Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN ALAM PERASAAN : DEPRESI

A. MASALAH UTAMA
Gangguan alam perasaan: depresi.

B. Definisi
Alam perasaan adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang mempengaruhi
seluruh keperibadiaan dan fungsi kehidupan seseorang. Gangguan alam perasaan ditandai
oleh syndrom depresif sebagian atau penuh, selain itu juga ditandai oleh kehilangan minat
atau kesenangan dalam aktifitas sehari-hari dan rekreasi.
Gangguan Alam perasaan adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang
mempengaruhi seluruh kepribadian dan fungsi hidup seseorang.
Mania adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan
kegembiraan yang berlebihan, arus berpikir yang cepat, mudah tersinggung dan kegiatan
motorik meningkat, sehingga menyebabkan energi banyak yang keluar (Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa, DEPKES).
Mania adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya alam
perasan yang meningkat, meluas atau keadaan emosional yang mudah tersinggung dan
terangsang. Kondisi ini dapat diiringi dengan perilaku yang berlebihan berupa peningkatan
kegiatan, banyak bicara, ide-ide yang meloncat, senda gurau, tertawa berlebihan,
penyimpangan seksual.
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, keindahan, rasa putus asa dan tidak ber daya, serta
gagasan bunuh diri (Kaplan, Sadock, 1998).
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kekecewaan pada alam perasaan,
(affective atau mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan
gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa (Dadang Hawari, 2001)
Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang ber lebihan, murung tidak bersemangat,
merasa tak berguna, merasa tak berharga, merasa kosong dan tak ada harapan berpusat pada
kegagalan dan bunuh diri, sering disertai ide dan pikiran bunuh diri klien tidak berniat pada
pemeliharaan diam dan aktivitas sehari-hari (Budi Anna Kaliat, 1996)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan alam
perasaan yang disertai oleh komponen psikologik dan komponen somatik yang terjadi
akibat mengalami kesedihan yang panjang.

Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan


C. Klasifikasi
1. Depresi Ringan
Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir  komunikasi sosial
dan rasa tidak nyaman.
2. Depresi Sedang 
a. Afek
Murung, cemas, kesal, marah, menangis
b. Proses pikir
Perasaan sempit, berfikir lambat, berkurang komunikas verbal komunikasi non
verbal meningkat.
c. Pola komunikasi
Bicara lambat, berkurang komunikasi verbal, komunikasi non verbal meningkat
d. Partisipasi sosial
Menarik diri tak mau bekerja sekolah, mudah tersinggung
3. Depresi Berat 
a. Gangguan afek
Pandangan kosong, perasaan hampa, murung, inisiatif berkurang
b. Gangguan proses pikir 
c. Sensasi somatik dan aktivitas motoric
d. Diam dalam waktu lama, tiba-tiba hiperaktif, kurang merawat diri, tak mau
makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan lingkungan

D. Rentang Respon
a. Reaksi Emosi Adaptif
1) Respon emosi yang responsif
Keadaan individu yang terbuka mau mempengaruhi dan menyadari
perasaannya sendiri dapat beradaptasi dengan dunia internal dan eksternal.
2) Reaksi kehilangan yang wajar
Reaksi yang dialami setiap orang mempengaruhi keadaannya seperti:
a) Bersedih
b) Berhenti kegiatan sehari-hari
c) Takut pada diri sendiri
d) Berlangsung tidak lama.
b. Reaksi Emosi Maladaptif
Merupakan reaksi emosi yang sudah  merupakan gangguan respon ini dapat
dibagi 3 tingkatan yaitu :
1) Supresi
Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan
Tahap awal respon maladaptif individu menyangkal perasaannya dan
menekan atau menginternalisasi aspek perasaan terhadap lingkungan.
2) Reaksi kehilangan yang memanjang
3) Supresi memanjang mengganggu fungsi kehidupan individu.
Gejala : bermusuhan, sedih terlebih, rendah diri.
4) Mania/ Depresi
Gangguan alam perasaan kesal dan dimanifestasikan dengan gangguan
fungsi sosial dan fungsi fisik yang hebat dan menetap pada individu yang
bersangkutan.

E. Etiologi
1. Kekecewaan
Karena adanya tekanan dan kelebihan fisik menyebabkan seseorang menjadi
jengkel tak dapat berfikir sehat atau kejam pada saat khusus jika cinta untuk diri
sendiri lebih besar dan pada cinta pada orang lain yang menghimpun kita, kita
akan terluka, tidak senang dan cepat kecewa, hal ini langkah per tama depresi jika
luka itu direnungkan terus-menerus akan menyebabkan kekesalan dan
keputusasaan.
2. Kurang Rasa Harga Diri
Ciri-ciri universal yang lain dari orang yang depresi adalah kurangnya rasa
harga diri sayangnya kekurangan ini cenderung untuk dilebih-lebihkan menjadi
ekstrim, karena harapan-harapan yang realistis membuat dia tak mampu
merestor  dirinya sendiri hal ini memang benar khususnya pada individu yang
ingin segalanya sempur na yang tak pernah puas dengan prestasi yang
dicapainya
3. Perbandingan yang tidak adil
Setiap kali kita membandingkan diri dengan seseorang yang mempunyai nilai
lebih baik dari kita dimana kita merasa kurang dan tidak bisa sebaik dia maka
depresi mungkin terjadi
4. Penyakit
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan depresi adalah organik contoh
individu yang mempunyai penyakit kronis seperti  Ca Mammae  dapat
menyebabkan depresi.
5. Aktivitas Mental yang  Berlebihan
Orang  yang produktif dan aktif sering menyebabkan depresi.
6. Penolakan
Setiap manusia butuh akan rasa cinta, jika kebutuhan akan rasa cinta itu tak
terpenuhi maka terjadilah depresi.
Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan
Dapat timbul karena adanya factor predisposisi dan factor presipitasi yaitu:
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mengemukakan, transmisi gangguan alam perasaan
diteruskan melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan
meningkat pada kembar monozigote.
2. Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan oleh perasaan marah yang
dialihkan pada diri sendiri. Freud mengatakan bahwa kehilangan
objek/orang, ambivalen antara perasaan benci dan cinta dapat berbalik
menjadi perasaan menyalahkan diri sendiri dan dimunculkan dengan
perilaku mania (sebagai suatu mekanisme kompensasi)
3. Teori Kehilangan
Berhubungan dengan faktor perkembangan, misalnya kehilangan
orangtua yang sangat dicintai. Individu tidak berdaya mengatasi
kehilangan.
4. Teori Kepribadian
Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan seseorang
mengalami mania.
5. Teori Kognitif
Mengemukakan bahwa mania merupakan msalah kognitif yang
dipengaruhi oleh penilaian terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa
depan.
6. Model Belajar Ketidakberdayaan
Mengemukakan bahwa mania dimulai dari kehilangan kendali diri lalu
menjadi aktif dan tidak mampu menghadapi masalah. Kemudian individu
timbul keyakinan akan ketidakmampuannya mengendalikan kehidupan
sehingga ia tidak berupaya mengembangkan respons yang adaptif.
7. Model Perilaku
Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya reinforcemant
positif selama berinteraksi dengan lingkungan.
8. Model Biologis
Mengemukakan bahwa dalam keadaan depresi/mania terjadi perubahan
kimiawi, yaitu defisiensi katekolamin, tidak berfungsinya endokrin dan
hipersekresi kortisol.  
Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan
b. Faktor Presipitasi
Stressor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi faktor
biologis, psikologis dan sosial budaya.

1) Faktor Biologis
Meliputi perubahan fisiologis yang disebakan oleh obat-obatan atau
berbagai penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma, dan
ketidakseimbangan metabolisme.
2) Faktor Psikologis
Meliputi kehilangan kasih sayang, termasuk kehilangan cinta, seseorang
dan kehilangan harga diri.
3) Faktor Sosial Budaya
Meliputi kehilangan peran, perceraian, kehilangan pekerjaan.

F. Patofisiologi
Alam perasaan adalah kekuatan/ perasaan hati yang mempengaruhi seseorang dalam
jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya ber ada dalam afek yang tidak  stabil
tapi tidak berarti orang tersebut tidak per nah sedih, kecewa, takut, cemas, marah dan
sayang emosi ini terjadi sebagai kasih sayang  seseorang terhadap rangsangan yang
diterimanya dan lingkungannya baik interenal maupun eksternal. Reaksi ini bervariasi
dalam rentang dari reaksi adaptif sampai maladaptif.

G. Manifestasi Klinis
1. Gejala Fisik  yaitu:
- Gangguan tidur.
- Kelesuan fisik.
- Hilangnya nafsu makan.
- Penyakit fisik yang ringan.
2. Gejala Emosional  yaitu:
Asri kasih
- Kehilangan Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan
sayang.
- Kesedihan.
- Hilangnya kekuatan.
- Hilangnya konsentrasi.
- Rasa bersalah.
- Permusuhan.
- Hilangnya harapan.
3. Perilaku
Gambaran utama dari mania adalah perbedaan intensitas psikofisiologikal yang
tinggi. Tingkah laku mania merupakan mekanisme pertahanan terhadap depresi
yang diakibatkan dari kurang efektifnya koping dalam menghadapi kehilangan.

Afektif Sedih, cemas apatis, murung, kebencian, kekesalan,


marah, perasaan ditolak, perasaan bersalah, meras tidak
berdaya, putus asa, merasa sendirian, merasa rendah diri,
merasa tak berharga.
Kognitif Ambivalence, bingung, ragu-ragu, tidak mampu
konsentrasi, hilang perhatian dan motivasi, menyalahkan diri
sendiri, pikiran merusak diri, rasa tidak menentu, pesimis.
Fisik Sakit perut, anoreksia, mual, muntah, gangguan
pencernaan, konstipasi, lemah, lesu, nyeri kepal, pusing,
insomnia, nyeri dada, over acting, perubahan berat badan,
gangguan selera makan, gangguan menstruasi, impoten, tidak
berespon terhadap seksual.
Tingkah laku Agresif, agitasi, tidak toleran, gangguan tingkat
aktivitas, kemunduran psikomotor, menarik diri, isolasi social,
irritable, berkesan menyedihkan, kurang spontan, gangguan
kebersihan.

4. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang memanjang
adalah denial dan supresi, hal ini dilakukan untuk menghindari tekanan yang
hebat. Pada depresi mekanisme koping yang digunakan adalah represi, supresi,
mengingkari dan disosiasi. Tingkah laku mania merupakan mekanisme
pertahanan terhadap depresi yang diakibatkan karena kurang efektifnya koping
dalam menghadapi kehilangan.

H. Pencegahan

Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan


1. Usahakan untuk selalu punya seseorang yang dekat untuk bercurah hati. Jangan
pernah untuk menyimpan sendiri beban hidup kita. Karena hal ini dapat
memperburuk depresi yang sdah dialami mapun dapat mengakibatkan depresi
2. Berpartisipasi dalam suatu kegiatan yang dapat membuat diri lebih baik, hal ini
dapat mengalihkan perhatian kita terhadap masalah yang sedang kita hadapi. Ingat
kita bkan lari dari masalah tetapi labih cenderung menyegarkn pikiran kita sehingga
kita lebih siap untuk menghadapinya lagi nanti.
3. Berpikir realistis, jangan terlalu menghayal dan berimajinasi. Hilangkan kata
“seandainya saya…” dalam hidup kita
4. Melakukan olahraga, aktif dalam kelompok agama dan sosial, kegiatan tersebut
membuat kita lebih jarang melamun
5. Mengubah suasana hati, Usahakan untuk selalu membuat suasan hati kita gembira
karena hal tersebut dapat menghindarkan diri dari menyalahkan diri sendiri
6. Jangan banyak berpengharapan
7. Berpikir positif
8. Lapang hati dan sabar dalam mengadapi segala cobaan hidup dapat menjauhkan diri
kita dari depresi

I. Pengobatan
1. Litium karbonat, sebuah obat antimatik, adalah obat pilihan untuk klien yang
menderita gangguan bipolar.
2. Pengobatan antipsikotik digunakan untuk klien yang menderita hiperaktivitas hebat
dan untuk menangani perilaku manik.
3. Antikonvulsan kadang-kadang diberikan karena keefektifannyadalam antimanik.
4. Pengobatan antiansietas, misalnya klonazepam (klonopin) dan lotazepam (Antivan),
kadang-kadangdigunakan untuk klien yang menderita episode manik akut dan untuk
klien yang sulit ditangani.
5. Kombinasi litium antikonvulsan sudah digunakan untuk gangguan bipolar siklus
cepat,
Tiga fase penatalaksanaan farmakologis yang digambarkan dalam panel Pedolaman
Depresi adalah fase akut, fase lanjut, dan fase pemeliharaan. Dalam fase akut gejalanya
ditangan, dosis obat dsisesuaikan untuk mencegah efek yang merugikan, dan klien
diberikan penyuluhan.pada fase lanjut klien dimonitor pada dosis efektif untuk mencegah
terjadinya kambuh. Pada fase pemeliharaan, seorang klien yang berisiko kambuh seringkali
tetap diberi obat baahkan selama waktu remisi. Untuk klien yang dianggap tidak
berisikotinggi mengalami kambuh, pengobatan dihentikan.
a. Selsctive serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) terbukti sudah sangat berguna untuk
menangani depresi, terutama karena obat tersebut lebih sedikit memiliki efek
Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan
antikolinergik yang merugikan, lebih sedikit toksisitas jantung, dan reaksi lebih
cepat daripada antidepresan trisiklik dan inhibitor oksidase monoamin (MAO)
b. Trisiklik dan inhibitor MAO, generasi pertama antidepresan, jarang digunakan sejak
adanya SSRI dan SSRIs atipikal.
c. Antipsikotik kadang-kadang digunakan untuk menangani gangguan tidur dan
ansietas sedang.
d. Dokter dapat memprogramkan, tetapi elektrokonvulsif (ECP) jika terdapat depsresi
hebat, klien sangat ingin mealkukan bunuh diri, atau jika klien tidak berespon
terhadap protokol pengobatan antidepresan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.1 Pengkajian
1. Gangguan alam perasaan: depresi
a. Data subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering
mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi,
tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh
diri.
b. Data obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila
duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang
lambat dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering
menangis.Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong,
konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak
mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan
bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa,
depersonalisasi dan halusinasi.Kadang-kadang pasien suka menunjukkan
sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka
diganggu.
2. Koping maladaptif
a. DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak
bahagia, tak ada harapan.
b. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat
mengontrol impuls.

Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan


1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

1.3 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


a. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Perkenalkan diri dengan klien
1.2. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati
1.3. Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak
memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
1.4. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan
keinginannya
1.5. Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan
mudah dimengerti
1.6. Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.

2. Klien dapat menggunakan koping adaptif


2.1. Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan
bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
2.2. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan
sedih/menyakitkan
2.3. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
2.4. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
2.5. Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan
dapat diterima
2.6. Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
2.7. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan
masalah.

3. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri


Tindakan:
3.1. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
3.2. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk
mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
3.3. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan
3.4. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh
peramat/petugas.

4. Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
4.3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial


Tindakan:
5.1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang
terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang
dianut).
5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat


Tindakan:
6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat,
dosis, cara, waktu).
6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

1.4 Evaluasi
1. Semua sumber pencetus stress dan persepsi klien dapat digali.
2. Masalah klien mengenai konsep diri, rasa marah dan hubungan interpersonal
dapat digali.
3. Perubahan pola tingkah laku dan respon klien tersebut tampak.
4. Riwayat individu klien dan keluarganya sebelum fase depresi dapat dievaluasi
sepenuhnya.
5. Tindakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri telah dilakukan.
6. Tindakan keperawatan telah mencakup semua aspek dunia klien.
7. Reaksi perubahan klien dapat diidentifikasi dan dilalui dengan baik oleh klien.
Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan
DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D. (2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: EGC

Purwaningsih, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta : Nuha Medika

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Asri Purwanti Rahayu/1601460004/D4 Keperawatan Malang Poltekkes Kemenkes Malan

Anda mungkin juga menyukai