Anda di halaman 1dari 11

MATA KULIAH MATERNAL DAN NEONATAL

REVIEW ARTIKEL

Disusun Oleh

Lisa Aryani (2021071014212)

JURUSAN KESEHATAN REPRODUKSI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDRAWASIH
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di Indonesia masih belum memuaskan,
terbukti dari masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2010, AKI di Indonesia masih sebesar 240/100.000 kelahiran hidup. Di sisi
lain berdasarkan kesepakatan Millennium Development Goals (MDG`s)
2015 AKI diharapkan turun menjadi 102/100.000 kelahiran hidup.(Depkes
RI, 2011) Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada
tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi adalah 32 kasus
kematian per 1000 kelahiran hidup, dimana penurunannya masih cukup
lambat hal ini dapat terlihat dari data SDKI sebelumnya yaitu pada tahun
2007 terdapat 35 kasus kematian bayi per 1000 kelahiran hidup (Maryati et
al., 2019).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam percepatan penurunan
AKI dan AKB adalah melalui peningkatan cakupan persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas dan penanganan kegawat
daruratan maternal neonatal sesuai standar dan tepat waktu yang dapat di
kaji melalui Audit Maternal dan Perinatal (AMP). Terlambat dirujuk dan
terlambat memperoleh penanganan di fasilitas kesehatan merupakan faktor-
faktor yang mempengaruhi tingginya kematian ibu dan bayi baru lahir di
Indonesia.Kondisi ini memerlukan analisis yang lebih mendalam untuk
mencari akar permasalahan dan pemikiran untuk mencari alternatif
solusinya. Salah satu kegiatan penting yang dapat digunakan untuk
membantu menganalisis hal tersebut adalah Audit Maternal Perinatal
(Betrán et al., 2009).
Audit Maternal Perinatal (AMP) adalah proses penelaahan bersama
kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta penatalaksanaannya,
dengan menggunakan berbagai informasi dan pengalaman dari suatu
kelompok terdekat, untuk mendapatkan masukan mengenai intervensi yang
paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA.
AMP merupakan kegiatan death and case follow up. Tujuan umum AMP
adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah
kabupaten/kota untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
perinatal (Ika Fitria Elmeida et al., 2022).
Faktor yang sangat besar pengaruhnya dalam kegiatan audit ini
adalah keakuratan data. Untuk menjamin perolehan data yang akurat dan
jujur, salah satu hal yang harus dikerjakan adalah penekanan kepada
individu dan institusi yang teribat bahwa proses Audit Maternal
Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota akan menerapkan prinsip kerahasiaan
individu dan institusi pada saat dilakukannya penilaian atau kajian kasus.
Identitas individu kasus dan petugas kesehatan dan institusi hanya akan
diketahui sampai tingkat Koordinator Audit Maternal Perinatal/Neonatal di
Kabupaten/Kota. Dasar terjadinya kematian dan kesakitan maternal dan
perinatal/neonatal seharusnya dapat diungkap tanpa harus membuka
identitas pihak yang terkain kepada asesor. Adapun umpan balik untuk
kepentingan pembelajaran, pembinaan dan perbaikan tetap dapat diberikan
kepada pihak yang bersangkutan karena identitas pihak yang terkait
diketahui oleh Koordinator AMP Kabupaten/Kota (Mahudin et al., 2020).
B. Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka tujuan dari tulisan
ini adalah untuk mengetahui analisis program audit maternal-perinatal,
faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam
implementasi program audit maternal-perinatal, bagaimana pemahaman
bidan terkait audit maternal-perinatal, serta bagaimana perlindungan hukum
yang terkait dengan program audit maternal-perinatal.
C. Hasil
Maternal merupakan kematian dari setiap wanita sewaktu dalam
kehamilan, persalinan dan dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa
mempertimbangkan lamanya serta dimana kehamilan tersebut berlangsung.
Arti dari perinatal yaitu kematian janin pada usia kehamilan 28 minggu atau
lebih ditambah kematian bayi usia satu minggu. Pengertian neonatal
(neonatus) yaitu merupakan fase kehidupan pertama kali yang di alami oleh
bayi setelah bayi keluar dari kandungan (setelah bayi lahir) sampai bayi
berumur 2 minggu (Souza et al., 2010).
Kematian maternal, perinatal, dan neonatal harus diaudit yang
disebut dengan audit maternal. Dilakukan terhadap setiap kasus kematian
dan kesakitan ibu masa hamil, persalinan, masa sesudah melahirkan, dan
bayi baru lahir. Audit maternal dan perinatal, dilakukan melalui investigasi
kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi kematian maternal dan
perinatal. Pendataan/audit maternal dan perinatal diselenggarakan oleh tim
di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, digunakan meningkatkan dan
menjaga mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak (Maryati et al., 2019).
Hasil audit maternal dan perinatal merupakan dasar bagi
pelaksanaan intervensi yang terdiri atas: peningkatan pelayanan antenatal1
yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara
memadai, pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga
kesehatan terampil, pelayanan pascapersalinan dan kelahiran; Pelayanan
Emergensi Kebidanan dan Neonatal Dasar (PONED) dan Pelayanan
Emergensi Kebidanan dan Neonatal Komprehensif (PONEK) yang dapat
dijangkau; Rujukan yang efektif untuk kasus risiko tinggi dan komplikasi
yang terjadi. Percepatan penurunan angka kematian ibu, dilakukan secara
terpadu berbasis bukti. Berbasis bukti meliputi hasil survelans kesehatan ibu
dan anak serta data, informasi kesehatan dan kajian ilmiah lain yang valid
dan terkini (Corsi et al., 2019).
Berdasarkan hasil penelitian dari penulis, penulis akan menganalisis
berkaitan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Maternal Perinatal,
Neonatal Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014.
Peraturan ini membahas mengenai Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan layanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
Dari ke tiga narasumber terdapat kegawatdaruratan maternal, perinatal, dan
neonatal. Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi
secara tibatiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya.
Kegawatdaruratan terbagi atas kegawatdaruratan ketika ibu mengandung
atau kegawatdaruratan kehamilan (maternal), dan kegawatdaryratan ketika
bayi sudah dilahirkan yang menyebabkan bayi meninggal dunia (perinatal
dan neonatal) (Iriani, 2017).
Pelaksanaan program audit maternal dan perinatal (AMP) belum
optimal. Kegiatan yang belum dilaksanakan antara lain sektor lain selain
kesehatan belum dilibatkan. Pengisian formulir kasus kematian lama dan
terkadang tidak lengkap, sesi pembelajaran belum dilakukan secara
berkelanjutan, pemantauan dan evaluasi tidak menyeluruh dan tidak ada
tindak lanjut. Faktor komunikasi dalam program AMP revisi masih kurang
karena sosialisasi hanya dilakukan pada bidan koordinator dan bidan
koordinator belum menyampaikan sosialisasi kepada bidan lainnya. Selain
itu, pelatihan kepada tim pengkaji AMP juga belum dilakukan. Faktor
sumber daya masih terbatas terbukti dengan terbatasnya dana untuk
melakukan kegiatan AMP dan pemberian insentif (Maryati et al., 2019).
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pertemuan pembahasan
kasus tidak tersedia secara khusus serta pengadaan formulir kasus kematian
dilakukan oleh bidan. Faktor disposisi dalam pelaksanaan program AMP
masih kurang karena kehadiran tim AMP dalam pelaksanaan sosialisasi
AMP revisi dan pertemuan pembahasan kasus sering tidak lengkap.
Pertemuan pembahasan kasus tidak sesuai dengan jumlah kasus yang ada
dan dalam hal struktur birokrasi, buku pedoman pelaksanaan AMP belum
tersedia di DKK sehingga pelaksanaannya hanya mengacu pada slide
presentasi yang disampaikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi pada saat
sosialisasi program AMP revisi. SK tim AMP belum disahkan oleh Bapak
Bupati (Suwanti & Wahyuni, 2013).
D. Pembahasan
Salah satu komitmen yang harus diterapkan oleh tim AMP yaitu
penerapan azas AMP revisi, sulitnya penerapan azas AMP revisi dapat
dikaitkan dengan sifat dasar manusia. Pada dasarnya memang sudah ada
pada diri manusia bahwa manusia memiliki rasa keingintahuan terhadap
orang lain. Manusia tidak bisa hidup sendiri dan cenderung akan selalu
melakukan sharing (berbagi bersama) dengan manusia yang lain. Proses
sharing ini lalu diserap sebagai pengetahuan individual lewat proses belajar
yang dilakukannya. Apabila hasil dari proses sharing ini terus menerus
disosilisasikan dan dimantapklan akhirnya relatif membentuk pemahaman
yang sama tentang sesuatu, relatif memiliki kesamaan pola pengetahuan,
bahkan dalam banyak hal relatif memiliki artefak atau material yang sama
(Bates et al., 2008).
Faktor-faktor yang mendorong para pelaksana program dalam
melaksanakan program AMP ini lebih kepada ingin menurunkan angka
kematian ibu dan bayi di Kabupaten Cianjur. Besarnya faktor pendorong
yang ada dalam diri seseorang akan terhambat apabila muncul faktor
penghambat yang lebih besar. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk
meruntuhkan faktor penghambat yang ada sehingga program yang ada dapat
berjalan dengan optimal sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan.
Struktur birokrasi adalah kewenangan, supervisi dan Standar Operasional
Prosedur (SOP). Kewenangan adalah hak dan kekuasaan yang
didelegasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur kepada tim AMP
dalam bentuk Surat Keputusan (SK). Sedangkan Standar Operasional
Prosedur (SOP) meliputi ketersediaan pedoman pelaksanaan AMP dalam
pelaksanaan Program AMP (Mahudin et al., 2020).
Variabel faktor pendukung implementasi kegiatan AMP diantaranya
terkait dengan sumber daya yang meliputi sumber daya manusia diperolah
informasi bahwa untuk aspek sumber daya manusia dalam pelaksanaan
kegiatan AMP dari sisi jumlah sudah sangat mencukip, dari semua tim sudah
pernah mendapatkan pelatihan tetang AMP, sedangkan untuk sumber daya
anggara juga sudah sangat baik, setiap tahun anggran untuk pelaksanaan
kegiatan AMP selalu mengalami peningkatan. Kemudian pada sumber daya
fasilitas (sarana dan prasaran) sudah tersedia dan masih layak untuk
digunakan (Mahudin et al., 2020).
Variabel disposisi menjadi yang pertama sebagai foktor penghabat
implementasi kegiatan AMP di Kota Semarang. Aspek disposisi terkait
dimensi efek disposis dan insentif. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa sikap para pelaksan kegiatan AMP cenderung mangabaiakn perintah-
perintah yang telah disepakati bersama. Untuk dimensi insentif didapatkan
bahwa tidak ada insentuif atau honor kusus bagi para pelaksana keagiatan
AMP, yang ada hanya berupa biaya perjalan dinas untuk telaah kasus
maupun biaya perjalan dinas untuk kejian kasus/autopsi verbal pada RS
yang terdapat kasus kematian (Mahudin et al., 2020).
Pemahaman seseorang terhadap suatu obyek bisa berubah dan
berkembang sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi
rendahnya mobilitas informasi tentang obyek tersebut di lingkungannya.
Pengetahuan yang dalam hal ini pemahaman tentang AMP dapat
membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai
keyakinan tersebut dalam hal ini adalah kepatuhan dalam melaksanakan
MAK III. Selain hal tersebut perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng dibandingkan dengan tanpa didasari pengetahuan. Sehingga
dengan demikian pengetahuan merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang yang dalam hal ini adalah tindakan
atau kepatuhan dalam melakukan MAK III (Suwanti & Wahyuni, 2013).
Menurut Philipus M. Hadjon dalam bukunya berjudul Perlindungan
Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Perlindungan hukum terbagi atas: Pertama,
sarana perlindungan hukum preventif. Pada perlindungan hukum preventif
ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan, atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
definitif. Penulis mengartikan bahwa perlindungan preventif ini digunakan
terhadap keputusan pemerintah yang mengesahkan suatu peraturan, hal ini
tidak dapat berlaku di Indonesia karena keputusan pemerintah dalam
membuat suatu peraturan harus mendapat persetujuan dari DPR bukan dari
masyarakat yang tidak mempunyai di hak legislatif (Iriani, 2017).
Kedua, sarana perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum
yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan
perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Peradilan Administrasi di
Indonesia diartikan bahwa apabila adanya suatu peristiwa yang
bertentangan dengan hukum, dan menyebabkan kerugian baik materiil
maupun kematian masyarakat dapat mengajukan gugutan di pengadilan
(Iriani, 2017).
Posivisme hukum (hukum positif) sebagai bentuk perlindungan
hukum ajaran postivisme hukum dari John Austin yaitu Analytical
Jurisprudence. Austin membagi hukum atas 2 hal yakni; hukum yang
diciptakan oleh Tuhan untuk manusia, dan hukum yang disusun dan dibuat
oleh manusia. Jenis hukum ini disebut sebagai hukum positif yang dibuat
penguasa, seperti; Undang-Undang, Peraturan Perundang-Undangan, dan
Peraturan Pemerintah, dan sebagainya (Fahmi, 2017).
Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014, peraturan ini
membahas mengenai Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa
Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
layanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Berdasarkan isi
peraturan tersebut sudah jelas bahwa tenaga kesehatan yaitu bidan, perawat
dan dokter wajib memberikan pelayanan yang maskimal kepada pasien
(Iriani, 2017).
Pasal 126 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa upaya kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga
kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan
berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu. Dalam kurun waktu 2
(dua) dekade terakhir, penurunan angka kematian ibu belum menunjukkan
hasil yang diharapkan, hal ini perlu mendapat perhatian khusus. Pasal 58
(1); Setiap orang berhak menuntut ganti kerugian terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan penyelenggara kesehatan yang menimbulkan akibat
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya
(Fahmi, 2017).
E. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang penulis peroleh dari hasil ini ialah bahwa
Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014. Peraturan Tentang
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan
Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Layanan Kontrasepsi, Serta
Pelayanan Kesehatan Seksual. Peraturan ini menegaskan bahwa pasien
mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan, meskipun tidak secara
eksplisit menyebutkan pasein dapat menggugat dokter, bidan, rumah sakit
apabila terjadi wansprestasi.
Faktor-faktor yang dianggap sebagai faktor penghambat dalam
pelaksanaan kegiatan AMP diantaranya: aspek disposisi yang berkaitan
dengan efeck atau sikap para pelaksana. Para pelaksana kegiatan AMP
cenderung mengabaikan kesepakatankesepakatan yang sudah di sepakati
bersama yang mana beberapa fasilitas kesehatan (RS selalu terlambat dalam
mengirimkan berkas pelaporan ke sekertariat AMP, hal ini akan
memperhambat proses pengkajian kasus untuk menghasilkan
rekomndasirekomendasi perbaikan kualitas pelayanan.
Adapun saran: Pertama, Pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan
Ponorogo memberikan jaminan keehatan dan keselamatan masyarakat
melalui edukasi hukum kepada masyarakat dan tenaga kesehatan (doker,
bidan, perawat, rumah sakit). Apabila ada terjadi kesalahan medis yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan, dapat melakukan upaya hukum dengan
menguggat secara perdata dan pidana. Serta mengedukasi tenaga kesehatan
mengenai hukum kesehatan agar tidak terjadi kesalahan medis dan
wansprestasi. Kedua, Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan Ponorogo
saling bersinergi untuk membuat Peraturan Daerah tentang lataksi dan
menyediakan ruang laktaksi di tempat umum.
Daftar Pustaka

Bates, I., Chapotera, G., McKew, S., & Van Den Broek, N. (2008). Maternal
mortality in sub-Saharan Africa: The contribution of ineffective blood transfusion
services. BJOG: An International Journal of Obstetrics & Gynaecology, 115(11),
1331–1339. https://doi.org/10.1111/j.1471-0528.2008.01866.x
Betrán, A. P., Gulmezoglu, A. M., Robson, M., Merialdi, M., Souza, J. P.,
Wojdyla, D., Widmer, M., Carroli, G., Torloni, M. R., Langer, A., Narváez, A.,
Velasco, A., Faúndes, A., Acosta, A., Valladares, E., Romero, M., Zavaleta, N.,
Reynoso, S., & Bataglia, V. (2009). WHO Global Survey on Maternal and
Perinatal Health in Latin America: Classifying caesarean sections. Reproductive
Health, 6(1), 18. https://doi.org/10.1186/1742-4755-6-18
Corsi, D. J., Walsh, L., Weiss, D., Hsu, H., El-Chaar, D., Hawken, S., Fell, D. B.,
& Walker, M. (2019). Association Between Self-reported Prenatal Cannabis Use
and Maternal, Perinatal, and Neonatal Outcomes. JAMA, 322(2), 145.
https://doi.org/10.1001/jama.2019.8734
Fahmi, M. A. (2017). EVALUASI PROGRAM AUDIT MATERNAL PERINATAL
(AMP) DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH.
Ika Fitria Elmeida, Nurlaila, & Yulida Fithri. (2022). Maternal Mortality Risk
Factors and the Role of Midwives in First Handling Maternal Emergencies based
on Verbal Autopsy of the 2016-2021 Maternal Perinatal Audit Program in Bandar
Lampung City. Asian Journal of Healthcare Analytics, 1(2), 93–102.
https://doi.org/10.55927/ajha.v1i2.1611
Iriani, D. (2017). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MATERNAL
PERINATAL, NEONATAL DAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF MENURUT
PERATURAN MENTERI KESEHATAN No. 97 TAHUN 2014 DAN UNDANG-
UNDANG KESEHATAN No. 36 TAHUN 2009. Justicia Islamica, 14(2).
https://doi.org/10.21154/justicia.v14i2.1225
Mahudin, R., Jati, S. P., & Sriatmi, A. (2020). FAKTOR PENDUKUNG DAN
PENGHAMBAT IMPLEMENTASI KEGIATAN AUDIT MATERNAL
PERINATAL (AMP) DI KOTA SEMARANG (Study Kasus Pada Puskesmas
Kedungmundu, Rumah Sakit Tugurejo dan Dinas Kesehatan Kota Semarang).
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, 8.
Maryati, S., Jati, S. P., & Wulan, L. R. K. (2019). ANALISIS PROGRAM AUDIT
MATERNAL-PERINATAL (AMP) DI KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2012. 12.
Souza, J. P., Cecatti, J. G., Faundes, A., Morais, S. S., Villar, J., Carroli, G.,
Gulmezoglu, M., Wojdyla, D., Zavaleta, N., Donner, A., Velazco, A., Bataglia, V.,
Valladares, E., Kublickas, M., & Acosta, A. (2010). Maternal near miss and
maternal death in the 2005 WHO global survey on maternal and perinatal health.
Bulletin of the World Health Organization, 88(2), 113–119.
https://doi.org/10.2471/BLT.08.057828
Suwanti, E., & Wahyuni, S. (2013). PEMAHAMAN BIDAN TENTANG AUDIT
MATERNAL PERINATAL KAITANNYA DENGAN KEPATUHAN BIDAN
DALAM PELAKSANAAN MANAGEMEN AKTIF KALA III DI WILAYAH
KABUPATEN KLATEN. Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(2).

Anda mungkin juga menyukai