Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Gangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling
sering terjadi. Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3-8 %
dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. World Health
Organization menyatakan bahwa gangguan depresif berada pada urutan
keempat penyakit di dunia. Gangguan depresif mengenai sekitar 20% wanita dan
12% laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan
jumlah penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati
urutan kedua penyakit di dunia.
Gejala utama depresi yaitu afek depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Sedangkan Gejala lainnya berupa
konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, dan pandangan masa depan yang
suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
tidur terganggu dan nafsu makan terganggu. Gejala-gejala depresi adalah perasaan
kesedihan yang berlebihan, putus asa, dan keputusasaan, serta ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas seperti biasa, perubahan pola tidur dan nafsu makan,
kehilangan energi, dan pikiran untuk bunuh diri.

Antidepresan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu Selective


Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), Serotonin/Norepinephrine Reuptake
Inhibitors (SNRI), Triciklic Antidepressants (TCA), Antagonis 5-HT2, dan
Monoamine Oksidase Inhibitors (MAOI). Perbedaan jenis antidepresan
membedakan efektivitas, keamanan dan efek samping oleh karena itu pemilihan
antidepresan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain, tolerabilitas, reaksi obat
sebelumnya, kondisi medis yang menyertai, interaksi obat dan faktor harga yang
sesuai dengan kemampuan pasien.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Depresi merupakan suatu gangguan yang terdiri dari pada tingkat yang
bervariasi, suasana hati yang tidak baik, pesismisme, letargi dan hilangnya minat
dalam menghadapi berbagai bentuk kesenangan. (Ashraf M and Lionel R, 2013).
Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood
sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan
episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan
depresif unipolar serta bipolar (DEPKES RI, 2007).
Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut kerja
otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan
ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian
seseorang. Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood,
merupakan periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan
suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur
dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan
minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh diri.
Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka
orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari
pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.
(DEPKES RI, 2007)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresif dapat terjadi pada semua umur, dengan riwayat keluarga
mengalami gangguan depresif, biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun. Usia

2
paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun dengan rerata pada usia 30
tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai pada usia 40 tahun (20-50
tahun). Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan tak ada korelasinya dengan
sosioekonomi. Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan anak.
Beberapa orang mengalami gangguan depresif musiman, di negara barat biasanya
pada musim dingin. Gangguan depresif ada yang merupakan bagian gangguan
bipolar (dua kutub: kutub yang satu gangguan depresif, kutub lainnya mania).
Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi seumur hidup
kira-kira 15%, pada perempuan mungkin sampai 25%. Perempuan mempunyai
kecenderungan dua kali lebih besar mengalami gangguan depresif daripada laki-
laki. Alasan dalam penelitian di negara barat dikatakan karena masalah
hormonal, dampak melahirkan, stressor dan pola perilaku yang dipelajari.
Gangguan depresif sangat umum terjadi, setiap tahun lebih dari 17 juta orang
Amerika mengalaminya (DEPKES RI, 2007).
Banyak orang mengalami gangguan depresif terkait dengan penggunaan
napza dan alkohol karena napza terdiri dari substansi kimia yang
mempengaruhi fungsi otak, terus menggunakan napza akan membuat zat
kimiawi otak mengalami ketidakseimbangan, sehingga mengganggu proses pikir,
perasaan dan perilaku (DEPKES RI, 2007).

2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Penyebab gangguan jiwa senantiasa dipikirkan dari sisi organ biologik,
sosiokultural dan psikoedukatif. Dari sisi biologik dikatakan adanya gangguan
pada neurotransmiter norefinefrin, serotonin dan dopamin. Ketidakseimbangan
kimiawi otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut
saraf membuat tubuh menerima komunikasi secara salah dalam pikiran,
perasaan dan perilaku. Karena itu pada terapi farmakologik maka terapinya
adalah memperbaiki kerja neurotransmitter norefinefrin, serotonine dan
dopamin.
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan
bipolar, terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu

3
bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut. Episoda
pertama gangguan seringkali dipicu oleh stresor psikososial pada mereka yang
biologiknya rentan. Gangguan depresif juga mungkin dialami oleh mereka yang
tidak mempunyai faktor biologik sebagai kontributor terhadap terjadinya
gangguan depresif, hal ini lebih merupakan gangguan psikologik (DEPKES RI,
2007).
Berbagai faktor psikologik memainkan peran terjadinya gangguan
depresif. Kebanyakan gangguan depresif karena faktor psikologik terjadi pada
gangguan depresif ringan dan sedang, terutama gangguan depresif reaktif.
Gangguan depresif reaktif biasanya didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian
diri selama masa pengobatan. Mereka dengan rasa percaya diri rendah,
senantiasa melihat dirinya dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika
mereka mengalami stres besar, mereka cenderung akan mengalami gangguan
depresif. Para psikolog menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan
depresif mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan
perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam
keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru
perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar dengan
proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam
kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor
lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha seseorang
mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita
mengapa masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada
anggota keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam
suasana pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak
biasa, maka anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi
terhadap gangguan depresif (DEPKES RI, 2007).
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai,
pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit
kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif.
Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan

4
campuran yang membuat gangguan depresif muncul (DEPKES RI, 2007).

2.4 TANDA - TANDA DAN GEJALA KLINIS


Tanda gangguan depresif yang melanda jutaan orang di Indonesia
setiap tahun, seringkali tidak dikenali. Beberapa orang merasakan perasaan sedih
dan murung dalam jangka waktu cukup lama dengan latar belakang yang
berbeda-beda. Variasi tanda sangat luas dari satu orang ke orang lain, dari satu
waktu ke waktu pada diri seseorang. Gejalanya sering tersamar dalam berbagai
keluhan sehingga seringkali tidak disadari juga oleh dokter.
Tanda gangguan depresif itu adalah :
a. Pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk diselingi
kegelisahan dan mimpi buruk
b. Sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari
c. Selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas
d. Aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan
e. Bangun tidur pagi rasanya malas (DEPKES RI, 2007).
Gangguan depresif membuat seluruh tubuh sakit, juga perasaan dan
pikiran. Gangguan depresif mempengaruhi nafsu makan dan pola tidur, cara
seseorang merasakan dirinya, berpikir tentang dirinya dan berpikir tentang
dunia sekitarnya. Keadaan depresi bukanlah suatu kesedihan yang dapat
dengan mudah berakhir, bukan tanda kelemahan dan ketidakberdayaan, bukan
pula kemalasan. Mereka yang mengalami gangguan depresif tidak akan tertolong
hanya dengan membuat mereka bergembira dengan penghiburan. Tanpa terapi
tanda dan gejala tak akan membaik selama berminggu-minggu, berbulan-bulan
bahkan bertahun (DEPKES RI, 2007).
Gejala gangguan depresif berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya,
dipengaruhi juga oleh beratnya gejala. Gangguan depresif mempengaruhi pola
pikir, perasaan dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya. Gangguan
depresif tidak mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang

5
dan bervariasi dari satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan
adalah sakit, nyeri bagian atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan.
Kebanyakan gejala dikarenakan mereka mengalami stres yang besar, kekuatiran
dan kecemasan terkait dengan gangguan depresifnya. Simptom dapat
digolongkan dalam kelompok terkait perubahan dalam cara pikir, perasaan dan
perilaku.
a. Perubahan cara berpikir – terganggunya konsentrasi dan pengambilan
keputusan membuat seseorang sulit mempertahankan memori jangka
pendek, dan terkesan sebagai sering lupa. Pikiran negatif sering
menghinggapi pikiran mereka. Mereka menjadi pesimis, percaya diri
rendah, dihinggapi perasaan bersalah yang besar,dan mengkritik diri
sendiri. Beberapa orang merusak diri sendiri sampai melakukan tindakan
bunuh diri atau membunuh orang lain.
b. Perubahan perasaan – merasa sedih, murung, tanpa sebab jelas. Beberapa
orang merasa tak lagi dapat menikmati apa-apa yang dulu disenanginya,
dan tak dapat merasakan kesenangan apapun. Motivasi menurun dan
menjadi tak peduli dengan apapun. Perasaan seperti berada dibawah
titik nadir, merasa lelah sepanjang waktu tanpa bekerja sekalipun.
Perasaan mudah tersinggung, mudah marah. Pada keadaan ekstrim khas
dengan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
c. Perubahan perilaku – ini merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka
menjadi apatis. Menjadi sulit bergaul atau bertemu dengan orang,
sehingga menarik diri dari pergaulan. Nafsu makan berubah drastis,
lebih banyak makan atau sulit membangkitkan keinginan untuk makan.
Seringkali juga sering menangis berlebihan tanpa sebab jelas. Sering
mengeluh tentang semua hal, marah dan mengamuk. Minat seks sering
menurun sampai hilang, tak lagi mengurus diri, termasuk mengurus hal
dasar seperti mandi, meninggalkan tanggung jawab dan kewajiban baik
pekerjaan maupun pribadi. Beberapa orang tak dapat tidur, beberapa tidur
terus.
d. Perubahan Kesehatan Fisik – dengan emosi negatif seseorang merasa

6
dirinya tidak sehat fisik selama gangguan depresif. Kelelahan kronis
menyebabkan ia lebih senang berada di tempat tidur tak melakukan
apapun, mungkin tidur banyak atau tidak dapat tidur. Mereka terbaring
atau gelisah bangun ditengah malam dan menatap langit-langit. Keluhan
sakit dibanyak bagian tubuh merupakan tanda khas dari gangguan
depresif. Gelisah dan tak dapat diam, mondar-mandir sering menyertai.
Gejala tersebut berjalan demikian lama, mulai dari beberapa minggu
sampai beberapa tahun, dimana perasaan, pikiran dan perilaku berjalan
demikian sepanjang waktu setiap hari. Jika gejala ini terasa, terlihat dan
teramati, maka sudah waktunya membawanya untuk berobat, sebab
gangguan depresif dapat diobati (DEPKES RI, 2007).

2.5 DAMPAK GANGGUAN DEPRESIF


Gangguan ini bukan hanya mengimbas orang yang mengalaminya
tetapi juga membuat dampak pada anggota keluarga dan lingkungan. Karena
gangguan depresif, seseorang menjadi kehilangan minat, termasuk minat pada
pemeliharaan diri sampai aktivitas pekerjaan. Dengan demikian akan membuat
kerugian ekonomi di tempat kerja karena seseorang tak lagi dapat bekerja,
sementara itu keluarga yang perlu merawatnya juga kehilangan waktu dan
tenaga, serta terganggu aktivitas kesehariannya. Gangguan depresif yang
serius akan merusak hubungan antar orang termasuk dalam keluarga (DEPKES
RI, 2007), Dampaknya adalah, mengganggu kehidupan sosial ekonomi,
meningkatkan angka ketidak hadiran di sekolah dan tempat kerja sehingga
produktivitas menurun. Menurut penelitian National Institute of Mental Health
(NIMH), di Amerika kehilangan 44 juta dollar setahun karena gangguan depresif.
Selain itu gangguan depresif juga mengganggu kehidupan berkeluarga serta
dapat menimbulkan gangguan emosional yang hebat sehingga dapat
mengancam keselamatan diri, orang lain, dan lingkungannya (DEPKES RI,
2007).
Gangguan depresif merupakan kondisi psikologik yang berasal dari
gangguan otak, mengubah cara pikir dan perasaan, mengubah perilaku sosial,

7
mengganggu rasa sehat pada fisik seseorang, seperti:
a. Letih tanpa bekerja apapun atau hanya sedikit beraktivitas
b. Malas bekerja ketika mengalami masalah serius
c. Kehilangan minat apapun yang mendalam dan berlangsung lama
d. Bermanifestasi sebagai gangguan fisik yang diwujudkan dalam bentuk
kunjungan ke dokter yang selalu berganti-ganti (shopping doctor).
Banyak penderita gangguan depresif tidak mendapatkan pengobatan
tepat karena :
a. Gejalanya tak dikenali sebagai gangguan depresif dan lebih banyak
dianggap sebagai gangguan fisik sehingga diobati tanpa
mempedulikan apa yang mendasarinya
b. Penderita yang mengalami gangguan depresif karena hanya dianggap
orang malas, lemah, dan manja sehingga tidak dibawa ke pelayanan
kesehatan
c. Adanya stigma dimasyarakat bahwa gangguan depresif adalah
gangguan jiwa.
d. Penderita yang mengalami gangguan depresif tidak berdaya
untuk mencapai layanan kesehatan
Dengan diagnosis tepat, hampir 80% yang diobati menunjukkan
perbaikan suasana hati dan penyesuaian diri dengan situasi kehidupan (DEPKES
RI, 2007).

2.6 Tipe Gangguan Depresif


Bentuk gangguan ini ada dua (diluar gangguan bipolar atau
gangguan mania- depresif) yakni :
a. bentuk akut dan biasanya berulang, dikenal sebagai gangguan episode
depresif.
b. Bentuk kronik dan biasanya lebih ringan gejalanya, dikenal sebagai
distimia.

Gangguan bipolar juga dikenal sebagai gangguan mania-depresif, suatu


bentuk gangguan depresif dengan suasana hati yang berayun dari murung (saat

8
depresi) ke sangat gembira (saat mania) yang seringkali membawa perilaku
risiko tinggi dan merusak diri. Kebanyakan individu dengan gangguan
bipolar mempunyai masa episode gangguan depresif dan episode hipomania.
Pada episode depresif setidaknya ada dua gejala utama dari hal berikut :
suasana perasaan murung atau sedih, hilangnya minat atau anhedonia, hilangnya
energi yang secara umum tampak sebagai kelelahan. Gejala ini seringkali disertai
dengan gejala psikologik seperti perasaan bersalah, ide bunuh diri, upaya bunuh
diri dan gejala fisik seperti perlambatan gerak motorik atau sebaliknya agitasi
(mengamuk) dan gangguan makan serta tidur.
Pada gangguan depresif kronik, distimia, terdapat perasaan murung
selama sekurangnya dua tahun dengan masa remisi (perbaikan) tidak lebih lama
dari dua bulan. Suasana perasaan murung ini diikuti dengan gejala psikologik
seperti putus asa, tak berdaya, dan gejala fisik seperti gangguan tidur. Bentuk
gangguan depresif berkepanjangan seperti ini sulit untuk diterapi karena
penderita menganggap gejala mereka sebagai bentuk dari ciri sifat mereka
(DEPKES RI, 2007)

2.7 DIAGNOSIS
Dalam klasifikasi Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa-III terbitan
Departemen Kesehatan, yang menganut klasifikasi WHO : ICD-X, digunakan
istilah gangguan jiwa dan tidak ada istilah penyakit jiwa. Pendekatan gangguan
jiwa adalah pendekatan sindrom atau kumpulan gejala, dalam hal ini sindroma
atau pola perilaku, atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup
bermakna dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau
hendaya di dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia (DEPKES RI,
2007).
Pemahaman diatas memberi gambaran bahwa untuk membuat diagnosis
gangguan jiwa perlu didapatkan butir-butir :
a. Adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom atau pola perilaku,
sindrom atau pola psikologik
b. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan, seperti rasa nyeri,

9
tidak nyaman, gangguan fungsi organ dsb.
c. Gejala klinis menimbulkan disabilitas dalam aktivitas sehari-hari seperti
mengurus diri (mandi, berpakaian, makan dsb) (DEPKES RI, 2007).

Mengumpulkan gambaran klinis menuju diagnosis untuk mendapatkan


terapi setiap gangguan emosi termasuk gangguan depresif, maka langkah
pertama yang harus ditempuh adalah menghubungi dokter, psikiater dan
psikolog klinis yang tersebar di puskesmas, rumah-rumah sakit yang
mempunyai bagian psikiatri, atau rumah sakit jiwa. Para profesional dalam
bidang kesehatan jiwa akan memulai evaluasi keadaan kesehatan melalui
wawancara restruktur (DEPKES RI, 2007).
Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik telah
menerbitkan Modul Anxietas dan Gangguan depresif bagi Dokter, dimana di
dalamnya terdapat algoritma MINI (Mini International Neuropsychiatric
Interview). MINI merupakan alat diagnostik untuk mengenali gangguan jiwa
secara cepat setelah suatu pelatihan. Alat ini berupa rangkaian pertanyaan yang
diajukan melalui wawancara, yang harus dijawab penderita dengan ya atau tidak.
Mini Gangguan depresif dibuat oleh Lecrubier dan Sheehan (1998) dan dialih
bahasakan oleh Yayasan Depresi Indonesia bekerjasama dengan Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik (2002) MINI terlampir dalam buku ini. Dengan alat
wawancara ini kita dapat mengenal berbagai jenis gangguan depresif (DEPKES
RI, 2007).
Uraian riwayat sakit fisik dan jiwa, riwayat keluarga, obat yang pernah
diberikan terapis sebelumnya serta gangguan di masa lalu perlu diambil
dalam memahami terjadinya gangguan depresif dalam diri individu untuk
penanganan selanjutnya. Riwayat penggunaan obat antidepresan atau obat
lainnya perlu diperoleh, guna membantu menentukan obat dan efektivitas obat
yang dipilih (DEPKES RI, 2007).

2.8 PENATALAKSANAAN TERAPI


Banyak jenis terapi, efektivitas akan berbeda dari orang ke orang dari
waktu ke waktu. Psikiater memberikan medikasi dengan antidepresan dan

10
medikasi lainnya untuk membuat keseimbangan kimiawi otak penderita. Pilihan
terapi sangat bergantung pada hasil evaluasi riwayat kesehatan fisik dan
mental penderita. Pada gangguan depresif ringan seringkali psikoterapi saja
dapat menolong. Tidak jarang terapi memerlukan psikofarmaka antidepresan.
Medikasi akan membantu meningkatkan suasana hati sehingga relatif penderita
lebih mudah ditolong dengan psikoterapi dan simptomnya cepat menurun
(DEPKES RI, 2007).
Setiap individu mempunyai kebutuhan dan latar belakang yang berbeda,
sehingga terapinya disesuaikan dengan kebutuhannya. Terapi juga
dipengaruhi oleh masalah pribadi kehidupan penderita. Jika mereka juga
menggunakan napza atau mempunyai ketergantungan pada hal lain, seringkali
tanda dan gejala gangguan depresif mengalami distorsi, atau menjadi diperbesar
dan nampak tidak dapat dipulihkan (DEPKES RI, 2007).
Rujukan penderita ke layanan terapi profesional sangatlah diperlukan.
Terapi yang dapat dipercaya oleh penderita memberikan dorongan kuat untuk
pemulihan. Terapi diarahkan pada pemikiran positif penderita untuk
membalikkan pikiran dan perasaan negatifnya. Pengobatan gangguan depresif
tersedia dan gangguan depresif dapat diobati (DEPKES RI, 2007).
Jika penderita mengalami gangguan depresif berat, dan gejalanya sangat
membuat tidak berdaya maka perlu diketahui bahwa anti depresan tidak
menyembuhkan gangguan depresif, tetapi mengurangi sampai menghilangkan
gejala. Psikoterapi akan membantu penderita belajar adaptasi diri menghadapi
permasalahan yang muncul dalam kehidupannya yang berpotensi mencetuskan
gangguan depresif. Pola pikir negatif dan sikap pesimistik perlu digantikan
dengan perilaku yang diubah melalui pendekatan psikoterapi (DEPKES RI,
2007).
Penderita dengan gangguan depresif perlu didukung dengan empati,
dengan menekankan bahwa mereka dapat ditolong dan diobati. Kebanyakan
dari mereka merasa putus asa dan merasa tidak berdaya. Hindari ketidak-
empatian seperti mengatakan kepada mereka untuk senyum, bergembira, jangan
malas, bergaul dsb. Ini akan membuat mereka lebih terpuruk. Evaluasi dan

11
observasi penderita akan kemungkinan bunuh diri, keluarga diminta bantuannya
untuk mengawasi hal ini. Tujuannya adalah untuk mengamankan penderita dari
tindak mengakhiri kehidupan (DEPKES RI, 2007).

2.9 TERAPI FISIK DAN TERAPI PERUBAHAN PERILAKU


a. Electro Convulsive Therapy ( Ect )
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi
semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko
bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.
Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena
ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah
sakit menjadi lebih pendek. Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT,
bahkan pada beberapa kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT
tidak dianjurkan pada keadaan :
1. Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )
2. Masih sekolah atau kuliah
3. Mempunyai riwayat kejang
4. Psikosis kronik
5. Kondisi fisik kurang baik
6. Wanita hamil dan menyusui (DEPKES RI, 2007).
Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita
epilepsi, TBC milier, tekanan tinggi intra kracial dan kelainan infark jantung.
Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan,
pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek
samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek
samping kecil.
Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang
mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih
sehat. Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour
Therapy) yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater
(DEPKES RI, 2007).

12
b. Terapi Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik
atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan
hubungan profesional antara terapis dengan penderita (DEPKES RI, 2007).
Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara
individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik
yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan,
empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk
melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau
penderitanya (DEPKES RI, 2007).

2.10 OBAT ANTIDEPRESAN

Indikasi utama untuk obat antidepresan adalah mengobati MDD (Major


Deperesiv Disorde) atau disebut gangguan depresi mayor, yang ditandai mood
murung hamper sepanjang waktu, hilangnya minat atau kesenangan hampir semua
aktivitas kehidupan. Antidepreswan telah disetujui oleh FDA (Food and Drug
Administration) untuk mengobati gangguan panic, gangguan cemas generalisasi (
Generalized anxienty disorder, GAD), Gangguan stress pasca trauma (Post-
Traumatic stress Disorder, PTSD), Gangguan obsersif kompulsif (Obsersiv
Compulsiv Disorder, OCD). Selain itu antidepresan sering digunakan sebagai
obatgangguan nyeri misalnya nyeri neuropatik atau nyeri fibromyalgia. Beberapa
juga digunakan mengobati gangguan disforik prahaid ( premensual dhysphoric
disorder, PMDD), mengurangi gejala vasomotorikmenopause dan mengobati
stress urinary incontinence. Karena itu antidepresan memiliki spectrum
pemakaian yang luas dalam praktek kedokteran. Namun pemakaian utama sebagai
terapi MDD (Bertram K., Susan M., Anthony T., 2014).
Antidepresan yang tersedia saat ini terdiri dari berragam tipe kimiawi.
Perbedaan ini dan perbedaan dalam molekul sasaran mereka menjadi dasar untuk
membedeakan beberapa subgolongan

13
a. Selective Seretonin Reuptake Inhibitor (SSRI, Inhibitor Selektif Penyerapan
Ulang Seretonin)
Suatu golongan obat yang secara kimiawi menghambat pengangkut serotonin
(serotonin transporter, SERT). Obat golongan ini merupakan antidepresan yang
paling sering digunakan secara klinis.
Indikasi sebagai depresi mayor, SSRI memiliki indikasi pada GAD, PTSD, OCD,
gangguan panic, PMDD dan bulimia.
Interaksi tersering dengan SRRI adalah interaksi farmakokinetik. Sebagai
CONTOH, paroksetin dan fluoksetin merupakan inhibitor poten CYP2D6 (table
1). Karena itu pemberian dengan subrat 2D6 misalnya TCA dapat menyebabkan
peningkatan kosentrasi anti depresan trisiklik secara drastic dan kadang tidak
terduga. Hasinya berupa toksisitas akibatb TCA. DEmikian juga fluksosamin,
suatu inhibitor CYP3A4 dapat meningkatkan substrat-substrat berupa enzim ini
yang diberikan bersama-sama misalnya diltiazem dan memicu bradikardia atau
hipotensi. SSRI lainnya misalnya silatopram dan esilatropam, relative bebas dari
interaksi farmakokinetik. Interaksi yang paling serius dengan SSRI adalah
interaksi farmakodinamikdengan MAOI yang menimbulkan sindrom serotonin.
(Bertram K., Susan M., Anthony T., 2014).

Contoh Interaksi lainnya (Ashraf M and Lionel R, 2013) :


Obat yang menimbulkan efek Obat yang dipengaruhi Efek yang diamati
Paroksetin Kodein Kehilangan Efikasi
Paroksetin Respiridon Peningkatan kadar plasma
Fluoksetin Fentermin Peningkatan Kadar plasma
Fluoksetin, norfluoksetin, Fenitoin Peningkatan kadar plasma
flufoksamin,
paroksetin,sentralin
Sertralin Alprazolam Tidak ada efek
Fluoksetin, flufoksamin, Benzodiazepin Peningkatan kadar plasma
paroksetin
SSRI TCA Peningkatan kadar plasma

14
b. Selective Serotonim-norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) dan Antidepresan
Trisiklik (TCA).
Dua kelas antidepresan yang bekerja sebagai inhibitor penyerapan ulang serotonin
dan neuropinefrin. TCA dahulu adalah golongan antidepresan utama sampai
diperkenalkan SSRI pada tahun 1980 dan 1990-an
Indikasi SNRI digunakan sebagai pengobatan fibromyalgia dan neuropati, rasa
cemas generalisasi, stress urinary incontinence dan gejala vasomotorik
menopause.
Indikasi TCA : Digunakan pada kondisi yang tidak responsive terhadap obat-obat
antidepresan yang umum digunakan misalnya SSRI atau SNRI juga dapat
digunakan untuk kondisi-kondisi nyeri enuresis dan insomnia.
SNRI memiliki interaksi CYP450 yang lebih sedikit dibandingkan SSRI.
Venlafaksin adalah suatu substrat tetapi bukan inhibitor CYP2D6 atau
insoenzimlain, semntara desvenlafaksin adalah substrat minor untuk CYP3A4.
Duloksetin adalah inhibitor moderat CYP2D6 dan karenanya dapat
meninghkatkan kadar TCA dan substrat CYP2D6 lainnya. Seperti semua anti
depresan seretologin , SNRI dikontra indikasikan untuk dikombinasikan dengan
MAOI.
Peningkatan kadar TCA dapat terjadi jika obat dapat dikombinasikan dengan
inhibitor CYP2D6 atau karena factor konstitusi. Kombinasi suatu inhibitor
CYP2D6 dan suatu TCA yang lambat metabilismenya obat ini dapat
menghasilkan efek aditif.
Juga terdapat efek TCA aditif misaalnya efek antikolinergik atau anti histamine
jika obat ini dikombinasikan obat yang memiliki sifat sifat tersebut misalnya
benztropin atau difenhidramin. Demikian juga obat antihipertensi dapat
memperparah hipotensi ortostatik yang dipicu oleh TCA (Bertram K., Susan M.,
Anthony T., 2014).

Contoh interaksi lain:


Amitripin + fluoksetin

15
Konsentrasi plasma darah amitripin meningkat (Ashraf M and Lionel R, 2013)

SNRI; Venlafaxine + bupropion


Bupropoin akan meningkatkan kosentarasi plasma venlavaxine (Baxter K,. 2008).

TCA + CCB (diltiazem)


Imipramin dan diltiazem dapat meningkatkan kosentrasi plasma Imipramin
(Baxter K,. 2008).

c. Antagonis 5-HT2
Dua antidepresan bekerja sebagai antagonis direseptror 5-HT2
Indikasi : depresi mayor, juga dapat digunakan sebagai pengobatan rasa cemas.
Nefasodon adalah inhibitor insoenzim CYP3A4, sehingga obat ini dapat
meningkatkan kadar dan karenannya memperparah efek samping obat yang
dependent CYP3A4. Contonya kadar triazolam meningkat oleh pemberian
bersamaan nefazodon. Demikian juga pemberian nefazodon bersama simvastatin
dilaporkan menyebabkan peningkatan 20 kali lipat kadar simvasrtatin darah.
(Bertram K., Susan M., Anthony T., 2014).

Contoh interaksi lainnya:


Nefazodone + Reboxatine
Nefazodone akan meningkatkan konsentrasi plasma dari reboxetine (Baxter K,.
2008).

Trazodon + Gingo Biloba


Interaksi dapat menyebabka pasien berpotensi koma dalam beberapa hari (Baxter
K,. 2008).

d. Antidepresan Tetrasiklik dan Urisiklik


Merupakan obat jarang yang digunakan dan direspkan.

16
Bupropion dimetabolisme terutama oleh CYP2B6 dan metabolismenya dapat
dipengaruhi obat seperti siklofosfamid yang merupakan substrat 2B6. Metabolit
utama Bupropoin, hidroksibupropion, adalah inhibitor CYP2B6sehingga dapat
meningkatkan kadar despiramin.
Mirtazapin adalah substrat beberapa enzim CYP450, karena itu obat-obat yabg
menghambat isoenzim ini dapat meningkatkan kadar mirtazapine.
Amoksapin dan maprotilin juga berinteraksi dengan obat obat lain seperti
umummnya golongan TCA. Keduanya adalh substrat CYP2D6 dan perlu
digunakan hati-hati jika dikombinasikan inhibitor seperti fuoksetin (Bertram K.,
Susan M., Anthony T., 2014).

Contoh interaksi lainnya:


Bupropion + carbamazepine
Carbamazepine menurunkan level maksimum dalam plasma dan AUC dari
bupropion (Baxter K,. 2008).

Maprotiline + respiridone
Respiridone menaikan efek plasma level dari maprotiline (Baxter K,. 2008).

e. Inhibitor Monoamin Oksidasi, MAOI


Merupakan salah satu golongan antidepresan utama diperkenalkan pada
tahun 1950-an tetapi kini jarang digunakan dalam praktis klinis, karenatoksisitas
dan kemungkinan toksisitas obat dan makanan yang fatal.
Indikasi : Pengobatan pada gannguan cemas, termasuk kevemasan sosila dan
gangguan panic.
MAOI berkaitan dengan dua golangan interaksi obat serius. Pertama adalh
interaksi farmakodinamik MAOI dengan obat serotonergic, seperti SSRI, SNRI,
dan sebagian besar TCA serta beberapa analgesic misalnya mepridin. Kombinasi
MAOI dengan obat serotonergic ini dapat menyebabkan sindrom serotonin yang
mengancam nyawa.

17
Interaksi kedua MAOI dengan kombinasi tiramin dalam makanan atau
substrat simpatomimetik MAO. MaOI mencegah penguraian tiramin di usus
menyebabkan mengkatnya efeknoradrenergik perifer, termasuk meningkatnya
tekanan darah, dan bahkan stroke. Karena itu pasien yang mendapatkan MAOI
harus mendapatkan diet yang rendah tiramin dan menghindari makanan sepert
keju, bir, sosis kering.
Obat simpatomimetika serupa juga dapat menyebabkan hipertensi
signifikan jika dikombinasikan dengan MAOI. Karena itu obat flu tanpa resep
yang mengandung psedeoefedrin dan fenilpropalamin dikontraindikasikan untuk
pasien yang mendapat MAOI (Bertram K., Susan M., Anthony T., 2014).

Ringkasan Antidepresan (Bertram K., Susan M., Anthony T., 2014).

Subkelas Mekanisme kerja Efek Penggunaan klinis Farmakokinetik, toksisitas,


interaksi

SSRI : Blokade yang sangat selektiv Peningkatan akut aktivitas Depresi mayor,gangguan Waktu paruh dari 15-75 jam.
terhadap pengangkut serotonin. sinaps seretonergik cemas, gangguan panik Toksisistas ditoleransi baik, tapi
Fluoksetin menyebabkan disfungsi seksual.
Perubahan yang lebih Resiko sindrom serotonin dengan
Sitalopram lambat pada beberapa jalur MAOI.
sinyal dan aktivitas
Esitalopram neurotrofik Interaksi ada yang menghambat
CYP (fluoksetin2D6, 3A4;
Sertraline
fluvoksamin 1A2; paroksetin
2D6)

SNRI: Blokade selektif moderat Peningkatan akut aktivitas Depresi mayor, Toksisitas: Antikolinergik, sedasi,
terhadap NET dan SERT sinapsis serotonergic dan gangguan nyeri kronik, hipertensi (venlafaksin).
Duloksetin adrenergic fibromialga, gejala
perimenopaus INteraksi: sebagian menghambat
Venflaksin Lainnya seperti SSRI CYP (duloksetin, desfenlavaksin)

Antidepresan Trisilik Blokade campuran dan variasi Seperti SNRI plus Depresi mayor yang Waktu paruh panjang
(TCA) terhadap NET dan SERT blockade signifikan tidak beresponterhadap
reseptor sistemotonom dan obat lain, gangguan nyeri Substrat CYP
Imipramin reseptor histamine kronik, intekonintensia,
gangguan obsesif Toksisitas: antikolinergik, efek
Banyak yang lainnya komplusif menghambat alfa, mengantuk
penambahan berat, aritmia, dan
kejang jika kelebihan dosis.

Interaksi: Penginduksi dan


penghambat CYP

Anatgonis 5HT2 Menghambat reseptor 5-HT2A. Trazodon membentuk Depresi mayor, sedasi Waktu paruh relative singkat.
Nefrazodon juga menghambat suatu metabolit (m-cpp) dan hypnosis (trazodon).
Nefazodon SERT secara lemah yang menghambat reseptor Toksisitas: blockade ringan
5-HT reseptor alfa dan H1 (trazodon).
Trazodon
Interaksi: Nefazodonb
menghambat CYP3A4.

18
Tetrasiklik, Unisiklik: Meningkatkan aktivitas Pelepasan Katekolamin Depresi mayor Metabolisme ekstensif dihati
norepinefrin dan dopamine prasinaps, tetapi tidak
Bupropion (buproprion). berefek pada 5- Sedasi Toksisitas: menurunkan ambang
HT(bupropion). kejang (amoksapin, bupropion)
Amoksapin Meningkatkan pelepasan Berhenti merokok Sedasi dan penambahan berat
norepinefrin, 5-HT (Mirtazapin) Amoksapin dan maprotilin (bupropion) badan (Mirtazapin).
Maprotilin mirip TCA
Interaksi: Inhibitor CYP2D6
Mirtazapin (bupropion)

Inhibitor Monoamin Blokade MAO-A dan MAO-B Penyerapan transdermis Depresi mayor yang Eliminasi sangat lambat.
Oksidase (MAOI) (fenilzin, nonselektif). Selegilin mencapai kadar tidak responsif terhadap
yang dapat menghambat obat lain Toksisitas hipotensi, insomnia.
Fenelzin Inhibisi MAO-B selektif MAO-A
ireversibble (selegilin dosis Interaksi: Krisis hiper sensitive
Tranilsipromin rendah) dengan tiramin, simpatomimetika
tak langsung, sindrom serotonin
Selegilin dengan obat seretonergik,
meperidin.

Beberapa interaksi obat- CYP450 (Bertram K., Susan M., Anthony T., 2014).

Enzim Substrat Inhibitor Penginduksi


1A2 Antidepresan Trisiklic Amin Tersies Flufoksamin, fluoksetin, Tembakau,
(TCA, duloksetin, teofilin, fenasetin, moklobemid, ramelteon Omeprazole
TCA (demitilasi), klozapin, diazepam,
cafein
2C19 TCA, Sitalopram, warfarin, tolbutamid, Fluoksetin, fluvoksamin, Rifampin
fenitoin, diazepam sertraline, impramin,
ketoconazole, omeprazole
2D6 TCA, Benztropin, perfenazin, kolzapin, Fluvoksetin, paroksetin, Fenorbabital,
haloperidol, kodein, risperidon, duloksetin, hidroksibupropion, rifampicin
antiarirma kelas 1, penghambat beta, metadon, simetidin,
trazodon, paroksetin, maprotilin, haloperidol, kunidin, ritonavir.
amoksapin, duloksetin, mitrazapin,
venlavaksin, bupropion.
3A4 Sitalopram, esitalopram, TCA, Flusosamin, nefozodon, Barbiturat,
glukokortiroid, androgen/estrogen, sertraline, fluoksetin, glukorkotiroid,
karbamazepin, eritromicin, inhibitor simetidin, fluconazole, firampin,
protease, slinedafil, alprazolam, eritromicin, inhibitor protease, modafinil,
triazolam, vinkristin/vinblastine. ketokonasole, verapamil. karbamazepin

19
BAB III
KESIMPULAN

Depresi merupakan suatu gangguan yang terdiri dari pada tingkat yang
bervariasi, suasana hati yang tidak baik, pesismisme, letargi dan hilangnya minat
dalam menghadapi berbagai bentuk kesenangan.
Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai
masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode
depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif
unipolar serta bipolar.
Indikasi utama untuk obat antidepresan adalah mengobati MDD (Major
Deperesiv Disorde) atau disebut gangguan depresi mayor, yang ditandai mood
murung hamper sepanjang waktu, hilangnya minat atau kesenangan hampir semua
aktivitas kehidupan.
Antidepresan telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration)
untuk mengobati:
• gangguan panic,
• gangguan cemas generalisasi ( Generalized anxienty disorder, GAD),
• Gangguan stress pasca trauma (Post-Traumatic stress Disorder,
• PTSD),
• Gangguan obsersif kompulsif (Obsersiv Compulsiv Disorder, OCD)
Obat Antidepresan terdiri dari:
• Selective Seretonin Reuptake Inhibitor (SSRI, Inhibitor Selektif
Penyerapan Ulang Seretonin)
• Selective Serotonim-norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) dan
Antidepresan Trisiklik (TCA).
• Antagonis 5-HT2
• Antidepresan Tetrasiklik dan Urisiklik
• Inhibitor Monoamin Oksidasi, MAOI

20
DAFTAR PUSTAKA

Bertram K., Susan M., Anthony T., 2014, Farmakologi dasar dan klinik volume 1
edisi 12. Buku penerbit kedokteran. JAkarta

Baxter K,. 2008. Stockley Drug interaction 8th. Pharmautical Press. Great Britain.

DEPKES, 2007. Pharmaceutical care untuk penderita gangguan depresif.


Deperteman Kesehatan. Jakarta

Mozayani, 2013. Buku Ajar Interaksi Obat. Penerbit Buku kedokteran Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai