Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan bagian dari Aparatur Sipil Negara
(ASN) yang memiliki kewajiban untuk menjalankan fungsinya sesuai amanat
Undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN yaitu sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan pemersatu bangsa. Berkaitan
dengan hal tersebut, ASN harus mampu mencari solusi dari permasalahan yang
ada di masyarakat dengan salah satu cara membuat rancangan dan kegiatan
aktualisasi khususnya di pelayanan bidang kesehatan yang dilaksanakan di
Puskesmas Boroko.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya.
Sebagai seorang Dokter PNS yang merupakan jabatan fungsional ASN yang
ditempatkan di Puskesmas, dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk selalu
memberikan pelayanan yang mengaktualisasikan nilai dasar ASN yaitu
Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan
Kolaboratif (BerAKHLAK). Dengan menerapkan nilai-nilai BerAkhlak
diharapkan dapat terwujud pelayanan publik yang berkualitas.
Berdasarkan data dari Rencana Stragtegis (Renstra) Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2020 – 2024, ada 5 isu strategis yang menjadi prioritas
dalam pembangunan kesehatan 5 tahun ke depan yakni, angka kematian ibu/angka
kematian neonatal, stunting, Tuberkulosis, Penyakit Tidak Menular (PTM) dan
cakupan imunisasi dasar lengkap. Angka kematian ibu (AKI) atau Maternal
Mortality Rate (MMR) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur
status kesehatan ibu pada suatu wilayah. Kematian ibu adalah kematian selama
kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah persalinan akibat semua sebab yang
terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penangananya, tetapi bukan
disebabkan oleh kecelakaan atau cedera. Penyebab tingginya kematian ibu (AKI)
dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh
tidak terlaksananya pemeriksaan continuity of care pada ibu selain itu timbulnya
penyulit persalinan yang tidak dapat segera ditangani. Melakukan pemeriksaan
kehamilan secara teratur merupakan tindakan yang paling tepat dalam
mengidentifikasi secara dini sesuai dengan resiko yang dialami oleh ibu hamil.
Indonesia menduduki posisi ketiga AKI tertinggi tahun 2017 di ASEAN dengan
177 kematian per 100.000 kelahiran. Menurut laporan World Health
Organization (WHO) penyebab langsung kematian ibu terjadi saat dan pasca-
melahirkan. 75 persen kasus kematian ibu diakibatkan oleh perdarahan, infeksi,
atau tekanan darah tinggi saat kehamilan. Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
mencapai angka 305 per 100.000 kelahiran, sedangkan untuk Angka Kematian
Bayi (AKB) menurut SDKI tahun 2017 terdapat 24 kematian bayi per 1000
kelahiran hidup.
Penyebab kematian ibu paling banyak disebabkan oleh penyebab langsung
yaitu eklampsia (34,7%), perdarahan (32,7%), infeksi (4,1%) dan dan penyebab
langsung lain seperti emboli, inversio uteri (8,1%). Sedangkan lainnya disebabkan
oleh penyebab tidak langsung yaitu keadaan yang disebabkan oleh penyakit atau
komplikasi lain yang sudah ada sebelum kehamilan atau persalinan dan memberat
dengan adanya kehamilan atau persalinan, seperti terdapatnya penyakit jantung,
TB paru (20,4%). Kematian dan kesakitan ibu dapat dicegah dengan berbagai
usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan obstetri. Kegagalan dalam
penanganan kasus kedaruratan obstetri pada umumnya disebabkan oleh kegagalan
dalam mengenal risiko kehamilan, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana
untuk perawatan ibu hamil risiko tinggi, kurangnya pengetahuan tenaga medis,
para medik dan penderita dalam mengenal Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) secara
dini, masalah dalam pelayanan obstetri dan kondisi ekonomi dapat menyebabkan
kematian ibu. Salah satu cara untuk mencegah dan mengenali kehamilan risiko
tinggi adalah dengan pelayanan antenatal atau yang disebut antenatal care
(ANC), pelaksanaan ANC yaitu dengan pemeriksaan 10 T. 10 T adalah timbang
berat badan, tekanan darah diperiksa, tinggi puncak rahim diperiksa, vaksinasi
tetanus, tablet zat besi, tetapkan status gizi, tes laboratorium, tentukan denyut
jantung janin, tatalaksana kasus, dan temu wicara. Dengan mengenali KRT lebih
cepat diharapkan bisa mencegah kematian ibu dan kematian bayi.
Apabila ditelaah terdapat beberapa faktor yang menjadi isu penting sebagai
pencetus dari beberapa masalah yang ada di wilayah kerja Puskesmas Boroko,
pertama dimulai dari kurang maksimalnya edukasi tentang pentingnya
pemeriksaan 10T kepada ibu hamil di wilayah Puskesmas Boroko yang dimana
berdampak pada tingkat pengetahuan masyarakat khususnya ibu hamil terkait
pentingnya pemeriksaan 10T yang dirangkaikan dengan pemeriksaan ANC.
Tingkat edukasi yang rendah juga sangat berpengaruh pada kesadaran ibu hamil
untuk datang memeriksakan kesehatan kehamilannya pada tenaga kesehatan atau
Puskesmas.
Kedua ialah kurangnya antusias ibu hamil untuk datang pemeriksaan 10T di
Puskesmas Boroko. Isu ini berkaitan dengan isu pertama karena berkaitan dengan
tingkat kesadaran ibu hamil dalam memeriksakan kesehatan kehamilannya,
namun ada beberapa permasalahan lainnya yang mempengaruhi tingkat antusias
ibu hamil dalam memeriksakan kesehatan kehamilannya, selain karena tingkat
edukasi yang belum maksimal, ada juga faktor ekonomi dari masyarakat yang
kurang mampu untuk membiayai akomodasi datang ke Puskesmas Boroko, ada
juga faktor geografis yaitu tempat tinggal atau desa dari ibu hamil yang jauh dari
Puskesmas Boroko sehingga berpengaruh pada antusiasnya ibu hamil untuk
datang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas sehingga ibu hamil di tiap desa
lebih antusias untuk memeriksakan kehamilannya di Posyandu desa dengan alat
kesehatan yang seadanya.
Keriga belum lengkapnya alat penunjang untuk pemeriksaan 10T.hal ini juga
masih berkaitan erat dengan faktor sebelumnya, dimana pemeriksaan 10T belum
dapat dilakukan dengan maksimal karena alat penunjang untuk pemeriksaan
masih belum lengkap sehingga beberapa pemeriksaan belum bisa akurat karena
alat untuk pemeriksaan belum ada. Bila dikaitkan dengan permasalahan
sebelumnya yang dimana ibu hamil lebih antusias untuk datang pemeriksaan di
posyandu, maka dapat di pastikan bahwa pemeriksaan akan kurang maksimal
karena alat kesehatan/alat penunjang pemeriksaan yang ada di posyandu lebih
minim daripada yang ada di puskesmas.
Faktor berikutnya, keempat, Belum adanya aplikasi smartphone pemeriksaan
10T bagi ibu hamil dimana apabila dilihat dari banyaknya penggunaan
smarthphone oleh masyarakat harusnya dapat menunjang program sosialisasi
kesehatan khususnya pemeriksaan 10T lewat inovasi teknologi berbasis online
yaitu aplikasi smarthphone yang bisa diakses oleh para ibu hamil agar mendapat
informasi dan materi pemeriksaan kesehatan kehamilan, namun disadari tingkat
pemahaman masyarakat pedesaan untuk mengakses dan mengoperasikan aplikasi-
aplikasi smarthphone juga masih minim sehingga masih membutuhkan waktu
apabila akan diterapkan.
Terakhir, kelima, belum optimalnya penggunaan APD dalam pemeriksaan
10T kepada ibu hamil. Ini juga berkaitan dengan faktor ketiga dimana belum
optimalnya penggunaan APD oleh tenaga kesehatan disebabkan oleh 2 (dua) hal
yang pertama karena tidak tersedianya APD disaat pemeriksaan atau karna
kesadaran akan penggunaan APD oleh tenaga kesehatan yang kurang, keduaya
sama sama berdampak negatif baik pada tenaga kesehatan ataupun pasien yang
akan diperiksa karna apabila APD tidak digunakan maka kebersihan dari
pemeriksaan juga tidak dapat dijamin bahkan bisa saja dapat memberikan efek
negatif berupa infeksi dan lain lain.
5

1.2 Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dari dilaksanakannya aktualisasi ini adalah:
1. Mampu Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Dasar ASN Berakhlak pada pelaksanaan
aktualisasi dan habituasi (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal,
Adaptif, Kolaboratif).
2. Peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan pemeriksaan 10T

1.3 Manfaat
Manfaat aktualisasi bagi profesi Pegawai Negreri Sipil (PNS) sebagai berikut:
1. Bermanfaat Bagi Penulis Dengan Terciptanya Aparatur Sipil Negara Yang Mampu
Menerapkan Nilai-Nilai Dasar Berakhlak, Dalam Melaksanakan Tugas Dan Peranya
Sebagai Pelayan Masyarakat
2. Bagi tenaga kesehatan agar terciptanya pemeriksaan kepada ibu hamil secara
komprehensif.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup rancangan kegiatan aktualisasi dan habituasi dilaksanakan di Dinas


Pertanian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara agar terlaksananya Nilai-Nilai Dasar
Aparatur Sipil Negara BerAKHLAK.
Kegiatan aktualisasi ini berfokus pada optimalnya pemeriksaan 10T kepada ibu hamil
oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Boroko yang akan dilaksanakan selama 30 hari kerja.
Adapun kegiatan kreatif yang akan saya lakukan selama pelaksanaan aktualisasi diantaranya
yaitu :

1. Membuat dan mengisi checklist pemeriksaan 10T bersama dengan tenaga kesehatan
khususnya bidan yang bertugas di Puskesmas Boroko;
2. Membuat dan membagikan leaflet kepada para ibu hamil agar dijadikan panduan selama
masa kehamilan;
3. Evaluasi permasalahan teknis promotif dan preventif pemeriksaan 10T;
4. Sosialisasi dan konseling pentingnya pemeriksaan 10T yang baik kepada ibu hamil
6

Anda mungkin juga menyukai