Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap hari pada tahun 2017 sekitar 810 ibu di dunia meninggal dunia akibat
persalinan. Sebanyak 94% terjadi pada seluruh kematian ibu di negara berpenghasilan
rendah dan menengah ke bawah serta sekitar 99% kematian tersebut terjadi di negara
berkembang dan sekitar 67% merupakan sumbangan sebelas negara temasuk
Indonesia.1,2 Kematian ibu dan kematian bayi merupakan dua diantara masalah
kesehatan yang mendesak diselesaikan, khususnya bagi negara miskin dan
berkembang. Angka kematian Ibu (AKI) yang tinggi di suatu negara berpotensi
meningkatkan biaya pemeliharaan sosial, termasuk pembiayaan langsung berupa
biaya perawatan kesehatan maupun biaya tidak langsung bersumber dari penurunan
pendapatan dan produktivitas keluarga3.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan AKI dan kematian
perinatal tinggi yaitu tertinggi ketiga di ASEAN dan tertinggi kedua di kawasan
South East Asian Nation Regional. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012 menunjukkan peningkatan signifikan AKI di Indonesia sebesar
±57% yaitu dari 228 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2007 menjadi
359 per 100.000 KH. Angka tersebut jauh dari yang diharapkan dari target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 yaitu AKI 118
per 100.000 KH, target MDG’s (Millenium Development Goals) tahun 2015 yaitu
102 per 100.000 KH. Sedangkan target SDG’s (Sustainable Development Goals)
tahun 2030 yaitu AKI 70/100.000 KH.4 Sementara itu berdasarkan hasil data rutin
Program Kesga Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2019, AKI
terjadi sebanyak 150/100.000 KH (81 kasus) dan hingga pertengahan tahun 2020 AKI
masih terjadi sebesar 144/100.000 KH (29 kasus).5
Berdasarkan angka tersebut, AKI masih menjadi salah satu masalah di
Indonesia. Salah satu upaya untuk percepatan penurunan AKI ialah melalui
peningkatan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas
2

kesehatan dan penanganan kegawat daruratan maternal neonatal sesuai standar dan
tepat waktu yang dapat dikaji melalui Audit Maternal Perinatal.6
Audit Maternal Perinatal (AMP) merupakan upaya dalam penilaian pelaksanaan
pelayanan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
melalui pengkajian dan pembahasan kasus kematian ibu dan bayi baru lahir sejak di
masyarakat sampai di fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga kendala yang timbul
dalam upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir pada saat terjadi kegawatdaruratan
kebidanan dan bayi baru lahir akan dapat menghasilkan suatu rekomendasi yang tepat
dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di masa
datang.5

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja yang bersangkutan dengan Audit Maternal Perinatal ?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatnya pengetahuan mengenai audit maternal perinatal
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui berbagai pengertian audit maternal perinatal
b. Untuk mengetahui berbagai tujuan audit maternal perinatal
c. Untuk mengetahui berbagai azas audit maternal perinatal
d. Untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi kematian ibu dan
perinatal
e. Untuk mengetahui berbagai mekanisme kerja audit maternal perinatal
f. Untuk mengetahui berbagai kebijakan dan strategi audit maternal perinatal
g. Untuk mengetahui berbagai kendala dalam pelaksanaan audit maternal
perinatal
h. Untuk mengetahui berbagai kekurangan audit maternal perinatal
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian AMP


Audit Maternal Perinatal (AMP) merupakan rangkaian kegiatan penelusuran
sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal dan neonatal yang memiliki guna untuk
mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa mendatang.7 Kegiatan ini
dilakukan dengan pembahasan kasus kematian ibu atau bayi baru lahir sejak di
tingkat masyarakat hingga tingkat fasilitas pelayanan kesehatan dengan
menggunakan berbagai informasi dan pengalaman dari kelompok. Salah satu hasil
kajian dari AMP ialah kendala yang muncul dalam upaya penyelamatan ibu saat
terjadinya kegawatdaruratan maternal dan bayi baru lahir. Kajian tersebut juga
memiliki hasil berupa rekomendasi intervensi untuk upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan ibu dan bayi di masa yang akan datang.8

2.2 Tujuan AMP


Secara umum, AMP memiliki tujuan untuk menjaga dan meningkatkan mutu
pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) melalui upaya penerapan pada tata kelola
klinik yang baik (clinical governance). Kegiatan ini diharapkan dapat menggali
masalah-masalah terkait kejadian kesakitan (morbiditas) maupun kematian
(mortalitas) yang disebabkan oleh masalah pada pasien/keluarga, petugas kesehatan,
manajemen pelayanan, maupun kebijakan pelayanan.9
Selain itu, tujuan dilakukannya AMP adalah sebagai berikut :
1. Menentukan sebab dan faktor terkait dlm kesakitan dan kematian ibu dan
perinatal (3 terlambat & 4 terlalu).
2. Memastikan dimana dan mengapa berbagai sistem & program gagal dalam
mencegah kematian.
3. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal
secara teratur dan berkesinambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, puskesmas, rumah sakit pemerintah/swasta, rumah bersalin dan
4

bidan praktek.
4. Menentukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang
diperlukan dalam hal mengatasi masalah yang ditemukan dalam pembahasan
kasus.
5. Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota,
rumah sakit pemerintah/swasta, rumah bersalin, dan bidan praktek dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang
disepakati.

2.3 Azas AMP


Dalam melaksanakan kegiatan AMP Kabupaten/Kota ini, terdapat beberapa
prinsip yang berbeda dengan kegiatan AMP terdahulu. Prinsip atau azas yang mutlak
harus dipenuhi dalam kegiatan AMP ini adalah:10
1. No Name (tidak menyebutkan identitas)
Dalam kegiatan AMP ini, seluruh informasi mengenai identitas kasus maupun
petugas dan institusi kesehatan yang memberikan pelayanan kepada ibu dan neonatal
yang meninggal akan dianonimkan (no name) pada saat proses penelaahan kasus
sehingga kemungkinan untuk menyudutkan, menyalahkan dan menghakimi seseorang
atau institusi kesehatan dapat dihilangkan atau diminimalkan.
2. No Shame (tidak mempermalukan)
Seperti yang telah diuraikan diatas, seluruh identitas akan dihilangkan (anonim)
sehingga kemungkinan kegiatan AMP berpotensi mempermalukan petugas atau
institusi kesehatan dapat diminimalkan.
3. No Blame (tidak menyalahkan)
Sebagai akibat dari tidak adanya identitas pada saat pengkajian kasus dilakukan,
potensi menyalahkan dan menghakimi (blaming) petugas atau institusi kesehatan
dapat dihindari. Penganoniman juga diharapkan dapat membuat petugas kesehatan
yang memberikan pelayanan bersedia untuk lebih terbuka dan tidak menyembunyikan
informasi yang ditakutkan dapat menyudutkan petugas tersebut. Informasi yang
mungkin disembunyikan tersebut mungkin merupakan informasi penting yang
5

berkaitan dengan faktor yang dapat dihindarkan. Prinsip ini harus diterapkan saat
proses audit sehingga tujuan untuk memperoleh pembelajaran dan mencegah
terjadinya kesalahan di masa datang dapat tercapai.
4. No Pro Justisia (tidak untuk keperluan peradilan)
Seluruh informasi yang diperoleh dalam kegiatan AMP ini tidak dapat digunakan
sebagai bahan bukti di persidangan (no pro justisia). Seluruh informasi adalah
bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan untuk keperluan memperbaiki kualitas
pelayanan kesehatan maternal dan perinatal/neonatal.
5. Pembelajaran
Salah satu upaya AMP untuk meningkatkan pelayanan kesehatan maternal dan
Perinatal/Neonatal adalah melalui pembelajaran yang dapat bersifat: individual,
kelompok terfokus, maupun massal berdasarkan rekomendasi yang dihasilkan oleh
pengkaji kepada seluruh komunitas pelayanan KIA.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kematian Ibu dan Perinatal


Menurut Depkes RI, faktor – faktor yang mempengaruhi kematian maternal
dan perinatal dibagi 3 yaitu: 13
1. Faktor medik
a. Faktor empat terlalu, yaitu :
 Usia ibu pada waktu hamil terlalu muda (kurang dari 20 tahun)
 Usia ibu pada waktu hamil terlalu tua (lebih dari 35 tahun)
 Jumlah anak terlalu banyak (lebih dari 4 orang)
 Jarak antar kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun)
b. Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang merupakan penyebab
langsung kematian maternal, yaitu :
 Perdarahan pervaginam, khususnya pada kehamilan trimester ketiga,
persalinan dan pasca persalinan.
 Infeksi.
 Keracunan kehamilan.
6

 Komplikasi akibat partus lama.


 Trauma persalinan.
c. Beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk derajat kesehatan ibu
selama hamil, antara lain :
 Kekurangan gizi dan anemia.
 Bekerja (fisik) berat selama kehamilan.
2. Faktor non medik
Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu serta menghambat segala
upaya dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal ialah:
a. Kurangnya akses ibu dalam mendapatkan antenatal care
b. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang tanda-tanda bahaya (kehamilan,
persalinan maupun nifas)
c. Ketidakberdayaan ibu hamil dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk
serta ketidakmampuan ibu hamil untuk membayar biaya transpor dan
perawatan di rumah sakit.
3. Faktor pelayan kesehatan
Faktor pelayan kesehatan yang belum mendukung upaya penurunan
kesakitan dan kematian maternal antara lain aspek manajemen yang belum
menunjang serta keadaan yang berkaitan dengan keterampilan. Faktor ini
berkaitan dengan cakupan pelayanan KIA, yaitu :
a. Penolong persalinan
b. Tempat persalinan
c. Cara persalinan
d. Penanganan medis pada kasus rujukan
e. Penerapan prosedur tetap penanganan kasus gawat darurat kebidanan belum
dilakukan secara konsisten
f. Kemampuan bidan di desa yang belum optimal dalam menangani kasus
kegawadaruratan kebidanan
7

Penyebab kematian maternal lainnya dapat dibagi menjadi faktor reproduksi,


faktor obstetri dan faktor pelayanan kesehatan.14
1. Faktor reproduksi
a. Usia
Usia paling aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.
b. Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman.
c. Kehamilan tidak diinginkan
Cenderung melakukan tindakan negatif.
2. Faktor obstetri/ komplikasi obstetrik
a. Perdarahan pada abortus
b. Kehamilan ektopik
c. Perdarahan pada kehamilan trimester III
d. Perdarahan post partum
e. Infeksi nifas
3. Faktor pelayan kesehatan
a. Kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan maternal
b. Asuhan medik yang kurang baik
c. Kurangnya tenaga terlatih dan obat-obat penyelaman jiwa
Satu lagi teori lainnya mengenai faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
kematian ibu ialah oleh McCarthy dan Maine pada tahun 1992 dimana dikemukan
bahwa terdapat 3 faktor utama yaitu : (1) determinan dekat yaitu kehamilan itu
sendiri dan komplikasi yang terjadi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas
(komplikasi obstetri), (2) determinan antara yaitu status kesehatan ibu, status
reproduksi, akses ke pelayanan kesehatan, perilaku perawatan kesehatan /
penggunaan pelayanan kesehatan dan faktor – faktor lain yang tidak diketahui atau
tidak terduga, (3) determinan jauh meliputi faktor sosio-kultural dan faktor ekonomi,
seperti status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam
masyarakat dan status masyarakat. Skema faktor-faktor ini dapat dilihat pada gambar
8

2.1.14

Gambar 2.1 Skema determinan kematian ibu oleh McCarthy and Maine14

Adapun faktor penyebab kematian perinatal ialah: 14


a. Infeksi
b. Asfiksia neonatorum
c. Trauma kelahiran
d. Cacat bawaan/kelainan konginetal
e. Penyakit yang berhubungan dengan prematuritas dan dismaturitas
f. Imaturitas

2.5 Mekanisme Kerja AMP


Kasus kematian/kesakitan maternal dan perinatal/neonatal dilaporkan oleh
pasien/masyarakat, petugas pemberi pelayanan, dan institusi pemberi layanan ke
Puskesmas setempat. Untuk kematian yang terjadi di masyarakat, Bidan
Koordinator/Bidan Puskesmas yang ditunjuk akan melakukan otopsi verbal dengan
menggunakan formulir yang tersedia. Untuk kematian yang terjadi di Puskesmas
9

atau fasilitas kesehatan lainnya (RB, BPS, Bidan di desa), Bidan Koordinator/Bidan
Puskesmas yang ditunjuk akan melengkapi formulir kematian di fasilitas dan otopsi
verbalnya.11 Kasus kematian di RS baik pemerintah maupun swasta dilaporkan ke
Dinas Kesehatan setempat dalam waktu 3 hari. Formulir yang sudah dilengkapi
dikirimkan ke Sekretariat AMP Kabupaten/Kota setempat. Sekretariat mendata,
meneliti kelengkapan data, dan melaporkannya ke Koordinator. Data yang belum
lengkap harus dikembalikan ke Puskesmas pengirim untuk dilengkapi. Data yang
terkumpul dan sudah lengkap dibuat anonim. Sekretariat kemudian berkoordinasi
dengan Koordinator untuk mengagendakan pertemuan pengkaji dan menyiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pertemuan tersebut.11

Kematian

Fasilitas Masyarakat

Registrasi dan Anonimasi oleh Sekretariat AMP Kabupaten/Kota

Pengkajian Kasus

Pengolahan data hasil kajian dan rekomendasi oleh


Penanggung Jawab dan Koordinator AMP

Pemanfaatan hasil kajian dan rekomendasi


Pembelajaran oleh Komunitas pelayanan Perencanaan

Pelaporan

Gambar 2.1 Alur mekanisme kerja AMP11


10

2.6 Struktur Anatomi Formulir Instrumen AMP14


1. IKP
Berguna untuk menemukan dan mengumpulkan data kematian Kunjungan
rumah/ RT/ Kades/ Faskes meliputi :
a. Lokasi terjadinya kematian
b. Keterangan neonatus meninggal
c. Pengisi formulir

2. DKP
Memiliki fungsi sebagai pelaporan kematian di wilayah kerja puskesmas atau
rumah sakit ke Dinas Kes Kab/Kota

3. RKP
Dilakukan oleh Dinkes Kab/Kota Kunjungan rumah/ RT/ Kades/ Faskes
dengan tujuan mencari:
a. Nama neonatus meninggal
b. Umur
c. Orang tua
d. Alamat
e. Lahir hidup/ mati
f. Dugaan sebab kematian
g. Tanggal meninggal
h. Tempat meninggal
i.
4. OVP
Berfungsi untuk mengumpulkan data non medis serta melakukan interview
kepada keluarga, dukun atau informan lain. Hal yang dikaji ialah :
a. Identitas responden
b. Lokasi &waktu terjadinya kematian
11

c. Identitas ibu dan ayah


d. Neonatus
e. Riwayat kehamilan & persalinan sekarang 6.Riwayat kehamilan &
persalinan terdahulu
f. Masalah non medis
g. Resume
5. RMP
Berfungsi untuk mencari data medis dari rekam medis fasilitas kesehatan
tempat ibu/ bayi meninggal di tempat pelayanan akhir. Hal yang dikaji ialah :
a. Lokasi & waktu terjadinya kematian perinatal-neonatal
b. Identitas neonatus, ibu dan bapak
c. Neonatus
d. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
e. Riwayat kehamilan dan persalinan terdahuludahulu
f. Sarana dan prasarana
g. Masalah non medis
h. Resume
i. Penyebab kematian
j. Otopsi
k. Penyelesaian formulir

6. RMP PERANTARA
Untuk mencari data medis yang diperlukan di tempat pelayanan antara
sebelum pelayanan terakhir. Hal yang dikaji ialah :
a. Lokasi perawatan
b. Identitas neonatus, ibu dan bapak
c. Neonatus
d. Riwayat kehamilan &persalinan sekarang
e. Resume
f. Penyelesaian formulir
12

7. FORMULIR PENGKAJI & RINGKASAN


Untuk melakukan analisis medis dan non medis setiap kasus kematian
berdasarkan informasi/ RMP Perantara. Hal yang dikaji ialah :
a. Lokasi dan waktu terjadinya kematian
b. Identitas ibu dan bapak
c. Ringkasan masalah dan tata laksana pada neonatus
d. Data kelahiran
e. Ringkasan masalah dan tata laksana
f. Kehamilan
g. Riwayat kehamilan dan persalinan terdahulu
h. Masalah sarana, prasarana dan non medis
i. Resume atau daftar masalah
j. Daftar pengkaji

2.7 Kebijakan dan Strategi AMP


Undang-undang Nomor 36 tentang Kesehatan tahun 2009 dan UU nomor 44
tentang Rumah Sakit pasal 39 tahun 2009 menyatakan bahwa tenaga kesehatan
dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien.11
Berdasarkan hal tersebut, kebijakan terkait dengan AMP ialah:11
1. Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui
program jaga mutu di puskesmas, di samping upaya perluasan jangkauan
pelayanan. Upaya peningkatan dan pengendalian mutu antara lain dilakukan
melalui kegiatan AMP.
2. Peningkatan fungsi Kabupaten/Kota sebagai unit efektif yang mampu
memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan
pelayanan KIA di seluruh wilayahnya.
3. Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA di tingkat pelayanan dasar
(puskesmas dan jajarannya) dan di tingkat rujukan (RS Kabupaten/Kota).
13

4. Peningkatan kemampuan Kabupaten/Kota dalam perencanaan program KIA


dengan memanfaatkan hasil kegiatan AMP mampu mengatasi masalah
kesehatan setempat.
5. Peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis dari para
pengelola dan pelaksana program KIA melalui kegiatan analisis manajemen
dan pelatihan klinis.
6. Strategi yang diambil dalam menerapkan AMP adalah:
7. Semua Kabupaten/Kota sebagai unit efektif dalam peningkatan program KIA
secara bertahap menerapkan kendali mutu, yang antara lain dilakukan
melalui AMP di wilayahnya atau di Kabupaten/Kota lain (lintas batas).
Mekanisme pelaporan kematian lintas batas dijelaskan di Bab III. Dinas
Kesehatan Provinsi diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan AMP di
Kabupaten/Kota bila terjadi kematian lintas batas.
8. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berfungsi sebagai penanggung jawab yang
bekerja sama dengan RS Kabupaten/Kota dan melibatkan puskesmas dan
jejaringnya serta unit pelayanan KIA swasta lainnya dalam upaya kendali
mutu di wilayah Kabupaten/Kota.
9. Di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk tim AMP, yang selalu mengadakan
pertemuan rutin untuk mengumpulkan dan menyeleksi kasus,
menganonimkan kasus yang akan dikaji, membahas kasus dan membuat
rekomendasi tindak lanjut berdasarkan temuan dari kegiatan audit.
10. Perencanaan program KIA salah satunya dibuat dengan memanfaatkan hasil
temuan dari kegiatan audit, sehingga diharapkan berorientasi kepada
pemecahan masalah setempat.
11. Pembelajaran dan pembinaan dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, bersama dengan RS Kabupaten/Kota (untuk aspek teknis
medis) dan lintas sektor (untuk aspek non-medis) dilaksanakan sesuai
kebutuhan dalam bentuk yang disepakati oleh tim AMP. Pembelajaran dan
pembinaan dari suatu proses kegiatan AMP harus dapat dimanfaatkan oleh
seluruh komunitas pelayanan KIA yang ada di Kabupaten/Kota (RS
14

pemerintah dan swasta, puskesmas dan jejaringnya, RS ibu dan anak, Rumah
Bersalin, bidan dan dokter praktek swasta).
Berdasarkan kebijakan tersebut, dapat disimpulan bahwa terdapat 3 pertanyaan
rekomendasi, yaitu apa saja yang telahdilaksanakan dengan baik, apa saja yang
belum dilaksanakan dengan baik serta bagaimana pelayanan yang belum/kurang baik
dapat ditingkatkan di masa yang akan datang.

2.8 Kendala dalam Pelaksanaan AMP


Kendala dalam pelaksanaan program AMP disebabkan oleh faktor yang
berasal dari variabel input dan proses. Variabel yang menjadi kendala tersebut
adalah banyaknya tugas/jabatan rangkap pada petugas AMP, dana yang belum
mencukupi, formulir yang belum mencukupi di rumah sakit dan beberapa
puskesmas, kerjasama lintas sektor yang belum baik di beberapa puskesmas, tidak
adanya pelatihan AMP terhadap bidan koordinator, dan tidak adanya pemantauan
tindak lanjut/pelaksanaan rekomendasi.12
Berdasarkan faktor yang menjadi kendala pelaksanaan program AMP, upaya
tindak lanjut yang harus dilakukan oleh puskesmas dan dinas kesehatan diantaranya
memberikan reward kepada petugas yang rangkap tugas, mengalokasikan dana
khusus untuk pelaksanaan AMP puskesmas, distribusi formulir AMP, mengadakan
pertemuan lintas sektor secara rutin, pelatihan AMP kepada bidan koordinator dalam
hal teknis maupun program, dan pemantauan tindak lanjut/pelaksanaan
rekomendasi.12

2.9 Kekurangan AMP


Audit maternal perinatal dapat berjalan dengan baik jika hal-hal berikut dapat
dilaksanakan:11
1. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat
pelayanan kesehatan
2. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara
otopsi verbal, yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yang mengetahui
15

riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita
meninggal sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.
Namun, dalam pelaksanaannya AMP masih memiliki beberapa kekurangan
yang menyebabkan tidak berjalannya AMP dengan baik. Pada suatu penelitian khusus
disebutkan bahwa bahkan pada negara-negara yang mempunyai sistem registrasi yang
baik pun sekitar 50% kematian maternal tidak dilaporkan karena tidak
terklasifikasikan. Sistem registrasi tergantung pada identifikasi yang tepat dari
penyebab kematian maternal yang terjadi pada fasilitas kesehatan, hal tersebut
diidentifikasi dengan pemeriksaan patologi post-mortem dan dilaporkan dalam otopsi
verbal. Otopsi verbal adalah informasi tentang sebab kematian, digunakan untuk
menentukan prioritas kesehatan masyarakat, pola penyakit, tren penyakit, dan untuk
evaluasi dampak upaya preventif ataupun promotif. Seringkali ditemukan kematian di
masyarakat dan dilaporkan sesudah terjadinya kematian.11
16

BAB III
KESIMPULAN

AMP merupakan kegiatan menelusuri sebab kesakitan, kematian maternal dan


perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang akan
datang. Kegiatan ini memungkinkan tenaga kesehatan dapat menentukan hubungan
antara faktor penyebab kejadian kesakitan dan kematian maternal perinatal, sehingga
dapat menetapkan langkah-langkah intervensi. Faktor yang mempengaruhi kematian
ibu dan perinatal dapat berupa medik, non medik maupun pelayan kesehatan.
Kegiatan AMP lebih cenderung ke arah pemecahan masalah dengan upaya
peningkatan kualitas pelayanan. Ruang lingkup AMP dibatasi, yaitu pada tingkat
kabupaten atau kota, karena wilayah tersebut dinilai efektif dalam memberikan
pelayanan obstetrik, perinatal, serta Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) secara langsung
kepada masyarakat. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang berperan sebagai
koordinator dan penanggungjawab kegiatan AMP, yang dilaksanakan minimal empat
kali dalam jangka waktu satu tahun yang bertujuan untuk menjaga mutu pelayanan
KIA.
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Aeni N. Faktor Risiko Kematian Ibu Risk Factors of Maternal Mortality. 2011;
(26):453-459.
2. Andini A. 2020. Angka Kematian Ibu di Indonesia masih jauh dari target SDGs.
Tersedia di:
https://lokadata.id/artikel/angka-kematian-ibu-di-indonesia-masih-jauh-dari-
target-sdgs. Diakses 10 Maret 2021 pukul 12.33 WIB.
3. Muthoharoh, N.A, dkk. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kematian
Maternal Dikabupaten Batang. 2016;6(1):1-18.
4. Kemenkes RI. 2016. Laporan Tahunan Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun
2016. Jakarta
5. Dinkes Kalteng. 2020. Tersedia di: http://www.dinkes.kalteng.go.id/berita-
penguatan-audit-maternal-perinatal-amp-survailans-dan-respons-provkalteng-
tahun-2020.html. Diakses 10 Maret 2021 pukul 11.21 WIB.
6. Riyati, dkk. 2015. Kajian Pelaksanaan Program Audit Maternal Perinatal (AMP)
dalam Menurunkan Kematian Ibu di Kabupaten Jepara. Jurnal Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang Vol.2 No.1.
7. Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97
Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
8. Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta. hal. 120
9. Suwanti, E dkk. 2013. Pemahaman Bidan Tentang Audit Maternal Perinatal
Kaitannya Dengan Kepatuhan Bidan Dalam Pelaksanaan Managemen Aktif Kala
Iii Di Wilayah Kabupaten Klaten. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, volume 2,
nomor 2.
10. USAID. 2014. Panduan Fasilitasi AMP Pemantapan Proses Audit Maternal dan
Perinatal di Kabupaten/Kota. Jakarta.
11. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2010. Pedoman Audit Maternal Perinatal
(AMP). Kementerian Kesehatan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
12. Fahmi, M.A. 2017. Evaluasi Program Audit Maternal Perinatal (AMP) Di
Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara
Forikes, Volume VIII Nomor 3.
13. Juharni S, Widarsa T, Wirawan DN, et al. Laporan Hasil Penelitian Faktor Risiko
Kematian Ibu Sebagai Akibat Komplikasi Kehamilan, Persalinan dan Nifas di
Kabupaten Bima tahun 2011-2012. 2012:126-133.
14. Arulita Ika Fibriana Faktor- Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kematian
Maternal (Studi Kasus di Kabupaten Cilacap) Program Studi Epidemiologi
Program Pasca Sarjana Undip. 2007.

Anda mungkin juga menyukai