Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Depresi adalah gangguan mental dengan penampilan mood yang


terdepresi, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan
bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau nafsu makan, dan kurang
konsentrasi.

Pada lansia, depresi merupakan salah satu penyakit mental yang


Kaplan dan Sadock (1997) mengungkapkan bahwa gejala depresi
ditemukan pada 25% dari semua penduduk komunitas lanjut usia dan
pasien rumah perawatan (home nursing care). Kerentanan seorang lansia
terhadap kejadian depresi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor tunggal,
namun multifaktorial, yaitu faktor biologis, fisis, psikologis, dan sosial.

Depresi pada lansia dapat muncul dalam bentuk keluhan fisis


seperti insomnia, kelemahan umum, kehilangan nafsu makan, masalah
pencernaan, dan sakit kepala. Gejala-gejala tersebut sering mengacaukan
diagnosis depresi pada lansia dikarenakan dokter menganggap gejala
tersebut normal unttuk lansia. Hal ini mengakibatkan depresi pada lansia
lebih sulit dideteksi diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi pada
pasien geriatri dapat meningkatkan kualitas hidup, status fungsional dan
mecegah kematian dini. Terdapat beberapa cara untuk menegakkan
diagnosis depresi, menurut DSM-IV atau menurut ICD-10. Penggunaaan
DSM IV tidak spesifik dan dianjurkan. Namun dengan skala Depresi
Khusus Usia Lanjut (Geriatric Depression Scale) atau skala penilaian
depresi Hamilton (Hamilton Rating Scale).

Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh


kesedihan, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaa kosong
(Keliat,1996). Sedangkan menurut Hawari (1996), depresi adalah bentuk
gangguan kejiwaan pada alam poerasaan (mood), yang ditandai dengan
kemurungan, kelesuhan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna,
dan putus asa. Depresi adalah suatu kesedihan atau perasaan duka yang
berkepanjangan. (Stuart dan Sundeen, 1998).

B. TANDA DAN GEJALA


Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996)
meliputi beberapa aspek seperti :
1. Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan,
kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keptusasaan, harga diri
rendah, kesedihan.
2. Fisiologik
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing,
keletihan, gangguan pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan
berlebihan atau kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.
3. Koknitif
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan minta dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencelan diri
sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesismis,
ketidakpastian.
4. Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas,
kecanduan obat, intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat
tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis,
dan menarik diri.
Menurut PPDGJ-III (Maslim, 1997), tingkatan depresi ada 3 berdasarkan
gejala-gejalanya yaitu :
a. Depresi ringan
Gejala :
1) Kehilangan minat dan kegembiraan
2) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas.
3) Konsetrasi dan perhatian yang kurang.
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.
5) Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu.
6) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial
yang biasa dilakukannya.
b. Depresi sedang
Gejala :
1) Kehilangan minat dan kegembiraan
2) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas.
3) Konsetrasi dan perhatian yang kurang.
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.
5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis.
7) Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum selama 2
minggu
8) Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan social
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
c. Depresi berat
Gejala :
1) Mood depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas.
4) Konsetrasi dan perhatian yang kurang
5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis.
7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri.
8) Tidur terganggu
9) Disertai waham, halusinasi
10) Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum selama 2
minggu.
C. KARAKTERISTIK DEPRESI PADA LANSIA
Meskipun depresi banyak terjadi dikalangan lansia, depresi ini
sering didiagnosis salah atau diabaikan. Rata-rata 60-70% lansia yang
mengunjungi praktik dokter umum adalah mereka dengan depresi, tetapi acap
kali tidak terdeteksi karena lansia lebih banyak memfokuskan pada keluhan
badaniyah yang sebetulnya adalah penyerta dari gangguan emosi.
(Mahajudin, 2007).
Menurut Stanley & Barley (2007), sejumlah faktor yang menyebabkan
keadaan ini, mencakup fakta bahwa depresi pada lansia dapat disamarkan
atau tersamarkan oleh gangguan fisik lainnya (masket depression). Selain itu
isolasi sosial, sikap orangtua, penyangkalan, pengabaian terhadap proses
penuaan normal menyebabkan adanya keluhan merasa tidak berharga, sedih
yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa kosong, tidak ada
harapan, menuduh diri, ide-ide pikran bunuh diri dan yang kurang bahkan
penelantaran diri (Wash, 1997).
Samiun (2006) menggambarkan gejala-gejala depresi pada lansia :
1. Kognitif
Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognitif pada lansia yang
menunjukka gejala depresi. Pertama, individu yang mengalami depresi
memiliki self-esteem yang sangat rendah. Mereka berpikir tidak adekuat,
tidak mampu, merasa dirinya tidak berarti, merasa rendah diri dan merasa
bersalah terhadap kegagalan yang dialami. Kedua, lansia selalu pesimis
dalam menghadapi masalah dan segala sesuatu yang dijalaninya menjadi
buruk dan kepercayaan terhadap dirinya (self-confident) yang tidak
adekuat. Ketiga, memiliki motivasi yang kurang dalam menjalani
hidupnya, selalu meminta bantuan dan melihat semuanya gagal dan sia-
sia sehingga merasa tidak ada gunanya berusaha. Keempat, membesar-
besarkan masalah dan selalu pesimistik menghadapi masalah. Kelima,
proses berpikirnya menjadi lambat, performance intelektualnya
berkurang. Keenam, generalisasi dari gejala depresi, harga diri rendah
pesimisme dan kurangnya motivasi.
2. Afektif
Lansia yang mengalami depresimerasa tertekan, murung, sedih,
putus asa, kehilangan semangat dan muram. Sering merasa terisolasi,
ditolak dan tidak dicintai. Lansia yang mengalami depresi
menggambarkan dirinya seperti berada dalam lubang gelap yang tidak
dapat terjangkau dan tidak bisa keluar.
3. SOMATIK
Masalah somatic yang sering dialami lansia yang mengalami
depresi seperti pola tidur yang terganggu (insomnia) gangguan pola
makan dan dorongan seksual berkurang. Lansia lebih rentan terhadap
penyakit karena system kekebalan tubuhnya melemah, selain karena agin
proses juga karena orang yang mengalami depresi menghasilkan sel
darah putih yang kurang.
4. Psikomotor
Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah
retardasi motor. Serring duduk dengan terkuali dan tatapan kosong tanpa
ekspresi, berbicara sedikit dengan kalimat datar, dan sering
menghentikan pembicaraan karena tidak meliki tenaga atau minat yang
cukup untuk menyelesaikan kalimat itu. Dalam pengkajian depresi pada
lania, menurut Sadavoy et all (2004) gejala-gejala depresi dirangkum
dalam SIGECAPS yaitu sleep, interest, guilty, energy, concentration,
appetite, psycomotor, dan suicidaly.

D. PENYEBAB DEPRESI PADA LANSIA


Menurut stuart dan sundeen 1988, penyebab depresi adalah;
1. Faktor prediposisi
a. Faktor genetik,dianggap mempengaruhi transmisi fgangguan afektif
melalui riwayat keluarga dan turunan
b. Teori agresi menyerang kedalam, menunjukan bahwa depresi terjadi
karena perasaan marahnya di tunjukan pada diri sendiri.
c. Teori kehilangan objek, menunjukan kepada pepisahan traumatika
individu dengan benda atau yang sangat berarti.
d. Teorimorganisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri
yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan
dan penilaian terhadap stressor.
e. Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah
kognitif yang dido,inasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri
seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.
f. Model ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness),
menunjukkan bahwa bukan semata mata trauma menyebabkan
depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang mempunyai kendali
terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia
mengulang respon yang tidak adaptif.
g. Model perilaku,berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang
mengnsumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginann
positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
h. Model biologi, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang
terjadi selam depresi termasuk defisinsi kartekolamin, dinsfungsi
endokrin, hipersekresi kortisol, dan variasi periodik dalam irama
biologis.
i. Stresor Pencetus
Ada empat sumber utama stressor yang dapat mencetuskan gangguan
alam perasaan (depresi). Menurut Stuart dan Suden, 1998 yaitu :
a) Kehilangan ketertarikan atau dbayangkan, termasuk kehilangan
cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, harga diri. Karena
elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan,
maka persepsi seseorang merupakan hal yang sangat penting.
b) Peristiwa besar dalam kehidupan hal ini sering dilaporakan
sebagai pendahulu episode depresi dan mempunnyai dampat
terhadap masalah yang dihadapi sekarang dalam menyelesaikan
masalah.
c) Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi
perkembangan depresi terutama pada wanita.
d) Perubahan fisiologis diakibatkan obat-obatan atau berbagai
penyakit fisik, seperti infeksi, neuplasma, dan gangguan
keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti
hipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan
kecanduan. Kebanyaka penyakit kronik yang melemahkan tubuh
juga sering disertai depresi.
Menurut Taunsed 1998, penyebab depresi adalah gabungan dari faktor
presdiposisi (teori biologis, teori genetik dan biokimia), dan faktor pencetus (
teori psikososial terdiri dari psikoanalisis, kognitif, teori pembelajaran, teori
kehilangan objek).
Menurut Samiun 2006 ada lima pendekatan yang dapat menjelaskan depresi
pada lanjut usia yaitu:
1. Pendekatan psikodinamik
Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan mencintai dan
dicintai, rasa aman terlindung, keinginan untuk dihargai, dihormati,dll.
Menurut Hawari 1996, seorangyang kehilangan akan kebutuhan
afeksional tersebut (loss of love object) dapat jatuh dalam kesedihan yang
dalam. Sebagai contoh seseorang kehilangan seseorang yang dicintai
(suami atau istri yang meningggal), kehilangan pekerjaan atau jabatan
sejenisnya menyebabkan orang itu mengalami kesedihan yang
mendalam,kekecewaan yang diikuti rasa sesal, bersalah dst, yang pada
gilirannya orang akan jatuh dalam depresi.
Freud mengemukan bahwa depresi terjadi sebagai reaksi terhadap
kehilangan. Perasaan sedih dan duka cita sesudah kehilangan objek yang
dicintai (lost of love object), tetapi sering kali mengalami perasaan
ambivalensi terhadap object tersebut (mencintai tetapi marah dan benci
karena telah meninggalkan). Orang yang mengalami percaya bahwa
introjeksi merupakan salah satu cara ego untukmelepaskan suatu objek,
sehingga sering mengkritik, marah dan menyalahkan diri karena
kehilangan objek tadi (kaplan et all, 1997).
Depresi yang terjadi pada lanjut usia adalah dampak negatif
kejadian penurunan fungsi tubuh dan perubahan yang terjadi terutama
perubahan psikososial. Perubahan-perubahan tersebut diatas seringkali
menjadi stresor bagi lanjut usia yang membutuhkan adaptasi biologis dan
fisiologis. Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia permasalahan yang
menarik adalah kurangnyakemampuan dalam beradaptasi secara
psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan
kemampuan adaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan yang
menyebabkan despresi.
Strategi adaptasi yang sering digunakan lansia yang mengalami
depresi adalah strategi pasif (delence mecanism) seperti menghindar,
menolak, impian, displacement dan lain-lain (Coyne et
al.,1981;Saimun,2006). Hubungan stres dan kejadian depresi seringkali
melibatkan dukungan sosial (social support) teman akrab dan dukungan
emosional yang cukup, kurang menggalami depresi bila berhadapan
dengan sters (Billings, et all, 1983; Samiun, 2006).
2. Pendekatan perilaku belajar
Salah satu hipotesis untuk menjelaskan depresi pada lansia adalah
individu yang kurang menerima hadiyah (reward) atau penghargaan dan
hukuman yang lebih banyak dibandingkan yang tidak depresi (lewinsohn,
1974 ; Lewinsohon, 1977;samiun,2006 ). Dampak dari kurangnya
hadiyah dan hukuman yang lebih banyak ini mengakibatkan lansia
merasakan kehidupan yang kurang menyenangkan, kecenderungan
memiliki self-esteem yang kurang dan mengembangkan self-concept
yang rendah.
Hadiyah dan hukuman bersumber dari lingkungan (orang-orang dan
peristiwa sekitar) dan dari diri sendiri. Situasi akan bertambah buruk jika
seseorang menilai hadiah yang diterima terlalu rendah dan hukuman yang
diterima terlalu tinggi terutama untuk tingkah laku mereka
sendiri,sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara reward dan
punishment itu. Peran hadiah dan hukuman terhadap diri sendiri yang
tidak tepat dapat menimbulkan depresi (rehm, 1977;wicoxon,et al., 1977;
samiun, 2006)
3. Pendekatan Kognitif
Seseorang mengalami depresi karena memiliki kemapanan kognitif
yang negatif (negative cognitive sets) untuk menginterpretasikan diri
sendiri, dunia dan masa depan meraka. Misalnya, seseoranga yang
berhasil mendapatkan pekerjaan akan mengabaikan keberhasilan tersebut
dan menginterpretasikan sebagai sesuatu yang kebetulan dan tetap
memikirkan kegaglannya. Akibat dari persepsi negatif itu, individu akan
memiliki self-concept sebagai orang yang gagal, menyalahkan diri,
merasa masa depannya suram dan penuh kegagalan. Masalah utama pada
lansia yang depresi adalah kuranganya rasa percaya diri (self-
confident)akibat persepsi diri yang negatif.
Negative cognitive sets digunakan individu secara otomatis dan
tidak menyadari adanya distorsi pemikiran dan adanya interpretasi
alternatif yang lebih positif, sehingga menyebabkan tingkat aktivitas
berkurang karena merasa tidak ada alasan berusaha. Individu menjadi
tidak dapat mengontrol aspek-aspek negatif dari kehidupannya dan
merasa tidak berdaya (helplessness). Perasaan ketidakberdayaan ini yang
menyebabkan depresi.
Interpretasi yang keliru (misinterpretation)kognitif yang seringa
adalah melibatkan distorsi negatif penagalaman hidup, penilaian diri yang
negati, pesimistis, dan keputusasaan. Pandangan negatif dan
ketidakberdayaan ini, seperti pola asuh orang tua, kritik yang terus
menerus tanpa diimbangi dengan pujian, dan kegagalan-kegagalan yang
sering dialami individu.
4. Pendekatan humanistik-Eksistensial
Teori huministik dan ekstensial berpendapat bahwa depresi terjadi
karena adanya ketidakcocokan antara reality self dan ideal self. Individu
yang menyadari jurang yang dalam antara keduanya dan tidak dapat
dijangkau, sehingga menyerah dalam kesedihan dan tidak berusaha
mencapai aktualisasi diri.
Menyerah merupakan faktor yang penting terjadinya depresi. Individu
merasa tidak ada lagi pilihan dan berhenti hidup sebagai seseorang yag
real. Pada lansia yang gagal berekstensi diri menyadari bahwa mereka
tidak mau berada pada kondisinya sekarang yang mengalami perubahan
dan kurang mampu menyesuaikan diri, sehingga merasa kehidupan fisik
mereka segera berakhir. Kegagalan bereksistensi ini merupaka suatu
kematian simbolis sebagai seseorang yang real.
5. Pendekatan Fisiologis
Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi terjadi karena
aktivitas neurologis yang rendah (neurotransmitter norepinefrin dan
serotonin) pada sinaps-sinaps otak yang berfungsi mengatur kesenangan.
Neurotransmitter ini memainkan peranan yang penting dalanm fungsi
hipotalamus, seperti mengontrol tidur, selera makan, seks, dan tingkah
laku motor, sehingga seringkali seseorang yang mengalami depresi
disertai dengan keluhan-keluhan tersebut.
Pendekatan genetik terhadap kejadian depresi dengan penelitian saudara
kembar. Monozigotik twins (MZ) berisiko mengalami depresi 4,5 kali
lebih besar (65%) daripada kembar bersaudara (Dizigotik Twins/ DZ)
yang 14%. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa secara genetik
derpresi itu diturunkan.
Depresi pada lansia merupakan perpaduan intraksi yang unik dari
berkurangnya interaksi sosial, kesepian, masalah sosial ekonomi, perasaan
rendah diri karena penurunan kemampuan diri, kemandirian, dan
penurunan fungsi tubuh, serta kesedihan ditinggal orang yang dicintai,
faktor kepribadian, genetik, dan faktor biologis penurunan neuron-neuron
dan neurotransmitter diotak. Perpaduan ini sebagai faktor terjadinya
depresi pada lansia. Kompleksitasnya perubahan-perubahan yang terjadi
pada lansia, sehingga seringkali depresi pada lansia dianggap sebagai hal
yang wajar terjadi.
E. DEPRESI LANJUT USIA PADA PASCA KUASA (POST POWER
SINDROM)
Post power sindrom adalah gejala kejiwaan yang kurang stabil
yang muncul tatkala seseorang turun dari kekuasaan atau jabatan tinggi yang
dimilikinya sebelumnya.
Pada lansia mengalami fase generativitas dengan stagnasi dan fase
integritas diri dengan putus asa dalam perkembangan hidup. Fase stagnasi
adalah fase dimana individu terpikir untuk berhenti dalam beraktivitas dan
berkarya, sementra pada fase putus asa, individu merasakan kecemasan yang
mendalam, merasa hidupnya sia-sia, tidak berarti (Purwani, 2009 ).
Perubahan- perubahan pada masa pensiun :
1. Psikologi adjustment : berkurangnya harga dri
2. Finansial adjustment : berkurangnya sumber penhasilan
3. Marital adjustment : ketidak harmonisan pasangan dan kepergian
pasangan
4. Berkurangnya kontak social
5. Hilangnya kelompok referensi yang bisa mempengaruhi self image
6. Hilangnya tugas yang berarti
7. Hilangnya rutinitas

F. FAKTOR YANG MENYEBABKAN DEPRESI PADA LANSIA YANG


TINGGAL DIPANTI
Terjadinya depresi pada lanjut usia yang tinggal dalam institusional
seperti tinggal di panti wreda( endah dkk,2003)
1. Faktor psikologis
Motivasi masuk panti wreda sangat penting bagi lanjut usia untuk
menentukan tujuan hidup dan apa yang ingin di capainya dalam
kehidupan dipanti. Tempat dan situasi yang baru, orang –orang yang
belum di kenal, aturan dan nilai-nilai yang berbeda, dan keterasingan
merupakan stressor bagi lansia yang membutuhkan penyesuain diri.
Adanya keinginan dan motivasi lansia untuk tinggal di panti akan
membuatnya bersemangat meningkatnya toleransi dan kemampuan
adaptasi terhadap situasi baru.
Menurut maramis (1995), pada lanjut usia permasalahan yang
menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara
psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan
kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan sering
menyebabkan depresi. Hubungan stres dan kejadian depresi sering kali
melibatkan dukungan sosial(social support)yang tersedia dan digunakan
lansia dalam menghadapi stressor. Ada bukti bahwa individu yang
memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang cukup, kurang
mengalami depresi bila berhadapan dengan stres(billing,et
all,1983;samiun,2006).
Rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya dan selalu
menganggap bahwa hidupnya telah gagal karena harus menghabiskan
sisa hidupnya jauh dari orang-orang yang di cintaimengakibatkan lansia
memandang masa depn suram dan selalu menyesal diri, sehingga
mempengaruhi kemampuan lansia dalam beradaptasi terhadap situasi
baru tinggal di institusi.
2. Faktor psikososial
Kunjungan keluargayang kurang, berkurangnya interaksi sosial dan
dukungan sosial mengakibatkan penyesuaian diri yang negatif pada
lansia. Menurunya kapasitas hubungan keakraban dengan keluarga dan
berkurangnya intraksi denga keluarga yang di cintai dapat menimbulkan
perasaan tidak berguna,merasa disingkirkan, tidak di butuhkan lagi dan
kondisi ini dapat berperan dalam terjadinya depresi. Tinggal di institusi
membuat konflik bagi lansia antara integritas, pemuasan hidup dan
keputusasaan karena kehilangan dukungan sosial yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memelihara dan mempertahankan kepuasan
hidup dan self-esteemnya sehingga mudah terjadi depresi pada
lansia(stoudemire,1994).
Kemampuan adaptasi dan lamanya tinggal dipanti
mempengaruhiterjadinya depresi. Sulit bagi lansia meninggalkan tempat
tinggal lamanya. Pada lansia yang harus meninggalkan rumah tempat
tinggal lamanya(relokasi)oleh karena masalah kesehatan atau sosial
ekonomi merupakan pengalaman yang traumatik karena berpisah dengan
kenangan lama dan pertalinan persahabatan yang telah memberikan
perasaan aman dan stabilitas sehingga sering mengakibatkan lansia
merasa kesepian dan kesendirian bahkan kemerosotan kesehtan dan
depresi (friedman.1995).
Pekerjaan diwaktu muda dulu yang berkaitan dengan peran sosial
dan pekerjaan yang hilang setelah memasuki masa lanjut usia dan tinggal
di institusi mengakibatkan hilangnya gairah hidup, kepuasan dan
penghargaan diri. Lansia yang dulunya aktif bekerja dan memiliki peran
penting dalam pekerjaannya kemudian berhenti bekerja mengalami
kesulitan penyesuaian diri dengan peran barunya sehingga seringkali
menjadi tidak percaya diri dan rendah diri.
3. Faktor budaya
Perubahan sosial ekonomi dan nilai sosial
masyarakat,mengakibatkan kecenderungan lansia tersisihkan dan
terbengkalai tidak mendapatkan perawatan dan banyak yang memilih
untuk menaruhnya di panti lansia ( darmojo & martono,2004).
Pergeseran sistem keluarga(family system) dari extendend family ke
nuclear family akibat industrialisasi dan urbanisasi mengakibatkan lansia
sebagai “trouble maker”dan menjadi beban sehingga langkah
penyelesaianya dengan menitipkan di panti. Akibatnya bagi lansia
memperburuk psikologisnya dan mempengaruhi kesehtannya.
Tinggal di panti wreda harusnya merupakan alternatif yang
berakhir bagi lansia,karena tinggal dalam kelurga adalah yang terbaik
bagi lansia sesuai dengan tugas perkembanngan kelurga yang memiliki
lansia untuk mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan dan
mempertahankan ikatan kelurga antargenerasi ( duvall 1985 yang dikutip
oleh fredman,1998).

G. SKALA PENGUKURAN DEPRESI PADA LANSIA


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang
terhadap lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan
sesuai gejaa yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus
dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat
dipercayai sert valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada Lansia.
Salah satu yang paling mudah digunakan dan diinterpretasikan
diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah “
Geriatric Depression Scale” . Alat ini diperkenalkan oleh Yesavage tahun
1983 engan indikasi utama pada lanjut usia dan memiliki keunggulan mudah
digunakan dan tidk memerlukan ketrampilan khusus dari pengguna.
Instrumen GDS ini memiliki sensitivitas 84% dan specifity 95%. Tes
reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burn, 1999). Alat ini terdiri
dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai penapisan depresi pada lansia.
GDS menggunakan format laporan sederhana yg diisi sendiri dengan
menjawab “ya atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memerlukan waktu
sekitar 5-10 menit untuk menyeleseikannya.GDS merupakan alat
psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatik yg tidak berhubungan dg
pengukuran mood lainnya.
1. Skor 0-10 : menunjukkan tidak ada depresi
2. Skor 11-20 : Depresi Ringan
3. Skor 21-30 : Depresi Sedang/Berat
Assesment Tool geriatric depression scale ( GDS) untuk mengkaji depresi pada
lansia sebagai berikut :

No Pernyataan
Ya /Tidak

1. Apakah bapak/ibu sekarang merasa puas dengan kehidupannya ?


2. Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau kesenangan
3. akhir-akhir ini ?
4. Apakah bapak/ibu merasa hampa/kosong dalam hidup ini ?
5. Apakah bapak/ibu sering merasa bosan ?
6. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik dimasa depan ?
7. Apakah bapak/ibu mempunyai pikiran jelek yang mengganggu terus menerus
?
8. Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat ?
9. Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda ?
10. Apakah bapak/ibu merasa bahagia pada sebagian besar waktu ?
11. Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu untuk berbuat apa-apa ?
12. Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah ?
13. Apakah bapak/ibu senang tinggal dirumah daripada keluar rumah dan
mengerjakan sesuatu ?
14. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa depan ?
15. Apakah bapak/ibu akhir-akhir ini sering lupa ?
16. Apakah bapak/ibu pikir bahwa hidup bapak/ibu sekarang menyenangkan ?
17. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa ?
18. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini ?
19. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu ?
20. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan ?
21. Apakah bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang baru ?
22. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat ?
23. Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada harapan ?
24. Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada
bapak/ibu ?
25. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang sepele ?
26. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis ?
27. Apakah bapak/ibu sering sulit berkonsentrasi ?
28. Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur ?
29. Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan sosial ?
30. Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat suatu keputusan ?
31. Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam memikirkan sesuatu
seperti dulu ?
H. UPAYA PENANGGULANGAN DEPRESI PADA LANSIA
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia
sangat perlu ditekankan pendekatan yang mencakup fisik, psikologis, spiritual
dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan
menunjang pelayanan kesehatan pasa lanjut usia yang membutuhkan suatu
pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang
kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eclectic holistik, yaitu
suatu pendekatan yang tidak tertuju pada kondisi fisik saja, akan tetapi juga
mencakup aspek psychological, psikososial, spiritual dan lingkungan yang
menyertainya. Pendekatan holistik adalah pendekatan yang menggunakan
semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh
dan menyeluruh.
Ada beberapa upaya penanggulangan depresi dengan eclectic holistic
approach, diantaranya :
1. Pendekatan psikodinamik
Fokus pendekatan psikodinamik adalah penanganan terhadap
konflik-koonflik yang berhubungan dengan kehilangan dan stress.
Upaya penanganan depresi dengan mengidentifikasi kehilangan dan stres
yang menyebabkan depresi, mengatasi, dan mengembangkan cara-cara
menghadapi kehilangan dan stressor dengan psikoterapi yang bertujuan
untuk memulihkan kepercayaan diri (self confidence) dan memperkuat
ego. Pendekatan ini tidak hanya menghilangkan gejala, tetapi juga untuk
mendapatkan perubahan struktur dan karakter kepribadian yang bertujuan
untuk perbaikan kepercayaan pribadi, keintiman, mekanisme mengatasi
stressor, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi.
Pendekatan keagamaan (spiritual) dan budaya sangat dianjurkan pada
lansia. Pemikiran-pemikiran dari ajaran aama apapun mengandung
tuntutan bagaimana dalam kehidupan di dunia ini manusia tidak terbebas
dari rasa cemas, tegang, depresi dan sebagainya. Demikian pula dapat
ditemukan dalam doa-doa yang pada intinya memohon pada Tuhan agar
dalam kehidupan ini manusia diberi ketenangan, kesejahteraan, dan
keselamatan baik dunia dan akhirat.
2. Pendekatan perilaku belajar
Penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah
dan berlebihnya hukuman atas diri dapat diatasi dengan pendekatan
perilaku belajar. Caranya dengan identifikasi aspek-aspek lingkungan
yang merupakan sumber hadiah dan hukuman. Kemudian diajarkan
keterampilan dan strategi baru untuk mengatasi, menghindari, atau
mengurangi pengalaman yang menghukum, seperti assertive training,
latihan ketrampilan sosial, latihan relaksasi, dan latihan manajemen
waktu. Usaha berikutnya adalah peningkatan hadiah dalam hidup dengan
self-reinforcement, yang diberikan segera setelah tugas dapat
diselesaikan.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian hadiah dan
hukuman, yaitu tugas dan teknik yang diberikan terperinci dan spesifik
untuk aspek hadiah dan hukuman dari kehidupan tertentu dari individu.
Teknik ini dapat untuk mengubah tingkah laku supaya meningkatkan,
hadiah dan mengurangi hukuman. Serta inidividu harus diajarkan
keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan hadiah dan
mengurangi hukuman.
3. Pendekatan kognitif
Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pandangan dan pola
pokir tentang keberhasilan masa lalau dan sekarang dengan cara
mengidentifikasi pemikiran negatif yang mempengaruhi suasana hati dan
tingkah laku, menguji individu untuk menentukan apakah pemikirannya
benar dan menggantikan pikiran yang tidak tepat dengan lebih baik.
Dasar dari pendekatan ini adalah kepercayaan individu yang terbentuk
dari rangkaian verbalisasi diri (self-talk) terhadap peristiwa pengalaman
yang dialami yang menentukan emosi dan tingkah laku diri.
Upaya pendekatan ini adalah menghilangkan episode depresi dan
mencegah rekuren dengan membentu mengidentifikasi dan uji kognisi
negatif, mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif,
serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru dan
penguatan perilaku dan pemikiran yang positif.
4. Pendekatan humanistik
Tugas utama pendekatan ini adalah membantu individu menyadari
keberadaannya di dunia ini dengan memperluas kesadaran diri,
menemukan dirinya kembali dan bertanggungjawab terhadap arah
hidupya. Dalam pendekatan ini, individu yang haru berusaha membuka
pintu menuju dirinya sendiri, melonggarkan belenggu deterministik yang
menyebabkan terpenjara secara psikologis. Dengan mengeksplorasi
alternatif ini membuat pandangan menjadi real, inidvidu menjadi sadar
siapa dia sebelumnya, sekarang dan lebih mampu menetapkan masa
depan.
5. Pendekatan farmakologis
Dari berbagai jenis upaya untuk gangguan depresi ini, maka terapi
psikofarmaka (farmakoterapi) dengan obat anti depresan merupakan
pilihan alternatif. Hasil terapi dengan obat anti depresan adalah baik
dengan dikombinasikan dengan upaya psikoterapi/.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, LM.2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-aun517da884a4full.pdf ( diakses
pada tanggal 7 April 2018, pukul 10.00 )

http://digilib.uinsby.ac.id/9984/10/BAB%2520II.pdf pdf ( diakses pada tanggal


7 april 2018, pukul 11.05 )

http://respiratory.usu.ac.id/bitsream/123456789/40/392/4/Chapter%2520II.pdf
pdf ( diakses pada tanggal 7 april 2018, pukul 13.20 )

Anda mungkin juga menyukai