Anda di halaman 1dari 15

PEDOMAN

PROGRAM tb paru

UPTD PUSKESMAS
MOMUNU
TAHUN 2019
PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PROGRAM TB PARU DI PUSKESMAS LENEK

A. Latar belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya, sebagai inventaris bagi pemabngunan dumber daya manusia
yang produktif secara social dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan tersebut telah diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh,
berjenjang dan terpadu menempatkan puskesmas sebagai penanggung jawab
penyelenggara upaya kesehatan tingkat pertama.
Puskesmas sebagai suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsiaonal yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat, juga membina peran serta
masyarakat, disamping memberikan playanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok, mempunyai wewenang
dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat.
Salah satu upaya kegiatan pokok di puskesmas adalah program pengendalian dan
pencegahan TB Paru pada masyarakat. Upaya pengendalian Tuberkolosis (TB) di
Indonesia sudah berlangsung sejak sebelum kemerdekaan. Setelah perang dunia kedua,
secara terbatas melalui 20 balai pengobatan dan 15 sanatorium yang pada umumnya
berada dipulau Jawa.
Setelah perang kemerdekaan, diagnosis ditegakkan TB bedasarkan foto toraks dan
pengobatan pasien dilakukan secara rawat inap. Pada era tersebtu sebenarnya World
Health Organization (WHO) telah merekomendasikan upaya Diagnosis melalui
pemeriksaan dhak langsung dan pengobatan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) yang baru saja ditemukan yaitu :INH, PAS, dan Strptomisin serta metode
pengobatan pasien dengan pila rawat jalan. Era tahun 1960-1970 menandai diawalinya
uapaya pengendalian TB secara modern dengan dibentuknya Subdid TB pada tahun 1967
dan susunannya suatu pedoman Nasional pengendalian TB. Pada era awal tersebut penata
laksanaan dilakukan melalui puskesmas dengan Rumah Sakit debagai pusat rujukan
untuk penata laksanaan kasus-kasus sulit. Pada tahun 1977 mulai diperkenalkan
pengobatan jangka pendek (6 Bulan) dengan menggunakan paduan OAT yang terdiri dari
INH, Rifampisin dan Ethambutol. Beberpa kegiatan uji pendahuluan yang dilakukan
menunjukkan hasil kesembuhan yang cukup tinggi. Atas dasar keberhasilan uji tersebut
mulai tahun 1995 secara Nasional strategi DOTS diterapkan bertahap melalui puskesmas.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan untuk meningkatkan drajat kesehatan masyarakat.
2. Tujuan Khusus :
a. Meningkatkan penjaringan suspek dan penemuan kasus baru BTA +
b. Mengurangi angka kejadian TBC di masyarakat melalui penemuan kasus secara
dini
c. Mengurangi angka kesalahan dalam laboratorium TB Paru
C. Ruang Lingkup
1. Pelayan P2 TB dalam gedung
a. Pelayanan rawat jalan (konsling dan pemeriksaan suspek)
b. Pelayaanan Pemberian obat kepada penderita BTA positif
2. Pelayanan TB Paru luar gedung
a. Deteksi Dini Pada ibu hamil dan populasi beresiko
b. Pengambilan spesimen dahak
D. Sasaran dan Target Program
1. Sasaran Program TB Paru
Semua orang yang memiliki gejala TB dan penderita TB Paru yang masih dalam masa
pengobatan, paska pengobatan maupun pasien tersangka (suspek)
2. Target Program
1. Penemuan kasus baru 80%
2. Pemeriksaan Suspek 80%
3. Konversi 100%
4. Angka kesembuahan 95%
5. Case Notifikation Rate (CNR) 90%
E. Sumber Daya
1. Sumber Daya Manusia
Pelayanan P2TB di puskesmas dikelola/dilaksanakan oleh pemegang program TB dan
pendamping program sebanyak 2 orang terdiri dari 1 Orang Perawat PNS (S1
Keperawatan) dan 1 Orang Tenaga Perawat (D3 Keperawatan Tenaga Job)
2. Sumber Daya Sarana dan Prasarana
- Ruang Program TB Paru
- Laboratorium
F. Peran Lintas Program dan Lintas Sektor
1. Pran Lintas Program
- Promkes : Mengkoordinir pelaksanaan penyuluhan kepada sasaran
masyarakat resiko tinggi.
Sebagai fasilitator/narasumber pada kegiatan kusus (sosialisasi
TB Paru pada tingkat sekolah, dan desa
-Kesling : mencegah penyakit berbasis lingkungan khususnya pada
masyarakat resiko tinggi tertural TB Paru
KIA : bertanggung jawab terhadap Ibu Hamil dengan resiko TB Paru

P2P : Mengkoordinasi sub program TB Paru di Puskesmas


Laboratorium : menentukan pemeriksaan Microscopi dalam pemeriksaan BTA

2. Peran Lintas Sektoral

Camat : membuat kebijakan yang terkait dengan program TB Paru sebagai


upaya peningkatan status kesehatan di wilayahnya. Menjamin
tersedianya dana Desa untuk kegiatan pelayanan Posyandu Paru Sehat,
Desa Siaga Sehat Jiwa melalui ADD. Melakukan pembinaan pada
desa-desa yang bermasalah di bidang kesehatan, berdasarkan hail
minilokakarya lintas sectoral atau laporan langsung dari puskesmas.
Desa : Menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan rutin di Desa seperti
posyandu Paru Sehat, pemeriksaan kontak serumah dan pelacakan
kasus tersangka TB Paru ( Suspek ). Menyediakan sarana dan
prasarana termasuk kesiapan Kader di Desa, Sekolah.
Sekolah : Menpasilitasi kegiatan di Sekolah
PKK : Betanggung jawab terhadap peningkatan kapasitas Kader dalam
membantu memberikan pelayanan dan melakukan pembinaan pada
keluarga resiko tinggi TB

G. Metode dan tehnik yang digunakan


1. Metode yang digunakan :
- Pendekatan kelompok melalui pemberdayaan masyarakat atau komunitas di Desa
- Advokasi dan lobi pada penguasa Wilayah
- Penyuluhan dan konsling
- Kunjungan rumah
2. Pemanfaatan Teknologi
- Media komunikasi HP untuk melakukan komunikasi dengan Kader atau sasaran
- Memanfaatkan Komputer dengan program SITT 10, 03 untuk sistim pelaporan
H. Penutup
Demikian Pedoman pelayanan program TB Paru ini dibuat sebagai pedoman/acuan dalam
pelaksanaan pelayanan program TB Paru di puskesmas Lenek.

Lenek, 02 Januari 2016


Kepala Puskesmas Lenek

JALALUDIN SAYUTI,SKM,MPH
NIP. 19751231 199803 1 013
PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PROGRAM KESEHATAN JIWA DI PUSKESMAS LENEK

A. Latar belakang

Ganguan jiwa dan perilaku, menurut The World Health Report 2001, dialami kira-kira
25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya dan lebih dari 40% diantaranya
didiagnosis secara tidak tepat sehingga menghabiskan biaya untuk pemeriksaan laboratorium dan
pengobatan yang tidak tepat. Ganguan jiwa dan perilaku dialami pada suatu ketika oelh kira-kira
10% pupulasi orang dewasa. Dalam laporan itu dikutip juga penelitian yang menemukan bahwa
24% dari pasien yang mengunjungi dokter pada pelayanan kesehatan dasar ternyata mengalami
ganguan jiwa. Enam puluh Sembilan persen (69%) dari pasien tersebut datang dengan keluhan-
keluhan fisik dan banyak diantaranya ternyata tidak ditemukan gangguan fisiknya.
Indonesia telah menghadapi berbagai traspormasi dan transisi di berbagai bidang yang
mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup, pola perilaku dan tata nilau kehidupuan. Dalam
bidang kesehatan terjadi transisi di berbagai bidang yang mengakibatkan terjadinya perubahan
gaya hidup, pola perilaku dan tatanilai kehidupan. Dalam bidang kesehatan terjadi transisi
epidemiologis di masyarakat dari kelompok penyakit menular ke kelopok penyakit tidak menular
termasuk berbagai jenis ganguan akibat perilaku manusia dan ganguan jiwa.
Masalah kesehatan jiwa juga menimbuklkan dampak social antara lain angka kekerasan,
criminalitas, bunuh diri, penganiyayan anak, perceraian, kenakalan remaja, penyalah gunaan zat,
HIV/AIDS, perjudian, pengangutan dll. Oelh karena itu masalah kesehatan jiwa perlu ditangani
secara serius
Dari hasil surfei kesehatan rumah tangga (SKRT Tahun 1965) yang dilakukan oeleh
Balitbang Departemen Kesehatan RI dengan menggunakan rancangan sampel dari susenas BPS
terdapat 65.664 Rumah tangga menunjukkan bahwa Vrepalensi ganguan jiwa per 1000 anggota
rumah tangga adalah sbb:
 Ganguan mental Emosional (15 Tahun atau lebih): 140/1000
 Ganguan Mental Emosional (5-14 Tahun) 104/1000

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekana, dan ganguan jiwa lain yang
dapat menggangu kesehatan jiwa.

2. Tujuan Khusu :

a. Meningkatkan penemuan kasus orang dengan masalah kejiwaan secara dini di


masyarakat.
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ganguan jiwa
c. Mengurangi angka kejadian ganguan jiwa berat (ODGJ) di masyarakat melalui
penemuan kasus secara dini
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penemuan kasus ganguan jiwa
e. Membentuk patisipan aktif ( Toam, Toga, Kader) untuk mendukung penemuan
kasus

C. Ruang Lingkup

1. Pelayan kesehatan jiwa dalam gedung


a. Pelayanan rawat jalan paska rawat inap di RSJ (Pemberian KIE)
b. Pelayaanan rujukan ke RSJ

2. Pelayanan Kesehatan Jiwa luar gedung


a. Pelacakan kasus jiwa
b. Kunjungan rumah kasus jiwa
c. Sosialisasi ganguan jiwa
d. Orientasi kader kesehatan jiwa

D. Sasaran dan Target Kesehatan jiwa

1. Sasaran Program Kesehatan Jiwa


Semua orang yang memiliki gejala Ganguan Jiwa baik Neurotik maupun psikotik yang
masih dalam masa pengobatan, paska pengobatan rujukan dari RSJ

2. Target Program
1. Kasus Pasung 0,01%
2. Sasaran kasus jiwa 70%
3. Target penemuan 1,2%

E. Sumber Daya

1. Sumber Daya Manusia


Pelayanan Kesehatan Jiwa di puskesmas dikelola/dilaksanakan oleh pemegang
program Kesehatan Jiwa dan pendamping program sebanyak 2 orang terdiri dari 1
Orang Perawat PNS (S1 Keperawatan) dan 1 Orang Tenaga Perawat (D3 Keperawatan
Tenaga Job)

2. Sumber Daya Sarana dan Prasarana


- Ruang Program Kesehatan Jiwa

F. Peran Lintas Program dan Lintas Sektor

1. Pran Lintas Program

- Promkes : Mengkoordinir pelaksanaan penyuluhan kepada sasaran


masyarakat resiko tinggi.
Sebagai fasilitator/narasumber pada kegiatan kusus (sosialisasi
Kesehatan Jiwa pada
tingkat sekolah, Desa Siaga dll)

-Kesling : mencegah ganguan jiwa khususnya pada masyarakat

KIA : bertanggung jawab terhadap Ibu Hamil dengan resiko Psikotik


pospartum

Prog.Kesehatan : Mengkoordinasi sub program Kesehatan Jiwa di Puskesmas


khusu
Perkesmas : melakukan pembinaan pada keluarga penederita ganguan jiwa
di rumah

Remasila : bersama-sama melakukan pembinaan pada lansia dengan


ganguan Dimensia/ganguan jiwa organik.

UKS : Bersama-sama dengan petugas UKS melaksanakan sosilaisasi


tentang tanda-tanda ganguan jiwa di tingkat sekolah

2. Peran Lintas Sektoral

Camat : membuat kebijakan yang terkait dengan program Kesehatan Jiwa


sebagai upaya peningkatan status kesehatan di wilayahnya. Menjamin
tersedianya dana Desa untuk kegiatan pelayanan Kesehatan Jiwa, Desa
Siaga Sehat Jiwa melalui ADD. Melakukan pembinaan pada desa-desa
yang bermasalah di bidang kesehatan, berdasarkan hail minilokakarya
lintas sectoral atau laporan langsung dari puskesmas.

Desa : Menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan rutin di Desa seperti


Kesehatan Jiwa, pemeriksaan kontak serumah dan pelacakan kasus
jiwa. Menyediakan sarana dan prasarana termasuk kesiapan Kader di
Desa,.

Sekolah : Menpasilitasi kegiatan di Sekolah tentang Kesehatan Jiwa

PKK : Betanggung jawab terhadap peningkatan kapasitas Kader dalam


membantu memberikan pelayanan dan melakukan pembinaan pada
keluarga resiko tinggi ganguan jiwa

G. Metode dan tehnik yang digunakan

1. Metode yang digunakan :


- Pendekatan kelompok melalui pemberdayaan masyarakat atau komunitas di Desa
- Advokasi dan lobi pada penguasa Wilayah
- Penyuluhan dan konsling
- Kunjungan rumah

2. Pemanfaatan Teknologi
- Media komunikasi HP untuk melakukan komunikasi dengan Kader atau sasaran
- Memanfaatkan Komputer dengan program Kesehatan Jiwa untuk sistim pelaporan

H. Penutup
Demikian Pedoman pelayanan program Kesehatan Jiwa ini dibuat sebagai
pedoman/acuan dalam pelaksanaan pelayanan program Kesehatan Jiwa di puskesmas
Lenek.

Lenek, 02 Januari 2016


Kepala Puskesmas Lenek

JALALUDIN SAYUTI,SKM,MPH
NIP. 19751231 199803 1 013
PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PROGRAM P2 KUSTA DI PUSKESMAS LENEK

A. PENDAHULUAN
Penyakit kusta adalah penyakit kronik (menular menahun) yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi,
selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem
retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis.
             Penyakit kusta jarang sekali ditemukan pada bayi. Angka kejadian penyakit kusta
meningkat sesuai umur dengan puncak kejadian pada umur 10-20 tahun (Depkes RI,
2006). Penyakit kusta dapat mengenai semua umur dan terbanyak terjadi pada umur
15-29 tahun. Serangan pertama kali pada usia di atas 70 tahun sangat jarang terjadi.
           Kejadian penyakit kusta pada laki-laki lebih banyak terjadi dari pada wanita, kecuali di
Afrika, wanita lebih banyak terkena penyakit kusta dari pada laki-laki (Depkes RI,
2006). Menurut Louhennpessy dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) bahwa
perbandingan penyakit kusta pada penderita laki-laki dan perempuan adalah 2,3 : 1,0,
artinya penderita kusta pada laki-laki 2,3 kali lebih banyak dibandingkan penderita
kusta pada perempuan. Menurut Noor dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007)
penderita pria lebih tinggi dari wanita dengan perbandingannya sekitar 2 : 1.
           Penderita penyakit kusta menimbulkan gejala yang jelas pada stadium lanjut dan cukup
didiagnosis dengan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan bakteriologi. Ada 3 tanda –
tanda utama yang dapat menetapkan diagnosis penyakit kusta yaitu: Lesi (kelainan)
kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf,
dan adanya bakteri tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit. Pemeriksaan kerokan
hanya dilakukan pada kasus yang meragukan. Apabila ditemukan pada seseorang salah
satu tanda - tanda utama seperti diatas maka orang tersebut dinyatakan menderita kusta
(Depkes, 2006).
           Di Puskesmas/ Rumah sakit, penderita akan mendapatkan terapi anti kusta Multi Drug
Therapy (MDT) agar tidak menjadi sumber penularan, selain menghindari
kemungkinan cacat menjadi besar.

B. TANDA-TANDA PENYAKIT KUSTA

1. Bercak/kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh, kulit mengkilap, bercak yang
tidak gatal.
2. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut, lepuh tidak nyeri.
3. Tanda-tanda pada saraf adalah sebagai berikut: rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada
anggota badan atau muka, gangguan gerak anggota badan atau bagian muka, adanya
cacat, dan luka yang tidak mau sembuh (Depkes RI, 2006).

C. KLASISFIKASI KUSTA MENURUT WHO

Kelainan kulit dan hasil


PB MB
pemeriksaan
1.bercak (makula) mati
rasa : Kecil dan besar Kecil-kecil
a)   Ukuran Uniteral atau bilateral Bilateral simetris
b)   Distribusi asimetris
Kering dan kasar Halus,berkilat
c)   Konsistensi Tegas Kurang tegas
d)  Batas Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas,jika
e)   Kehilangan rasa ada,terjadi pada yang
pada bercak sudah lanjut
Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas,jika
f)    Kehilangan ada,terjadi pada yang
kemampuan sudah lanjut
berkeringat,
rambut rontok
pada bercak
2.infiltrat :
a)   Kulit Tidak ada Ada,kadang-kadang tidak ada
b)   Membran Tidak pernah ada Ada,kadang-kadangtidak ada
mukosa (hidung
tersumbat,
pendarahan di Central healing i.      punched out lesion
hidung) (penyembuhan (lesi bentuk seperti
c)   Ciri-ciri di tengah) donat)
ii.      madarosis
iii.      ginekomasti
iv.      hidung pelana
v.      suara sengau
Tidak ada Kadang-kadang ada
d)  Nodulus Terjadi dini Biasanya simetris, terjadi lambat
e)   Deformitas

D. PENCEGAHAN PRIMER
           a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan
memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti
keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan
tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta
adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang
belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga
penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006)

           b. Pemberian imunisasi


Sampai saat ini belum  ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pem’berian
imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan
bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap
kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan
terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi
kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil
berbeda  pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).
 
E. PENCEGAHAN SEKUNDER
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan
penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat
yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita
kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman
menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).
G. Tujuan
1. Tujuan umum

Menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik terhindar dari
penyakit menular terutama penyakit kusta,

2. Tujuan Khusu :

a. Meningkatkan penemuan kasus dengan kusta secara dini di masyarakat.


b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta
c. Mengurangi angka kejadian penyakit kusta di masyarakat melalui penemuan
kasus secara dini
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penemuan kasus kusta
e. Membentuk patisipan aktif ( Toam, Toga, Kader) untuk mendukung penemuan
kasus

H. Ruang Lingkup

1. Pelayan kesehatan jiwa dalam gedung


a. Pelayanan rawat jalan dalam penemuan kasus kusta
b. Upaya Pelayaanan rujukan yang bersipat spesialistik

2. Pelayanan kasus kusta luar gedung


a. Pelacakan kasus kusta
b. Kunjungan rumah pasien rehabilitasi kusta
c. Sosialisasi penyakit kusta
d. Orientasi kader kesehatan dalam pengenalan penyakit kusta

I. Sasaran dan Target Kesehatan jiwa

1. Sasaran Program P2 Kusta


Semua orang yang memiliki gejala kusta yang masih dalam masa pengobatan, paska
pengobatan

2. Target Program
 CDR Kusta 100%

J. Sumber Daya

1. Sumber Daya Manusia


Pelayanan P2 Kusta di puskesmas dikelola/dilaksanakan oleh pemegang program P2
Kusta dan pendamping program sebanyak 2 orang terdiri dari 1 Orang Perawat PNS
(S1 Keperawatan) dan 1 Orang Tenaga Perawat (D3 Keperawatan Tenaga Job)

2. Sumber Daya Sarana dan Prasarana


- Ruang Program P2 Kusta

K. Peran Lintas Program dan Lintas Sektor

1. Peran Lintas Program

- Promkes : Mengkoordinir pelaksanaan penyuluhan kepada sasaran


masyarakat resiko tinggi.
Sebagai fasilitator/narasumber pada kegiatan kusus (sosialisasi
Kusta pada tingkat
sekolah, Desa Siaga dll)

-Kesling : mencegah penyakit Kusta yang berbasis lingkungan khususnya


pada masyarakat

Prog. P2P : Mengkoordinasi sub program P2 di Puskesmas

Perkesmas : melakukan pembinaan pada keluarga penederita Kusta yang


direhabilitasi di rumah

Remasila : bersama-sama melakukan pembinaan pada lansia yang


mengalami kusta

UKS : Bersama-sama dengan petugas UKS melaksanakan sosilaisasi


tentang tanda-tanda penyakit kusta di tingkat sekolah

2. Peran Lintas Sektoral

Camat : membuat kebijakan yang terkait dengan program P2 Kusta sebagai


upaya peningkatan status kesehatan di wilayahnya. Menjamin
tersedianya dana Desa untuk kegiatan pelayanan P2 Kusta, Desa Siaga
Sehat Jiwa melalui ADD. Melakukan pembinaan pada desa-desa yang
bermasalah di bidang kesehatan, berdasarkan hail minilokakarya lintas
sectoral atau laporan langsung dari puskesmas.

Desa : Menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan rutin di Desa seperti


pemeriksaan kontak serumah dan pelacakan kasus kusta. Menyediakan
sarana dan prasarana termasuk kesiapan Kader di Desa,.

Sekolah : Menpasilitasi kegiatan di Sekolah tentang sosialisasi penyakit kusta

PKK : Betanggung jawab terhadap peningkatan kapasitas Kader dalam


membantu memberikan pelayanan dan melakukan pembinaan pada
keluarga resiko tinggi penyakit kusta

L. Metode dan tehnik yang digunakan

1. Metode yang digunakan :


- Pendekatan kelompok melalui pemberdayaan masyarakat atau komunitas di Desa
- Advokasi dan lobi pada penguasa Wilayah
- Penyuluhan dan konsling
- Kunjungan rumah

2. Pemanfaatan Teknologi
- Media komunikasi HP untuk melakukan komunikasi dengan Kader atau sasaran
- Memanfaatkan Komputer dengan program P2 Kusta untuk sistim pelaporan

H. Penutup
Demikian Pedoman pelayanan program P2 Kusta ini dibuat sebagai pedoman/acuan
dalam pelaksanaan pelayanan program Kesehatan Jiwa di puskesmas Lenek.

Lenek, 02 Januari 2016


Kepala Puskesmas Lenek

JALALUDIN SAYUTI,SKM,MPH
NIP. 19751231 199803 1 013

Anda mungkin juga menyukai