Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Depresi


dapat terjadi pada semua usia termasuk remaja. Gangguan depresi ini dapat
menimbulkan penderitaan yang berat. Depresi menjadi masalah dalam kesehatan
masyarakat.1Prevalensi penderita depresi pada usia remaja menunjukkan
peningkatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan usia kanak-kanak dan usia
dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Radloff dan Rutter pada remaja-remaja di
antara ras-ras yang berbeda menemukan bahwa simtom depresi meningkat mulai
dari masa kanak-kanak ke masa remaja, dan tanda meningkatnya depresi muncul
antara usia 13-15 tahun, mencapai puncaknya sekitar usia 17-18 tahun, dan
kemudian menjadi stabil pada usia dewasa.2
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi akan
menduduki peringkat kedua dalam peringkat beban penyakit global pada tahun
2020. Depresi akan menjadi penyebab kematian kedua setelah kardiovaskuler
pada tahun 2020. Depresi diperkirakan mempengaruhi hampir 340 juta orang di
seluruh dunia.3
Pada tahun 2002 terdapat 154 juta orang yang mengalami depresi di dunia
dengan sedikitnya terdapat 5,8% laki-laki dan 9,5% perempuan mengalami satu
kali episode depresi pada kehidupannya. Menurut perkiraan, saat ini terdapat 350
juta orang telah terjangkit depresi di seluruh dunia. Depresi telah menjadi
penyakit serius sehingga Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental (WFMH)
menentukan tema Hari Kesehatan Jiwa dengan judul Depresi: Suatu Krisis
Global pada tanggal 10 Oktober 2012.4
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007,
persentase masyarakat pada umur 15 tahun atau lebih di Indonesia dengan
gangguan kecemasan dan depresi terdiri dari 11,6% atau sekitar 19 juta orang.
Sementara itu, prevalensi individu yang mengalami gangguan mental serius terdiri

dari 0,46% atau sekitar 1 juta orang. Prevalensi angka depresi dan kecemasan di
Jakarta berdasarkan Riskesdas 2007 adalah 14,1% sehingga melampaui angka
nasional sebesar 11,6%.4
Istilah depresi dapat merujuk pada jenis perasaan tertentu (simtom),
kumpulan simtom (sindrom), dan gangguan klinis. Depresi dapat merujuk pada
keadaan subyektif seperti rasa kecewa, putus asa, atau tidak bahagia. Depresi juga
dapat diartikan sebagai gangguan klinis dengan sifat, karakteristik, dan simtomsimtom tertentu.4
Depresi pada remaja ditandai dengan adanya perubahan tingkat fungsi
disertai dengan suasana perasaan depresi atau hilangnya minat pada hampir
seluruh aktivitas.3Anak remaja yang mengalami depresi akan menunjukkan
gejala-gejala seperti perasaan sedih yang berkepanjangan, suka menyendiri, sering
melamun di dalam kelas/ di rumah, kurang nafsu makan atau makan berlebihan,
sulit tidur atau tidur berlebihan, merasa lelah, lesu atau kurang bertenaga, serasa
rendah diri, sulit konsentrasi dan sulit mengambil keputusan. Selain itu merasa
putus asa, gairah belajar berkurang, tidak ada inisiatif, hipoaktif atau hiperaktif.
Anak remaja dengan gejala-gejala depresi akan memperlihatkan kreativitas,
inisiatif dan motivasi belajar yang menurun, sehingga akan menimbulkan
kesulitan belajar sehingga membuat prestasi belajar anak menurun dari hari ke
hari.1
Gangguan depresi pada remaja tidak dapat diabaikan dan dibiarkan tanpa
penanganan karena berisiko untuk berkembang menjadi gangguan depresi pada
saat dewasa. Depresi pada remaja lebih mungkin berlanjut pada usia dewasa
dibandingkan dengan depresi pada anak. Depresi meningkat secara drastis dari
usia anak ke remaja sebanyak 17% pada usia remaja tengah hingga remaja akhir.
Peningkatan depresi terjadi sebesar enam kali lipat dari usia 15 tahun sebesar 3%
dan meningkat menjadi 17% pada usia 18 tahun.4
Pada remaja, depresi berhubungan dengan kesehatan yang buruk dan
perubahan perilaku, termasuk risiko yang lebih tinggi terkait gangguan perilaku,

kecemasan, penyalahgunaan zat, praktek seksual yang tidak aman, dan


kemungkinan lebih besar dalam perkelahian.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Depresi
Istilah depresi pertama kali dikenalkan oleh Meyer (1905) untuk
menggambarkan suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang
disertai gejala-gejala psikologis lainnya, gangguan somatik (fisik),
maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan
digolongkan ke dalam gangguan afektif.1
American Psychiatric Association (APA) memberikan definisi
depresi merupakan perasaan sedih atau kosong yang disertai dengan
penurunan minat terhadap aktivitas yang menyenangkan, gangguan tidur
dan pola makan, penurunan kemampuan berkonsentrasi, perasaan bersalah
yang berlebihan, dan munculnya pikiran tentang kematian atau bunuh
diri.5
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta
bunuh diri.6Pendapat lain menyatakan bahwa depresi adalah suatu kondisi
yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa
aminergik neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps
neuron di susunan saraf pusat (terutama pada sistem limbik).7
B. Definisi Masa Perkembangan Anak Remaja
Masa perkembangan anak dibagi oleh banyak ahli dalam beberapa
periode dengan tujuan untuk mendapatkan wawasan yang jelas tentang
definisi dan perkembangan anak. Hal ini disebabkan karena pada saat-saat
perkembangan tertentu anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri
dan tingkah laku karakteristik yang hampir sama. Menurut Kartono,
periode perkembangan anak terdiri dari masa bayi 0-1 tahun (periode
vital), masa kanak-kanak usia 6-12 tahun (periode intelektual), dan periode
pueral usia 12-14 tahun (pra-pubertas atau puber awal).8

Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa


kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik,
perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Masa remaja merupakan
masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya
kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20
tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.8
Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefinisikan remaja
adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 1220 tahun anak laki- laki. Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1979
mengenai Kesejahteraan Anak, remaja adalah yang belum mencapai 21
tahun dan belum menikah. Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, anak dianggap remaja apabila telah
mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
tinggal. Menurut Undang-Undang

nomor 1 tahun 1979, tentang

Perkawinan, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu


umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.
Menurut Dinas Kesehatan, anak dianggap sudah remaja apabila anak
sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
Adapun menurut WHO, anak dinyatakan remaja jika telah mencapai umur
10-18 tahun.8
C. Faktor Risiko
Meskipun faktor risiko depresi pada anak dan remaja

dapat

dikategorikan dari biologis, psikologis, atau lingkungan, namun faktorfaktor tersebut saling terkait. Misalnya, depresi pada orangtua sangat
terkait dengan depresi pada masa kanak-kanak dan remaja. Anak dari
orangtua dengan depresi memiliki risiko tiga kali lipat lebih besar terkena
depresi dibandingkan mereka yang orangtuanya tidak memiliki riwayat
tersebut.
Selanjutnya, usia ketika faktor risiko terjadi mungkin memprediksi
depresi di masa mendatang. Anak-anak didiagnosis dengan kondisi
kesehatan seperti diabetes mellitus atau asma antara usia tiga dan lima
tahun cenderung memiliki episode depresif utama. Demikian juga, anak-

anak usia lima tahun yang dinilai oleh guru sering bermusuhan sangat
berisiko terkena depresi.9
D. Etiopatofisiologi
Faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor
biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. Dari faktor biologi, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti:
5 HIAA (5-hidroksi-indol-asetic-acid), HVA (homo-vanilic-acid), MGPH (5methoxy-0-hydroksi-phenil-glikol),

di

dalam

darah,

urin,

dan

cairan

serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait


dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin
dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien
memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa
norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi. Selain itu aktivitas
dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan
yang menurunkan konsentrasi dopamine, seperti respirin, dan penyakit dimana
konsentrasi dopamin menurun, seperti parkinson, adalah disertai gejala
depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin,
amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi.8
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin,
menerima input neuron yang mengandung neurotransmitter-amin-biogenic.
Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi
ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik.
Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin-biogenic-central.
Aksis neuro-endokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan
aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak
diteliti. Hipersekresi corticotropin realising hormone (CRH) merupakan
gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi.
Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya kerusakan pada sistem umpan
balik kortisol di sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem
monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH. Sekresi CRH
dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan

dengan para-ventriculer-nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada


sistem endokrin

dan

fungsinya

diatur

oleh

sistem

limbik.

Emosi

mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan CRH. Pada


orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen
berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin
seperti

methyl-phenyl-tetrahydro-prydine

(MPTP),

neurotoxin6-

hydroxydopamine (6-OHDA) dan methamphetamine. Estrogen bersama


dengan antioksidan juga merusak monoamine-oxidase.8
Kehilangan saraf atau penurunan nuerotransmiter. Sistem saraf pusat
mengalami kehilangan secara selektif pada sel-sel saraf selama proses menua.
Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama
rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar
pada sel-sel di dalam lokus serolus, substansia nigra, serebelum dan bulbus
olfaktorius. Bukti menunjukan bahwa ada ketergantungan dengan umur
tentang

penurunan

aktivitas

dari

noradrenergik,

serotonergik,

dan

dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun


menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an
tahun.7
Dari faktor genetik, penelitian genetik dan keluarga menunjukan
bahwa angka risiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu
yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali
dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada
kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot. Pengaruh genetik terhadap
depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat
penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses
menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap
penyakit adalah genetik.8
Dari faktor psikososial, menurut Freud dalam teori psikodinamikanya,
penyebab depresi adalah kehilangan objek yang dicintai. Ada sejumlah faktor
psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut
usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial
tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman

atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri,


keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif. Faktor psikososial
meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan
intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan
penyakit fisik.8
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa
kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan
yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. Peristiwa kehidupan
penyebab stres lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari
episode selanjutnya.8
Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan
utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan
hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan
yang paling berhubungan dengan onset episode depresi adalah kehilangan
pasangan. Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang
yang dicintai, atau stressor kronis, misalnya kekurangan finansial yang
berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan
dapat menimbulkan depresi.8
Dari faktor kepribadian, beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat
pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga
mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian
antisosial dan paranoid, yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif,
mempunyai risiko yang rendah.8
Dari faktor psikodinamika, berdasarkan teori psikodinamika Freud,
dinyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi.
Dalam upaya untuk mengerti depresi, Freud mendalilkan suatuhubungan
antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan
yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi
dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin
merupakan cara satu satunya bagi ego untukmelepaskan suatu objek. Freud
membedakan melankolia atau depresi dari duka cita, atas dasar bahwa pasien
terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan

dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang
berkabung tidak demikian.8
Dari faktor kegagalan yang berulang, dilakukan

percobaan terhadap

binatangdengan dipapari kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara


berulang-ulang. Binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha lagi
untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya.
Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang
mirip.8
Dari faktor kognitif, adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu dapat
menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup,
penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang
negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi.8
Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anakanak dari orang dewasa. Namun, mendefinisikan anak-anak dari segi usia
dapat menjadi permasalahan besar karena penggunaan definisi yang berbeda
oleh beragam negara dan lembaga internasional. Department of Child and
Adolescent Health andDevelopment, mendefinisikan anak-anak sebagai orang
yang berusia di bawah 20 tahun. Sedangkan The Convention on the Rights of
the Child mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 18
tahun. WHO (2003), mendefinisikan anak-anak antara usia 014 tahun karena
di usia inilah risiko cenderung menjadi besar. Adapun menurut Badan Pusat
Statistik, komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur terdiri dari
penduduk berusia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun) dan usia
tua (65tahun).8

E. Gambaran Klinis
Pada anak remaja yang mengalami depresi rata-rata mengalami
perubahan yang menonjol, yaitu:
perubahan fisik,
perubahan pikiran,
perubahan perasaan, serta
perubahan pada kebiasaan sehari-hari.
9

Pada anak-anak atau remaja belasan tahun, gejala depresi dapat


berupa:10

pada anak-anak, gejala depresi dapat berupa perasaan sedih,

tidak mempunyai harapan, ketakutan atau kecemasan


gejala pada remaja bisa berupa kecemasan, kemarahan, dan

menghindari kontak sosial


hasil belajar disekolah biasanya terganggu
depresi pada anak jarang yang muncul berupa gangguan

tidur atau gangguan berpikir


pada anak dan remaja, depresi sering terjadi bersamaan
dengan gangguan perilaku dan gangguan mental lainnya
seperti attention deficit / hyperactive disorder (ADHD).

F. Kriteria Diagnostik Sesuai PPDGJ III11


F32 Episode Depresif

Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat) :


- Afek depresif.
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktifitas.

Gejala lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang;
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
f. Tidur terganggu;
g. Nafsu makan berkurang.

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut


diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan

10

diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika


gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang


(F32.1), dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi
tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus
diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif
berulang (F33.-)

F32.0 Episode Depresif Ringan

Sekurang kurangnyaharusada 2 dari 3 gejalautamadepresisepertitersebutdiatas


Ditambahsekurang-kurangnya 2 darigejalalainnya : a sampaidengan g
Tidakbolehadagejala yang beratdiantaranya
Lamanyaseluruh episode berlangsungsekurang-kurangnya 2 minggu
Hanyasedikitkesulitandalampekerjaandankegiatansosial yang biasadilakukannya.
F32.00 : Tanpa gejala somatic
F32.01 : Dengan gejala somatic

F32.1 Episode Depresif Sedang

Sekurang-kurangnyaharusadaduadaritigagejalautamadepresifsepertipada episode

depresiringan(F30.0)
Ditambahsekurang-kurangnyatiga (dansebaiknyaempat) darigejalalainnya.
Lamanyaseluruh episode berlangsung minimumsekitarduaminggu.
Menghadapikesulitannyatauntukmeneruskankegiatansosial,pekerjaan,danurusanru

mahtangga.
F32.10 : Tanpa gejala somatic
F32.11 : Dengan gejala somatic

F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik

11

Semuatigagejalautamaharusada
Ditambahsekurang-

kurangnyaempatdarigejalalainnyadanbeberapadiantaranyaharusberintensitasberat
Bilaadagejalapenting
(misalnyaagitasiatauretardasipsikomotor)
yang
mencolok,makapasienmungkintidakmauatautidakmampuuntukmelaporkanbanyak
gejalanyasecararinci.
Dalamhaldemikian,

penilaiansecaramenyeluruhterhadap

episode

depresifberatmasihdapatdibenarkan.
Episode
depresifbiasanyaharusberlangsungsekurang-kurangnya

minggu,akantetapijikagejalaamatberatdanberonsetsangatcepat,makamasihdibenar

kanuntuk menegakkan diagnosis dalamkurunwaktukurangdari 2 minggu.


Sangattidakmungkinpasienakanmampumeneruskankegiatansosial,pekerjaanatauur
usanrumahtangga,kecualipadataraf yang sangatterbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik

Episode depresifberat yang memenuhikriteriamenurut F32.2 tersebutdiatas


Disertaiwaham, halusianasi,atau stupor depresif.Wahambiasanyamelibatkan ide
tentangdosa,kemiskinanataumalapetaka

yang

mengancam,danpasienmerasambertanggungjawabatashalitu.
Halusinasiauditorikatauolfatorik,biasanyamerupakansuara

yang

menghinaataumenuduhataubaukotoranataudagingbusuk.Retardasipsikomotor
yang beratdapatmenujupada stupor.
Jikadiperlukan,
wahamatauhalusinasidapatditentukansebagaiserasiatautidakserasidenganafek(moo
d congruent).
F32.8 Episode Depresif Lainnya
F32.9 Episode Depresif YTT
G. Pemeriksaan dan Penegakkan Diagnosa
Karena depresi merupakan gangguan kesehatan yang sering muncul
dan kadang tidak terdiagnosa, maka dilakukan pemeriksaan fisik dan
mengajukan pertanya tentang perasaan dan pikiran.10

12

Beberapa pemeriksaan yang dilakukan:


Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan berat badan, tinggi badan, suhu badan, tekanan
darah, detak nadi, mendengarkan jantung dan paru-paru serta

pemeriksaan fisik lainnya.


Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah rutin, atau
pemeriksaan fungsi kelenjar gondok bila ada indikasi kearah

gangguan fungsi kelenjar gondok.


Pemeriksaan psikologis. Untuk mengecek ada tidaknya
depresi, tenaga kesehatan akan menanyakan tentang perasan
dan pikiran, dan pola perilaku pasien.

H. Pengobatan
Pengobatan depresi pada anak-anak dan remaja terdiri dari psikoterapi,
farmakoterapi, atau kombinasi keduanya.Pengobatan harus sesuai dengan
tingkat depresi, prefensi pasien, tingkat perkembangan pasien, faktor
risiko yang terkait, dan ketersediaan layanan. Pasien dan keluarga
diberikan edukasi mengenai manfaat dari pengobatan, harapan mengenai
perkembangan pasien, dan tindak lanjut.9
The American Psychiatric Association and The American Academy of
Child and Adolescent Psychiatry merekomendasikan bahwa psikoterapi
selalu menjadi komponen dalam pengobatan depresi pada anak dan
remaja. Psikoterapi direkomendasikan sebagai pilihan untuk depresi
ringan, dan kombinasi obat-obatan dan psikoterapi untuk depresi berat.8
Cognitive behavior therapy (CBT) dan terapi interpersonal telah
terbukti efeftif dalam pengobatan depresi pada anak-anak dan remaja.
CBT biasanya terdiri dari teknik aktivasi perilaku dan metode untuk
meningkatkan

keterampilan

coping,

meningkatkan

kemampuan

komunikasi dan hubungan dengan teman sebaya, memecahkan masalah,


memerangi pola berpikir negatif, dan mengatur emosi.Sebaliknya, terapi
interpersonal yang umumnya terfokus pada adaptasi dengan perubahan
dalam berhubungan, transisi peran pribadi, dan membentuk hubungan
interpersonal.Kombinasi CBT dan obat-obatan telah terbukti lebih efektif
daripada obat saja dalam mencapai remisi depresi.Terapi interpersonal
belum dibandingkan dengan obat-obatan, kombinasi pengobatan, atau
13

plasebo, tetapi telah terbukti lebih efektif dari pada kelompok kontrol
tanpa terapi, dan efektif atau lebih efektif dari pada CBT.9
Saat ini telah tersedia beberapa macam obat-obatan yang efektif
dipakai menyembuhkan penderita depresi. Ada beberapa jenis obat anti
depresi. Obat anti depresi biasanya dikelompokkan berdasar efeknya
terhadap bahan kimia didalam otak yang mengontrol perasaan (mood).10
Jenis-jenis obat anti depresi adalah:
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI). Banyak dokter
yang memulai pengobatan depresi dengan SSRI. Obat-obatan
yang termasuk dalam kelompok ini biasanya lebih sedikit
menimbulkan efek samping yang mengganggu dibandingkan
dengan obat anti depresi lainnya. Obat-obat yang termasuk
dalam kelompok SSRI antara lain: fluoxetine (Prozac),
paroxetine (Paxil) sertraline (Zoloft), citalopram (Celexa), dan
escitalopram (Lexapro). Efek samping yang paling sering
adalah menurunnya dorongan seksual dan sulit mencapai
orgasme. Berbagai efek samping lainnya biasanya menghilang
sejalan dengan penyesuaian tubuh terhadap obat-obatan
tersebut. Beberapa efek samping SSRI yang sering adalah:
sakit kepala, sulit tidur, gangguan pencernaan, dan resah /

gelisah.
Serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs).
Obat-obatan anti depresi yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain: duloxetine (Cymbalta) venlafaxine (Effexor XR)
dan

desvenlafaxine

(Pristiq).

Efek

samping

yang

ditimbulkannya serupa dengan efek samping yang ditimbulkan

SSRI.
Norepinephrine and Dopamine reuptake inhibitors (NDRI).
Bupropion (Wellbutrin) termasuk dalam kategori NDRI. Obat
ini merupakan salah satu dari sedikit obat anti depresi yang
tidak menyebabkan melemahnya dorongan seksual. Pada dosis
yang tinggi bupropion dapat menyebabkan meningkatnya risiko
serangan kejang-kejang.

14

Atypical antidepressantmerupakan obat anti depresi yang tidak


bisa dimasukkan kedalam kelompok obat lainnya. Obat obatan
yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain: trazodone
(Oleptro) dan mirtazapine (Remeron). Kedua obat anti depresi
tersebut membuat mengantuk sehingga sebaiknya diminum
pada sore atau malam hari.Pada beberapa kasus, obat tersebut
dikombinasikan untuk mengurangi efeknya terhadap tidur.Obat
terbaru dalam kategori ini adalah vilazodone (Viibryd).Obat
vilazidone mempunyai efek samping kecil terhadap dorongan
seksual. Beberapa efek samping dari vilazodone yang sering

muncul adalah: mual, muntah, mencret dan sulit tidur.


Tricyclic antidepressants. Obat obatan yang termasuk kedalam
kelompok ini sudah dipakai bertahun tahun dan telah terbukti
tidak kalah manjur dibandingkan dengan obat anti depresi yang
lebih baru.Hanya saja, karena banyaknya dan lebih kerasnya
efek samping obat, maka obat tricyclic antidepressant biasanya
tidak diberikan sebelum obat jenis SSRI dicoba dan tidak
berhasil mengobati depresi. Efek samping obat ini antara lain:
penglihatan kabur, mulut kering, gangguan buang air besar dan
gangguan kencing, detak jantung cepat dan bingung. Obat jenis

ini juga sering menyebabkan penambahan berat badan.


Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).Termasuk kedalam
kelompok ini adalahtranylcypromine (Parnate) and phenelzine
(Nardil). Obat obatan dalam kelompok ini biasanya merupakan
pilihan terakhir bila obat dari kelompok lain sudah tidak
mempan mengobati depresi. Obat obatan dalam kelompok ini
bisa menimbulkan efek samping yang serius, bahkan bisa
menyebabkan kematian.Obat MAOIs memerlukan diet ketat
karena bila berinteraksi dengan makanan seperti keju, acar
mentimun (pickles) dan anggur, serta obat anti pilek
(decongestant)

dapat

berakibat

fatal.Selegiline

(Emsam)

merupakan obat jenis terbaru dalam kelompok ini yang


memakainya

tidak

dengan
15

diminum,

cukup

dengan

ditempelkan di kulit.Obat selegiline mempunyai lebih sedikit


efek samping dibandingkan dengan obat MAOIs lainnya.Obat
obatan kelompok ini tidak bisa dikombinasikan dengan obat

dari kelompok SRRIs.


Obat obatan lainnya.Dokter mungkin mengobati depresi
dengan obat obat lainnya, misalnya dengan obat stimulant, obat
untuk menstabilkan suasana hati (mood), obat anti cemas/
anxiety, dan obat anti psikotik.Pada beberapa kasus, dokter
mungkin mengkombinasikan beberapa obat agar dihasilkan
efek yang optimal.Strategi ini dikenal sebagai augmentation
(penguatan/ tambahan).

BAB III
KESIMPULAN
Depresi pada remaja ditandai dengan adanya perubahan tingkat fungsi
disertai dengan suasana perasaan depresi atau hilangnya minat pada hampir
seluruh aktivitas. Anak remaja yang mengalami depresi akan menunjukkan gejalagejala seperti perasaan sedih yang berkepanjangan, suka menyendiri, sering
melamun di dalam kelas/ di rumah, kurang nafsu makan atau makan berlebihan,
sulit tidur atau tidur berlebihan, merasa lelah, lesu atau kurang bertenaga, serasa
rendah diri, sulit konsentrasi dan sulit mengambil keputusan. Selain itu merasa
putus asa, gairah belajar berkurang, tidak ada inisiatif, hipoaktif atau hiperaktif.
Anak remaja dengan gejala-gejala depresi akan memperlihatkan kreativitas,
16

inisiatif dan motivasi belajar yang menurun, sehingga akan menimbulkan


kesulitan belajar sehingga membuat prestasi belajar anak menurun dari hari ke
hari.
Pada remaja, depresi berhubungan dengan kesehatan yang buruk dan
perubahan perilaku, termasuk risiko yang lebih tinggi terkait gangguan perilaku,
kecemasan, penyalahgunaan zat, praktek seksual yang tidak aman, dan
kemungkinan lebih besar dalam perkelahian.
Karena depresi merupakan gangguan kesehatan yang sering muncul dan
kadang tidak terdiagnosa, dapat dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan psikologis.
Pengobatan depresi pada anak-anak dan remaja terdiri dari psikoterapi,
farmakoterapi, atau kombinasi keduanya. Pengobatan harus sesuai dengan tingkat
depresi, prefensi pasien, tingkat perkembangan pasien, faktor risiko yang terkait,
dan ketersediaan layanan

DAFTAR PUSTAKA
1. Mardiya. Artikel

Persoalan

Depresi

Pada

Remaja.

2012.

http://www.kulonprogokab.go.id/v21/files/Artikel-PersoalanDepresi-Pada-Remaja.pdf diakses tanggal 23 Mei 2016.


2. Darmayanti N. Meta-Analisis: Gender Dan Depresi Pada Remaja.
Jurnal Psikologi Vol.35 No.2, 164-180. 2008.
3. Fletcher JM. Adolescent Depression: Diagnosis, Treatment, and
Educational Attainment. Health Economics. 17:1215-1235. 2007
4. Ramadhani A, Retnowati S. Depresi Pada Remaja Korban
Bullying. Jurnal Psikologi Vol.9. No.2. 2013
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM IV-TR). Fourth Edition.
Washington DC: APA. 2000.

17

6. Kaplan HI, Saddock BJ, Grebb JA. Sinopis Psikiatri: Ilmu


Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Satu. Jakarta: Bina
Rupa Aksara. 2010.
7. Maslim. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
dari PPDGJ III. Jakarta: 2001.
8. Haryanto, Wahyuningsih HD, Nandiroh S. Sistem Deteksi
Gangguan Depresi Pada Anak-Anak dan Remaja. Jurnal Teknik
Industri Vol.14 No.2. 2015
9. Clark MS, Jansen KL, Cloy JA. Treatment of Childhood and
Adolescent Depression. American Family Physician Vol.86 No.5.
2012.
10. Jiwo T. Depresi: Panduan Bagi Pasien, Keluarga dan Teman
Dekat.Tirto Jiwo: 2012.
11. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas

Dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika


Atmajaya. 2013.

18

Anda mungkin juga menyukai