MODUL PERKULIAHAN
W612100010
Observasi dan
Wawancara
Pengertian Wawancara
09
Nama Prahastia Kurnia Putri, M.Psi, Psik
Fakultas Psikologi Psikologi
Tujuan dan manfaat wawancara, hal-
Pengertian Wawancara, hal yang harus diperhatikan dalam
Tujuan dan manfaat, hal- wawancara dan kode etik (CPMK 1)
hal yang harus
diperhatikan, kode etik
Latar Belakang
Pada bagian ini mahasiswa diharapkan Dapat memahami pengertian wawancara,
tujuan dan manfaat wawancara, hal-hal yang harus diperhatikan dan kode etik
dalam melakukan wawancara.
Bagian Isi
DEFINISI WAWANCARA
Pauline V. Young (1939 ) melihat interview sebagai sesuatu yang menekan
sebagai sumber yang hidup di mana sumber tersebut dapat menggambarkan
fenomena mengisahkan suatu kejadian dan proses yang direfleksikan melalui
pengalaman sosial dan sikap sosial
Sebuah interview seringkali memiliki urutan yang jelas dan tertata,
berhubungan dengan tema yang spesifik dan relevan karena wawancara
memiliki tujuan akhir yang ingin dicapai tidak seperti percakapan normal.
Kadang kala wawancara dapat melibatkan interviewer dan interviewee untuk
mendiskusikan hal-hal yang tidak menyenangkan, oleh karena itu tidak mudah
untuk menggali informasi jika tanpa Membangun hubungan dan juga menjalin
saling pemahaman antara interviewer dan interviewee. Interviewer tidak hanya
mengarahkan dan mengendalikan interaksi untuk mencapai tujuan spesifik tetapi
juga memiliki pengetahuan tentang area mana yang sedang digali pada interview
tersebut.
Dimensi yang mendasar dari wawancara adalah derajat dari struktur.
Sejumlah wawancara membiarkan partisipan untuk mengarahkan secara bebas
topik dari satu area ke area lainnya. Sementara sejumlah wawancara lainnya
sangat bersifat direktif dan memiliki tujuan yang jelas bahkan seringkali
menggunakan rating dan checklist Semakin format wawancara bersifat tidak
terstruktur, seringkali memberikan fleksibilitas kelekatan yang tinggi atau rapport,
kemampuan untuk mengases bagaimana klien menata responnya, dan juga
adalah cara yang potensial untuk menggali detail-detail sejarah klien.
Sejarah Wawancara
Awal mula menggali informasi klien melalui interview klinis, pada awalnya
sejumlah wawancara ini menggunakan model format pertanyaan dan jawaban
medis, tapi kemudian karena adanya pengaruh dari psychoanalysis menghasilkan
bentuk-bentuk yang lebih open-ended dan dan yang lebih mengalir. Seiring
dengan munculnya wawancara dengan nuansa psychoanalytic juga
dikembangkan wawancara atau pemeriksaan yang lebih terstruktur dan memiliki
tujuan yang diformulasikan oleh Adolf Meyer pada 1902.
Pemeriksaan status mental untuk melihat area-area yang hubungan
dengan fungsi klien saat ini seperti: penampilan umum, perilaku proses berpikir, isi
dari pikiran, memori, atensi, gaya bicara, insight dan juga penilaian, terlepas dari
gaya yang digunakan wawancara tersebut, memiliki tujuan yang umum yaitu untuk
mendapatkan gambaran psikologis dari seseorang, untuk
mengkonseptualisasikan apa yang menyebabkan kesulitan dari orang tersebut,
untuk membuat diagnosa dan juga untuk merancang treatment,
Kesulitan dari wawancara tidak terstruktur adalah reliabilitas, validitas dan
efektivitas dari biaya yang sampai saat ini masih dipertanyakan. Oleh karena itu
wawancara harus diiringi dengan tes psikologi yang terstandar. (Groth-Marnat,
2003). Pada tahun 1920 dan 1930-an sebuah wawancara seringkali diasumsikan
sebagai informasi kunci dibandingkan responden yang terdiri dari 1 orang sampel.
Kemudian di tahun ini juga sudah mulai ada integrasi dari sejumlah aliran-aliran
berbeda yang digabungkan menjadi suatu gambaran yang menjadi lebih koheren,
misalnya konseptualisasi dari Beier’s (1966) mengenai proses tidak sadar,
diekskresikan melalui perilaku nonverbal yang kemudian dapat menjadi topik
terkait dengan reinforcement sosialyang tidak Nampak. Kemudian pada tahun
1960 sampai 1970-an juga fokus pada sejumlah aliran yang saling berkonflik dan
kemudian saling memberi memiliki ideologi berbeda. Misalnya pendekatan client
Centered menekankan pada pentingnya eksplorasi diri klien, sedangkan interview
behavioral menekankan pada anteseden dan konsekuensi dari perilaku, selain itu
family therapy fokus pada proses interaktif kelompok.
Pada tahun 1950 dan 1960 an assessment pada anak-anak dilakukan melalui
wawancara dengan orang tua kemudian wawancara langsung dengan anak di
pertimbangkan sebagai proses yang lebih bersifat terapeutik dibandingkan
sebagai assessment. (Groth-Marnat, 2003)
Di dalam Stewart dan Cash (2018) terdapat sejumlah karakteristik khusus dari
wawancara antara lain:
3. Interaksional
Wawancara bersifat interaksional karena kedua belah pihak saling berbagi dan
juga bertukar peran, tanggung jawab, perasaan, keyakinan, motif dan informasi.
Ketika salah satu pihak berbicara maka yang satunya mendengarkan, hal ini
membuat makna mutual.
4. Pertanyaan
Bertanya dan menjawab pertanyaan memegang peranan penting bagi seluruh
wawancara. Hal ini merupakan fitur dominan dalam survei pasar dan juga
wawancara jurnalis. Dalam bentuk lain seperti rekrutmen konseling dan pelayanan
kesehatan pertanyaan-pertanyaan berada di waktu yang sama dengan penggalian
informasi.
Secara garis besar terdapat 3 hal yang harus diperhatikan sebagai landasan dari kode
etik melakukan wawancara:
Inform consent : Responden harus tau tujuan dan resiko dari proses wawancara
tersebut (debriefing)
Penelitian yang tidak harus memerlukan persetujuan partisipan antara lain adalah:
2. b) observasi alamiah;
3. c) penelitian arsip;
yang ke semuanya tidak akan menempatkan partisipan dalam resiko pemberian tanggung
jawab hukum atas tindakan kriminal atau perdata, resiko keuangan, kepegawaian atau
reputasi nama baik dan kerahasiaan.
Sedangkan kode etik dalam setting praktik psikologi atau asesmen, sudah diatur
sebagaimana tertera pada BAB XI Kode Etik Psikologi Indonesia (HIMPSI, 2010)
mengenai ASESMEN.
Daftar Pustaka
Groth-Marnat (2003) Handbook of Psychological Assessment. Canada: John Wiley
& Sons, Inc
Gubrium, Jaber F. dkk (2012). The SAGE Handbook of Interview Research:
The Complexity of the Craft 2nd Edition. UK : Sage Publication, Ltd
Himpunan Psikologi Indonesia (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia. Surakarta:
Hasil Konges XI Himpsi, 2010
Stewart, Charles J. & Cash. Jr, William B (2018). Interviewing: Principles and
Practices Fifteenth Edition. USA: Mc Graw Hills Education