PENDAHULUAN
Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai ASN
mempunyai fungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan
pemersatu bangsa. Pegawai ASN memiliki tugas yaitu melaksanakan kebijakan yang dibuat
memberikan pelayanan publik yang professional dan berkualitas, dan mempererat persatuan
dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. ASN mempunyai peran yang amat
penting dalam rangka menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban
modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan
kepada masyarakat secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan
penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Kesemuanya itu
dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Dalam
mewujudkan hal-hal tersebut, maka diperlukan ASN yang profesional, kompeten dan
berintegritas yang berkarakter ANEKA. Karakter ANEKA yaitu mempunyai nilai-nilai dasar
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
1
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan, salah satunya dokter. Dokter adalah orang yang memiliki
khususnya memeriksa, mengobati penyakit, dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan
berperan aktif dalam segala kegiatan puskesmas. Pelayanan kedokteran yang optimal akan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan pelayanan balita
yang terintegrasi atau terpadu di unit rawat jalan fasilitas pelayanan kesehatan dasar, seperti
puskesmas, pustu, polindes, atau poskesdes yang bertujuan untuk mengurangi kematian,
kesakitan dan kecacatan balita. Sekitar 70% kematian balita disebabkan oleh terutama
pneumonia, dan diare, sedangkan yang lain oleh campak, malaria, dan malnutrisi.3
Tingkat kematian balita di dunia menurun sebesar 56% dari 93 kematian per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 39 pada tahun 2017. Semua wilayah WHO telah
mengurangi separuh angka kematian balita di periode waktu yang sama. Beban kematian
balita masih belum merata. Sekitar 73% kematian balita terjadi di dua wilayah pada tahun
2017, WHO Afrika (49%) dan WHO Asia Tenggara (24%). Angka kematian balita tertinggi
masih di Wilayah Afrika WHO (74 per 1.000 kelahiran hidup), sekitar 8 kali lebih tinggi
daripada di Wilayah Eropa WHO (9 per 1.000 kelahiran hidup). Pada tahun 2016, 1 juta anak
meninggal karena komplikasi dari kelahiran prematur, diikuti oleh 880.000 kematian akibat
infeksi saluran pernapasan akut dan 680.000 kematian akibat komplikasi terkait intrapartum. 4
2
Berdasarkan data laporan ruin Subdit ISPA Tahun 2018, didapatkan insiden (per 1000
balita) di Indonesia sebesar 20,06% hampir sama dengan data tahun sebelumnya 20,56%.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan
meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia secara nasional
sebesar 3,55%. Pada tahun 2018 terdapat satu provinsi yang cakupan penemuan pneumonia
balita sudah mencapai target yaitu DKI Jakarta 95,53%, sedang provinsi yang lain masih di
bawah target 80%, capaian terendah di provinsi Kalimantan Tengah 5,35%. Pada tahun 2018
Angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,08 %. Angka kematian akibat
Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,16 % dibandingkan pada
kelompok anak umur 1 – 4 tahun sebesar 0,05%. Target cakupan pelayanan penderita Diare
Balita yang datang ke sarana kesehatan adalah 20% dari perkiraan jumlah penderita Diare
Balita (Insidens Diare Balita dikali jumlah Balita di satu wilayah kerja dalam waktu satu
tahun). Tahun 2018 jumlah penderita diare Balita yang dilayani di sarana kesehatan sebanyak
Cakupan penemuan pneumonia balita yang ditemukan dan diobati sesuai dengan
standar di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2017 sebanyak 705 kasus (2,8%) lebih
banyak bila dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2016 sebanyak 590 kasus (2.34%).
Berbagai kendala yang ditemui dalam penanggulangan pneumonia adalah cara penularannya
yang lintas udara (air borne disease), sulitnya mengidentifikasi gejala pneumonia oleh
masyarakat serta masih minimnya pelatihan tenaga kesehatan dalam tatalaksana penderita
pneumonia balita (MTBS). Tahun 2017, KLB Diare dilaporkan terjadi di Kabupaten Kapuas
dan Kota Palangka Raya dengan jumlah kematian sebanyak 3 orang. Penderita Diare yang
berobat dan ditangani di faslitas pelayanan kesehatan dasar pada tahun 2017 sebanyak 42.935
3
(61%) lebih rendah dibandingkan tahun 2016 dengan jumlah penderita 42.988 (78,8%), dari
Pada Kabupaten Pulang Pisau sendiri ISPA masih merupakan penyakit utama
penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Diperkirakan 10% dari seluruh balita pernah
penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat pada penderita. Cakupan penemuan
pneumonia balita yang ditemukan dan diobati sesuai dengan standar di Kabupaten Pulang
Pisau pada tahun 2017 sebanyak 11 kasus (1,99%), sedangkan pada tahun 2016 pneumonia
balita yang ditemukan dan diobati sesuai dengan standar sebanyak 13 kasus (1.04%). Jumlah
kasus Diare yang ditangani pada tahun 2017 di Kabupaten Pulang Pisau ada 2.486 orang
(73%) dari jumlah target penemuan 3.407 orang dengan angka kesakitan diare per 1000
penduduk sebesar 19,7. Untuk gizi balita dari Data Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Pulang
Pisau tahun 2017, dari jumlah 3.548 Baduta yang ditimbang ditemukan 49 Baduta BGM
(1,44%). Sedangkan dari 6.483 Balita yang ditimbang, ditemukan Balita BGM (Bawah Garis
Merah) sebanyak 85 orang. BGM tertinggi didapatkan di wilayah kerja Puskesmas Maliku
sebanyak 37 orang. 7
Untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Tahai, ISPA merupakan penyakit
terbanyak nomor dua pada tahun 2018 dan penyakit diare nomor tujuh sedangkan pada bulan
Januari sampai Juni 2019 ISPA merupakan penyakit terbanyak ke satu dan diare kedelapan
terbanyak. Faktor keterampilan petugas maupun pengetahuan dan kesadaran orangtua dalam
perawatan balita juga menjadi kendala dalam penanganan kasus balita sakit di puskesmas ini
sehingga keberhasilan pengobatan masih rendah. Maka dari itu, menyadari pentingnya nilai-
4
kesehatan yang bermutu, maka penulis tertarik untuk melakukan aktualisasi nilai-nilai
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan rancangan kegiatan aktualisasi ini secara umum untuk
4. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kriteria kelulusan pada diklat prajabatan
Golongan III dan untuk memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan
(STTPL).
1.3. Manfaat
5
1. Manfaat untuk masyarakat yang dilayani
pelayanan kedokteran.
Golongan III dan untuk memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan
Pelatihan (STTPL).
Puskesmas Tahai.
Ruang lingkup yang menjadi fokus kegiatan aktualisasi ini adalah implementasi nilai-
nilai dasar Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi