari atau ditolak orang terdekat selama 6 bulan pertama kehidupan.
Proses ikatan diputuskan, dan anak menarik diri dari orang lain dan lingkungan.

7. FAKTOR PENCETUS
Ada empat sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan (Sundeen,Stuart,1998:260):
1. Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan
cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena elemen aktual dan
simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi pasien merupakan hal yang
sangat penting.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode
depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan
kemampuan menyelesaikan masalah.
3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan
depresi, terutama pada wanita.
4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik,
seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan
gangguan alam perasaan.

8. PEMERIKSAAN PASIEN DEPRESI


Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah
mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau
prosedur khusus untuk penapisan / skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu
instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri
atas 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan
menjadi hanya 15 pertanyaan saja.

Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi, harus dilakukan


lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :
1. Riwayat klinik / anamnesis
a. riwayat keluarga
b. gangguan psikiatri yang lampau
c. kepribadian
d. riwayat sosial
e. ide / percobaan bunuh diri
f. gangguan-gangguan somatik
g. perkembangan gejala-gejala depresi

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala
depresi sering disertai dengan penyakit fisik.

3. Pemeriksaan kognitif
Penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) pada usia lanjut yang
menunjukkan gejala depresi bermanfaat dalam tindak lanjut penatalaksanaan pasien.
Perbaikan pada MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi, menunjukkan bahwa
pasien dengan depresi mengalami masalah konsentrasi dan memori yang mempengaruhi
fungsi kognitifnya.

4. Pemeriksaan status mental


- Penampilan dan perilaku
- Mood / suasana perasaan hati
- Pembicaraan
- Isi pikiran
- Gejala ansietas
- Gejala hipokondriakal

5. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolik sekunder
akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya asupan cairan, maka perlu
dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut :
- ureum dan elektrolit
- darah lengkap dan hitung jenis
- Vitamin B12 dan Folat
- Tes fungsi Tiroid
- Foto dada
- Lain-lain : serum sifilis,Electro Cardio Graphy ( ECG),Electro Encephalo Graphy (
EEG), CT-scan dst.

6. Prognosis
Prognosis depresi pada usia lanjut tidaklah berbeda dengan prognosis pada usia
yang lebih muda. Umumnya pasien akan sembuh dan tetap dapat berfungsi dengan baik
jika depresi diobati dan ditatalaksana dengan baik. Hasil terapi yang kurang baik
tampaknya berhubungan dengan episode awal yang parah dan adanya komorbiditas
dengan penyakit kronik.

7. Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut


1. Terapi fisik
a. Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis
antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap berbagai
jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa,
lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau
retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT
diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk
mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada
perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah
kekambuhan.
2. Terapi Psikologik
a. Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-
sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun
kognitif behavioursama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak
sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses
terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu
mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
b. Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu
negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya)
ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi
dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan
terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi kognitif
bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
c. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi,
sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah
dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang
usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk
meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap / struktur
dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
d. Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara
langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder.Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai
teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.

8. Dukungan Keluarga dalam Kaitannya dengan Depresi Pada Lansia


Keluarga memainkan suatu peranan yang signifikan dalam kehidupan pada
hampir semua orang lanjut usia (lansia). Ketika keluarga tidak menjadi bagian
kehidupan seseorang yang telah lansia, umumnya menyebabkan orang tersebut tidak
mempunyai tempat tinggal, atau ada masalah-masalah yang telah berlangsung lama dan
keterasingan. Sebaliknya, kepercayaan yang umum, ketika orang lansia akan
membutuhkan bantuan keluarga menyediakan sekurang-kurangnya 80% dukungan /
bantuan. Dibandingkan dengan "kenyamanan di hari tua", keluarga saat ini
menyediakan kepedulian yang lebih luas selama periode waktu yang lama (Schmall,
Pratt, 1993).
Walaupun anak yang telah dewasa adalah suatu sumber utama yang memberi
bantuan terhadap orangtua yang lansia, beberapa trend demografi dan sosial mempunyai
akibat / impak yang signifikan pada kemampuan anggota keluarga dalam menyediakan
dukungan. Hal ini tidak berarti bahwa keluarga bertanggung jawab atas timbulnya
depresi pada seseorang namun sudah jelas bahwa banyak masalah depresi berkisar di
seputar kesulitan dalam cara anggota keluarga saling berkomunikasi dan saling
berhubungan.

9. PROSES TERJADINYA MASALAH


Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen
psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen
somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut
nadi sedikit menurun.
Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik,
faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi,
faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi,
pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti
kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang
pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai
dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang
bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak
dapat dimengerti oleh orang lain.
A. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri


Akibat

Gangguan alam perasaan: depresi


Core problem

Koping maladaptif
Penyebab

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Gangguan alam perasaan: depresi
a. Data subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering
mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna
lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan
cenderung bunuh diri.
b. Data obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk
dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang
lambat dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan
sering menangis.Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya
kosong, konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat
berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif
terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional),
waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.Kadang-kadang pasien suka
menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung
(irritable) dan tidak suka diganggu.

2. Koping maladaptif
a. DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya,
tidak bahagia, tak ada harapan.
b. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah,
tidak dapat mengontrol impuls.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan
koping maladaptif.

D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


a. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Perkenalkan diri dengan klien
b. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap
empati
c. Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih
banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan,
anggukan.
d. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan
keinginannya
e. Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan
mudah dimengerti
f. Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.
2. Klien dapat menggunakan koping adaptif
a. Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan
mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
b. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan
mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
c. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa
digunakan
d. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
e. Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang
paling tepat dan dapat diterima
f. Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang
telah dipilih
g. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam
menyelesaikan masalah.

3. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri


Tindakan:
a. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
b. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk
mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
c. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
d. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh
peramat/petugas.

4. Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:
a. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang
terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang
dianut).
b. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
c. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat


Tindakan:
a. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
b. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis,
cara, waktu).
c. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
d. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W. F. 1900. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.


Dalami, E. dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Kaplan, H. I. dkk. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hawari, D. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: EGC
Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai