Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA TENTANG DEPRESI

A.    DEFINISI
Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau
kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau
(Townsend,1998:179). Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam rentang
respon emosi dari adaptif sampai maladaptif. Respon depresi merupakan emosi yang mal
adaptif (Keliat,1996:2).

B.     PENYEBAB
Menurut Penyebabnya
-       Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti kehilangan seseorang
atau kehilangan pekerjaan.
-       Depresi endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lain.
-       Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang disebabkan penyakit fisik
atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol (depresi 'sekunder') dengan depresi yang
tidak mempunyai penyebab-penyebab ini (depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih banyak
digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.

C.    FAKTOR PREDISPOSISI


Terdapat 2 teori untuk menjelaskan faktor pendukung terjadinya depresii
(Townsend,1998:181 - 183):

1.    Teori Biologis
a.    Genetik. Dari sejumlah penyelidikan yang telah dilakukan ditemukan bahwa terdapat
dukungan keterlibatan herediter dalam penyakit depresi. Luasnya akibat pada pokoknya
tampak menjadi lebih tinggi diantara individu-individu yang memiliki hubungan keluarga
dengan kelainan tersebut daripada diantara populasi umum (DSM-III-R, 1987).
b.   Biokimia. Ketidakseimbangan elektrolit tampak memainkan peranan dalam penyakit
depresif. Suatu kesalahan hasil metabolisme dalam perubahan natrium dan kalium di dalam
neuron (Gibbons, 1960).
Teori biokimia yang lainnya menyangkut biogenik amin norepinefrin, dopamin, dan serotinin.
Tingkatan zat-zat kimia ini mengalami defisiensi dalam individu dengan penyakit depresif
(Janowsky et al, 1988).

 2. Teori Psikososial


a.    Psikoanalisa. Teori ini (Klein, 1934) melibatkan suatu ketidakpuasan dalam hubungan
awal ibu-bayi sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif. Kebutuhan bayi tidak
terpenuhi, suatu kondisi yang digambarkan sebagai suatu kehilangan. Respons berduka
belum terpecahkan, dan kemarahan dan permusuhan ditunjukkan kepada diri sendiri. Ego
tetap lemah, sementara superego meluas dan menjadi menghukum.
b.    Kognitif. Ahli teori-teori ini (Beck et al, 1979) yakin bahwa penyakit depresif terjadi
sebagai suatu hasil dari kelainan kognitif. Kelainan proses pikir membantu perkembangan
evaluasi diri individu. Persepsi merupakan ketidakadekuatan dan ketidakberhargaan.
Pandangan untuk masa depan merupakan suatu kepesimisan keputusasaan.
c.    Teori Pembelajaran. Teori ini (seligman, 1973) mengemukakan bahwa penyakit
depresif dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa ada kurang kontrol atau situasi-situasi
kehidupannya. Ini dianggap bahwa keyakinan ini muncul dari pengalaman-pengalaman yang
mengakibatkan kegagalan (baik yang dirasakan atau yang nyata). Setelah sejumlah
kegagalan, individu merasa tidak berdaya untuk berhasil dalam usaha-usaha yang keras,
dan oleh karena itu berhenti mencoba. Pembelajaran ketidakberdayaan ini digambarkan
sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif.
d.   Teori Kehilangan Objek. Teori ini (Bowly, 1973) menyatakan bahwa penyakit depresif
terjadi jika pribadi tersebut terpisah dari atau ditolak orang terdekat selama 6 bulan pertama
kehidupan. Proses ikatan diputuskan, dan anak menarik diri dari orang lain dan lingkungan.

D.    FAKTOR PRESIPITASI


Ada empat sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan (Sundeen,Stuart,1998:260):
1.    Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta,
seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik
melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi pasien merupakan hal yang sangat
penting.
2.    Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi
dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan
kemampuan menyelesaikan masalah.
3.    Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan depresi,
terutama pada wanita.
4.    Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti
infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan
gangguan alam perasaan.

E. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya, individu yang mengalami depresi menunjukkan gejala psikis, fisik
dan sosial yang khas. Beberapa orang memperlihatkan gejala yang minim, beberapa orang
lainnya lebih banyak. Tinggi rendahnya gejala bervariasi dari waktu ke waktu. Menurut
Institut Kesehatan Jiwa Amerika Serikat (NIMH) dan Diagnostic and Statistical manual IV –
Text Revision (DSM IV -TR) (American Psychiatric Association, 2000). Kriteria depresi dapat
ditegakkan apabila sedikitnya 5 dari gejala dibawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu
2 minggu yang sama danmerupakan satu perubahan pola fungsi dari sebelumnya.
Gejala dan tanda umum depresi adalah sebagai berikut :
Gejala Fisik
1.Gangguan pola tidur; Sulit tidur (insomnia) atau tidur berlebihan (hipersomnia)
2.Menurunnya tingkat aktivitas, misalnya kehilangan minat, kesenangan atas hobi atau
aktivitas yang sebelumnya disukai.
3.Sulit makan atau makan berlebihan (bisa menjadi kurus atau kegemukan)
4.Gejala penyakit fisik yang tidak hilang seperti sakit kepala, masalah pencernaan (diare,
sulit BAB dll), sakit lambung dan nyeri kronis
5.Terkadang merasa berat di tangan dan kaki
6.Energi lemah, kelelahan, menjadi lamban
7.Sulit berkonsentrasi, mengingat, memutuskan

Gejala Psikis
1.Rasa sedih, cemas, atau hampa yang terus –menerus.
2.Rasa putus asa dan pesimis
3.Rasa bersalah, tidak berharga, rasa terbebani dan tidak berdaya/tidak berguna
4.Tidak tenang dan gampang tersinggung
5.Berpikir ingin mati atau bunuh diri
6.Sensitive
7.Kehilangan rasa percaya diri

Gejala Sosial
1.Menurunnya aktivitas dan minat sehari-hari (menarik diri, menyendiri, malas)
2.Tidak ada motivasi untuk melakukan apapun
3.Hilangnya hasrat untuk hidup dan keinginan untuk bunuh diri

F. PSIKOPATOLOGI

Depresi terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1.Depresi Ringan

Depresi ringan ini identik dengan depresi minor yang merupakan perasaan melankolis yang
berlangsung sebentar dan disebabkan oleh sebuah kejadian yang tragis, mengandung
ancaman, atau kehilangan sesuatu yang penting dalam kehidupan si penderita (Meier,
2000). Orang dengan depresi ringan ini setidaknya memiliki 2 dari gejala lainnya dan 2-3
dari gejala utama depresi (Maslim, 2003).

2.Depresi Sedang

Depresi sedang ini dialami oleh penderita selama kurang dari 2 minggu, dan orang dengan
depresi sedang ini mengalami kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan,
dan urusan rumah tangga. Orang dengan depresi sedang ini setidaknya memiliki 2-3 dari
gejala utama dan 3-4 dari gejala lainnya (Maslim, 2003).

3.Depresi Mayor

Depresi mayor merupakan salah satu gangguan yang prevalensinya paling tinggi di antara
berbagai gangguan (Davidson, 2006). Depresi mayor adalah kemurungan yang dalam dan
menyebar luas. Perasaan murung ini mampu menyedot semangat dan energi serta
menyelubungi kehidupan si penderita seperti asap yang tebal dan menyesakkan dada.
Depresi mayor ini dapat berlangsung cukup lama mulai dari empat belas hari sampai
beberapa tahun. Hal ini menyebabkan penderita akan sangat sulit untuk berfungsi dengan
baik di lingkungannya. Orang dengan depresi mayor ini juga terkadang disertai dengan
keinginan untuk bunuh diri atau bahkan keinginan untuk mati. Mereka sangat tertekan dan
mengalami hal-hal yang mengganggu kejiwaan mereka seperti gila, paranoid, atau
halusinasi pendengaran (Meier, 2000).

DEPRESI DARI TINJAUAN PSIKOLOGI KOGNITIF

Seorang teoritikus kognitif yang paling berpengaruh, psikiater Aaron Beck, menghubungkan
perkembangan depresi dengan adopsi dari cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara
negatif di awalkehidupan (Nevid, 2003). Beck berpendapat bahwa adanya gangguan depresi
adalah akibat dari cara berpikir seseorang terhadap dirinya. Penderita depresi cenderung
menyalahkan diri sendiri (Lubis, 2009). Hal ini disebabkan karena adanya distorsi kognitif
terhadap diri, dunia, dan masa depannya, sehingga dalam mengevaluasi dan
menginterpretasi hal-hal yang terjadi mereka cenderung mengambil kesimpulan yang tidak
cukup dan berpandangan negatif.Cognitive triad merupakan tiga serangkai pola kognitif
yang membuat ind ivi du memandang dirinya, p engala mannya, dan masa depannya secara
idiosinkritik, yaitu memand ang di ri secara negatif, menginterpretasi pengalaman secara
negatif, serta memandangmasa depan secara negatif. Gangguan-gangguan dalam
depresidapat dipandang sebagai pengaktifan tiga pola kogni tif utama in i. Dengan demikian,
model kognitif beranggapan bahwa tanda-tan da dan si mp tom-si mp tom lain dari depr es i
merupakan konsekuensiaktifnya pol a-pola kogni tif tadi. Berikut adalah penjelasan lebih
lanjut mengenai cognitive triad.

1.Memandang Diri Secara Negatif

Disini individu menganggap dirinya sebagai tidak berharga, se rba kekurangan, dan
cenderung membe ri atribut pengalaman yang tidak menyenangkan pada diri sendiri. Lebih
lanjut, ia memanda ng dirinya tidak menye nang kan dan cenderung menolak diri sendi ri. Ia
akan mengkritik dan menya lahkan dirinya atas kesala han dan kele mahan yang
diperbuatnya.

2. Menginterpretasikan Pengalaman Secara Negatif

Ind ividu melihat dunia sebagai penyaji tuntutan -tuntutan di luar batas ke mampuan dan
menghadirkan halangan-halan gan yang merin tangi dirinya mencapai tujuan. Ia keliru
menafsi rkan intera ksinya dengan l ingkungan. Kognisinya juga menampilkanberbagai pen
yimpangan dari berpikir lo gis, ter masuk kes impul an yang di paksakan, abst raksi sele ktif,
terlalu menggeneralisasi, dan membesar-be sa rkan masalah. Individu tersebut akan
merangkaifakt a-fakta agar sesuai dengan piki ran negatifnya. Ia akan me mbesa r-be
sarkan arti setiap ke hilangan, hambatan, dan rintangan. Orang yang depresi biasanya de
mikian sensitif padaset iap hambatan terhadap kegiatannya dalam mencapai tu juan. Dalam
suatu si tuasi dimana prestasi di utamakan, orang depresi cenderung bereaksi disert ai deng
an perasaan gagal. Mer eka cenderung mer emehk an kemampuan yang sebena rnya.
Lebih lanjut lagi bila ta mpi lan kerja yang diperlihatkan jauh di bawah st andar tinggi yang
telah di tetapk an, mereka se ring menganggapnyasebagai gagal total. Orang yang depresi
sering menginterpretasikan ucapa n-ucapan netral diarahkan unt uk menen tang di rinya.
Bahkan memutarbalikkan komentar yang menyenangkan menjadi kurang menyenangkan.

3.Memandang Masa Depan Secara N egatif


Pandangan indiv idu yang depresi mengenai masa depandi warnai oleh antisi pas inya bah
wa kesu lita n-kesu litan saat ini akan terus berlanjut di masa depan. Para klien yang depresi
umumnya men ampilkan keterpakuan pada ide-ide mengenai masa depan. Hara pan-
harapannya se lalu diiringi pandangan negatif. Antisipasinya mengenai masa depan
biasanya merupakan perpanjangan dari pandan gannya men genai keadaan sa at ini. Bila
individu yang depresi ini menganggap dirinya sebagai orang yangdi tola k dan le mah, maka
ia akan mengga mbarkan masa depan sebagai orang yang ditola k atau lemah.

G. PENATALAKSANAAN
1.    Hal-hal yang perlu diperhatikan pada usia lanjut :
a.    Obat-obatan
Beberapa jenis obat seperti digoksin, L-dopa, steroid, penyekat beta dan anti hipertensi
lainnya, pemberian benzodiazepin jangka panjang, fenobarbiton, dan pemakaian neuroleptik
jangka lama dapat mengakibatkan depresi.
b.    Neurobiologik
Perubahan neuroendokrinologik seperti hormon, neurotransmiter (serotonin, dopamin, dll)
menyebabkan usia lanjut rentan terhadap depresi. Depresi pada usia lanjut dapat
diakibatkan oleh proses neurodegeneratif, misalnya depresi sebagai gejala dari demensia.
c.    Psikososial
-       Kepribadian pasien sebelum sakit turut berperan dalam manifestasi gejala depresi,
misalnya orang yang pencemas semasa mudanya ketika mengalami depresi di usia lanjut
memperlihatkan gambaran depresi neurotik yang menyolok.
-       Dukungan sosial yang buruk, kapasitas membina keakraban yang lemah juga
berperan  dalam terjadinya depresi.
-       Berbagai peristiwa kehidupan seperti kematian pasangan, problem keuangan yang
berat, pindah rumah, peringatan peristiwa sedih, anak yang cacat menanjak dewasa, dan
sebagainya lebih sering terjadi pada pasien-pasien usia lanjut dengan depresi dibandingkan
dengan usia lanjut yang sehat.
2.    Gambaran Klinis Depresi Pada Usia Lanjut
Seorang usia lanjut yang mengalami depresi kebanyakan menyangkal
adanya mood depresi. Yang terlihat adalah gejala hilangnya tenaga (loyo), hilangnya rasa
senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991) gejala
yang sering tampil adalah ansietas (kecemasan), preokupasi gejala fisik, perlambatan
motorik, kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri dan insomnia.
Gambaran klinik depresi pada pasien berusia lanjut (dibandingkan dengan pasien yang lebih
muda), adalah mereka lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya disamping mengeluh
tentang gangguan memori, dan umumnya cenderung meminimalkan atau
menyangkal mood depresinya. Hal lain yang tidak menguntungkan adalah pasien usia lanjut
umumnya kurang mau mencari bantuan psikiater karena tak dapat menerima penjelasan
yang bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka alami.
3.    Diagnosis Depresi
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan
banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.
Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu :
 Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung / sedih),
 Hilang minat atau gairah,
 Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti :
 Konsentrasi menurun,
 Harga diri menurun,
 Perasaan bersalah,
 Pesimis memandang masa depan,
 Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
 Pola tidur berubah,
 Nafsu makan menurun.

Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi


Depresi Gejala utama Gejala lain Fungsi Keterangan
Ringan 2 2 Baik Distress ±
Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung
minimal 2
minggu
Berat 3 4 Terganggu berat Intensitas gejala
sangat berat

 Sumber:Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2000                   

H.     PEMERIKSAAN PASIEN DEPRESI


Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah
mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau
prosedur khusus untuk penapisan / skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu
instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri atas
30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi
hanya 15 pertanyaan saja.
Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi, harus dilakukan lagi
pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :
1.    Riwayat klinik / anamnesis
a.    riwayat keluarga
b.    gangguan psikiatri yang lampau
c.    kepribadian
d.   riwayat sosial
e.    ide / percobaan bunuh diri
f.     gangguan-gangguan somatik
g.    perkembangan gejala-gejala depresi

2.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala depresi sering
disertai dengan penyakit fisik.

3.    Pemeriksaan kognitif
Penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) pada usia lanjut yang menunjukkan gejala
depresi bermanfaat dalam tindak lanjut penatalaksanaan pasien. Perbaikan pada MMSE
setelah dilakukan terapi terhadap depresi, menunjukkan bahwa pasien dengan depresi
mengalami masalah konsentrasi dan memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.

4.    Pemeriksaan status mental


-       Penampilan dan perilaku
-       Mood / suasana perasaan hati
-       Pembicaraan
-       Isi pikiran
-       Gejala ansietas
-       Gejala hipokondriakal

5.    Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolik sekunder akibat penyakit
depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya asupan cairan, maka perlu dipertimbangkan
pemeriksaan sebagai berikut :
-       ureum dan elektrolit
-       darah lengkap dan hitung jenis
-       Vitamin B12 dan Folat
-       Tes fungsi Tiroid
-       Foto dada
-       Lain-lain : serum sifilis,Electro Cardio Graphy ( ECG),Electro Encephalo Graphy ( EEG),
CT-scan dst.
5.    Prognosis
Prognosis depresi pada usia lanjut tidaklah berbeda dengan prognosis pada usia yang
lebih muda. Umumnya pasien akan sembuh dan tetap dapat berfungsi dengan baik jika
depresi diobati dan ditatalaksana dengan baik. Hasil terapi yang kurang baik tampaknya
berhubungan dengan episode awal yang parah dan adanya komorbiditas dengan penyakit
kronik.

6.    Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut


1.    Terapi fisik
a.    Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis antidepresan
ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan.
Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-
lahan sampai ada perbaikan gejala.
b.   Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau retardasi
hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali
seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory
problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan
dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan.
2.    Terapi Psikologik
a.    Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-sama dengan
pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun kognitif behavioursama
keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun
kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan
membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya
diri.
b.    Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi
diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir
yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode
ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan,
tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
c.    Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga
dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika
keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut.
Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan
frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap / struktur dalam keluarga yang
menghambat proses penyembuhan pasien.
d.   Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara langsung
dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape recorder.Teknik ini
dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini diperlukan
kursus singkat terapi relaksasi.

7.    Dukungan Keluarga dalam Kaitannya dengan Depresi Pada Lansia


Keluarga memainkan suatu peranan yang signifikan dalam kehidupan pada hampir semua
orang lanjut usia (lansia). Ketika keluarga tidak menjadi bagian kehidupan seseorang yang
telah lansia, umumnya menyebabkan orang tersebut tidak mempunyai tempat tinggal, atau
ada masalah-masalah yang telah berlangsung lama dan keterasingan. Sebaliknya,
kepercayaan yang umum, ketika orang lansia akan membutuhkan bantuan keluarga
menyediakan sekurang-kurangnya 80% dukungan / bantuan. Dibandingkan dengan
"kenyamanan di hari tua", keluarga saat ini menyediakan kepedulian yang lebih luas selama
periode waktu yang lama (Schmall, Pratt, 1993).
Walaupun anak yang telah dewasa adalah suatu sumber utama yang memberi bantuan
terhadap orangtua yang lansia, beberapa trend demografi dan sosial mempunyai akibat /
impak yang signifikan pada kemampuan anggota keluarga dalam menyediakan dukungan.
Hal ini tidak berarti bahwa keluarga bertanggung jawab atas timbulnya depresi pada
seseorang namun sudah jelas bahwa banyak masalah depresi berkisar di seputar kesulitan
dalam cara anggota keluarga saling berkomunikasi dan saling berhubungan.

I.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN ALAM PERASAAN


a. Pengkajian
1)      Faktor Predisposisi
a) Faktor Genetik
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis keturunan.
Frekuensi gangguan alam perasaan pada kembar monozigote dari dizigote.
b) Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan dari perasaan marah yang dialihkan pada diri
sendiri.
Diawali dengan proses kehilangan terjadi ambivalensi terhadap objek yang hilang tidak
mampu mengekspresikan kemarahan marah pada diri sendiri.
c) Teori Kehilangan
Berhubungan dengan faktor perkembangan : misalnya kehilangn orang tua pada masa
anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang sangat dicintai. Individu tidak
berdaya mengatsi kehilangan.
d) Teori Kepribadian
Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan seseorang mengalami
depresi atau mania.
e) Teori Kognitif
Mengemukakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang dipengaruhi oleh
penilaian negative terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan.
f) Teori Belajar Ketidakberdayaan
Mengemukakan bahwa depresi dilmulai dari kehilangan kendali diri, lalu menjdi pasif dan
tidak mampu menghadapi masalah. Kemidian individu timbul dengan keyakinan akan
ketidakmampuam mengendalikan kehidupan sehingga ia tidak berupaya mengembangkan
respon yang adaptif.
g) Model Prilaku
Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian positif selama berinteraksi
dengan lingkungan. 
h) Model Biologis
Mengemukakan bahwa depresi terjadi prubahan kimiawi, yaitu defisiensi katekolamin, tidak
berfungsi endokrin dan hipersekresi kortisol.
2) Faktor Presipitasi
Stresor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi faktor biologis,
psikologis, dan social budaya. Faktor biologis meliputi perubahan fisiologis yang disebabkan
oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma dan
ketidakseimbangan metabolisme. Faktor psikologis meliputi kehilangan kasih sayang,
termasuk kehilangan cinta, seseorang dan kehilangan harga diri. Faktor social budaya
meliputi kehilangan peran, perceraian, kehilangan pekerjaan. 
3) Perilaku dan Mekanisme Koping
Perilaku yang berhubungan dengan depresi bervariasi. Pada keadaan depresi kesedihan
dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi. Mekanisme koping yang
digunakan pada reaksi kehilangan yang memanjang adalah denial dan supresi, hal ini untuk
menghindari tekanan yang hebat. 
Gangguan alam perasaan: depresi

1. Data subyektif:
1. Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering
mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna
lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan
cenderung bunuh diri.
2. Data obyektif:

1. Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila


duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya
jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat
terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan,
sukar tidur dan sering menangis.
Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi
terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak
mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat
perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional),
waham Data Obyektifsa, depersonalisasi dan halusinasi.
Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan
(hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu.
2. Koping maladaptif

1. Data Subyektif : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak
ada harapan.
2. Data Obyektif : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol
impuls.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi


2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.


2. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

   Tindakan:

1. Perkenalkan diri dengan klien


2. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap
empat
3. Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih
banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan
sentuhan, anggukan
4. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan
keinginanny
5. Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan
mudah dimengerti
6. Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.
2. Klien dapat menggunakan koping adaptif

      Tindakan:

1. Beri Data Obyektifrongan untuk mengungkapkan perasaannya dan


mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
2. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan
sedih/menyakitkan
3. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
4. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
5. Beri Data Obyektifrongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling
tepat dan dapat diterima
6. Beri Data Obyektifrongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah
dipilih
7. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan
masalah.
3. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri

      Tindakan:

1. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.


2. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien
untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan
terkunci.
3. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
4. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh
peramat/petugas.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri

      Tindakan:

1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi


keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

      Tindakan:

1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang


terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama
yang dianut).
2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu,
aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

      Tindakan:

1. Diskusikan tentang obat (nama, Data Obyektifsis, frekuensi, efek dan


efek samping minum obat).
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat,
Data Obyektifsis, cara, waktu).
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W. F. 1900. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.


Dalami, E. dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Kaplan, H. I. dkk. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hawari, D. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: EGC
Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai