Anda di halaman 1dari 10

2 .

1 Depresi

2 3.1 Pengertian

Pengertian depresi menurut ilmu kesehatan jiwa (psikiatri), depresi merupakan

penyakit yang bagian-bagiannya terdiri dari sindroma klinik. Sindroma klinik berkaitan

dengan gangguan alam perasaan, alam pikir, dan tingkah laku motoriknya yang

menurun/berkurang (Ibrahim A, 2007).

Ketiga hal ini disebut “ Trias Depresi “. Secara khas di dalam tiga alam tersebut

terlihat tanda-tanda penurunan. Paling sedikit terjadi pengurangan. Yang menonjol adalah

pengurangan atau penurunan tersebut dalam bentuk perasaan yang sedih. Kesedihan ini

berbeda halnya dengan kesedihan duka cita.

Kesedihan yang bersumber dari duka cita berakhir tidak berkepanjangan. Ataupun

kalau hal ini menjadi berkepanjangan, maka perpanjangan waktu kesedihan, tetap

didalam dimesi alam perasaan. Istilahnya untuk hal yang serupa ini disebut denga “ Grief

Reaction” (reaksi berkabung yang berkepanjangan).

Pada keadaan depresi, seseorang merasa bahwa dirinya tidak hanya sedih,

perasaannya menjadi tak senang dan murung. Merasa kasihan pada dirinya sendiri. Jika

dikaji secara seksama, tampil dengan ekspresi emosi dan wajah kesedihan yang luar biasa

sedihnya .

Depresi merupakan bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood)

yang biasa ditandai dengan kemurungan, kesedihan, kelesua, kehilangan gairah hidup,

tidak ada semangat, merasa tidak berdaya, perasaan bersalah, tidak berguna, dan putus

asa (Yosep, 2011).

2 3.2 TRIAS Depresi / Gejala Dasar


Trias depresi merupakan gejala dasar daripada gangguan depresi. Masing- masing terdiri

dari :

a. Tertekannya perasaan. Hal ini dapat terlihat dari air muka yang sedih. Tidak peduli

terhadap dirinya. Mudah menangis, sulit tidur dan hilangnya nafsu makan.

b. Sulit berfikir. Diperlihatkan dalam sikap acuh tak acuh dan dinyatakan serba susah

untuk memusatkan perhatian.

c. Kelambatan psikomotor. Gerakannya lamban tak bergarah. Gangguan ini

merupakan gejala di dalam alam tingkah lakuya.

Gambaran atau gejala yang muncul ke permukaan tidak tampil secara tegas, lebih

banyak tersamarnya ketimbang muncul dalam bentuk aslinya. Umumnya gejala yang

telah disebutkan muncul dalam bentuk gejala agitatif. Pada bentuk atau tipe depresi

terlihat tingkah laku melonjak, bertentangan dengan trias yang tadinya disebut-sebut.

Depresi pun dapat di artikan sebagai suatu perasaan yang bercampur baur antara jengkel,

sedih, murung, putus asa, patah semangat dan hilangnya segala minat (Ibrahim A, 2007).

Sebagian di antaranya walaupun kebanyakan tidak seperti itu, ada yang mirip

dengan kondisi kegilaan (psikotik) terutama pada bentuk depresi yang psikotik.

Kepusktakaan mutakhir menyebutkan bentuk yang semacam ini dinyatakan dengan

gangguan afektif berat. Dikenal dengan istilah dan nama gangguan yaitu gangguan

manik depresi, bisa bipolar atau unipolar (Ibrahim A, 2007).

Gejala dasar sindroma depresi menurut Ayus S.I (2007) adalah sebagai berikut :

1. Suasana Hati yang depresif.

Kesedihan yang dalam, hilang rasa, kekosongan batin, resah dan cemas

2. Proses kelambanan berfikir.


Ketidakmampuan berfikir, gagasan nihilistik, ketidakpuasan dalam hal mengambil

keputusan, kebiasan memamahbiakan pikirannya (pikiran berulang). Bahkan

mungkin bisa dalam bentuk pemikian, suka menghayal.

3. Cacat psikomotor

Kelambanan dalam bergerak (hipomania), kesulitan melakuakn tindakan verbal

(ucapan kata-kata) atau kegelisahan pada psikomotor, ketidakmampuan bersikap

santai dan tidak tergerak untuk mengambil tindakan.

2 3.3 Klasifikasi Depresi

1. Mild depression/ minor depression dan distimia. Depresi ringan merupakan mood yang

rendah datang dan pergi, yang mana penyakit datang setelah kejadian stressful yang

spesifik. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhan untuk mengurangi depresi jenis ini.

Bentuk depresi yang kurang parah disebut distimia. Depresi jenis ini menimbulkan

gangguan mood yang ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak

dapat bekerja optimal.

2. Moderate depression. Depresi sedang merupakan mood yang rendah berlangsung terus

dan individu mengalami gejala fisik walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan

gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya.

3. Severe depression/ major depression. Individu akan mengalami gangguan kemampuan

dalam bekerja, tidur, makan dan menikmati hal yang menyenangkan. Penting untuk

mendapatkan bantuan medis secepatnya (Maslim R, 2003; Elizabeth M Sompie, 2015)

2 3.4 Factor predisposisi dan presipitasi depresi

2 3.4.1 Factor predisposisi


1. Faktor genetic, mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui

garis keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan meningkat pada kembar monozigote

dari dizigote (Puwaningsih, 2010).

2. Teori agresi berbalik pada diri sendiri, mengemukakan bahwa depresi diakibatkan oleh

perasaan marah yang dialihkan pada diri sendiri.Freud mengatakan bahwa kehilangan

objek/orang, ambivalen antara perasaan benci dan cinta dapat berbalik perasaan yang

menyalahkan diri sendiri

3. Teori kehilangan, Berhubungan dengan faktor perkembangan: misalnya kehilangan

orangtua pada masa anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang sangat

dicintai. Individu tidak berdaya mengatasi kehilangan (Puwaningsih, 2010).

4. Teori kepribadian, mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan

seseorang mengalami depresi atau mania.

5. Teori kognitif, mengemukakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang

dipengaruhi oleh penilaian negatif terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan.

6. Model belajar ketidakberdayaan, mengemukakan bahwa depresi dimulai dari kehilangan

kendali diri, lalu menjadi pasif dan tidak mampu menghadapi maslah. Kemudian individu

timbul keyakinan akan ketidakmampuan mengendalikan kehidupan sehinngga ia tidak

berupaya mengembangnkan respon yang adaptif.

7. Model perilaku, mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian

(reinforcement) positif selama berinteraksi dengan lingkungan.

8. Faktor biologis, Model biologi mengeksplorasi perubahan kimia dalam tubuh selama

dalam kondisi tertekan. Tidak ada model kimia tunggal yang adekuat menjelaskan
penyebab gangguan suasana hati. Kelaianan yang ditemukan pada system tubuh selama

mengalami depresi meliputi:

a. Gangguan elektrolit ( khususnya natrium dan kalium).

b. Perubahan neurofisiologis

c. Disfungsi dan kerusakan regulasi aktivitas system saraf otonom, adrenocortical

tiroid, perubahan gonad.

d. Perubahan neurokimia di neurotransmitter terutama di amina biogenic yang

bertindak sebagai system saraf pusat dan neurotransmitter perifer, amina biogenic

terdiri dari tiga kotekaolamin (norepinefrin, dan epinefrin dopamine), serotonin

dan asetilkolin. (Stuart G, 2016).

1) Norepinefrin. Hubungan yang diajukan oleh penelitian ilmu pengetahuan

dasar down regulation reseptor β-andregenik dan respon antidepresan klinis

mungkin adalah salah satu potongan data yang paling menakjubkan yang

menunjukan peranan langsung terhadap system noradregenik pada depresi.

Bukti lain adanya keterlibatan reseptor ini menimbulkan penurunan jumlah

norepinefrin yng dilepaskan (Sadock, 2010).

2) Dopamine. Walapun norepinefrin dan serotonin adalah aminbiogenik yang

paling sering dikatkan dengan patofisiologis depresi, dopamine juga penah

diteorikan memiliki peranan. Data yang mendukung bahwa akrivitas

dopamine berkurang pada depresi dan meningkat pada mania. Penemuan

subtitle baru reseptor dopamine serta meningkatnya pemahaman mengenei

regulasi presinaps dan pascasinaps pada fungi dopamine lebih lanjut telah
memperkaya riset mengenai hubungan antara dopamine dan gangguan mood

(Sadock, 2010).

3) Serotonin. Salah satu teori yang dominan dalam neurobiology dari gangguan

suasana hati adalah hipotesis disregulasi. Teori ini menyatakan bahwa

masalah ada di beberapa system neurotransmitter. Bukti substansial terdapat

pada regulasi abnormal dari serotonin (5-HT) system neurotrasmiter.

Serotonin (5-HT) memiliki peran penting pada fungsi otak seperti agresi,

suasana hati, ansietas,aktivitas psikomotor, dan ritme sirkadian musiman,

fungsi neuroendokrin, suhu tubuh, fungsi kognitif, dan persepsi nyeri sebagai

proses yang normal pada seorag depresi. Ditemukan penurunan ketersediaan

5-Ht pada klien dengan depresi. Terlalu sedikit 5-HT, prekirsor (triproan),

atau metabolit utama ( 5-HIAA) ditemukan dalam cairan serebrospinal atau

darah klien dengan depresidan otak postmortem klien depresi yang meninggal

karenan penyebab lain atau bunuh diri. Serotonin sebagai neuroendokrin juga

memiliki peran peting dalam sekresi hormom pertumbuhan, prolactin, dan

kortisol, yang kesemuanya ditemukan tidak normal pada klien depresi (Stuart

G, 2016).

e. Perubahan sistem endokrin berupa penurunan nafsu makan, penurunan berat

badan, insomnia, berkurangnya gairah seks, gangguan pencernaan, dan variasi

suasana hati. Penelitian saat initentang factor neuroendokrin dalam gangguan

suasana hati menekan hambatan aksis adrenal (HPA) dan aksis hipotalamus (

HPT) (Stuart G, 2016).


f. Hipersekresi kortisol. Fakta ini telah digunakan dalam uji dezamethasone

suppression test (DST).banyak klien depresi menunjukan hipersekresi kortisol.

g. Kelainan Tidur seperti masalah tidur (insomnia inisial terminal, hipersominia).

Para peneliti telah lama mengenali bahwa elektroensofalogram tidur (EEG) pada

banyak orang dengan depresi menunjukan kelainan. Kelainan yang lazim adalah

tidur tertunda, pemendekan latensi rapid eye movement (REM),peningkatan

periode REM pertama serta tidur delta abnormal (Sadock, 2010).

2 3.4.2 Faktor presipitasi

1. Kehilangan kasih Sayang. Kehilangan kasih sayang dapat memicu depresi. Kehilangan

mungkin nyata atau tidak nyata dan mungkin termasuk hilangnya cinta terhadap

seseorang, fungsi fisik, status dan harga diri (Stuart. G, 2016)

2. Peristiwa kehidupan. Peristiwa tersebut termasuk hilangnya harga diri, masalah

interpersonal, kejadian yang tidak diinginkan secara social, dan masalah besar tentang

kehidupan.

3. Ketegangan peran. Dalam menganalisis stressor peran social banyak difokuskan pada

perempuan. Hal ini karena depresi lebih sering terjadi di kalangan perempuan.

Ketegangan peran dalam pernikahan adalah stressor utama yang berhubungan dengan

depresi untuk laki-laki dan perempuan.

4. Perubahan fisiologis. Depresi akibat obat dapat diikuti dengan pengobatan obat

antihipertensi, khususnya reserpine dan penyalahgunaan zat adiktif. Depresi dapat terjadi

secara sekunder karena penyakit fisik sebelumnya.

5. Penilaian terhadap stressor (koping dan mekanime koping). Perilaku dan mekanisme

koping. Pada keadaan depresi kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat
terjadi agitasi. Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang

memanjang adalah denial dan supresi, hal ini untuk menghindari tekanan yang hebat.

Depresi yaitu perasaan berduka yang belum digunalan adalah represi, supresi, denial dan

disosiasi. Tingkah laku mania merupakan mekanisme pertahanan terhadap depresi yang

diakibatkan kurang efektifnya koping menghadapi kehilangan.

2 3.5 Respon Emosional

Gambar 2.1. Rentang Emosional dan Gangguan Suasana Hati


Faktor predisposisi
(Genetik, Kehilangan objek, kepribadian, kognitif, belajar perilaku,
biokimia)

Stressor precipitasi
( Kehilangan, Peristiwa hidup, Peran, Fisiologis)

Penilaian Stressor

Sumber Koping
(Dukungan Sosial, Ekonomi, Penguasaan Diri)

Mekanisme Koping

Konstruktif Destruuktif

Responsif Reaksi kehilangan Supresi Reaksi kehilangan Mania/depresi


yang wajar yang memanjang

(Stuart G, 2016)
1. Reponsive adalah renspons emosional individu yang terbuka dan sadar akan

perasaannya. Pada rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal

dan internal.

2. Reaksi kehilangan yang wajar, merupakan posisi rentang yang normal dialami oleh

individu yang mengalami kehilangan. Pada rentang ini individu yang mengahadapi

realita dari kehilangan dan mengalami proses kehilangan, misalnya bersedih, berhenti

melakukan kegiatan sehari-hari. Reaksi kehilangan tersebut tidak berlangsung lama.

3. Supresi, tahap awal respons emosional yang maladaptif, individu menyangkal,

menekan atau mengtemalisasi semua aspek perasaan terhadap lingkungan. Bila anda

merasa sangat marah/ kesal dengan mengendarai sepeda, biasanya reaksi berduka

memanjang, biasanya reaksi berduka yang memanjang merupakan penyangkalan

yang menetap dan memanjang, tetapi tidak tampak reaksi emosional terhadap

kehilangan. Reaksi berduka yang memanjang ini dapat terjadi beberapa tahun.

4. Mania/depresi merupakan respons emosional yang berat dan dapat dikenal melalui

intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik individu dan fungsi sosial.

2 3.6 Pengukuran Depresi

Pengukuran tingkat depresi dengan menggunakan kuesioner BDI (Beck

Depression Inventory). Keusioner ini berjumlah 21 pertanyaan dengan masing-masing

tercantum nilai antara 0-3 dengan maksud 0 berarti tidak ada gejala, 1 berarti gejala

ringan, 2 berarti gejala sedang, dan 3 berarti gejala berat.

Kuisioner Beck Depression Inventory (BDI) dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

1. Skor 0-10 : normal

2. Skor 11-16 : depresi ringan


3. Skor >17 : depresi klinis

4. Skor 17-20 : batas depresi

5. Skor 21-30 : depresi sedang

6. Skor 31-40 : depresi berat

7. Skor > 41 : depresi ekstrim (Saryono, 2010).

Ibrahim, Ayub S. 2007. Depresi Aku Ingin mati ( Sendiri di Tempat yang ramai). Jakarta : CV.
REF GRAPHIKA.
Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan jiwa. Bandung : Refika Aditama
Stuart, Gail W. 2013.Prinsip Dan Praktik Keperawayan Kesehatan Jiwa Stuart Edisi Indonesia.
Jakarta : Elselvier.
Puwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sadock, Benjamin J. 2010. Kaplan & Sandock Buk Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai