TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Gangguan depresif bisa terjadi pada semua usia, dengan riwayat keluarga
yang mengalami gangguan depresif, biasanya gangguan ini dimulai pada
usia 15 dan 30 tahun. Usia paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun
dengan rerata pada usia 30 tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai
pada usia 40 tahun (20-50 tahun). Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan
tak ada hubungannya dengan sosioekonomi. Perempuan juga dapat
mengalami depresi pasca melahirkan (DepkesRI, 2007).
Menurut Riskesdas 2018, gangguan depresi di Indonesia adalah sebanyak
6,1% dan hanya 9% penderita depresi yang menjalani pengobatan dan
sisanya sama sekali tidak nmendapatkan pertolongan medis. Prevalensi
Gangguan mental emosional dari tahun 2013 sampai 2018 mengalami
peningkatan dari 6% menjadi 9,8% dan untuk provinsi Kalimantan selatan
dari 5% meningkat menjadi 7% (Riskesdas, 2018).
Hasil survei Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) yang
diumumkan pada bulan Juni 2012 yang lalu hampir semua orang di
7
8
2.3 Etiologi
Etiologi gangguan depresi melibatkan banyak faktor, seperti faktor genetik,
faktor psikososial, dan faktor biologi (Katona, dkk., 2012). Penyebab
gangguan mental senantiasa dipikirkan dari pandangan organobiologik,
sosiokultural dan psikoedukatif. Dari sis biologik dikatakan adanya
gangguan pada serotonin, neurontransmiter norefinefrin, dan dopamine.
Ketidakseimbangan kimiawi pada otak yang bertugas menjadi penerus
komunikasi antar serabut saraf mengakibatkan tubuh menerima komunikasi
secara salah dalam pikiran, perilaku dan perasaan. Oleh karena itu, tujuan
terapi farmakologik adalah memperbaiki kerja pada neurotransmiter
norefinefrin, dopamine dan serotonin. (Depkes, 2007)
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi depresi dapat dijelaskan melalui beberapa hipotesis berikut:
a. Hipotesis amina biogenik, mengatakan bahwa depresi dikarenakan
menurunnya atau berkurangnya jumlah neurotransmitter serotonin (5-
HT), norepeinefrin (NE), serta dopamin (DA) di dalam otak (Sukandar
dkk., 2009 dalam Yunastuti 2013).
b. Hipotesis sensitivitas reseptor, yaitu diakibatkan perubahan patologis
pada reseptor disebabkan karena terlalu kecilnya stimulasi oleh
monoamina sehingga dapat memicu depresi.
c. Hipotesis desregulasi, mengatakan bahwa tidak beraturannya
neurotransmitter sehingga mengakibatkan gangguan depresi dan
psikiatrik. Dalam teori ini ditekankan pada gagalnya homeostatis sistem
9
2.8 Diagnosis
Istilah gangguan jiwa adalah pengklasifikasian dalam Pedoman Diagnosis
Gangguan Jiwa-III yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.
Pendekatan untuk gangguan jiwa ini adalah pendekatan sindrom atau
kumpulan gejala, dari hal tersebut didapatkan poin-poin penting untuk
penegakkan diagnosis yaitu :
1. Memiliki gejala secara klinis yang signifikan berupa sindrom atau
pola prilaku maupun sindrom pola psikologik
13
a. Fase akut, fase ini berlangsung selama 6 sampai 10 minggu. Pada fase ini
bertujuan agar mencapai masa remisi (tidak ada gejala)
16
2.10 Farmakoterapi
2.10.1 Obat Antidepresan
Antidepresan merupakan obat yang digunakan untuk memperbaiki
perasaan (mood) yaitu dengan menghilangkan atau meringankan
gejala keadaan sedih yang diakibatkan oleh keadaan sosial –
ekonomi, obat-obatan atau penyakit (Tjay dan Raharja, 2007).
Antidepresan yaitu obat yang digunakan untuk mengobati kondisi
serius yang diakibatkan depresi sedang sampai berat. Kadar NT
(nontransmiter) terutama NE (norepinefrin) dan serotonin dalam
otak sangat berpengaruh terhadap depresi dan gangguan SSP.
Kurangnya kadar NE dan serotonin di dalam otak inilah yang
menyebabkan gangguan depresi, dan jika kadarnya terlalu tinggi
dapat menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan merupakan
obat yang mampu meningkatkan kadar NE serta serotonin di dalam
otak (Prayitno, 2008). Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
(SSRI) merupakan obat terbaru dengan batas keamanan yang luas
dan mempunyai spektrum efek samping obat yang berbeda – beda.
SSRI diduga dapat meningkatkan serotonin ekstraseluler yang
semula mengaktifkan autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan
serotonin dan menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar
sebelumnya. Untuk saat ini SSRI secara umum dapat diterima
sebagai obat lini pertama (Neal, 2006).
2.11.1 Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi pengembangan untuk menghilangkan
atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya
gangguan pola perilaku maladatik. Teknik psikoterapi terdiri dari teori
terapi tingkah laku, terapi interpersonal dan terapi untuk pemecahan
sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif dan dapat menunda
terjadinya relapse selama menjalani terapi lanjutan pada depresi
ringan dan sedang (Depkes, 2007). Pasien dengan depresi major parah
dan atau dengan psikotik tidak direkomendasikan menggunakan
psikoterapi. Psikoterapi merupakan pilihan utama pada pasien
penderita depresi ringan atau sedang (Teter, dkk., 2007).
2.11.2 Electro Convulsive Theraphy (ECT )
Depkes RI (2007) mengatakan ECT merupakan terapi dengan
melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi ini sering digunakan
untuk kasus depresif berat atau mempunyai risiko mengakhiri hidup
yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.
Terapi ECT terdiri dari 6 – 12 terapi dan tergantung pada tingkat
keparahan penderita. Terapi ini dilakukan 2 sampai 3 kali dalam
seminggu dan sebaiknya terapi dilakukan oleh psikiater yang sudah
berpengalaman (Mann, 2005).
Pada pasien dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting
karena ECT dapat menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT
lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek. Terapi
antidepresi yang pasti dengan obat atau kejang listrik (ECT)
membutuhkan beberapa minggu atau lebih lama dan tidak dilakukan
dalam UGD. Namun demikian, agitasi, ansietas, dan insomnia dapat
diobati (Kaplan, dkk., 1997).
2.12.2 Antipsikotik
Antipsikotik digunakan bertujuan untuk meningkatkan efek
antidepresan. Ada 2 macam antipsikotik yaitu typical antipsikotik
dan atypical antipsikotik.Obat Chorpromazine, Fluphenazine, dan
Haloperidol termasuk typical antipsikotik .Antipsikotik typical
bekerja memblok dopamine D2 reseptor. Atypical antipsikotik
hanya digunakan untuk terapi pada pasien depresi mayor resisten
(Kennedy, 2003) dan bipolar depresi (Keck, 2005). Obat – obat
yang termasuk dalam atypical antipsikotik yaitu clozapine,
olanzapine, dan aripripazole (Mann, 2005).