Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Teoritis Depresi pada Lanjut Usia


2.1.1 Pengertian Depresi
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan, harga diri
rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong (Keliat, 1996). Depresi merupakan suatu
masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan
gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan
dan Sadock, 1998). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan
dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau
perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah suatu kesedihan atau
perasaan duka yang berkepanjangan (Stuart dan Sundeen, 1998).
Depresi pada lanjut usia terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius
meskipun pemahaman kita tentang penyebab depresi dan perkembangan pengobatan
farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Menurut Hudak & Gallo (1996),
gangguan depresi merupakan keluhan umum pada lanjut usia dan merupakan penyebab
tindakan bunuh diri. Gejala-gejala depresi ini sering berhubungan dengan penyesuaian
yang terhambat terhadap kehilangan dalam hidup dan stressor. Stresor pencetus seperti
pensiun terpaksa, kematian pasangan, kemunduran kekuatan fisik dan kemunduran
kesehatan serta penyakit fisik, kedudukan sosial, keuangan, penghasilan dan rumah tinggal
sehingga mempengaruhi rasa aman lansia dan menyebabkan depresi (Friedman,1998).

2.1.2 Klasifikasi Depresi


Secara umum, gangguan alam perasaan depresi yang terjadi pada lanjut usia dapat
dibagi dalam dua kategori yaitu depresi disorder yang mana terjadi dalam dua tahun atau
lebih tanpa adanya periode maniak, dan bipolar disorder yang terjadi dengan diselingi oleh
periode maniak.
Depresi dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu:
1. Depresi Reaktif / Eksogeneus
Depresi yang dimulai dengan mendadak dan adanya kejadian pencetus. Klien
mengetahui mengapa dia mengalami depresi.
2. Gangguan Afektif Unipolar / Depresi Primer / Endogenous
Depresi yang ditandai dengan hilangnya minat dalam pekerjaan dan rumah,
ketidakmampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas dan depresi yang dalam (disforia).
Depresi primer ini dapat bersifat primer (tidak berhubungan dengan masalah kesehatan
lain) atau sekunder akibat suatu masalah kesehatan seperti gangguan fisik atau psikiatrik
atau pemakaian obat.
3. Gangguan Afektif Bipolar
Gabungan antara dua mood yaitu antara maniak (euphoria) dan depresi (disforia).

2.1.3 Tanda dan Gejala Depresi


Gejala depresi yang muncul pada lanjut usia seringkali dianggap sebagai bagian
daripada proses menua. Tugas perkembangan psikososial lanjut usia menurut Erickson
adalah integritas versus keputusasaan dan isolasi. Menurut Notosoedirdjo dan Latipun
(2005), pada fase ini tugas lansia untuk melihat perjalanan hidupnya. Jika pada fase
sebelumnya berhasil, dapat menerima siklus dan lingkungan kehidupannya, maka akan
mencapai integritas.
Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996) meliputi beberapa
aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa
bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, dan kesedihan.
2. Fisiologik
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan, gangguan
pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan
perubahan berat badan.
3. Kognitif
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan
motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang destruktif tentang
diri sendiri, pesimis, dan ketidakpastian.
4. Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat, intoleransi,
mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang,
isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik diri.

Menurut PPDGJ-III (Maslim,1997), terdapat tiga tingkatan depresi berdasarkan


gejala-gejalanya, yaitu:
1. Depresi Ringan
Gejala:
a. Kehilangan minat dan kegembiraan
b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
f. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.

2. Depresi Sedang
Gejala:
a. Kehilangan minat dan kegembiraan
b. Berkurangnya energi, mudah lelah, dan menurunnya aktivitas
c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
g. Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum sekitar 2 minggu
h. Mengadaptasi kesulitan meneruskan kegiatan sosial dan urusan rumah tangga.
3. Depresi Berat
Gejala:
a. Mood depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
d. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
g. Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
h. Tidur terganggu
i. Disertai waham, halusinasi
j. Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu.

2.1.3 Penyebab Depresi


Menurut Stuart dan Sundeen (1998), faktor penyebab depresi secara umum adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat
keluarga dan keturunan.
b. Teori agresi menyerang ke dalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi karena
perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri.
c. Teori kehilangan obyek, menunjuk kepada perpisahan traumatika individu dengan
benda atau yang sangat berarti.
d. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan
harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang
terhadap stressor.
e. Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang
didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia
seseorang, dan masa depan seseorang.
f. Model ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness), menunjukkan
bahwa bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi kayakinan bahwa
seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam
kehidupanya, oleh karena itu ia mengulang respon yang tidak adaptif.
g. Model perilaku, berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang mengasumsi
penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi
dengan lingkungan.
h. Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama
depresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekresi kortisol,
dan variasi periodik dalam irama biologis.

2. Stresor Pencetus
a. Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan cinta,
seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri.
b. Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai pendahulu
episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi
sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
c. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan
depresi, terutama pada wanita.
d. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik,
seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat
mencetuskan gangguan alam perasaan. Kebanyakan penyakit kronik yang
melemahkan tubuh juga sering disertai depresi.

2.1.4 Karakteristik Depresi pada Lanjut Usia


Meskipun depresi banyak terjadi dikalangan lansia, depresi sering salah diagnosis
atau diabaikan. Rata-rata 60 – 70% lanjut usia yang mengunjungi praktik dokter umum
adalah lansia dengan depresi, tetapi seringkali tidak terdeteksi karena lansia lebih banyak
memfokuskan pada keluhan fisik yang sebetulnya merupakan penyerta dari gangguan
emosi yang dialaminya. Depresi pada orang lanjut usia dimanifestasikan dengan adanya
keluhan tidak berharga, sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa kosong,
tidak ada harapan, menuduh diri, ide pikiran bunuh diri dan pemeliharaan diri yang kurang
bahkan penelantaran diri (Wash, 1997). Samiun (2006) menggambarkan gejala-gejala
depresi pada lansia, yaitu sebagai berikut:
1. Kognitif
Sekurang-kurangnya terdapat 6 proses kognitif pada lansia yang menunjukan gejala
depresi. Pertama, individu yang mengalami depresi memiliki self-esteem yang sangat
rendah, merasa dirinya tidak berarti, merasa rendah diri, dan merasa bersalah terhadap
kegagalan yang dialami. Kedua, lansia selalu pesimis dalam menghadapi masalah,
segala sesuatu yang dijalaninya menjadi buruk dan kepercayaan terhadap dirinya (self-
confident) yang tidak adekuat. Ketiga, memiliki motivasi yang kurang dalam
menjalani hidupnya, selalu meminta bantuan dan melihat semuanya gagal dan sia-sia.
Keempat, membesar-besarkan masalah dan selalu pesimistik menghadapi masalah.
Kelima, proses berpikirnya menjadi lambat, performance intelektualnya berkurang.
Keenam, generalisasi gejala depresi, harga diri rendah, pesimis, dan kurang motivasi.
2. Afektif
Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan, murung, sedih, putus asa, kehilangan
semangat dan muram. Sering merasa terisolasi, ditolak dan tidak dicintai. Lansia yang
mengalami depresi menggambarkan dirinya seperti berada dalam lubang gelap yang
tidak dapat terjangkau dan tidak bisa keluar dari sana.
3. Somatik
Masalah somatik yang sering dialami lansia yang mengalami depresi seperti pola tidur
yang terganggu (insomnia), gangguan pola makan, dan dorongan seksual berkurang.
Lansia lebih rentan terhadap penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya melemah,
selain karena aging process juga karena orang yang mengalami depresi menghasilkan
sel darah putih yang kurang (Schleifer et all, 1984; Samiun, 2006).
4. Psikomotor
Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah retardasi motor. Sering
duduk dengan terkulai dan tatapan kosong tanpa ekspresi, berbicara sedikit dengan
kalimat datar dan sering menghentikan pembicaraan karena tidak memiliki tenaga atau
minat yang cukup untuk menyelesaikan kalimat itu.
Dalam pengkajian depresi pada lansia, menurut Sadavoy et all (2004) gejala-gejala
depresi dirangkum dalam SIGECAPS yaitu gangguan pola tidur (sleep) pada lansia yang
dapat berupa keluhan sukar tidur, mimpi buruk dan bangun dini dan tidak bisa tidur lagi,
penurunan minat dan aktifitas (interest), rasa bersalah dan menyalahkan diri (guilty),
merasa cepat lelah dan tidak mempunyai tenaga (energy), penurunan konsentrasi dan
proses pikir (concentration), nafsu makan menurun (appetite), gerakan lambat dan lebih
sering duduk terkulai (psychomotor) dan penelantaran diri serta ide bunuh diri (suicidaly).

2.1.5 Depresi Lanjut Usia pada Pasca Kuasa (Post Power Syndrome)
Depresi pada pasca kuasa adalah perasaan sedih yang mendalam yang dialami
seseorang setelah mengalami pensiun. Salah satu faktor penyebab depresi pada pasca kuasa
adalah karena adanya perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan atau kekuasaan ketika
pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua
atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena
pensiun sering dirasakan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status dan harga diri (Rini J, 2001). Untuk mensiasati agar masa pensiun tidak
merupakan beban mental lansia, jawabannya sangat tergantung pada sikap dan mental
individu dalam masa pensiun, dalam kenyataannya ada yang menerima ada yang takut
kehilangan ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang
seolaholah acuh terhadap pensiun (pasrah).
Menurut Hawari (1996) orang yang mempunyai jabatan adalah orang yang
mempunyai kekuasaan, wewenang, dan kekuatan (power). Orang yang kehilangan jabatan
berarti orang yang kehilangan kekuasaan dan kekuatan (powerless), artinya sesuatu yang
dimiliki dan dicintai kini telah tiada (loss of love object). Dampak dari loss of love object
ini adalah terganggunya keseimbangan mental/emosional dengan manifestasi berbagai
keluhan fisik, kecemasan dan terlebih-lebih depresi. Keluhan-keluhan tersebut diatas
disertai dengan perubahan sikap dan perilaku, merupakan kumpulan gejala yang disebut
sindroma pasca kuasa (post power syndrome). Perubahan sikap dan perilaku tersebut
merupakan dampak atau keluhan psikososial dari orang yang baru kehilangan jabatan atau
kekuasaan.
Kehilangan jabatan atau kekuasaan berarti perubahan posisi, yang dahulu kuat kini
merasa lemah. Perubahan posisi ini mengakibatkan perubahan dalam alam fikir (rasio) dan
alam perasaan pada diri yang bersangkutan. Kalau keluhan-keluhan yang bersifat fisik
(somatik) dan kejiwaan (kekecewaan atau depresi) itu sifatnya kedalam, tertutup dan tidak
terbuka maka keluhan psikososial inilah yang sering menampakkan diri dalam bentuk
ucapan maupun sikap dan perilaku.
Keluhan-keluhan psikososial terjadi disebabkan karena perubahan posisi yang
mengakibatkan perubahan persepsi dari diri yang bersangkutan terhadap kondisi
psikososial diluar dirinya. Guna menghindari rasa kecewa dan tidak senang itu, orang
menggunakan mekanisme defensif antara lain berupa mekanisme proyeksi dan
rasionalisasi itulah maka terjadi perubahan persepsi seseorang terhadap kondisi psikososial
sekelilingnya. Mungkin pada sewaktu-waktu, hanya gejala fisik atau gejala psiokologik
saja yang menonjol, tetapi kita harus mengingat bahwa manusia itu senantiasa bereaksi
secara holistik, yaitu bahwa seluruh manusia itu terlibat dalam hal ini.
Karena manusia bereaksi secara holistik, maka depresi terdapat juga komponen
psikologi dan komponen somatik. Gejala-gejala psikologik ialah menjadi pendiam, rasa
sedih, pesimistis, putus asa, nafsu bekerja dan bergaul kurang, tidak dapat mengambil
keputusan lekas lupa timbul pikiran bunuh diri. Sedangkan gejala badaniah ialah penderita
kelihatan tidak senang, lelah tak bersemangat atau apatis, bicara dan gerak-geriknya pelan
dan kurang hidup, terdapat anoreksia (kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai
pelarian), insomnia (sukar untuk tertidur) dan konstipasi.

2.1.6 Skala Pengukuran Depresi pada Lanjut Usia


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap
lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala
yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat
pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang
untuk diujikan kepada lansia.
Salah satu yang paling mudah digunakan dan diinterpretasikan di berbagai tempat,
baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini
diperkenalkan oleh Yesavage dkk. pada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut
usia. Alat ini memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan keterampilan
khusus dari pengguna. Instrumen GDS ini memiliki sensitivitas 84 % dan specificity 95 %.
Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999).
Adapun assassment tools yang bisa digunakan untuk mengkaji atau menilai tingkat
depresi pada lanjut usia, yaitu:
1. Assasment Tool Geriatric Depression Scale (GDS) (terlampir)
Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada
lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan
menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memerlukan waktu sekitar 5 – 10
menit untuk menyelesaikannya. Skor 0 – 10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11 –
20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21 – 30 termasuk depresi sedang/berat yang
membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara
lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan.

Berikut spesifikasi rancangan pernyataan perasaan (mood) depresi.

BUTIR SOAL FAVORABLE UNFAVORABLE


PARAMETER
Minat aktivitas 2, 12, 20, 28 27
Perasaan sedih 16, 25 9, 15, 19
Perasaan sepi dan bosan 3, 4
Perasaan tidak berdaya 10, 17, 24
Perasaan bersalah 6, 8, 11, 17, 23 1
Perhatian/konsenterasi 14, 26, 30 29
Semangat atau harapan terhadap 13, 22 5, 7, 21
masa depan

Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan favourable untuk jawaban ”ya” dan
nilai 0 untuk jawaban ”tidak”, sedangkan untuk pernyataan unfavourable, jawaban
”tidak” diberi nilai 1 dan jawaban ”ya” diberi nilai 0.
2.1.7 Upaya Penanggulangan Depresi pada Lanjut Usia
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia perlu ditekankan
pendekatan yang mencakup fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Hal tersebut karena
pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut
usia yang membutuhkan pelayanan komprehensif. Pendekatan inilah yang disebut
pendekatan eclectic holistic, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada kondisi fisik
saja, akan tetapi juga mencakup aspek psikologi, psikososial, spiritual, dan lingkungan.
Pendekatan holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh (Hawari,1996).
Beberapa upaya penanggulangan depresi dengan eclectic holistic approach, yaitu:
a. Pendekatan Psikodinamik
Fokus pendekatan psikodinamik adalah penanganan terhadap konflik-konflik yang
berhubungan dengan kehilangan dan stress. Upaya penanganan depresi dengan
mengidentifikasi kehilangan dan stress yang menyebabkan depresi, mengatasi, dan
mengembangkan cara-cara menghadapi kehilangan dan stressor dengan psikoterapi
yang bertujuan untuk memulihkan kepercayaan diri (self confidence) dan memperkuat
ego. Menurut Kaplan et all (1997), pendekatan ini tidak hanya untuk menghilangkan
gejala, tetapi juga untuk mendapatkan perubahan struktur dan karakter kepribadian yang
bertujuan untuk perbaikan kepercayaan pribadi, keintiman, mekanisme mengatasi
stressor, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi. Pendekatan
keagamaan (spiritual) dan budaya sangat dianjurkan pada lansia.

b. Pendekatan Perilaku Belajar


Penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah dan berlebihnya
hukuman atas diri dapat diatasi dengan pendekatan perilaku belajar. Caranya dengan
identifikasi aspek-aspek lingkungan yang merupakan sumber hadiah dan hukuman.
Kemudian diajarkan ketrampilan dan strategi baru untuk mengatasi, menghindari, atau
mengurangi pengalaman yang menghukum, seperti assertive training, latihan
ketrampilan sosial, latihan relaksasi, dan latihan manajemen waktu.
Menurut Samiun (2006), ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
hadiah dan hukuman, yaitu tugas dan tehnik yang diberikan terperinci dan spesifik
untuk aspek hadiah dan hukuman dari kehidupan tertentu dari individu. Tehnik ini dapat
untuk mengubah tingkah laku supaya meningkatkan hadiah dan mengurangi hukuman,
serta individu harus diajarkan ketrampilan yang diperlukan untuk meningkatkan hadiah
dan mengurangi hukuman.

c. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pandangan dan pola pikir tentang
keberhasilan masa lalu dan sekarang dengan cara mengidentifikasi pemikiran negatif
yang mempengaruhi suasana hati dan tingkah laku, menguji individu untuk menentukan
apakah pemikirannya benar dan menggantikan pikiran yang tidak tepat dengan yang
lebih baik. Dasar dari pendekatan ini adalah kepercayaan (belief) individu yang
terbentuk dari rangkaian verbalisasi diri (self-talk) terhadap peristiwa yang dialami.
Menurut Kaplan, et all (1997), upaya pendekatan ini adalah menghilangkan
episode depresi dan mencegah rekuren dengan membantu mengidentifikasi dan uji
kognisi negatif, mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta
melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru dan penguatan perilaku dan
pemikiran yang positif.

d. Pendekatan Humanistik Eksistensial


Tugas utama pendekatan ini adalah membantu individu menyadari keberadaannya
didunia ini dengan memperluas kesadaran diri, menemukan dirinya kembali dan
bertanggungjawab terhadap arah hidupnya. Dalam pendekatan ini, individu yang harus
berusaha membuka pintu menuju dirinya sendiri, melonggarkan belenggu deterministik
yang menyebabkan terpenjara secara psikologis (Corey, 1993; Samiun, 2006). Dengan
mengeksplorasi alternatif ini membuat pandangan menjadi real, individu menjadi sadar
siapa dia sebelumnya, sekarang dan lebih mampu menetapkan masa depan.

e. Pendekatan Farmakologis
Dari berbagai jenis upaya untuk gangguan depresi ini, maka terapi psikofarmaka
(farmakoterapi) dengan obat anti depresan merupakan pilihan alternatif. Hasil terapi
dengan obat anti depresan adalah baik dengan dikombinasikan dengan upaya
psikoterapi.
2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis Depresi pada Lanjut Usia
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Marfuah, 2014). Berikut ini adalah pengkajian
data fokus depresi pada lansia, diantaranya:
1. Identitas Diri Klien
Pengkajian identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir, tanggal masuk
RS, alamat, agama, pendidikan, dan pekerjaan. Hasil analisis lanjutan Riskesdas tahun
2013 menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara masalah gangguan mental
emosional dengan lansia, khususnya pada usia 65 tahun ke atas.

2. Struktus Keluarga (Genogram)


Pada penelitian mengenai depresi dalam keluarga diperoleh bahwa generasi pertama
berpeluang lebih sering dua sampai sepuluh kali mengalami depresi berat. Penelitian
yang berhubungan dengan anak kembar mengemukakan bahwa kembar monozigot
berpeluang sebesar 50%, sedangkan kembar dizigot sebesar 10-25%.

3. Riwayat Penyakit Klien


Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karateristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
a. Kaji adanya depresi
b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan skrining yang tepat, seperti
geriatric depresion scale
c. Anjurkan pertanyaan –pertanyaan pengkajian keperawatan
d. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga

4. Observasi
a. Perilaku
1) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas
hidup sehari-hari?
2) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?
3) Apakah klien sering mengluyur dan mondar-mandir?
4) Apakah ia menunjukkan sundown syndrom atau perserevation fenomena?
b. Afek
1) Apakah klien menunjukkan ansietas?
2) Labilitas emosi?
3) Depresi atau apatis?
4) Iritabilitas?
5) Curiga?
6) Tidak berdaya?
7) Frustasi?
c. Respon kognitif
1) Bagaimana tingkat orientasi klien?
2) Bagaimana klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja
atau yang sudah lama sekali?
3) Sulit mengatasi masalah,mengorganisasikan atau mengabstrakan?
4) Kurang mampu membuat penilaian?
5) Terbukti mengalami afasia,agnosia atau apraksia? (Videbeck, 2012).

5. Luangkan Waktu Bersama Pemberi Asuhan atau Keluarga


a. Identifikasi pemberi asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi
pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
b. Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga
lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas
(catat hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan khekawatiran pemberi asuhan
tentang dirinya sendiri. (Videbeck, 2012).
6. Mengkaji Klien Lansia dengan Depresi
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan depresi, pertama-tama saudara
harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia. Untuk dapat membina
hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi/siang/sore/malam
atau sesuai konteks agama pasien.
b. Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan
bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
c. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
d. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
e. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
f. Bersikap empati dengan cara :
1) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata,beri sentuhan dan menunjukkan
pwerhatian.
2) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berfikir dan menjawab
(Videback, 2012).

2.2.2 Diagnosis Keperawatan


Adapun masalah keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan gangguan
alam perasaan depresi, yaitu sebagai berikut:
1. Koping individu tidak efektif
2. Gangguan harga diri: harga diri rendah
3. Kerusakan interaksi sosial
4. Perubahan proses berpikir
5. Ketidakberdayaan
6. Perubahan nutrisi kurang dari ketubuhan tubuh
7. Gangguan pola tidur
8. Defisit perawatan diri
9. Risiko tinggi cidera
10. Gangguan komunikasi verbal.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
Gangguan TUM:
alam Klien tidak
perasaan: terjadi
depresi gangguan
berhubungan alam
dengan perasaan:
koping depresi
individu tidak
efektif TUK (1): Klien Bina hubungan saling Hubungan
Dapat menunjukkan percaya saling
membina tanda-tanda a. Sapa klien dengan percaya
hubungan percaya ramah, ucapkan sebagai dasar
saling kepada dengan sopan, interaksi
percaya perawat ciptakan suasana yang
tenang dan santai terapeutik
b. Terima klien apa
adanya
c. Pertahankan kontak
mata saat
berhubungan
d. Tunjukkan sikap
empati dan penuh
perhatian pada klien
e. Jujur dan menepati
janji
f. Perhatikan
kebutuhan klien
TUK (2): Klien mampu Tanyakan kepada klien Memberikan
Klien dapat menggunakan tentang perasaan saat hal-hal yang
menggunaka koping ini adaptif yang
n koping adaptif yang a. Beri dorongan dapat
adaptif baik. untuk digunakan
mengungkapkan oleh klien
perasaannya dan bila ada
mengatakan bahwa masalah
perawat memahami
apa yang dirasakan
b. Tanyakan kepada
pasien cara yang
bisa dilakukan
mengatasi perasaan
sedih/ menyakitkan
c. Diskusikan dengan
pasien manfaat dari
koping yang biasa
digunakan
d. Bersama klien
mencari berbagai
alternatif koping
e. Beri dorongan
kepada pasien
untuk memilih
koping yang paling
tepat dan dapat
diterima
f. Beri dorongan
kepada pasien
untuk mencoba
koping yang telah
dipilih
g. Anjurkan pasien
untuk mencoba
alternatif lain dalam
menyelesaikan
masalah

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi
kegiatan yang validasi rencana keperwatan, mendokumentasikan rencana kepeawatan,
memberikan asuhan keperawatan dalam pengumpulan data, serta melaksanakan adusa
dokter dan ketentuan rumah sakit (Wijaya & Putri, 2013).
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat pada tahap implementasi adalah
kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan utnuk menciptakan saling percaya dan
saling membantu, kemampuan melakukan teknik, psikomotor, kemampuan melakukan
observasi sistemis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi
dan kemampuan evaluasi (Anggit, 2021).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dan suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga
kesehatan (Wijaya & Putri, 2013). Evaluasi keperawatan dilakukan dengan pendekatan
SOAP, yaitu:
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O: Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A: Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi
terhadap masalah yang ada.
P: Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien rencana tindak lanjut dapat
berupa hal rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah) atau rencana
dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindakan terapi hasil
belum memuasakan) (Anggit, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa: Teori
dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik, ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan, ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan, ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
LAMPIRAN

Form Geriatric Depression Scale (GSD)

Petunjuk Penilaian:
1. Untuk setiap pertanyaan, lingkarilah salah satu pilihan yang sesuai dengan kondisi anda
(1atau 0)
2. Jumlahkan seluruh pertanyaan yang mendapat poin 1

PERTANYAAN YES NO
1. Secara umum apakah anda merasa puas dengan hidup anda ? 0 1
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan 1 0
hobi/minat/kesenangan?
3. Apakah anda merasa hidup ini hampa/kosong ? 1 0
4. Apakah anda sering merasa bosan? 1 0
5. Apakah anda merasa mempunyai harapan yang baik di masa 0 1
depan?
6. Apakah anda mempunyai pikiran jelek yang mengganggu terus- 1 0
menerus?
7. Apakah anda merasa bersemangat hampir sepanjang waktu? 0 1
8. Apakah anda merasa takut sesuatu yang buruk akan menimpa 1 0
anda?
9. Apakah anda merasa bahagia sepanjang waktu? 0 1
10. Apakah anda sering merasa lemah atau tidak berdaya? 1 0
11. Apakah anda sering merasa resah dan gelisah? 1 0
12. Apakah anda lebih banyak menghabiskan waktu dirumah 1 0
daripada pergi keluar rumah dan melakukan aktivitas?
13. Apakah anda sering merasa khawatir tentang masa depan? 1 0
14. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya 1 0
ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?
15. Apakah anda pikir bahwa kehidupan anda sekarang 0 1
menyenangkan?
16. Apakah anda sering merasa sedih dan putus asa? 0 1
17. Apakah anda merasa tidak berharga sesuai dengan diri anda 1 0
saat ini?
18. Apakah anda sering merasa khawatir tentang masa lalu? 1 0
19. Apakah anda merasa hidup ini menggembirakan? 0 1
20. Apakah sulit bagi anda untuk memulai kegiatan baru? 1 0
21. Apakah anda merasa penuh semangat? 0 1
22. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? 1 0
23. Apakah anda pikir bahwa orang lain, lebih baik keadaannya 1 0
daripada anda?
24. Apakah anda sering marah karena hal-hal yang sepele? 1 0
25. Apakah anda sering merasa ingin menangis? 1 0
26. Apakah anda sulit berkonsentrasi? 1 0
27. Apakah anda merasa senang waktu bangun tidur dipagi hari? 0 1
28. Apakah anda tidak suka berkumpul di pertemuan sosial? 1 0
29. Apakah mudah bagi anda membuat suatu keputusan? 0 1
30. Apakah pikiran anda masih tetap mudah dalam memikirkan 0 1
sesuatu seperti dulu?

Penilaian Geriatic Depression Scale


 Skor 0 – 10 = Normal
 Skor 12 – 20 = Depresi Sedang
 Skor 21 – 30 = Depresi Berat

Anda mungkin juga menyukai