Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Depresi


Depresi merupakan kondisi dimana seseorang mengalami perubahan
perasaan yaitu merasa sedih, kecewa serta merasa kehilangan dan kegagalan
sehingga tidak mampu beradaptasi pada lingkungan (Townsend, 2009).
Depresi adalah kondisi yang mempengaruhi individu secara fisiologis,
afektif, kognitif dan perilaku sehingga merubah respon serta pola yang
biasanya dilakukan (Stuart, 2009).
Kesimpulan dari penjelasan tersebut, depresi adalah suatu kondisi tidak
normal yang terjadi pada seseorang yang disebabkan kurangnya kemampuan
beradaptasi dengan suatu kejadian atau kondisi yang terjadi sehingga
berpengaruh pada kehidupan psikis,fisik maupun sosial individu.

2.2 Epidemiologi
Gangguan depresif bisa terjadi pada semua usia, dengan riwayat keluarga
yang mengalami gangguan depresif, biasanya gangguan ini dimulai pada
usia 15 dan 30 tahun. Usia paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun
dengan rerata pada usia 30 tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai
pada usia 40 tahun (20-50 tahun). Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan
tak ada hubungannya dengan sosioekonomi. Perempuan juga dapat
mengalami depresi pasca melahirkan (DepkesRI, 2007).
Menurut Riskesdas 2018, gangguan depresi di Indonesia adalah sebanyak
6,1% dan hanya 9% penderita depresi yang menjalani pengobatan dan
sisanya sama sekali tidak nmendapatkan pertolongan medis. Prevalensi
Gangguan mental emosional dari tahun 2013 sampai 2018 mengalami
peningkatan dari 6% menjadi 9,8% dan untuk provinsi Kalimantan selatan
dari 5% meningkat menjadi 7% (Riskesdas, 2018).
Hasil survei Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) yang
diumumkan pada bulan Juni 2012 yang lalu hampir semua orang di

7
8

Indonesia sedang mengalami depresi. Menurut survei tersebut 94%


masyarakat Indonesia mengidap depresi dari tingkat ringan sampai paling
berat. Dalam catatan badan kesehatan dunia saat ini 121 juta orang di
Indonesia mengalami depresi. Sebanyak 9,5 persen wanita dan 5,8 persen
pria mengalami episode depresif dalam hidup mereka. Pada 2020
mendatang, depresi diperkirakan menempati peringkat kedua sebagai
masalah kesehatan paling banyak di derita di dunia, setelah masalah pertama
yaitu penyakit jantung (Fadila, 2011).

2.3 Etiologi
Etiologi gangguan depresi melibatkan banyak faktor, seperti faktor genetik,
faktor psikososial, dan faktor biologi (Katona, dkk., 2012). Penyebab
gangguan mental senantiasa dipikirkan dari pandangan organobiologik,
sosiokultural dan psikoedukatif. Dari sis biologik dikatakan adanya
gangguan pada serotonin, neurontransmiter norefinefrin, dan dopamine.
Ketidakseimbangan kimiawi pada otak yang bertugas menjadi penerus
komunikasi antar serabut saraf mengakibatkan tubuh menerima komunikasi
secara salah dalam pikiran, perilaku dan perasaan. Oleh karena itu, tujuan
terapi farmakologik adalah memperbaiki kerja pada neurotransmiter
norefinefrin, dopamine dan serotonin. (Depkes, 2007)

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi depresi dapat dijelaskan melalui beberapa hipotesis berikut:
a. Hipotesis amina biogenik, mengatakan bahwa depresi dikarenakan
menurunnya atau berkurangnya jumlah neurotransmitter serotonin (5-
HT), norepeinefrin (NE), serta dopamin (DA) di dalam otak (Sukandar
dkk., 2009 dalam Yunastuti 2013).
b. Hipotesis sensitivitas reseptor, yaitu diakibatkan perubahan patologis
pada reseptor disebabkan karena terlalu kecilnya stimulasi oleh
monoamina sehingga dapat memicu depresi.
c. Hipotesis desregulasi, mengatakan bahwa tidak beraturannya
neurotransmitter sehingga mengakibatkan gangguan depresi dan
psikiatrik. Dalam teori ini ditekankan pada gagalnya homeostatis sistem
9

neurotransmitter, bukan pada penurunan ataupun peningkatan absolut


aktivitas neurotransmitter (Teter, dkk., 2007 dalam Yunastuti, 2013).

2.5 Faktor Resiko Depresi


Penyebab terjadinya depresi pada individu belum diketahui secara pasti.
Karena gangguan pada depresi berbeda dengan penyakit medis pada
umumnya, maka sulit untuk menjelaskan mekanisme perjalanan gangguan
ini secara anatomi, fisiologis, maupun biokimia. Sampai saat ini, dinyatakan
bahwa penyebab depresi merupakan faktor risiko psikobiologikal kompleks
dan diagnosisnya hanya berdasarkan pada gejala yang ditimbulkan
(Mayasari, 2013). Sementara itu, (Kaplan, dkk., 2010) menyatakan bahwa
depresi dapat dikarenakan oleh berbagai faktor, yaitu faktor genetik, sosial
dan biologis.
2.5.1 Faktor genetik. Genetik adalah salah satu faktor yang berperan di
dalam perkembangan gangguan emosi pada anak, remaja, maupun
dewasa. Beberapa di antara individu dengan gangguan mood
ditemukan bahwa orang tua atau saudaranya juga memiliki riwayat
gangguan mood. Menurut (Kaplan, dkk., 2010) keturunan yang
memiliki salah satu orang tua dengan depresi memiliki risiko untuk
menderita depresi sebesar dua kali dibandingan dengan individu tanpa
riwayat orang tua yang depresi. Apabila kedua orang orang tua
mengalami depresi, maka risikonya dapat meningkat menjadi empat
kali bagi keturunannya.

2.5.2 Faktor biologis. Faktor biologis penyebab depresi sangat berkaitan


dengan gangguan pada sistem endokrin tubuh, yaitu pada hormon dan
neurotransmiter di otak. Pada gangguan depresi ditemukan kadar
kortisol yang meningkat, gangguan respon Thyroid Stimulating
Hormone (TSH) terhadap Thyroglobulin Releasing Factor (TRF),
serta meningkatnya respon hormon pertumbuhan pada prolaktin.
Selain itu, ditemukan pula perubahan kadar norepinefrin, serotonin,
dan dopamin (Mayasari, 2013).
10

2.5.3 Faktor sosial. Stressor psikososial merupakan pemicu depresi pada


individu. Salah satu bentuknya adalah rasa kehilangan, seperti
kehilangan pasangan,orang tua, putus hubungan, dan kehilangan
kepercayaan diri oleh karena berhenti dari pekerjaan (Mayasari,
2013). Menurut teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud,
potensi 17 terjadinya depresi dapat dimulai sejak masa kanak-kanak.
Kehilangan orang yang dicintai pada masa kanak-kanak oleh karena
meninggal, perpisahan, atau penarikan afeksi dapat menyebabkan
perasaan berduka bagi anak. Perasaan tersebut dapat berlanjut
sehingga anak cenderung untuk menyiksa diri sendiri, menyalahkan
diri, dan berujung pada kondisi depresi (Maulida, 2012).

2.6 Tanda Gangguan Depresi

Tanda adanya gangguan depresif yang dialami banyak penduduk di


Indonesia seringkali tidak dikenali. Beberapa individu mengalami perasaan
murung serta sedih dalam kurun waktu yang lama dengan permasalahan
yang berbeda-beda. Perbedaan tanda gangguan depresif sangat luas dari satu
individu ke individu lain. Gejalanya sering bias dalam berbagai keluhan lain
sehingga membuat dokter kesulitan menyadarinya.
Tanda-tanda gangguan depresif yaitu :
a. Pola tidur tidak normal atau sering terbangun dan diselingi mimpi buruk
serta kegelisahan
b. Susah untuk berkonsentrasi di setiap aktivitas kesehariannya
c. Merasa kuatir, cemas dan mudah gusar
d. Kegiatan yang dulunya disukai makin lama makin tidak berminat
e. Malas bangun di pagi hari
Gangguan ini mengakibatkan seluruh bagian tubuh, pikiran serta perasaan
menderita. Gangguan depresi juga mengakibatkan pola tidur dan nafsu
makan penderita, gangguan depresi ini juga mempengaruhi cara berpikir
seseorang tentang bagaimana orang tersebut merasakan dirinya, berpikir
tentang dirinya dan berpikir tentang lingkungan sekitarnya. Depresi
bukanlah suatu keadaan yang dapat dengan mudah dihentikan, depresi
11

bukan pertanda ketidakberdayaan dan kelemahan, atau kemalasan. Pasien


yang menderita gangguan ini depresi tidak dapat dibantu hanya dengan
membuat penderita merasa terhibur. Tanpa adanya terapi, tanda dan
gejalanya tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang singkat. (Depkes,
2007).

Gejala pada gangguan depresif berbeda-beda antara individu, juga


dipengaruhi oleh beratnya gejala. Gangguan depresif mempengaruhi
perasaan, cara pikir serta perilaku seseorang juga kesehatan fisiknya.
Gangguan depresif tidak memiliki simptom fisik yang sama dan pada setiap
orang bervariasi. Keluhan yang paling banyak dirasakan adalah nyeri, sakit
bagian atau seluruh tubuh, dan keluhan sistem pencernaan.Kebanyakan
gejala diakibatkan mereka mengalami stres yang besar, kecemasan dan
kekuatiran terkait gangguan depresifnya. Simptom dapat digolongkan pada
kelompok terkait perubahan dalam cara perasaan, pikiran, dan perilaku.

Perubahan cara berpikir menyebabkan terganggunya konsentrasi dan


pengambilan keputusan mengakibatkan seseorang sulit mempertahankan
ingatan jangka pendek, dan terkesan sering lupa. Pikiran negatif sering
terlintas di pikiran mereka sehingga seseorang tersebut menjadi pesimis,
tidak percaya diri, memiliki perasaan bersalah yang besar, dan mengkritik
diri sendiri. Beberapa individu merusak diri sendiri sampai melakukan
tindakan mengakhiri hidupnya atau membunuh orang lain.

2.7 Gejala Gangguan Depresif


Berikut gejala gangguan depresif :
2.7.1 Perubahan perasaan – murung, merasa sedih, tanpa sebab jelas.
Beberapa individu merasa tidak dapat menikmati apa-apa yang dulu
disukainya, dan tidak dapat merasakan kesenangan apapun. Menjadi
tidak peduli dengan apapun dan motivasi menurun. Perasaan seperti
berada dibawah titik nadir, merasa lelah sepanjang waktu walaupun
tanpa bekerja sekalipun. Perasaan mudah marah dan mudah
tersinggung. Pada keadaan ekstrim khas dengan perasaan putus asa
serta tidak berdaya.
12

2.7.2 Perubahan perilaku – ini adalah cerminan dari perasaan negatif.


Mereka menjadi apatis. Menjadi sulit bertemu atau bergaul dengan
orang, sehingga menyebabkan menarik diri dari pergaulan. Nafsu
makan berubah mendadak, lebih banyak makan atau sebaliknya yaitu
tidak nafsu untuk makan. Sering mengeluh tentang semua hal, marah
dan mengamuk. Seringkali juga sering menangis berlebihan tanpa
sebab jelas. Minat pada seks menurun sampai hilang, tak lagi
mengurus diri, termasuk hal dasar seperti mandi, meninggalkan
tanggung jawab dan kewajiban baik pribadi maupun pekerjaan.
Beberapa orang tidur terus beberapa tak dapat tidur.
2.7.3 Perubahan Kesehatan Fisik – dengan perasaan negatif seseorang
merasa fisiknya tidak sehat selama gangguan depresif. Kelelahan
kronis mengakibatkan ia lebih menyukai berada di tempat tidur tak
melakukan apapun, mungkin tidur banyak ataupun tidak dapat tidur.
Mereka terbaring atau gelisah bangun ditengah malam dan menatap
langit-langit. Gelisah dan tak dapat diam, mondar-mandir sering
menyertai. Keluhan sakit dibanyak bagian tubuh merupakan tanda
khas dari gangguan depresif. Gejala tersebut berjalan demikian lama,
mulai dari beberapa minggu sampai beberapa tahun, dimana perasaan,
pikiran dan perilaku berjalan demikian sepanjang waktu setiap hari.
Jika gejala ini terasa, terlihat dan teramati, maka sudah waktunya
membawanya untuk berobat, sebab gangguan depresif dapat diobati
(Depkes, 2007).

2.8 Diagnosis
Istilah gangguan jiwa adalah pengklasifikasian dalam Pedoman Diagnosis
Gangguan Jiwa-III yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.
Pendekatan untuk gangguan jiwa ini adalah pendekatan sindrom atau
kumpulan gejala, dari hal tersebut didapatkan poin-poin penting untuk
penegakkan diagnosis yaitu :
1. Memiliki gejala secara klinis yang signifikan berupa sindrom atau
pola prilaku maupun sindrom pola psikologik
13

2. Gejala yang dialami tersebut menyebabkan penderita merasakan


ketidaknyamanan seperti gangguan fungsi organ, nyeri
3. Gejala yang dialami tersebut membuat kehidupan sehari-hari
terganggu seperti (berpakaian, mandi, makan dsb).
Para professional dalam bidang kesehatan mental akan mengevaluasi
keadaan penderita melalui wawancara yang terstruktur.
2.8.1 Klasifikasi Depresi
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif adalah
sebagai berikut:
1. Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah ( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit
saja ) dan menurunnya aktivitas.
2. Gejala Lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan psimistik
e. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau
bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan terganggu.
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat hanya
digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama). Episode
depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu
diagnosis gangguan depresif berulang.
14

2.8.2 Pedoman Diagnostik


2.8.2.1 Episode Depresif Ringan
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut diatas
2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya : (a sampai
dengan b).
3) Tidak boleh ada gejala berat diantaranya.
4) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar
2 minggu.
5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya.
2.8.2.2 Episode Depresif Sedang
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan.
2) Ditambah 3 dari gejala lainnya.
3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga,.
2.8.2.3 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
di antaranya harus berintensitas berat.
3) Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau
tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode
depresif berat masih dapat dibenarkan.
4) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangkurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat
cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam
kurun waktu kurang dari 2 minggu.
15

5) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan


sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.
2.8.2.4 Episode depresi berat dengan gejala psikotik
1) Episode depresif berat yang memenuhi criteria depresif berat tanpa
gejala psikotik seperti yang disebutkan diatas. Disertai waham,
halusinasi atau stupor depresif. Waham malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.
2) Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent) (Depkes,
2007).

2.9 Penatalaksanaan Terapi


Tujuan terapi pada pasien depresi mayor adalah untuk mengurangi tanda
dan gejala depresi akut, mengurangi efek samping yang diterima,
memastikan kepatuhan pengobatan, membantu meningkatkan
pengembangan fungsi sebelum depresi, dan mencegah episode lebih parah
(Sukandar, dkk., 2008).
Banyaknya jenis terapi pengobatan, keefektivitan pengobatan juga akan
berbeda-beda antara setiap orang. Psikiater biasanya melakukan medikasi
dengan menggunakan antidepresan agar menyeimbangkan kimiawi otak
pasien. Terapi yang digunakan untuk penderita dipengaruhi oleh hasil dari
evaluasi riwayat kesehatan serta kejiwaan pasien (Depkes, 2007).

Untuk melakukan pengobatan pada penderita dengan gangguan depresi


mayor, ada 3 tahapan yang harus dipertimbangkan antara lain :

a. Fase akut, fase ini berlangsung selama 6 sampai 10 minggu. Pada fase ini
bertujuan agar mencapai masa remisi (tidak ada gejala)
16

b. Fase lanjutan, fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah


mencapai remisi. Pada fase ini bertujuan untuk menghilangkan gejala
sisa atau mencegah kekambuhan kembali
c. Fase pemeliharaan, fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pada fase
ini tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali (Depkes, 2007).

2.10 Farmakoterapi
2.10.1 Obat Antidepresan
Antidepresan merupakan obat yang digunakan untuk memperbaiki
perasaan (mood) yaitu dengan menghilangkan atau meringankan
gejala keadaan sedih yang diakibatkan oleh keadaan sosial –
ekonomi, obat-obatan atau penyakit (Tjay dan Raharja, 2007).
Antidepresan yaitu obat yang digunakan untuk mengobati kondisi
serius yang diakibatkan depresi sedang sampai berat. Kadar NT
(nontransmiter) terutama NE (norepinefrin) dan serotonin dalam
otak sangat berpengaruh terhadap depresi dan gangguan SSP.
Kurangnya kadar NE dan serotonin di dalam otak inilah yang
menyebabkan gangguan depresi, dan jika kadarnya terlalu tinggi
dapat menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan merupakan
obat yang mampu meningkatkan kadar NE serta serotonin di dalam
otak (Prayitno, 2008). Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
(SSRI) merupakan obat terbaru dengan batas keamanan yang luas
dan mempunyai spektrum efek samping obat yang berbeda – beda.
SSRI diduga dapat meningkatkan serotonin ekstraseluler yang
semula mengaktifkan autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan
serotonin dan menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar
sebelumnya. Untuk saat ini SSRI secara umum dapat diterima
sebagai obat lini pertama (Neal, 2006).

2.10.1.1 Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)


1) Antidepresan Trisiklik (TCA)
Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang
mekanisme kerjanya menghambat pengambilan kembali amin
17

biogenik seperti norepinerin (NE), Serotonin ( 5 – HT) dan


dopamin didalam otak, karena menghambat ambilan kembali
neurotransmitter yang tidak selektif,sehingga menyebabkan
efek samping yang besar ( Prayitno, 2008). Antidperesan
trisiklik efektif dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi
digunakan sebagai obat lini pertama, karena efek sampingnya
dan efek kardiotoksik pada pasien yang overdosis TCA
(Unutzer, 2007). Efek samping yang sering ditimbulkan TCA
yaitu efek 9 kolinergik seperti mulut kering, sembelit,
penglihatan kabur, pusing, takikardi, ingatan menurun, dan
retensi urin. Obat – obat yang termasuk golongan TCA antara
lain Amitripilin, Clomipramine, Doxepin, Imipramine,
Desipiramine, Nortriptyline (Teter, dkk., 2007).
2) Antidepresan Tetrasiklik
Mirtazapin adalah satu – satunya obat antidepresan golongan
tetrasiklik. Mekanisme kerjanya sebagai antagonis pada
presinaptic α2 – adrenergic autoreseptor dan heteroreseptor,
sehingga meningkatkan aktivitas nonadrenergik dan
seratonergik ( Teter, dkk., 2007). Mirtazapin bermanfaat
untuk pasien depresi dengan gangguan tidur dan kekurangan
berat badan (Unutzer, 2007). Efek samping yang ditimbulkan
berupa mulut kering, peningkatan berat badan, dan konstipasi
(Teter et al., 2007).
2.10.1.2 Antidepresan Generasi ke-2
1) Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat
antidepresan yang mekanisme kerjanya menghambat
pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap
(gap antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak
meningkat. Peningkatan kadar serotonin dalam sinap diyakini
bermanfaat sebagai antidepresan (Prayitno, 2008). SSRI
memiliki efikasi yang setara dengan antidepresan trisiklik
18

pada penderita depresi mayor (Mann, 2005). Pada pasien


depresi yang tidak merespon antidepresan trisiklik (TCA)
dapat diberikan SSRI ( MacGillvray, dkk., 2003). Untuk
gangguan depresi mayor yang berat dengan melankolis
antidepresan trisiklik memiki efikasi yang lebih besar
daripada SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar SSRI
lebih efektif dibandingkan antidepresan trisiklik , hal ini
dikarenakan antidepresan trisiklik dapat memicu timbulnya
mania dan hipomania ( Gijsman, 2004). Obat antidepresan
yang termasuk dalam golongan SSRI seperti Citalopram,
Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, dan
Sertraline (Teter, dkk.,2007). Fluoxetine merupakan
antidepresan golongan SSRI yang memiliki waktu paro yang
lebih panjang dibandingkan dengan anidepresan golongan
SSRI yang lain, sehingga fluoxetine dapat digunakan satu
kali sehari (Mann, 2005). Efek samping yang ditimbulkan
Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal ( mual,
muntah, dan diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita,
pusing, dan gangguan tidur. Efek samping ini hanya bersifat
sementara (Teter, dkk., 2007).
2) Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
Antidepresan golongan Serotonin /Norepinephrin Reuptake
Inhibitor (SNRI) mekanisme kerjanya mengeblok monoamin
dengan lebih selektif daripada antidepresan trisiklik, serta
tidak menimbulkan efek yang tidak ditimbulkan antidepresan
trisiklik ( Mann, 2005). Antidepresan golongan SNRI
memiliki aksi ganda dan efikasi yang lebih baik
dibandingkan dengan SSRI dan TCA dalam mengatasi remisi
pada depresi parah ( Sthal, 2002). Obat yang termasuk
golongan SNRI yaitu Venlafaxine dan Duloxetine. Efek
samping yang biasa muncul pada obat Venlafaxine yaitu
mual, disfungsi sexual. Efek samping yang muncul dari
19

Duloxetine yaitu mual, mulut kering, konstipasi, dan


insomnia (Teter, dkk., 2007).
3) Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )
Mono Amin Oxidase Inhibitor adalah suatu enzim komplek
yang terdistribusi didalam tubuh, yang digunakan dalam
dekomposisi amin biogenik (norepinefrin, epinefrin,
dopamin, dan serotonin) (Depkes, 2007). MAOI bekerja
memetabolisme NE dan serotonin untuk mengakhiri kerjanya
dan supaya mudah disekresikan. Dengan dihambatnya MAO,
akan terjadi peningkatan kadar NE dan serotonin di sinap,
sehingga akan terjadi perangsangan SSP (Prayitno, 2008).
MAOI memiliki efikasi yang mirip dengan antidepresan
trisiklik. MAOI juga dipakai untuk pasien yang tidak
merespon terhadap antidepresan trisiklik (Benkert, 2002).
Enzim pada MAOI memiliki dua tipe yaitu MAO – A dan
MAO – B. Kedua obat hanya akan digunakan apabila obat –
obat antidepresan yang lain sudah tidak bisa mengobati
depresi ( tidak manjur ). Moclobomida merupakan suatu obat
baru yang menginhibisi MAO – A secara ireversibel, tetapi
apabila pada keadaan overdosis selektivitasnya akan hilang.
Selegin secara selektif memblokir MAO – B dan dapat
digunakan sebagai antidepresan 11 pada dosis yang tinggi
dan beresiko efek samping. MAO – B sekarang sudah tidak
digunakan lagi sebagai antidepresan ( Tjay dan Rahardja,
2007 ). Obat – obat yang tergolong dalam MAOI yaitu
Phenelzine, Tranylcypromine, dan Selegiline. Efek samping
yang sering muncul yaitu postural hipotensi ( efek samping
tersebut lebih sering muncul pada pengguna phenelzine dan
Tranylcypromine ), penambahan berat badan, gangguan
sexual (penurunan libido, anorgasmia) ( Teter, dkk., 2007).
2.10.1.3 Antidepresan lainnya
1) Antidepresan Triazolopiridin
20

Trazodone dan Nefazodone merupakan obat antidepresan


golongan triazolopiridin yang memiliki aksi ganda pada
neuron seratonergik. Mekanisme kerjanya bertindak sebagai
antagonis 5 – HT2 dan penghambat 5 – HT, serta dapat
meningkatkan 5 – HT1A .Trazodone digunakan untuk
mengatasi efek 10 samping sekunder seperti pusing dan
sedasi, serta peningkatan availabilitas alternatif yang dapat
diatasi ( Teter, dkk., 2007). Efek samping yang ditimbulkan
oleh Trazodone adalah sedasi, gagguan kognitif, serta pusing.
Sedangkan efek samping yang ditimbulkan Nefazodone yaitu
sakit kepala ringan, ortostatik hipotensi, mengantuk, mulut
kering, mual, dan lemas ( Teter, dkk., 2007).
2) Antidepresan Aminoketon Antidepresan golongan
aminoketon adalah antidepresan yang memiliki efek yang
tidak begitu besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin.
Bupropion merupakan satu – satunya obat golongan
aminoketon (Teter, dkk., 2007). Bupropion bereaksi secara
tidak langsung pada sistem serotonin, dan efikasi Bupropion
mirip dengan antidepresan trisiklik dan SSRI (Mann, 2005).
Bupropion digunakan sebagai terapi apabila pasien tidak
berespon terhadap antidepresan SSRI (Mann., 2005). Efek
samping yang ditimbulkan Bupropion yaitu mual, muntah,
tremor, insomnia, mulut kering, dan reaksi kulit ( Teter, dkk.,
2007).
21

Tabel 2.1. Antidepresan yang digunakan untuk terapi (DiPiro.,2015).

Nama Generik Dosis Awal Dosis lazim


(ng/ml) (mg/hari)
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
Citalopram 20 20 – 40
Escitalopram 10 10 – 20
Flouxetine 20 20 – 60
Fluvoxamine 50 50 – 300
Paroxetine 20 20 – 60
Sertraline 50 50 – 200
Serotonin/Norepinefrin Reuptake Inhibitor
Desvenflaxine 50 50
Doloxetine 30 30 – 90
Vanlafaxine 37,5-75 75 – 225
Tricyclic antidepressants(TCAs)
Amitriptyline 25 100 – 300
Desipramine 25 100 – 300
Doxepin 25 100 – 300
Imipramine 25 100 – 300
Nortriptyline 25 50 – 150
Norepinephrine and Dopamine Reuptake
Inhibitor (NDRI)
Bupropion 150 150 – 300
Mixed Serotonin Effect (Mixed 5-HT)
Nefazodone 100 300 – 600
Trazodone 50 150 – 300
Vilazodone 10 40
Serotonin and α2-Adrenergic Antagonist
Mirtazapine 15 15 - 45
Monoamine Oxidase Inhibitor (MAOIs)
Phenelzine 15 30 – 90
Selegiline (Transdermal) 6 6 – 12
Tranylcypromine 10 20 - 60
Konversi aSI untuk kasus di mana rentang referensi untuk campuran obat induk dan
metabolit aktif dihitung berdasarkan rasio 1: 1 .
22

Gambar 1.1 Algoritma untuk terapi depresi tanpa komplikasi (DiPiro.,2015).


23

2.11 Terapi Nonfarmakologi

2.11.1 Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi pengembangan untuk menghilangkan
atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya
gangguan pola perilaku maladatik. Teknik psikoterapi terdiri dari teori
terapi tingkah laku, terapi interpersonal dan terapi untuk pemecahan
sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif dan dapat menunda
terjadinya relapse selama menjalani terapi lanjutan pada depresi
ringan dan sedang (Depkes, 2007). Pasien dengan depresi major parah
dan atau dengan psikotik tidak direkomendasikan menggunakan
psikoterapi. Psikoterapi merupakan pilihan utama pada pasien
penderita depresi ringan atau sedang (Teter, dkk., 2007).
2.11.2 Electro Convulsive Theraphy (ECT )
Depkes RI (2007) mengatakan ECT merupakan terapi dengan
melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi ini sering digunakan
untuk kasus depresif berat atau mempunyai risiko mengakhiri hidup
yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.
Terapi ECT terdiri dari 6 – 12 terapi dan tergantung pada tingkat
keparahan penderita. Terapi ini dilakukan 2 sampai 3 kali dalam
seminggu dan sebaiknya terapi dilakukan oleh psikiater yang sudah
berpengalaman (Mann, 2005).
Pada pasien dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting
karena ECT dapat menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT
lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek. Terapi
antidepresi yang pasti dengan obat atau kejang listrik (ECT)
membutuhkan beberapa minggu atau lebih lama dan tidak dilakukan
dalam UGD. Namun demikian, agitasi, ansietas, dan insomnia dapat
diobati (Kaplan, dkk., 1997).

2.12 Terapi Tambahan

Terapi Tambahan adalah terapi yang digunakan untuk meningkatkan efek


dari antidepresan serta mencegah terjadinya mania.
24

2.12.1 Mood Stabilizer


Lithium dan Lomotrigin biasa digunakan sebagai mood stabilizer.
Litium merupakan suatu terapi tambahan yang efektif pada
penderita yang tidak memberikan respon pada pemberian
monoterapi antidepresan. Lomotrigin merupakan antikonvulsan
yang bertujuan untuk mereduksi glutamateri serta dapat juga
digunakan sebagai agen terapi tambahan pada pasien depresi
mayor (Barbosa, dkk., 2003), juga digunakan pada terapi dan
pencegahan relapse pada pasien depresi bipolar (Yatham, 2004).
Beberapa mood stabilizer yang lain adalah Valproic acid,
Carbamazepin dan divalproex ini semua digunakan pada terapi
mania pada pasien bipolar disorder. Valproate dan Divalproex
digunakan agar mencegah kekambuhan kembali (Mann, 2005).

2.12.2 Antipsikotik
Antipsikotik digunakan bertujuan untuk meningkatkan efek
antidepresan. Ada 2 macam antipsikotik yaitu typical antipsikotik
dan atypical antipsikotik.Obat Chorpromazine, Fluphenazine, dan
Haloperidol termasuk typical antipsikotik .Antipsikotik typical
bekerja memblok dopamine D2 reseptor. Atypical antipsikotik
hanya digunakan untuk terapi pada pasien depresi mayor resisten
(Kennedy, 2003) dan bipolar depresi (Keck, 2005). Obat – obat
yang termasuk dalam atypical antipsikotik yaitu clozapine,
olanzapine, dan aripripazole (Mann, 2005).

2.13 Konsep Cognitive Behavior Therapy (CBT)


2.13.1 Pengertian CBT
CBT adalah terapi yang berfokus pada masalah, bersifat aktif dan secara
langsung membantu klien untuk melihat apa sebenarnya yang
menyebabkan mereka tertekan (Center for CBT, 2006)
CBT adalah terapi yang di dasarkan dari gabungan beberapa intervensi
yang dirancang untuk merubah cara berpikir dan memahami perilaku dan
situasi sehingga mengurangi frekuensi respon negatif dan emosi yang
25

mengganggu. (Epigee, 2009) Pengertian lain menyebutkan bahwa CBT


merupakan sebuah terapi psikososial yang mengintegrasikan perbaikan
perilaku melalui pendekatan restrukturisasi kognitif (Martin, 2010).

2.13.2 Tujuan Cognitive Behavior Therapy


Tujuan dari Cognitive Behaviour therapy yaitu untuk memperbaiki pola
pikir, bertindak, emosi, dengan memperbaiki fungsi otak dalam
memutuskan, menganalisa, bertanya, berbuat, dan mengambil keputusan
kembali. Dengan merubah status pikiran dan emosinya, pasien
diharapkan dapat merubah perilaku menjadi positif (Oemarjoedi, 2003).

2.14 Kerangka Konsep

Pencarian data di web : studi yang membandingkan


google /;[p antidepresan generasi kedua dengan
scholar,Sciendirect,Pub cognitif
med
behavior therapy untuk pengobatan awal
depresi

Kriteria Pasien : Pasien rawat jalan


Analisis Mengenai :
Dewasa (18 tahun atau lebih) Intervensi
Respon,Remisi , dan
dengan antidepresan generasi kedua dan
kekambuhan
atau cognitive behavior theraphy

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

Anda mungkin juga menyukai