MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam. (Farida, 2012).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain. (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat, 2001).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Damaiyanti,
2008).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam
(Nanda-1, 2012).
Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa isolasi sosial adalah suatu
kondisi dimana seseorang mengalami gangguan kejiwaan dan menjadikan dirinya merasa
tersisihkan, tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain disekitarnya sehingga sulit untuk
diajak bicara dan senang menyendiri.
2. Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan
dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat
untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-
norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah
dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak,
serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
3. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan
eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan
untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
4. Tanda Gejala
a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara berulang-
ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
11) (Trimelia, 2011)
5. Akibat
Akibat isolasi sosial adalah resiko perubahan sensori persepsi halusinasi. Halusinasi
adalah suatu keadaan yang merupakan gangguan pencerapan (persepsi) panca indra tanpa
ada rangsangan dari luar yg dapat meliputi semua system penginderaan pada seseorang
dalam keadaan sadar penuh ( baik ).
Gejala Klinis :
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c. Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
d. Tidak dapat memusatkan perhatian.
e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut.
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung. (Budi Anna Keliat, 2009)
C. POHON MASALAH
1. Pohon Masalah
Risiko Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi
Effect
Data Subjektif:
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
Data Objektif:
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri
4) Disorientasi
Data Subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif: Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
Data subyektif : Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif : klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi.
E. RENCANA TINDAKAN
Halusinasi
a. TUM :
Klien dapat mengontrol atau mengendalikan halusinasi yang dialaminya
b. Tuk 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
c. Kriteria Evaluasi
Ekspresi wajah bersahabat menunjukan rasa senang ada kontak mata. Mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengungkapkan masalah yang dihadapi.
d. Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapentik.
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukan sikp simpati dan menerima apa adanya
Beri perhatian pada kebutuhan dasar klien
a. TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya
b. Kriteria Evaluasi
1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekunsi dan situasi yang menimbulkan halusinasi.
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinsinya; bicara dan tertawa tanpa
stimulus memandang kekiri/ke kanan/ ke depan seolah-olah ada teman bicara
c) Bantu klien mengenal halusinasinya : Jika menemukan klien yang sedang halusinasi,
Tanyakan apakah ada suara yang didengar
Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa apa yang dikatakan
Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi)
Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien
Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Jika Klien tidak sedang berhalusinasi klari fikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi.
a) Diskusikan dengan klien :
b) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi ( jika sendiri, jengkel /
sedih)
c) Waktu dan frekuensi terjadinya
2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi nya
a) Diskusikan dengan klien bagaimana perasaannya jika terjadi halusinasi
(marah/takut, sedih, senang) dan beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya.
a. TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya
b. Kriteria Evaluasi
1) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendali-kan
halusinasinya
2) Klien dapat menyebutkan cara baru
3) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan
dengan klien
4) Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya
5) Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok
a) Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
(tidur, marah, menyibukan diri dll)
b) Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi :
Katakan : “saya tidak mau dengar/lihat kamu” (pada saat halusinasi terjadi)
Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap cakap
atau mengatakan halusinasi yang didengar / dilihat
Membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak sempat muncul
Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika tampak bicara sendiri
d) Bantu Klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahan
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil
f) Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi
persepsi
a. TUK 4 : Kilen dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
b. Kriteria Evaluasi
1) Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendali kan
halusinasi
a) Anjurkan Klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b) Diskusikan dengan keluarga )pada saat keluarga berkunjung/pada saat kunjungan
rumah)
Gejala halusinasi yang di alami klien
Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, berpergian bersama
Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak terkontrol,
dan resiko mencederai orang lain
a. TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
b. Kriteria Evaluasi
1) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat
2) Klien dapat mendemontrasi kan penggunaan obat dgn benar
3) Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat
4) Klien memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
5) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,efek samping dan manfaat
obat
b) Anjurkan Klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat
yang dirasakan
Menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan
cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
1) Perkenalkan diri dengan sopan
2) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
3) Jelaskan tujuan pertemuan
4) Jujur dan menepati janji
5) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang
muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah,
menyibukkan diri dll)
2. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
3. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
b. K – P – P lain
c. K – P – P lain – K lain
d. K – Kel/Klp/Masy
5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain.
Tindakan:
b. Jelaskan tujuan
c. Buat kontrak
5. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali
seminggu
6. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
1. Tujuan
TUK:
2. Kriteria evaluasi
a. Ekpresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya H ……….., Saya senang dipanggil Ibu Her …………, Saya perawat di Ruang Mawar ini… yang akan
merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S?
Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana
kalau 15 menit”
Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-
cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di ruangan
ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman bercakap-
cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai
teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S
belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan
yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi
memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa?
Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan
sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga S
lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa
mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya, perawat
N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku
SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)
Orientasi :
“Assalammualaikum S! ”
“Bagaimana perasaan S hari ini?
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil bersalaman
dengan Suster ! »
« Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit »
« Ayo kita temui perawat N disana »
Kerja :
( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)
« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »
« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin «
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan nama,
menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga perawat N »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu
lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »
« Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)
Terminasi:
Terminasi:
a) Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan
tidak ingkar janji.
b) Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan
bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan
memberikan pujian yang wajar.
c) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
d) Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
4) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
SP 2 Keluarga : Melatih
keluarga mempraktekkan
cara merawat pasien
dengan masalah isolasi
sosial langsung dihadapan
pasien
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.”
”Sekarang mari kita temui S”
Kerja:
”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan
pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan Orang tua S?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara merawat
yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak »
« Assalamu’alaikum »
SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja”
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah? Di rumah
Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun
jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak selama
di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K
di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya:
(0651) 554xxx
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama di rumah
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang. Ini surat
rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.