Anda di halaman 1dari 7

A.

Masalah Kesehatan
Fraktur
B. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (price dan
wilson, 2006). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat
total maupun sebagian. (helmi, 2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang
rawan yang umumnya yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (lukman dan ningsih,
nurna, 2009 ; 25 ).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
( Bruner& Suddart, 2013 .
Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan
berbagai jenis fraktur tulangantara lain fraktur inkomplet, fraktur simple, dan fraktur
compound. (Elizabet J. Crowin, Phd, MSN, CNP, 2008)
Kesimpulan, Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma
langsung ataupun trauma tidak langsung.
C. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak,
apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut (Doenges, 2000) adapun penyebab fraktur antara lain :
1. Trauma Langsung, yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda

paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur.
2. Trauma Tak Langsung, yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik)
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu :
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena
tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah
tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang-
orang yang baru mulai latihan lari.
D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik dari faktur , menurut (Brunner and Suddarth, 2002) :
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk
meminimalkan gerakan antar fregmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal
dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat
mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cidera.
Menurut Santoso Herman (2000:153) manifestasi klinik dari fraktur adalah :
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas
dan dibawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
E. Patofisiologis
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena
trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya:
seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat
tarikan otot misalnya : patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Carpenito, 2000).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002).
F. pathways

Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang lbh


tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tek kapiler


Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh darah

Mengenai jaringan kutis dan sub kutis Kerusakan integritas kulit Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

Perdarahan
Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

Resiko syok (hipovolemik)


G. Pemeriksaan Diagnosis
Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi :
1. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
2. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain : radioisotope
scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk
memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah
putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
H. Masalah Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.


2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang, program pembatasan gerak.
3. Resiko infeksi.
4. Resiko syok hipovolemik.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri
ekstermitas.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.

I. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut NOC : NIC:
Pain level Pain management
berhubungan
Pain control a. Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen Comfort level
secara komprehensif
Kriteria Hasil
cidera
a. Mampu mengontrol termasuk lokasi,
nyeri (tahu penyebab karakteristik, durasi,
nyeri, mampu frekuensi, kualitas dan
menggunakan tehnik faktor presipitasi
b. Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk
nonverbal dari
mengurangi nyeri,
ketidaknyamanan
mencari bantuan)
c. Gunakan tehnik
b. Melaporkan bahwa
komunikasi terapeutik
nyeri berkurang
untuk mengetahui
dengan menggunakan
pengalaman nyeri pasien
managemen nyeri
d. Kaji kultur yang
c. Mampu mengenali
mempengaruhi respon
nyeri (skala, intensitas,
nyeri
frekuensi dan tanda
e. Evaluasi pengalaman
nyeri)
nyeri masa lampau
d. Menyatakan rasa
f. Evaluasi bersama pasien
nyaman setelah nyeri
dan tim kesehatan lain
berkurang
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
g. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
h. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C.2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth.Jakarta : EGC.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta; EGC
Engram, Barbara.1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC.
Heather, Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta: EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai