Anda di halaman 1dari 15

MODUL PERKULIAHAN

Gangguan –
Gangguan Psikologis

Gangguan Mood

Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK Disusun Oleh

07
Psikologi Psikologi W611700024 M. Zulfan Reza, M.Si, Psikolog

Abstract Kompetensi
Menurut The DSM-5, ada dua tipe umum gangguan Mampu menjelaskan gangguan –
mood, yakni Depressive Disorders dan Bipolar gangguan yang tergolong dalam
Disorders. Gangguan mood terkait dengan fenomena gangguan mood, etiologi dari
bunuh diri. Orang yang mengalami depresi gangguan – gangguan tersebut dan
menunjukkan gejala - gejala utama berupa cara – cara atau treatmen untuk
kesedihan mendalam dan / atau ketidakmampuan mengatasinya
untuk mengalami kesenangan. Gejala manik adalah
ciri khas dari gangguan bipolar. Etiologi gangguan
mood adalah faktor neurobiologi, social dan
psikologis. Treatmennya adalah terapi kognitif,
interpersonal, terapi keluarga dan obat antidepresan.
Pembahasan
Pada modul ini kita akan membahas tentang gangguan – gangguan psikologis yang
tergolong dalam gangguan mood (mood disorder). Setelah mempelajari modul ini,
mahasiswa/wi akan dapat menjelaskan gangguan – gangguan yang tergolong dalam
gangguan mood, etiologi dari gangguan – gangguan tersebut dan cara – cara atau treatmen
untuk mengatasinya.
Tulisan dalam modul ini disusun berdasarkan atau merujuk pada dua literatur utama, yakni
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi 5 (DSM 5) dan Kring, A.M,
Johnson, S.L., Davidson, G.C., & Neale, J.M (2014) Abnormal Psychology. Wiley (Asia)
Pte.LTD.

I. Pengertian
Sebelum kita lanjutkan pembahasan tentang gangguan mood, berikut disampaikan
beberapa istilah terkait gangguan mood yang dikutip dari APA dictionary of psychology
tahun 2015 dan DSM 5 sebagai berikut:
1. Depresi.
Depresi merupakan keadaan afektif negatif, mulai dari ketidakbahagiaan dan
ketidakpuasan sampai dengan perasaan kesedihan, pesimisme, dan kedukaan yang
ekstrim, yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Berbagai perubahan fisik, kognitif, dan
sosial juga cenderung terjadi bersamaan, termasuk kebiasaan makan atau tidur yang
berubah, kurangnya energi atau motivasi, sulit berkonsentrasi atau mengambil
keputusan, dan menarik diri dari kegiatan sosial.

2. Mania
Mania merupakan keadaan kegembiraan, aktivitas yang berlebihan, dan agitasi
psikomotorik, sering disertai dengan optimisme yang berlebihan, atau penilaian yang
terganggu.

3. Mood (suasana hati)


Mood adalah segala kondisi emosi yang berlangsung singkat, biasanya dengan intensitas
rendah. Kondisi emosi ini meresap (pervasive) dan berkelanjutan (sustained) yang
mewarnai persepsi seseorang terhadap dunia. Contoh Umum dari suasana hati
diantaranya depresi, kegembiraan, kemarahan, dan kecemasan.
Suasana hati berbeda dengan emosi karena tidak memiliki objek; misalnya, emosi
amarah dapat dibangkitkan oleh penghinaan, tetapi suasana hati amarah dapat muncul

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


2 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ketika seseorang tidak tahu apa yang membuat marah atau apa yang menimbulkan
amarah.

4. Affect (Afek)
Sebuah pola perilaku yang dapat diamati yang merupakan ekspresi dari pengalaman
subyektif keadaan/kondisi perasaan (emosi). Contoh afek adalah diantaranya adalah
kesedihan, kegembiraan, dan kemarahan. Berbeda dengan dengan suasana hati (mood)
yang mengacu pada "iklim" emosional yang meresap dan berkelanjutan, afek mengacu
pada perubahan yang lebih berfluktuasi dalam "cuaca" emosional. Jadi ibaratnya mood
adalah “iklim” dan afek adalah “cuaca”.

5. Emotion (Emosi) pola reaksi yang kompleks, yang melibatkan elemen pengalaman,
perilaku, dan fisiologis, yang dengannya seseorang berupaya menangani/menghadapi
sesuatu atau peristiwa yang signifikan. Kualitas spesifik dari emosi (mis., takut, malu)
ditentukan oleh signifikansi/makna peristiwa tersebut bagi dirinya. Misalnya, jika peristiwa
dimaknai ancaman, rasa takut mungkin akan muncul.

II. Deskripsi Klinis Gangguan Mood

Menurut The DSM-5, ada dua tipe umum gangguan mood, yakni Depressive Disorders
dan Bipolar Disorders. Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci terkait gangguan tersebut.

1. Depressive Disorders
Orang yang mengalami depresi menunjukkan gejala - gejala utama berupa kesedihan
mendalam dan / atau ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan. Mungkin sebagian
besar dari kita pernah mengalami hal tersebut, dan menganggap kita mengalami depresi.
Namun, tanpa intensitas dan durasi yang ada sesuai kriteria di DSM, gejala tersebut
belum cukup untuk menegakkan diagnosa bahwa seseorang mengalami gangguan
depresif.

Ketika gangguan depresi berkembang dalam diri seseorang, ada beberapa gejala yang
mungkin muncul sebagai berikut:
 Sering melihat hal-hal dengan cara yang sangat negatif, dan cenderung kehilangan
harapan.
 Di dalam benak mereka mungkin bergema tuduhan negatif terhadap diri sendiri.
 Sulit untuk berkonsentrasi sehingga kesulitan menyerap apa yang mereka baca dan
dengar.

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


3 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Gejala-gejala fisik seperti anggota badan terasa berat, kelelahan dan kurang energi,
serta sakit dan nyeri fisik.
 Sulit tidur dan sering terbangun.
 Nafsu makan hilang, atau mungkin mengalami peningkatan nafsu makan.
 Minat seksual menghilang.
 Pikiran dan gerakan mungkin melambat (retardasi psikomotor), tetapi ada juga yang
menunjukkan gejala tidak bisa duduk diam - mereka mondar-mandir, gelisah, dan
meremas-remas tangan mereka (agitasi psikomotor).
 inisiatif dapat menghilang/kurang inisiatif.
 Menarik diri secara sosial, banyak yang memilih untuk duduk sendiri dan berdiam diri.
 Mengabaikan penampilan diri sendiri.
 Ada pemikiran tentang bunuh diri

Diagnosa gangguan yang termasuk dalam golongan Depressive Disorders adalah:


a. Major Depressive Disorder
b. Persistent Depressive Disorder (Dysthymia)
c. Premenstrual Dysphoric Disorder
d. Disruptive Mood Dysregulation Disorder
e. Substance/Medication-Induced Depressive Disorder
f. Depressive Disorder Due to Another Medical Condition
g. Other Specified Depressive Disorder
h. Unspecified Depressive Disorder
Yang akan dibahas dalam modul ini adalah poin a – d.

a. Major Depressive Disorder (Gangguan Depresif Utama)


Berdasarkan DSM-5, untuk menegakkan diagnosis gangguan depresi utama
mensyaratkan adanya lima gejala depresi yang terjadi setidaknya selama 2 minggu.
Gejala-gejala ini harus mencakup suasana hati yang tertekan atau kehilangan minat
dan kesenangan. Jadi tanpa gejala tersebut diagnosis gangguan depresi utama belum
dapat ditegakkan. Selain itu, peperti ditunjukkan dalam kriteria DSM-5, gejala tambahan
harus ada, seperti perubahan dalam tidur, nafsu makan, konsentrasi atau pengambilan
keputusan, perasaan tidak berharga, bunuh diri, agitasi atau retardasi psikomotor

Kriteria DSM-5 untuk Gangguan Depresif Utama


Kriteria untuk Gangguan Depresif Utama adalah suasana hati yang sedih atau kehilangan
kesenangan dalam aktivitas biasa. Setidaknya ada lima gejala (termasuk suasana hati yang
sedih dan kehilangan kesenangan):
• Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit
• Retardasi atau agitasi psikomotor

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


4 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
• Penurunan berat badan atau perubahan selera makan
• Kehilangan energi
• Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan
• Kesulitan berkonsentrasi, berpikir, atau membuat keputusan
• Pikiran berulang tentang kematian atau bunuh diri
Gejala – gejala tersebut muncul atau dialami hampir setiap hari, hampir sepanjang hari,
setidaknya selama 2 minggu. Gejalanya berbeda dan lebih parah daripada respons normatif
terhadap kehilangan sesuatu atau seseorang yang signifikan.

Gangguan Depresif Utama adalah gangguan yang bersifat episodik, karena gejalanya
cenderung hadir untuk jangka waktu tertentu dan kemudian hilang. Meskipun episode
gangguan cenderung menghilang dengan berjalannya waktu, episode gangguan yang tidak
diobati (treatment) dapat berlangsung selama 5 bulan atau bahkan lebih lama. Bagi
sebagian kecil orang, depresi bisa menjadi kronis — orang tersebut tidak sepenuhnya
kembali ke tingkat fungsi sebelumnya. Episode-episode Gangguan Depresif Utama
cenderung berulang — setelah episode gangguan hilang, seseorang mungkin akan
mengalami episode yang lain.

b. Persistent Depressive Disorder (Dysthymia)


Orang dengan gangguan depresi persisten (dysthymia) mengalami depresi kronis
setidaknya selama 2 tahun. Mereka merasa sedih dan tertekan atau memperoleh sedikit
kesenangan dari aktivitas dan hiburan. Selain itu, mereka memiliki setidaknya dua gejala
depresi lainnya.

c. Premenstrual Dysphoric Disorder


Berdasarkan DSM 5, diagnosa Premenstrual Dysphoric Disorder dapat ditegakkan bila
memenuhi kriteria berikut:
A. Dalam kebanyakan siklus menstruasi selama setahun terakhir, setidaknya ada lima
gejala berikut ini dari bagian B dan C hadir pada minggu terakhir sebelum
menstruasi, membaik dalam beberapa hari menstruasi, dan menjadi minimal pada
minggu setelah menstruasi
B.Setidaknya ada 1 (satu) dari beberapa gejala berikut:
• Labilitas afektif
• Iritabilitas
• Suasana hati tertekan, putus asa, atau pikiran mencela diri sendiri
• Kecemasan
C. Setidaknya ada 1 (satu) dari beberapa gejala berikut:

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


5 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
• Menurunnya minat pada aktivitas yang biasa dilakukan
• Kesulitan berkonsentrasi
• Kekurangan energi
• Perubahan nafsu makan, makan berlebihan, atau keinginan makan
• Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit
• Perasaan subyektif kewalahan atau di luar kendali
• Gejala fisik seperti payudara nyeri atau bengkak, nyeri sendi atau otot, kembung,
atau penambahan berat badan
Gejala menyebabkan distres yang signifikan atau gangguan fungsional (functional
impairment). Gejala bukanlah pemburukan dari gangguan mood, gangguan kecemasan atau
gangguan kepribadian lainnya.

d. Disruptive Mood Dysregulation Disorder


Disruptive Mood Dysregulation Disorder adalah kondisi masa kanak – kanak yang
mudah tersinggung, marah, dan ledakan emosi yang sering dan intens. Gejala biasanya
dimulai sebelum usia 10 tahun, akan tetapi diagnosa ini tidak diberikan kepada anak
dibawah 6 tahun atau berusia diatas 18 tahun. Berdasarkan DSM 5, diagnosa
Disruptive Mood Dysregulation Disorder dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria
berikut:
 Ledakan emotional/ marah yang parah berulang, termasuk lisan atau ekspresi yang
di luar proporsi dalam intensitas atau durasi hingga provokasi.
 Ledakan emosi tidak sejalan dengan tingkat perkembangan.
 Ledakan amarah cenderung terjadi setidaknya tiga kali seminggu.
 Suasana hati yang negatif di antara ledakan amarah dapat diamati oleh orang lain
hampir setiap hari.
 Gejala ini telah ada setidaknya selama 12 bulan dan tidak hilang lagi dari 3 bulan
sekaligus.
 Ledakan amarah dan suasana hati negatif ada setidaknya dalam dua setting (di
rumah, di sekolah, atau dengan teman sebaya) dan lebih parah setidaknya di satu
setting.
 Usia 6 atau lebih (atau tingkat perkembangan yang setara).
 Serangan atau dialami sebelum usia 10 tahun.
 Tidak pernah ada periode tertentu yang berlangsung lebih dari 1 hari selama
peningkatan suasana hati dan setidaknya tiga gejala manik lainnya hadir.
 Perilaku tersebut tidak terjadi secara eksklusif selama terjadinya gangguan depresi
mayor dan tidak lebih baik disebabkan oleh gangguan mental lainnya.

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


6 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Diagnosis ini tidak dapat berdampingan dengan oppositional defiant disorder,
intermittent explosive disorder, or bipolar disorders.

2. Bipolar Disorders
Berdasarkan DSM-5, ada beberapa gangguan Bipolar Disorders sebagai berikut.
a. Bipolar I Disorder
b. Bipolar II Disorder
c. Cyclothymic Disorder
d. Substance/Medication-Induced Bipolar and Related Disorder
e. Bipolar and Related Disorder Due to Another Medical Condition
f. Other Specified Bipolar and Related Disorder
g. Unspecified Bipolar and Related Disorder
Yang akan kita bahas dalam modul ini adalah pon a – c.
Gejala manik atau mania adalah ciri khas dari masing-masing gangguan ini. Gangguan
bipolar dibedakan berdasarkan seberapa parah dan lama gejala mania tersebut.
Gangguan ini diberi label "bipolar" karena kebanyakan orang yang mengalami mania juga
akan mengalami depresi selama hidup mereka (mania dan depresi dianggap kutub yang
berlawanan). Episode depresi tidak diperlukan untuk diagnosis bipolar I, tetapi diperlukan
untuk diagnosis gangguan bipolar II.

Mania adalah keadaan kegembiraan yang intens atau lekas marah disertai dengan gejala
lain yang ditunjukkan dalam kriteria diagnostik. Mania biasanya datang tiba-tiba selama
satu atau dua hari. Selama episode manik, orang mungkin akan menunjukkan gejala
sebagai berikut:
 Bertindak dan berpikir dengan cara yang sangat tidak biasa dibandingkan dengan diri
mereka sendiri.
 Menjadi lebih keras dan membuat aliran komentar yang tak henti-hentinya, kadang-
kadang penuh dengan permainan kata-kata, lelucon, sajak, dan kata seru tentang
rangsangan terdekat yang telah menarik perhatian mereka.
 Sulit untuk diinterupsi Ketika berbicara dan dapat bergeser dengan cepat dari satu
topik ke topik lainnya (flight of ideas)
 Menjadi sangat percaya diri.
 Menyadari konsekuensi potensial yang membawa petaka dari perilaku mereka, yang
dapat mencakup aktivitas seksual yang tidak bijaksana, pengeluaran berlebihan, dan
mengemudi sembrono.
 Tidak tidur tetapi tetap sangat energik.
 Bisa dengan cepat menjadi kesal dan bahkan marah Ketika ada upaya orang lain
untuk mengekang perilakunya.

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


7 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
DSM-5 juga mencakup kriteria hipomania (lihat kriteria diagnostik untuk episode manik
dan hipomanik). Hypo- berasal dari bahasa Yunani untuk "bawah"; hypomania "di bawah"
—kurang ekstrim dari — mania. Meskipun mania melibatkan kelemahan yang signifikan,
hipomania tidak. Sebaliknya, hypomania melibatkan perubahan fungsi yang tidak
menyebabkan masalah serius. Orang dengan hypomania mungkin merasa lebih sosial,
genit, berenergi, dan produktif

a. Bipolar I Disorder
Dalam DSM-5, kriteria untuk diagnosis gangguan bipolar I (sebelumnya dikenal sebagai
manic-depressive disorder) termasuk episode mania tunggal selama masa hidup
seseorang. Episode bipolar cenderung berulang. Lebih dari setengah orang dengan
gangguan bipolar I mengalami empat episode atau lebih (Goodwin & Jamison, 1990
dalam kring et.al, 2014).

b. Bipolar II Disorder
DSM-5 juga memasukkan bentuk gangguan bipolar yang lebih ringan, yang disebut
gangguan bipolar II. Untuk dapat didiagnosis dengan gangguan bipolar II, seseorang
harus mengalami setidaknya satu episode depresi mayor dan setidaknya satu episode
hypomania yakni kelainan mood yang menyerupai mania tetapi intensitasnya lebih
rendah.

c. Cyclothymic Disorder
Gangguan cyclothymic adalah gangguan mood kronis kedua (yang lainnya adalah
gangguan depresi persisten). Seperti diagnosis gangguan depresi persisten, kriteria
DSM-5 mensyaratkan bahwa gejala hadir setidaknya selama 2 tahun. Pada gangguan
cyclothymic, orang tersebut memiliki gejala depresi yang sering tetapi ringan, bergantian
dengan gejala mania ringan. Meskipun gejalanya tidak mencapai tingkat keparahan yang
penuh dari episode hipomanik atau depresi, orang dengan gangguan dan orang-orang
yang dekat dengan mereka biasanya melihat naik turun suasana hatinya. Selama posisi
terendah, seseorang mungkin sedih, merasa tidak mampu, menarik diri, dan tidur selama
10 jam. Selama masa puncak, seseorang mungkin riuh (heboh), terlalu percaya diri, suka
berteman, dan perlu sedikit tidur.

III. Etiology of Mood Disorders


1. Neurobiological Factors in Mood Disorders

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


8 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Penilitian menunjukkan bahwa depresi terkait dengan faktor genetik. Sementara kajian
tentang Neurotransmitters menunjukkan ada 3 Neurotransmitters yang terkait dengan
gangguan mood, yakni norepinephrine, dopamine, and serotonin. Penelitian berfokus
pada sensitivitas reseptor daripada tingkat absolut neurotransmiter. Defisit dalam reseptor
serotonin berhubungan dengan depresi dan gangguan bipolar. Depresi juga berhubungan
dengan berkurangnya sensitivitas reseptor dopamin dan mania mungkin terkait dengan
peningkatan sensitivitas reseptor dopamin.
Studi neuroimaging menunjukkan bahwa depresi dan gangguan bipolar keduanya terkait
dengan perubahan di daerah otak yang terlibat dalam emosi. HPA axis (hypothalamic–
pituitary–adrenocortical), system biologis yang mengelola reaksi terhadap stress terlihat
sangat aktif selama episode gangguan depresi utama dan memicu keluarnya cortisol,
stress hormone yang utama. Gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar keduanya
terkait dengan regulasi kortisol yang buruk. Disregulasi kortisol juga memprediksi gejala
mood yang lebih parah dari waktu ke waktu.

2. Social Factors in Depression: Life Events and Interpersonal Difficulties


Peristiwa kehidupan yang penuh stres dan masalah dalam hubungan interpersonal
terbukti memicu episode depresi. Dukungan sosial yang rendah dan keterampilan sosial
yang buruk merupakan faktor risiko untuk depresi.

3. Psychological Factors in Depression


Beberapa faktor psikologis dapat berperan dalam gangguan depresi yakni faktor
kepribadian dan kognitif.
a. Neuroticism (faktor kepribadian)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa neurotisme (sifat kepribadian) memprediksi
timbulnya depresi.

b. Cognitive Theories
Menurut teori kognitif, pikiran dan kepercayaan negatif dipandang sebagai penyebab
utama depresi. Misalnya pikiran pesimistis dan kritis terhadap diri sendiri. Ada tiga teori
kognitif terkait depresi yakni; Teori Beck, teori keputusasaan dan Teori ruminasi.

 Beck’s Theory
Aaron Beck yang teorinya dikenal dengan nama Beck’s Theory menjelaskan bahwa
depresi terkait dengan triad negatif: yang pandangan negatif yang dimiliki seseorang
tentang diri, dunia, dan masa depannya. Sebagai contoh, orang mungkin berpikir

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


9 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
"Saya orang gagal dan tak berguna, dunia ini penuh masalah dan tak ramah, masa
depan saya suram”.

 Hopelessness Theory (teori keputusasaan)


Menurut teori keputusasaan pemicu depresi yang paling penting adalah
keputusasaan, yang didefinisikan sebagai harapan bahwa (1) hasil yang diinginkan
(peristiwa kehidupan yang memiliki konsekuensi penting bagi orang tersebut) tidak
akan terjadi dan bahwa (2) orang tersebut tidak memiliki respons yang memadai
untuk mengubah situasi ini.

 Rumination Theory
Menurut Susan Nolen-Hoeksema, cara berpikir tertentu yang disebut ruminasi dapat
meningkatkan risiko depresi. Ruminasi adalah kecenderungan untuk terus-menerus
memikirkan pengalaman dan pikiran sedih, atau untuk mencerna materi berulang-
ulang. Bentuk ruminasi yang paling merugikan mungkin kecenderungan untuk
merenung atau untuk menyesal merenungkan mengapa peristiwa sedih terjadi
(Treynor, Gonzalez, & Nolen-Hoeksema, 2003 dalam Kring et.al, 2014).

IV. Treatment untuk Gangguan Mood


Ada banyak treatmen untuk mengatasi gangguan mood, diantaranya adalah Terapi kognitif
(CT), psikoterapi interpersonal (IPT), pengobatan aktivasi perilaku, dan terapi pasangan,
terapi keluarga. Pemberian obat antidepresan juga efektif untuk mengatasi gangguan mood.
Hasil penelitian menunjukkan penstabil suasana hati yang baik adalah lithium, antikonvulsan
dan obat antipsikotik.

V. Suicide (bunuh diri)


Kita akan membahas terlebih dahulu beberapa istilah terkait bunuh diri sebagai berikut:
 Ide bunuh diri (Suicide ideation) adalah pikiran untuk membunuh diri sendiri.
 Upaya bunuh diri melibatkan perilaku yang dimaksudkan untuk menyebabkan kematian
tetapi tidak/belum mengakibatkan kematian.
 Bunuh diri melibatkan perilaku yang dimaksudkan untuk menyebabkan kematian dan
mengakibatkan kematian.
 Melukai diri sendiri (Nonsuicidal self-injury) melibatkan perilaku yang dimaksudkan untuk
menyebabkan cedera tubuh langsung tetapi sebenarnya tidak dimaksudkan untuk
menyebabkan kematian.

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


10 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
V.1. Models of Suicide
Ada beberapa model untuk menjelaskan mengapa orang melakukan diri. Bunuh diri adalah
tindakan yang kompleks dan beragam sehingga tidak ada model tunggal yang dapat
menjelaskannya. Ada banyak mitos tentang bunuh diri. Studi tentang bunuh diri melibatkan
banyak pertanyaan etis yang berbeda dan memaksa orang untuk mempertimbangkan
pandangan mereka sendiri tentang hidup dan mati. Berikut beberapa model tentang suicide.

V.1.a. Psychological Disorders


Menurut model ini, bunuh diri terkait dengan gangguan mental. Hal ini didukung oleh
beberapa temuan (lihat kring et.al. 2014) sebagai berikut:
 Banyak orang dengan gangguan mood memiliki pikiran untuk bunuh diri dan beberapa
terlibat dalam perilaku bunuh diri. Lebih dari setengah dari mereka yang mencoba bunuh
diri mengalami depresi pada saat tindakan tersebut dan sebanyak 15 persen orang yang
pernah dirawat di rumah sakit dengan depresi akhirnya meninggal karena bunuh diri.
 Sebanyak 90 persen orang yang mencoba bunuh diri menderita penyakit mental. Di
antara orang yang dirawat di rumah sakit karena skizofrenia, gangguan bipolar I, atau
gangguan bipolar II, 10-12 persen pada akhirnya meninggal karena bunuh diri.
 Gangguan kontrol impuls, gangguan penggunaan zat, dan gangguan kepribadian
ambang masing-masing juga terkait dengan risiko tindakan bunuh diri yang lebih tinggi.
Gangguan mental yang bahkan lebih ringan, seperti gangguan panik dan gangguan
makan, juga terkait dengan peningkatan risiko bunuh diri.
Dengan kebanyakan dari gangguan ini, bunuh diri kemungkinan besar terjadi ketika
seseorang mengalami penyakit penyerta depresi. Berikut beberapa mitos dan fakta tentang
bunuh diri yang dikutip dari Kring et.al (2014).

Mitos Fakta
Orang yang membahas bunuh diri tidak Hingga tiga perempat dari mereka yang bunuh diri
akan melakukan bunuh diri. mengkomunikasikan niat mereka sebelumnya.

Bunuh diri dilakukan tanpa peringatan. Orang biasanya memberikan banyak peringatan,
seperti mengatakan bahwa dunia akan lebih baik
tanpa mereka atau memberikan hadiah harta
benda yang tak terduga dan yang sangat berharga
yang tak bisa dijelaskan.
Orang yang ingin bunuh diri ingin mati. Kebanyakan orang bersyukur setelah bunuh diri
dapat dicegah.
Orang yang mencoba bunuh diri Banyak orang tidak mengetahui dengan baik
dengan cara yang tidak mematikan tentang dosis pil atau anatomi manusia. Karena

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


11 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tidak serius ingin bunuh diri. ini, orang yang sangat menginginkan mati
terkadang melakukan upaya yang tidak
mematikan.

V.1.b.Neurobiological Models
 Studi pada orang kembar menunjukkan bahwa 48 % percobaan bunuh diri terjadi karena
faktor keturunan. Studi tentang adopsi juga menunjukkan bukti yang mendukung factor
hereditas terhadap bunuh diri.
 Level serotonin yang rendah nampaknya berhubungan dengan depresi. Oleh karena itu
ada hubungan antara kadar serotonin dan bunuh diri. Penemuan lain menunjukkan
disfungsi serotonin dapat meningkatkan risiko bunuh diri.

V.1.c. Social Factors


Kondisi ekonomi dan sosial telah terbukti mempengaruhi tingkat bunuh diri. Selama 100
tahun terakhir, tingkat bunuh diri telah terbukti meningkat sedikit selama resesi ekonomi.
Beberapa bukti menunjukkan peran lingkungan sosial terhadap bunuh diri berasal dari efek
utama laporan media tentang bunuh diri. Sebuah tinjauan terhadap 293 studi menemukan
bahwa liputan media tentang selebriti yang bunuh diri jauh lebih mungkin memicu
peningkatan bunuh diri daripada liputan dari bunuh diri non-celebrity. Isolasi sosial dan
kurangnya kepemilikan sosial (social belonging) juga prediktor dari ide dan perilaku bunuh
diri.

V.1.d.Psychological Models
Bunuh diri mungkin memiliki banyak arti yang berbeda pada tiap orang yang mencoba
melakukannya. Bunuh diri mungkin dimaksudkan untuk menimbulkan rasa bersalah pada
orang lain, untuk memaksa cinta dari orang lain, untuk menebus kesalahan kesalahan,
untuk melepaskan diri dari perasaan yang tidak dapat diterima, untuk bergabung kembali
dengan orang yang dicintai yang sudah meninggal, atau untuk melarikan diri dari rasa sakit
emosional atau kekosongan emosional.
Defisit kemampuan pemecahan masalah juga memprediksi upaya bunuh diri secara
prospektif Keputusasaan, yang dapat didefinisikan sebagai harapan bahwa kehidupan di
masa depan tidak akan lebih baik dari sekarang, sangat kuat terkait dengan bunuh diri.
Sementara itu, Orang dengan lebih banyak alasan untuk hidup cenderung tidak terlalu ingin
bunuh diri daripada mereka yang memiliki sedikit alasan untuk hidup (Ivanoff, Jang, Smyth,
et al., 1994 dalam Kring et.al 2014). banyak orang berpikir tentang bunuh diri tetapi relatif
sedikit yang melakukan tindakan bunuh diri. Penelitian mendokumentasikan bahwa orang-
orang yang lebih impulsif lebih mungkin untuk mencoba bunuh diri atau mati karena bunuh

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


12 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diri. Sementara kesusahan dan keputusasaan mungkin terjadi pikiran tentang bunuh diri,
tindakan bunuh diri mungkin didorong oleh faktor lain, seperti sebagai impulsif.

V.2. Pencegahan bunuh diri


Beberapa pendekatan telah dilakukan untuk pencegahan bunuh diri. Diantaranya adalah,
 Membicarakan tentang bunuh diri secara terbuka dan tanpa basa-basi adalah membantu
mengurangi risiko bunuh diri karena memberi izin kepada seseorang untuk berbicara
tentang bunuh diri dapat mengurangi rasa keterasingan/kesendirian/kesepian. Cara lain
adalah menawarkan konseling berbasis web untuk izinkan orang untuk tetap anonim.
 Membangun lembaga/pusat pencegahan bunuh diri (suicide prevention centers).
Lembaga ini bertujuan untuk menyediakan dukungan hotline telepon 24 jam untuk orang-
orang yang mengalami krisis bunuh diri.
 Sosialisasi / penyuluhan tentang kesehatan mental agar dapat mendeteksi dini gangguan
mental, menguatkan kemampuan coping stress dan tahu serta didorong untuk mencari
pertolongan atau bantuan apabila mengalami gangguan mental yang sulit diatasi sendiri.
 Treatmen pada gangguan psikologis
Salah satu pendekatan pencegahan bunuh diri dibangun berdasarkan pengetahuan
bahwa kebanyakan orang yang bunuh diri sedang menderita dari gangguan psikologis.
Pendekatan kognitif Beck pada pasien depresi dapat mengurangi risiko bunuh diri.
Penelitian telah menemukan bahwa obat untuk gangguan mood mengurangi risiko bunuh
diri seperti litium tampaknya efektif dalam pencegahan bunuh diri bagi orang dengan
gangguan bipolar; ECT dan antidepresan mengurangi bunuh diri mengurangi risiko
bunuh diri pada pasien dengan gangguan depresi; Risperidone (Clozapine), obat
antipsikotik, juga tampaknya mengurangi risiko upaya bunuh diri pada dengan
skizofrenia.
 Terapi langsung pada orang dengan ide bunuh diri
Pendekatan perilaku kognitif tampaknya terapi yang paling menjanjikan untuk
mengurangi bunuh diri. Perawatan perilaku kognitif mencakup serangkaian strategi untuk
mencegah bunuh diri. Terapis membantu klien memahami emosi dan pikiran yang
memicu keinginan untuk bunuh diri. Terapis bekerja dengan klien untuk menantang sikap
dan pikiran negatif dan untuk memberikan cara baru untuk mentolerir tekanan emosional.
Mereka juga membantu klien memecahkan masalah tentang situasi kehidupan yang
mereka hadapi. Tujuannya untuk meningkatkan pemecahan masalah dan sosial
mendukung dan dengan demikian mengurangi perasaan putus asa yang sering
mendahului episode ini. Salah satu pendekatan untuk menjaga pasien tetap hidup adalah
dengan merawat mereka di rumah sakit dalam waktu singkat agar aman dan mencegah

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


13 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
perilaku bunuh diri sampai mereka dapat mulai mempertimbangkan cara lain untuk
memperbaiki kehidupan mereka.

Daftar Pustaka

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


14 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. Arlington (Fifth edit, p. 991). VA: American Psychiatric Publishing.
doi:10.1176/appi.books.9780890425596.744053

APA dictionary of psychology / Gary R. VandenBos, editor-in-chief. -- Second Edition.2015


by the American Psychological Association.

Kring, A.M, Johnson, S.L., Davidson, G.C., & Neale, J.M (2014) Abnormal Psychology.
Wiley (Asia) Pte.LTD

2021 Gangguan – Gangguan Psikologis


15 M Zulfan Reza, M.Si, Psikolog
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai