Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari harapan, ditandai dengan
masih tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu 228 per 100,000 kelahiran hidup (SDKI,
2007). Meskipun telah mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2002-2003 yaitu
307 per 100.000 KLH, angka ini masih merupakan angka tertinggi jika dibandingkan dengan
negara tetangga, seperti Malaysia (62), Srilanka (58), and Philipina (230). Kondisi Angka
Kematian Bayi (AKB) tidak jauh berbeda, saat ini kematian bayi sebesar 34 per 1000
kelahiran hidup (SDKI, 2007) dan terjadi stagnasi penurunan bila kita bandingkan dengan
SDKI 2003 (35 per 1000 kelahiran hidup).AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika
dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu Singapura (3 per 1.000), Brunei
Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000), dan Thailand (20
per 1.000).

Angka kematian ibu di Indonesia tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan
menurun menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, dan 307 per 100.000
kelahiran hidup di tahun 2003, sedangkan data terakhir pada tahun 2007 menunjukkan angka
228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI2007). Angka tersebut menunjukkan bahwa
penurunan angka kematian ibu di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan untuk dapat
mencapai target MDG, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015. Jika tidak
dilakukan intervensi yang signifikan dan efektif, maka target tesebut sulit untuk dicapai
karena proyeksi BPS berdasarkan kecenderungan penurunan diatas, angka kematian ibu di
Indonesia hanya akan turun sampai 163 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (BPS,
2007).

Untuk menurunkan angka kematian ibu, salah satu faktor utama adalah mengatasi komplikasi
persalinan. Diperkirakan bahwa dari sekitar 529.000 kematian ibu, sekitar 9,5 juta wanita
mengalami kesakitan yang berhubungan dengan kehamilan dan 1,4 juta mengalami nyaris
mati (near-miss) (Filippi, dkk., 2007). SDKI tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 37%
ibu mengalami persalinan tak maju ketika proses persalinan, 17% mengalami ketuban pecah
dini (KPD) 6 jam sebelum melahirkan, dan 9% mengalami perdarahan hebat. Komplikasi lain
yang tercatat adalah demam dan cairan vagina berbau (7%) dan kejang (2%). Sementara itu,

1
komplikasi yang tercatat selama kehamilan, sekitar 10,6% ibu didiagnosis memiliki
komplikasi. Diantara mereka, 3% mengalami perdarahan hebat dan 2% ibu mengalami
persalinan pre-term. Komplikasi lain yang dilaporkan dalam laporan SDKI tersebut adalah
demam, sungsang, kejang, lemah, bengkak, hipertensi dan sakit kepala.

Angka kematian neonatal di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan yang sangat


lambat dalam kurun waktu 10 tahun bila dibandingkan dengan angka kematian bayi dan
Balita. AKN pada tahun 1997 sebesar 26 per 1000 kelahiran hidup menurun menjadi 20 per
1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) dan 19 per 1000 kelahiran hidup sesuai hasil SDKI
2007. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal menjadi penting karena
kematian neonatal memberikan kontribusi terhadap 56% kematian bayi (SDKI,2007). Untuk
mencapai target penurunan AKB pada MDG 2015 yaitu sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup
maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi baru lahir (neonatal) menjadi
prioritas utama. Dari data tersebut juga terlihat kesenjangan yang cukup besar antar provinsi.
AKB dan AKN tertinggi di provinsi Sulawesi Barat (74 dan 46/1.000) dan NTB (72 dan
34/1.000) yang mencapai 2 - 3 kali lipat dari AKB di Provinsi Yogyakarta (19 dan 15/1.000)
(SDKI 2007).

Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan 78,5% dari kematian neonatal ini terjadi pada umur 0-6
hari. Dari data tersebut juga terlihat masih rendahnya cakupan pemeriksaan neonatus. 57,6%
neonatus diperiksa oleh tenaga kesehatan dalam minggu pertama setelah kelahirannya dan
hanya 33,5% neonatus umur 8-28 hari yang diperiksa. Penyebab kematian terbesar
berdasarkan Riskesdas 2007 untuk umur 0-6 hari adalah gangguan pernapasan/asfiksia
(35,9%) dan prematuritas dan bayi berat lahir rendah (32,4%) dan sepsis (12%); umur 7-28
hari adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (18,1%), pneumonia 15,4 %, prematuritas
dan BBLR (12,8%) dan RDS (12,8%).

Hampir sama dengan angka kematian ibu, angka kematian neonatal di Indonesia ini juga
masih menunjukkan adanya masalah akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang serius.
Masalah kesehatan neonatal selain sangat terkait dengan kondisi saat ibu hamil dan bersalin
tetapi juga penyakit dan masalah kesehatan yang dialami bayi setelah lahir yang menyangkut
perawatan bayi baru lahir.

2
Terdapat tiga jenis area intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian
dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui: (1) peningkatan pelayanan antenatal yang
mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai, (2) pertolongan
persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan
dan kelahiran, serta (3) pelayanan emergensi kebidanan dan neonatal dasar (PONED) dan
komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau.

Beberapa program penurunan AKI dan AKN di Indonesia telah dilakukan melalui kebijakan
Making Pregnancy Safer (MPS). Salah satunya adalah dengan meningkatkan mutu dan
menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan ibu serta neonatal di tingkat pelayanan dasar
dan pelayanan rujukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep Audit
Maternal Perinatal/Neonatal (AMP) tingkat Kabupaten/Kota. Ruang lingkup AMP yang
dikembangkan dalam pedoman ini mencakup audit untuk ibu, bayi pada masa perinatal,
hingga neonatal.

AMP dapat dimanfaatkan untuk menggali permasalahan yang berperan atas kejadian
morbiditas maupun mortalitas yang berakar pada pasien/ keluarga, petugas kesehatan,
manajemen pelayanan, serta kebijakan pelayanan. Melalui kegiatan ini diharapkan para
pengelola program KIA di Kabupaten/Kota dan para pemberi pelayanan di tingkat pelayanan
dasar (puskesmas dan jajarannya) dan di tingkat pelayanan rujukan (RS Kabupaten/Kota)
dapat menetapkan prioritas untuk mengatasi faktor-faktor yang berpengaruh tersebut.

Data dari AMP di tingkat Kabupaten/Kota diharapkan akan dapat digunakan untuk proses
audit di tingkat provinsi untuk menghasilkan kebijakan tingkat tinggi melalui mekanisme
Confidential Enquiries into Maternal (&Neonatal) Deaths (CEMD). Pada tingkat ini, dapat
dilibatkan pakar dari berbagai macam bidang (misalnya terkait transportasi, dan lain-lain)
untuk menghasilkan intervensi yang berbasis bukti dan diharapkan dapat memperbaiki
kualitas pelayanan maternal dan Perinatal/Neonatal. Dalam kaitannya dengan kegiatan
CEMD di tingkat provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi berkepentingan untuk mengumpulkan
data AMP dari seluruh Kabupaten/Kota di wilayahnya. Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi
diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan AMP di Kabupaten/Kota dalam hal bila terjadi
kematian lintas batas dan menyediakan pengkaji eksternal bagi Kabupaten/Kota yang
memerlukannya.

3
2. Tujuan Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten

2.1. Tujuan Umum


Tujuan umum Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota adalah untuk menjaga dan
meningkatkan mutu pelayanan KIA di tingkat Kabupaten/Kota, provinsi, dan nasional
melalui upaya penerapan tata kelola kinik yang baik (clinical governance) dalam rangka
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan angka kematian Perinatal/Neonatal.

2.2. Tujuan Khusus


Tujuan khusus Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota adalah:
2.2.1 Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan
Perinatal/Neonatal secara teratur dan berkesinambungan dalam wilayah
Kabupaten/Kota.
2.2.2 Mengidentifikasi penyebab kematian dan mengkaji faktor-faktor penyebab
kematian ibu dan Perinatal/Neonatal yang dapat dicegah yang meliputi:
a. Penyebab yang berhubungan dengan pasien/ keluarga, seperti: situasi
pribadi, keluarga, lingkungan (komunitas), termasuk masalah sosial
ekonomi,dan perilaku pasien.
b. Penyebab yang berhubungan dengan petugas kesehatan.
c. Penyebab yang berhubungan dengan manajemen pelayanan kesehatan.
d. Penyebab yang berhubungan dengan kebijakan pelayanan kesehatan.
2.2.3 Mengembangkan mekanisme pembelajaran, pembinaan, pelaporan, dan
perencanaan yang terpadu antara dinas kesehatan Kabupaten/Kota, RS
pemerintah dan swasta, puskesmas, RB, BPS, organisasi profesi, dan lintas
sektoral.
2.2.4 Menentukan rekomendasi, intervensi, strategi pembelajaran, dan pembinaan
bagi masing-masing pihak terkait dalam upaya mengatasi masalah-masalah
yang ditemukan dalam pembahasan kasus.
2.2.5 Mengembangkan mekanisme pemantuan, evaluasi, dan pengembangan
terhadap rekomendasi yang disepakati.
2.2.6 Memperoleh kesepakatan pemecahan masalah yang paling sesuai diterapkan di
masing-masing wilayah Kabupaten/Kota atas penyebab timbulnya morbiditas
atau mortalitas ibu, perinatal, maupun neonatal.

4
3. Batasan
3.1. Audit Maternal Perinatal/Neonatal Tingkat Kabupaten/Kota
Pengertian Audit Maternal Perinatal/Neonatal tingkat Kabupaten/Kota adalah
serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal, dan
neonatal guna mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang.
Analisis pemberian pelayanan atas suatu kejadian kesakitan atau kematian tersebut
dilakukan secara sistematik dan anonim oleh para pengkaji yang berasal baik dari
dalam maupun luar wilayah Kabupaten/Kota setempat. Prinsipnya adalah bagaimana
setiap kejadian kesakitan atau kematian ibu, perinatal, dan neonatal dapat dijadikan
pembelajaran bukan saja oleh para pihak yang terkait langsung atas kematian atau
kesakitan, tetapi juga oleh para pihak yang kebetulan tidak sedang terlibat dalam
pelayanannya. Pembelajaran tersebut dikelola oleh suatu Tim Manajemen AMP
Kabupaten/Kota. Untuk membuat para pihak terkait bersedia secara sukarela
memberikan informasi yang sebenar-benarnya atas suatu kejadian kesakitan atau
kematian untuk keperluan pembelajaran, maka kerahasiaan seluruh identitas para
pihak tersebut dijaga dalam tanggung jawab Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota
melalui mekanisme anonimasi. Bentuk pembinaan kepada para pihak terkait tersebut
dalam bentuk memberikan umpan balik berisi rekomendasi tentang praktek terbaik
yang diharapkan dapat dilakukan guna mencegah kejadian serupa di masa datang.

Audit terhadap kesakitan ibu dan Perinatal/Neonatal juga dapat dilakukan terhadap
kasus- kasus nyaris mati (near-miss) akan tetapi untuk sementara audit terhadap near
miss ini belum dapat dilaksanakan secara nasional mengingat penentuan near-miss
memerlukan kriteria yang masih sulit untuk disepakati secara nasional.

Dengan demikian, kegiatan audit ini berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan
dengan pendekatan pemecahan masalah. Dalam kaitannya dengan pembelajaran dan
pembinaan, ruang lingkup wilayah dibatasi pada Kabupaten/Kota sebagai unit efektif
yang mempunyai kemampuan pelayanan obstetrik-Perinatal/Neonatal dan didukung
oleh pelayanan KIA sampai ke tingkat masyarakat.

3.2. Kematian Maternal


Kematian maternal adalah kasus kematian perempuan yang diakibatkan oleh proses
yang berhubungan dengan kehamilan (termasuk hamil ektopik), persalinan, abortus

5
(termasuk abortus mola), dan masa dalam kurun waktu 42 hari setelah berakhirnya
kehamilan tanpa melihat usia gestasi, dan tidak termasuk di dalamnya sebab kematian
akibat kecelakaan atau kejadian insidental. Penyebab kematian maternal akan
diklasifikasikan menjadi penyebab kematian maternal langsung dan tidak langsung.

3.3. Kematian Perinatal/Neonatal


Kematian perinatal adalah kematian bayi (dengan umur kehamilan lebih 22 minggu)
yang lahir dalam keadaan meninggal atau bayi yang lahir hidup namun kemudian
meninggal dalam masa 7 hari setelah persalinan.

Stillbirth atau lahir-mati, adalah bayi dengan berat lahir lebih dari 500 gram atau umur
kehamilan lebih 22 minggu yang dilahirkan tanpa tanda-tanda kehidupan. Lahir mati
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu lahir mati dengan tanda maserasi dan lahir mati
tanpa tanda maserasi (masih tampak segar).

Kematian neonatal adalah kematian bayi lahir hidup yang kemudian meninggal
sebelum 28 hari kehidupannya. Kematian neonatal dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
kematian neonatal dan kematian neonatal lanjut. Kematian neonatal adalah kematian
bayi yang terjadi pada 7 hari pertama kehidupannya. Kematian lanjut adalah kematian
bayi yang terjadi pada masa 8-28 hari kehidupannya.

4. Kebijakan dan Strategi


Undang-undang Nomor 36 tentang Kesehatan tahun 2009 dan UU nomor 44 tentang
Rumah Sakit pasal 39 tahun 2009 menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam
melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati
hak pasien. Berdasarkan hal tersebut, kebijakan sehubungan dengan Audit Maternal
Perinatal/Neonatal adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui program
jaga mutu di puskesmas, di samping upaya perluasan jangkauan pelayanan. Upaya
peningkatan dan pengendalian mutu antara lain dilakukan melalui kegiatan AMP.
2) Peningkatan fungsi Kabupaten/Kota sebagai unit efektif yang mampu
memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan
pelayanan KIA di seluruh wilayahnya.

6
3) Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA di tingkat pelayanan dasar (puskesmas
dan jajarannya) dan di tingkat rujukan (RS Kabupaten/Kota).
4) Peningkatan kemampuan Kabupaten/Kota dalam perencanaan program KIA
dengan memanfaatkan hasil kegiatan AMP mampu mengatasi masalah kesehatan
setempat.
5) Peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis dari para pengelola
dan pelaksana program KIA melalui kegiatan analisis manajemen dan pelatihan
klinis.

Strategi yang diambil dalam menerapkan AMP adalah:


1) Semua Kabupaten/Kota sebagai unit efektif dalam peningkatan program KIA secara
bertahap menerapkan kendali mutu, yang antara lain dilakukan melalui AMP di
wilayahnya atau di Kabupaten/Kota lain (lintas batas). Mekanisme pelaporan
kematian lintas batas dijelaskan di Bab III. Dinas Kesehatan Provinsi diharapkan
dapat memfasilitasi kegiatan AMP di Kabupaten/Kota bila terjadi kematian lintas
batas.
2) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berfungsi sebagai penanggung jawab yang bekerja
sama dengan RS Kabupaten/Kota dan melibatkan puskesmas dan jejaringnya serta
unit pelayanan KIA swasta lainnya dalam upaya kendali mutu di wilayah
Kabupaten/Kota.
3) Di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk tim AMP, yang selalu mengadakan pertemuan
rutin untuk mengumpulkan dan menyeleksi kasus, menganonimkan kasus yang akan
dikaji, membahas kasus dan membuat rekomendasi tindak lanjut berdasarkan temuan
dari kegiatan audit.
4) Perencanaan program KIA salah satunya dibuat dengan memanfaatkan hasil temuan
dari kegiatan audit, sehingga diharapkan berorientasi kepada pemecahan masalah
setempat.
5) Pembelajaran dan pembinaan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
bersama dengan RS Kabupaten/Kota (untuk aspek teknis medis) dan lintas sektor
(untuk aspek non-medis) dilaksanakan sesuai kebutuhan dalam bentuk yang
disepakati oleh tim AMP. Pembelajaran dan pembinaan dari suatu proses kegiatan
AMP harus dapat dimanfaatkan oleh seluruh komunitas pelayanan KIA yang ada di
Kabupaten/Kota (RS pemerintah dan swasta, puskesmas dan jejaringnya, RS ibu dan
anak, Rumah Bersalin, bidan dan dokter praktek swasta)

7
BAB II
AUDIT MATERNAL PERINATAL/NEONATAL KABUPATEN/KOTA

1. Pengertian
Pengertian audit maternal perinatal/neonatal tingkat kabupaten adalah serangkaian
kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal, danneonatal guna
mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang. Pengkajian yang
dilakukan harus menerapkan prinsip menghormati dan melindungi semua pihak yang
terkait, baik individu maupun institusi. Sebelum proses audit dilakukan, harus ditekankan
kembali kepada pihak yang terkait bahwa Audit Maternal dan Perinatal/Neonatal
Kabupaten/Kota ini tidak dapat digunakan untuk kepentingan hukum (digunakan untuk
bukti dalam persidangan) maupun untuk kepentingan lainnya selain hanya untuk kajian
terhadap kasus. Pernyataan tersebut juga harus jelas tercantum dalam laporan Audit
Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota yang dibuat.

Penyelenggaraan audit maternal perinatal/neonatal yang telah berlangsung selama ini lebih
banyak dianggap sebagai forum investigasi dan bersifat menghakimi sehingga kerjasama
pihak yang terkait tidak optimal dan tujuan utama audit itu sendiri tidak tercapai. Melalui
penyelenggaraan Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota ini diharapkan tujuan
utama audit, yaitu pembelajaran, pembinaan, dan perbaikan, dapat dicapai.

AMP merupakan suatu investigasi kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi di
seputar kematian maternal dan perinatal/neonatal baik yang ditangani di fasilitas kesehatan
termasuk bidan di desa atau bidan praktek swasta secara mandiri, maupun di rumah.
Kematian diidentifikasi pada fasilitas kesehatan, namun demikian kajian yang dilakukan
dapat diperluas dengan mengidentifikasi kombinasi dari faktor-faktor di fasilitas dan di
komunitas yang berkontribusi terhadap kematian yang sebenarnya dapat dicegah.

Faktor yang sangat besar pengaruhnya dalam kegiatan audit ini adalah keakuratan data.
Untuk menjamin perolehan data yang akurat dan jujur, salah satu hal yang harus
dikerjakan adalah penekanan kepada individu dan institusi yang terlibat bahwa proses
Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota akan menerapkan prinsip kerahasiaan
individu dan institusi pada saat dilakukannya penilaian atau kajian kasus. Identitas
individu kasus dan petugas kesehatan dan institusi hanya akan diketahui sampai tingkat

8
Koordinator Audit Maternal Perinatal/Neonatal di Kabupaten/Kota. Dasar terjadinya
kematian dan kesakitan maternal dan perinatal/neonatal seharusnya dapat diungkap tanpa
harus membuka identitas pihak yang terkait kepada asesor. Adapun umpan balik untuk
kepentingan pembelajaran, pembinaan, dan perbaikan tetap dapat diberikan kepada pihak
yang bersangkutan karena identitas pihak yang terkait diketahui oleh Koordinator AMP
Kabupaten/Kota.

2. Azas
Dalam melaksanakan kegiatan AMP Kabupaten/Kota ini, terdapat beberapa prinsip yang
berbeda dengan kegiatan AMP terdahulu. Prinsip atau azas yang mutlak harus dipenuhi
dalam kegiatan AMP ini adalah:
2.1. No Name (tidak menyebutkan identitas)
Dalam kegiatan AMP ini, seluruh informasi mengenai identitas kasus maupun petugas
dan institusi kesehatan yang memberikan pelayanan kepada ibu dan neonatal yang
meninggal akan dianonimkan (no name) pada saat proses penelaahan kasus sehingga
kemungkinan untuk menyudutkan, menyalahkan dan menghakimi seseorang atau
institusi kesehatan dapat dihilangkan atau diminimalkan.
2.2. No Shame (tidak mempermalukan)
Seperti yang telah diuraikan diatas, seluruh identitas akan dihilangkan (anonim)
sehingga kemungkinan kegiatan AMP berpotensi mempermalukan petugas atau
institusi kesehatan dapat diminimalkan.
2.3. No Blame (tidak menyalahkan)
Sebagai akibat dari tidak adanya identitas pada saat pengkajian kasus dilakukan,
potensi menyalahkan dan menghakimi (blaming) petugas atau institusi kesehatan
dapat dihindari. Penganoniman juga diharapkan dapat membuat petugas kesehatan
yang memberikan pelayanan bersedia untuk lebih terbuka dan tidak menyembunyikan
informasi yang ditakutkan dapat menyudutkan petugas tersebut. Informasi yang
mungkin disembunyikan tersebut mungkin merupakan informasi penting yang
berkaitan dengan faktor yang dapat dihindarkan. Prinsip ini harus diterapkan saat
proses audit sehingga tujuan untuk memperoleh pembelajaran dan mencegah
terjadinya kesalahan di masa datang dapat tercapai.
2.4. No Pro Justisia (tidak untuk keperluan peradilan)
Seluruh informasi yang diperoleh dalam kegiatan AMP ini tidak dapat digunakan
sebagai bahan bukti di persidangan (no pro justisia). Seluruh informasi adalah bersifat

9
rahasia dan hanya dapat digunakan untuk keperluan memperbaiki kualitas pelayanan
kesehatan maternal dan perinatal/neonatal.
2.5. Pembelajaran
Salah satu upaya AMP untuk meningkatkan pelayanan kesehatan maternal dan
Perinatal/Neonatal adalah melalui pembelajaran yang dapat bersifat: individual,
kelompok terfokus, maupun massal berdasarkan rekomendasi yang dihasilkan oleh
pengkaji kepada seluruh komunitas pelayanan KIA.

3. Langkah-langkah dan Kegiatan

3.1. Lingkup dari AMP Kabupaten/Kota adalah:

Kegiatan penelusuran sebab- sebab kesakitan/ kematian maternal dan perinatal dengan
maksud untuk mencegahterjadinya kesakitan/ kematian yang serupa di masa mendatang

Petugas kesehatan melakukan identifikasi faktor yang dapat dicegah pada kematian /
kesakitan maternal dan perinatal/neonatal:
Masalah yang berhubungan dengan pasien, seperti: situasi pribadi, keluarga,
lingkungan (komunitas), termasuk masalah sosial ekonomi, dan perilaku
keluarga.
Masalah manajemen pelayanan, seperti: transport, hambatan pembiayaan untuk
mendapat layanan kesehatan, kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan untuk
menangani keadaan emergensi, kurangnya petugas, ketersediaan obat, alat,dan
sarana kesehatan
Masalah pemberian layanan kesehatan, seperti: penegakan diagnosis,
penatalaksanaan, pemantauan, rujukan, pemantauan lanjutan, serta komunikasi
antara pasien dan petugas maupun antar petugas yang memberi layanan
kesehatan.

Diperlukan :
Pencatatan dan pelaporan kematian dan kesakitan maternal dan perinatal/ neonatal
yang menyeluruh
Pengisian rekam medis yang lengkap, benar dan tepat di institusi pelayanan kesehatan
(termasuk bidan di desa)
Pelacakan sebab kematian oleh petugas puskesmas dengan cara otopsi verbal
Identifikasi faktor-faktor non-medis termasuk informasi rujukan dan masalah sosial
ekonomi keluarga

10
3.2. Manajemen AMP Kabupaten/Kota
Pelaksanaan AMP di kabupaten/kota memerlukan manajemen yang dikelola secara
berjenjang dalam lingkup kabupaten/kota tersebut. Untuk itu, diperlukan adanya suatu
tim yang bekerja secara legal dengan dibekali Surat Penugasan atau Surat Keputusan
dari Bupati/Walikota sebagai Pelindung kegiatan AMP ini. Tim AMP Kabupaten/Kota
dibentuk melalui Surat Penetapan dari Bupati atau Walikota. Tim AMP
Kabupaten/Kota terdiri dari Tim Manajemen, Tim Pengkaji, dan Komunitas
Pelayanan. Para anggota Tim Manajemen dan Tim Pengkaji memerlukan Surat
Penugasan/Surat Keputusan sebelum mulai bertugas.

3.2.1. Pelindung
Pelindung kegiatan AMP adalah Bupati/Walikota setempat. Tugas Pelindung
adalah menyediakan payung hukum dan kebijakan bagi para pihak yang terkait
dalam kegiatan AMP baik sebagai Tim Manajemen, Tim Pengkaji, maupun
Komunitas Pelayanan.

3.2.2. Tim Manajemen AMP


Tim Manajemen AMP adalah para pihak yang bertugas mengelola kegiatan AMP di
suatu wilayah Kabupaten/Kota.

3.2.2.1 Penanggung Jawab


Penanggung Jawab Tim AMP adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Tugasnya adalah memastikan terlaksananya AMP di Kabupaten/Kota
wilayahnya, memfasilitasi Koordinator Tim Manajemen dalam
penyelenggaraan dan pengalokasian dana pelaksanaan AMP Kabupaten/Kota,
serta mengupayakan tindak lanjut rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan.
Disamping itu Penanggung Jawab Tim AMP juga menetapkan indikator dan
standar outcome kegiatan AMP yang diberlakukan di wilayahnya.

3.2.2.2 Koordinator Tim Manajemen


Koordinator Tim Manajemen adalah petugas Penanggung Jawab Program KIA
atau Program Yankes yang ditunjuk di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Tugasnya adalah mempersiapkan dan menyelenggarakan pertemuan kajian

11
kasus secara rutin (minimal 3 bulan sekali, sesuai dengan kemampuan masing-
masing Kabupaten/Kota), mengelola data hasil kajian kasus, dan mengatur
pemanfaatan hasil-hasil kajian kasus untuk keperluan pembelajaran, pelaporan,
dan perencanaan. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, Koordinator Tim
Manajemen dibantu oleh Sekretariat AMP Kabupaten/Kota.

3.2.2.3 Sekretariat
Sekretariat yang berkedudukan di Kabupaten/Kota terdiri dari beberapa orang
staf KIA Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang penunjukannya diusulkan oleh
Koordinator Tim Manajemen. Sekretariat bertugas membantu Koordinator Tim
Manajemen dalam bidang administrasi, termasuk menjadi notulis dalam
pertemuan kajian kasus maupun sesi pembelajaran dan memfasilitasi
pelaksanaan pertemuan AMP.

3.2.3 Tim Pengkaji


Tim pengkaji adalah para klinisi atau para pakar yang bidang keahliannya terkait
dengan pelayanan maternal-Perinatal/Neonatal. Dalam melakukan tugasnya, Tim
Pengkaji diharapkan dapat menerapkan azas profesionalisme (professional
judgement) dan mengedepankan etika. Diharapkan organisasi profesi (POGI, IDAI,
IDI, IBI, PPNI) dapat ikut berperan serta aktif dalam proses pelaksanaan AMP
untuk memperbaiki kualitas pelayanan melalui peningkatan profesionalisme,
patient safety, dan clinicalgovernance dalam bidang Kesehatan Ibu dan Bayi.

3.2.3.1 Pengkaji Internal


Pengkaji internal adalah para pakar di kabupaten atau kota setempat yang
terkait dengan proses pemberian pelayanan ibu dan anak serta aspek-aspek yang
terkait dengan morbiditas dan mortalitasnya; seperti dokter spesialis kebidanan,
dokter spesialis anak, bidan senior, dan pengelola progam KIA. Apabila
diperlukan, dapat melibatkan dokter spesialis lain seperti anestesi, penyakit
dalam, dan lain-lain. Pengkaji internal bertugas melakukan pengkajian kasus,
merumuskan rekomendasi, dan bila memungkinkan mengembangkan pedoman
praktik (local practice guideline) bagi komunitas pelayanan di wilayahnya.

12
3.2.3.2. Pengkaji Eksternal
Pengkaji eksternal adalah Dokter Spesialis Obstetri dan Ginkologi dan Spesialis
Anak atau para pakar yang berasal dari luar Kabupaten/Kota yang biasanya
berasal dari pusat-pusat pendidikan kedokteran atau dari Kabupaten/Kota
tetangga yang mempunyai kemampuan untuk menjadi pengkaji. Tugas utama
Pengkaji Eksternal adalah memberikan masukan kepada Pengkaji Internal
tentang suatu kasus yang dikaji, dan menyediakan informasi tentang bukti-bukti
ilmiah (evidence-based practice). Bukti-bukti ilmiah yang diajukan oleh
Pengkaji Eksternal dapat dipakai oleh Pengkaji Internal dalam merumuskan
rekomendasi dan mengembangkan pedoman praktik lokal.

Keberadaan Pengkaji Eksternal tidak menjadi syarat utama dilakukannya AMP,


pelibatan Pengkaji Eksternal menjadi keputusan Koordinator AMP dengan
melihat berbagai pertimbangan terhadap kasus kematian yang terjadi, misalnya
pada situasi dimana di suatu kabupaten tidak didapatkan pengkaji internal;
kasus rumit yang jarang terjadi di kabupaten tersebut atau kasus yang dikaji
adalah kasus yang dikelola oleh pengkaji internal. Apabila di suatu
Kabupaten/Kota belum ada Pengkaji Internalnya, maka Koordinator Tim
Manajemen dapat meminta Pengkaji Eksternal untuk melakukan kajian kasus.
Dinas Kesehatan Provinsi diharapkan dapat memfasilitasi penyediaan pengkaji
eksternal bagi Kabupaten/Kota yang memerlukannya.

3.2.4. Komunitas Pelayanan


Komunitas Pelayanan adalah para pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
terlibat dalam pemberian pelayanan maternal-Perinatal/Neonatal. Dalam konteks
AMP, Komunitas Pelayanan adalah pihak yang bertugas memberikan input kepada
Tim Manajemen dan Tim Pengkaji, serta berhak menerima umpan balik bagi
keperluan pembelajaran, pelaporan, dan perencanaan. Ada empat kelompok yang
membentuk Komunitas Pelayanan maternal-Perinatal/Neonatal di Kabupaten/Kota,
yaitu: kelompok masyarakat, kelompok petugas kesehatan, kelompok pimpinan
fasilitas pelayanan, dan kelompok pembuat kebijakan .

13
3.2.4.1 Kelompok Masyarakat
Termasuk dalam kelompok ini adalah para pasien dan keluarganya serta
kelompok atau organisasi kemasyarakatan. Sebagai pihak yang mengalami
pelayanan dalam bidang maternal-Perinatal/Neonatal, kelompok masyarakat
perlu diberdayakan melalui pemberian informasi dan pelatihan yang diperlukan
sehingga animo dan kualitas partisipasinya semakin meningkat. Input yang
dapat diberikan oleh Kelompok Masyarakat adalah penyampaian informasi
perihal kematian maternal-Perinatal/Neonatal yang terjadi di masyarakat, yang
selanjutnya akan ditindaklanjuti pengumpulan data oleh petugas kesehatan.

3.2.4.2. Kelompok Petugas Kesehatan


Kelompok Petugas Kesehatan adalah pihak yang secara langsung memberikan
pelayanan maternal-Perinatal/Neonatal. Kelompok Petugas kesehatan terdiri
dari para petugas misalnya para bidan, perawat, dan dokter. Kelompok Petugas
Kesehatan dapat memberikan input berupa informasi atas kematian yang
ditelusuri dari masyarakat atau diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan
(puskesmas, rumah sakit dan sebagainya). Informasi dari Kelompok Petugas
Kesehatan selanjutnya akan dijadikan bahan kajian kasus oleh Tim Pengkaji.

3.2.4.3. Kelompok Pimpinan Fasilitas Pelayanan


Kelompok Pimpinan Fasilitas Pelayanan terdiri dari para Kepala Puskesmas,
Direktur Rumah Sakit, dan para pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Tugas kelompok ini adalah memfasilitasi kegiatan pengumpulan dan pelaporan
data kematian, serta memfasilitasi implementasi rekomendasi-rekomendasi
yang terkait dengan fasilitas yang dipimpinnya.

3.2.4.4. Kelompok Pembuat Kebijakan


Kelompok Pembuat Kebijakan adalah pihak yang berwenang dalam pembuatan
dan penetapan kebijakan-kebijakan terkait pelayanan maternal-
Perinatal/Neonatal di Kabupaten/Kota. Pimpinan Dinas Kesehatan, anggota
DPRD yang membidangi kesehatan, pihak pengelola asuransi kesehatan, adalah
beberapa contoh komponen kelompok ini. Tugas Kelompok Pembuat Kebijakan
bertugas memfasilitasi penyelenggaraan AMP dan mengimplementasikan
rekomendasi-rekomendasi pada tingkat kebijakan.

14
Lingkup pekerjaan/tugas dari masing-masing anggota Tim Manajemen dan Tim Pengkaji
dapat dilihat pada Lampiran 1.

4. Mekanisme Kerja

Kematian

Fasilitas Masyarakat

Data kematian di fasilitas Otopsi verbal


Faktor medisdan non medis Faktor non medis

Registrasi & Anonimasi oleh Sekretariat AMP Kabupaten/Kota

Pengkajian kasus
Hasil kajian& Rekomendasi

Pengolahan Data Hasil Kajian & Rekomendasi oleh


Penanggung Jawab dan Koordinator AMP
Umpan balik

Pembelajaran Pemanfaatan Hasil kajian & Rekomendasi


Perencanaan
oleh Komunitas pelayanan

Pelaporan

- Kasus kematian/kesakitan maternal danPerinatal/Neonatal dilaporkan oleh


pasien/masyarakat, petugas pemberi pelayanan, dan institusi pemberi layanan ke
Puskesmas setempat.
- Untuk kematian yang terjadi di masyarakat, Bidan Koordinator/Bidan Puskesmas
yang ditunjuk akan melakukan otopsi verbal dengan menggunakan formulir yang
tersedia (lihat Bab III tentang Pengisian dan Penggunaan Instrumen/Lampiran 3).
- Untuk kematian yang terjadi di Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya (RB, BPS,
Bidan di desa), Bidan Koordinator/Bidan Puskesmas yang ditunjuk akan melengkapi
formulir kematian di fasilitas dan otopsi verbalnya (lihat Bab III tentang Pengisian
dan Penggunaan Instrumen/Lampiran 3).

15
- Kasus kematian di RS baik pemerintah maupun swasta dilaporkan ke Dinas
Kesehatan setempat dalam waktu 3 hari.
- Bila kasus meninggal di institusi pelayanan kesehatan, dilakukan pengisian formulir
tersendiri yang harus dilengkapi oleh dokter penanggung jawab di institusi pelayanan
kesehatan dimana kasus meninggal (lihat Bab 3 tentang Pengisian dan Penggunaan
Instrumen/Lampiran 3).
- Formulir yang sudah dilengkapi dikirimkan ke Sekretariat AMP Kabupaten/Kota
setempat.
- Sekretariat mendata, meneliti kelengkapan data, dan melaporkannya ke Koordinator.
Data yang belum lengkap harus dikembalikan ke Puskesmas pengirim untuk
dilengkapi. Data yang terkumpul dan sudah lengkap dibuat anonim. Sekretariat
kemudian berkoordinasi dengan Koordinator untuk mengagendakan pertemuan
pengkaji dan menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertemuan
tersebut.

5. Pelaksanaan Kegiatan AMP Kabupaten/Kota


Dalam melaksanakan kegiatan AMP, beberapa langkah akan ditempuh termasuk
pengumpulan data dasar yang akan dikumpulkan dengan menggunakan beberapa
instrumen. Selain itu, alur pelaporan dan pencatatan dari lapangan sampai data siap untuk
dikaji akan menyesuaikan tahapan yang telah ditentukan pada bagan 1.

Detail dari pencatatan, pengumpulan dan pelaporan data akan dibahas pada bab 3.
Sedangkan metodologi atau strategi pelaksanaan pengkajian kasus akan dibahas pada bab 4.
Dari pengkajian kasus tersebut diharapkan akan menghasilkan suatu rekomendasi yang
dapat dijadikan dasar pembelajaran dan pembinaan.

6. Tindak lanjut
Sebagai tindak lanjut dari rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan AMP, akan dilakukan
pembelajaran dan pembinaan yang ditujukan untuk memperbaiki mutu pelayanan kesehatan
maternal dan Perinatal/Neonatal. Pembahasan mengenai tindak lanjut secara rinci akan
dibahas di Bab V.

7. Pemantauan dan evaluasi

16
Pemantauan akan dilakukan secara berjenjang, dengan tujuan menilai apakah AMP
ditindaklanjuti dengan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan maternal
danPerinatal/Neonatal di wilayah Kabupaten/Kota. Sedangkan evaluasi akan dilakukan
dengan menilai beberapa indikator kesehatan maternal danPerinatal/Neonatal.

17
BAB III
PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Pendahuluan
Untuk menjamin semua kasus kesakitan dan kematian terlaporkan, diharapkan semua bidan
di desa mengisi PWS KIA, formulir LB3 dan register kohort ibu serta kohort bayi secara
berkesinambungan yang nantinya akan direkapitulasi di tingkat puskesmas. Selain itu,
kematian yang terjadi di RS, baik swasta maupun pemerintah, diharapkan akan dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Alur dari pencatatan dan pelaporan dalam kegiatan AMP
ini dapat dilihat pada bagan mekanisme kerja pada bab sebelumnya.
Untuk kegiatan pencatatan dan pelaporan telah dikembangkan beberapa instrumen yaitu:
1) Formulir pemberitahuan kematian maternal individual (masyarakat, Bidan di desa,
BPS, RB, puskesmas, RS) / Formulir PKmM.
2) Formulir pemberitahuan kematian Perinatal/Neonatal individual (masyarakat, BdD,
BPS, RB, puskesmas, RS) / Formulir PKmP
3) Formulir daftar kematian maternal di fasilitas kesehatan (puskesmas dan RS) /
Formulir DKM
4) Formulir daftar kematian Perinatal/Neonatal di fasilitas kesehatan (puskesmas dan
RS)/ Formulir DKP
5) Formulir daftar rekapitulasi kematian maternal di tingkat kabupaten (rekapitulasi dari
puskesmas dan RS) / Formulir RKM
6) Formulir daftar rekapitulasi kematian Perinatal/Neonatal di tingkat Kabupaten/Kota
(rekapan dari puskesmas dan RS) / Formulir RKP
7) Formulir Otopsi Verbal Kematian Maternal (OVM)
8) Formulir Otopsi Verbal Kematian Perinatal/Neonatal (OVP)
9) Formulir Rekam Medis Kematian Ibu (RMM)
10) Formulir Rekam Medis Kematian Perinatal/Neonatal (RMP)
11) Formulir Rekam Medis Kematian Ibu Perantara (RMMP)
12) Formulir Rekam Medis Kematian Perinatal/Neonatal Perantara (RMPP)
13) Formulir Pengkaji Maternal
14) Formulir Pengkaji Perinatal/Neonatal
15) Formulir Ringkasan Pengkaji Maternal
16) Formulir Ringkasan Pengkaji Perinatal/Neonatal

18
2. Identifikasi kasus kematian
Kasus kematian dapat terjadi di masyarakat atau di sarana kesehatan (puskesmas, RB, BPS,
bidan di desa, RS). Oleh karena itu sumber informasinya dapat berasal dari laporan
masyarakat termasuk dukun, laporan puskesmas dan RS. Kematian di RS baik pemerintah
maupun swasta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Seluruh kematian tersebut
akan dilaporkan dengan menggunakan formulir pemberitahuan kematian maternal
danPerinatal/Neonatal.

3. Pengisian dan penggunaan instrumen

3.1. Formulir pemberitahuan kematian maternal dan Perinatal/Neonatal individual


(PKmM atau PKmP)
Formulir ini diisi setiap kali terjadi kematian maternal dan Perinatal/Neonatal oleh bidan di
desa, BPS, RB, puskesmas, dan RS. Formulir yang diisi oleh bidan di desa, BPS, RB dan
puskesmas dikirimkan ke puskesmas di tingkat kecamatan. Sedangkan formulir yang diisi di
RS dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3.2. Formulir daftar kematian maternal di tingkat puskesmas (DKM)
Formulir ini diisi setiap kali ada laporan pemberitahuan kematian maternal oleh Bidan
Koordinator atau Bidan yang ditunjuk.
3.3. Formulir daftar kematian Perinatal/Neonatal di tingkat puskesmas (DKP)
Formulir ini diisi setiap kali ada laporan pemberitahuan kematian Perinatal/Neonatal oleh
Bidan Koordinator atau Bidan yang ditunjuk.
3.4. Formulir daftar kematian maternal di tingkat kabupaten (DKM)
Formulir ini diisi setiap kali ada laporan pemberitahuan kematian maternal yang terjadi di RS
dan formulir daftar kematian maternal dari tingkat Puskesmas oleh staf KIA di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Formulir ini digunakan untuk mengetahui jumlah
kematian maternal di tingkat kabupaten untuk periode tertentu.
3.5. Formulir daftar kematian Perinatal/Neonatal di tingkat kabupaten (DKP)
Formulir ini diisi setiap kali ada laporan pemberitahuan kematian Perinatal/Neonatal yang
terjadi di RS dan formulir daftar kematian Perinatal/Neonatal dari tingkat Puskesmas oleh
staf KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Formulir ini digunakan untuk
mengetahui jumlah kematian Perinatal/Neonatal di tingkat kabupaten untuk periode tertentu.

19
3.6. Formulir Otopsi Verbal Maternal (OVM)
Formulir ini diisi untuk setiap kematian maternal yang terlaporkan di tingkat kabupaten.
Pengisian dilakukan oleh Bidan Koordinator/Bidan yang ditunjuk dari Puskesmas Kecamatan
tempat domisili kasus yang meninggal. Formulir ini digunakan untuk kepentingan verbal
otopsi bagi kematian maternal yang terjadi di komunitas. Selain itu, formulir ini juga
digunakan untuk mendapatkan informasi non-medis di seputar kematian maternal, baik untuk
kematian maternal di masyarakat maupun di fasilitas kesehatan.
3.7. Formulir Otopsi Verbal Perinatal/Neonatal (OVP)
Formulir ini diisi untuk setiap kematian Perinatal/Neonatal yang terlaporkan di tingkat
kabupaten. Pengisian dilakukan oleh Bidan Koordinator/Bidan yang ditunjuk dari Puskesmas
Kecamatan tempat domisili kasus yang meninggal. Formulir ini digunakan untuk kepentingan
verbal otopsi bagi kematian Perinatal/Neonatal yang terjadi di komunitas. Selain itu, formulir
ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi non-medis di seputar kematian
Perinatal/Neonatal, baik untuk kematian Perinatal/Neonatal di masyarakat maupun di fasilitas
kesehatan.
3.8. Formulir Rekam Medik Kematian Maternal (RMM)
Formulir ini diisi untuk setiap kematian maternal yang terjadi di fasilitas kesehatan. Untuk
kematian yang terjadi di bidan di desa, BPS, RB, dan Puskesmas formulir akan diisi oleh
Bidan Koordinator/Bidan yang ditunjuk dari Puskesmas Kecamatan tempat domisili kasus
yang meninggal. Sedangkan untuk kasus yang meninggal di RS, formulir akan diisi oleh
dokter penanggung jawab perawatan dengan diketahui oleh direktur RS. Idealnya, formulir
ini diisi setelah pertemuan yang bertujuan mendiskusikan kasus kematian tersebut dengan
seluruh staf yang terlibat. Pada institusi yang lebih kecil, pengawas atau kepala perawatan
akan memimpin pengisian formulir dan diskusi dalam pertemuan tersebut. Pada institusi yang
lebih besar, pimpinan Komite Medik akan meminta Kepala Departemen Obstetri dan
Ginekologi untuk menugaskan staf khusus (misalnya DPJP) untuk bertanggung jawab dalam
penyelesaian formulir ini. Untuk kasus yang meninggal di perjalanan dan sampai RS sebagai
DOA, maka formulir RMM tetap diisi oleh Bidan RS.
3.9. Formulir Rekam Medik Kematian Perinatal (RMP)
Formulir ini diisi untuk setiap kematian Perinatal/Neonatal yang terjadi di fasilitas kesehatan.
Untuk kematian yang terjadi di bidan di desa, BPS, RB, dan Puskesmas formulir akan diisi
oleh Bidan Koordinator/Bidan yang ditunjuk dari Puskesmas Kecamatan tempat domisili
kasus yang meninggal. Sedangkan untuk kasus yang meninggal di RS, formulir akan diisi
oleh dokter penanggung jawab perawatan dengan diketahui oleh direktur RS. Untuk kasus

20
yang meninggal di perjalanan dan sampai RS sebagai DOA, maka formulir RMP tetap diisi
oleh Petugas RS.

21
3.10. Formulir Rekam Medik Kematian Maternal Perantara (RMMP)
Formulir ini diisi untuk mendapatkan informasi layanan kesehatan pada kasus kematian yang
pernah mendapat perawatan di fasilitas kesehatan lain sebelum dirawat di fasilitas kesehatan
tempat ibu meninggal.
3.11. Formulir Rekam Medik Kematian Perinatal Perantara (RMPP)
Formulir ini diisi untuk mendapatkan informasi layanan kesehatan pada kasus kematian yang
pernah mendapat perawatan di fasilitas kesehatan lain sebelum dirawat di fasilitas kesehatan
tempat bayi meninggal.
3.12. Formulir Pengkaji Maternal dan Perinatal/Neonatal
Formulir ini akan diisi oleh tim pengkaji sebagai panduan dalam melakukan kajian kasus dan
untuk menilai apakah kasus kematian ini dapat dicegah atau tidak.
3.13. Formulir Ringkasan Pengkaji Maternal dan Perinatal/Neonatal
Formulir ini merupakan ringkasan kajian kasus yang meliputi seluruh informasi di seputar
kematian, baik faktor medis (misalnya, ada tidaknya layanan sub-standar) maupun non-medis
(misalnya, faktor sosial ekonomi dan pola pencarian pertolongan medis).

4. Alur Pelaporan
4.1. Formulir Pemberitahuan Kematian Maternal (PKmM) dan Formulir
Pemberitahuan Kematian Perinatal/Neonatal (PKmP)
Formulir ini selambat-lambatnya harus dikirimkan oleh Bidan desa/RB/Puskesmas atau
fasilitas kesehatan lain 3 hari setelah terjadinya kematian (untuk daerah sulit diperlukan
mekanisme tersendiri, mungkin dapat dilakukan melalui telepon, SMS, ataupun Internet).
Begitu laporan kematian diterima Puskesmas Kecamatan, Bidan Koordinator/Bidan yang
ditunjuk dapat segera melakukan pengumpulan data menggunakan Formulir OVM/OVP serta
melaporkan hal tersebut ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bila kematian terjadi di
fasilitas kesehatan (kecuali RS), Bidan Koordinator juga dapat langsung mengumpulkan data
dengan menggunakan Formulir RMM/RMP serta langsung melaporkannya ke Dinas
Kesehatan.

4.2. FormulirDaftar Kematian (DKM atau DKP)


Terdapat dua sumber Formulir Daftar Kematian, yaitu:
- Formulir Daftar Kematian Maternal dan Perinatal/Neonatal dari Puskesmas
Kecamatan
- Formulir Daftar Kematian Maternal dan Perinatal/Neonatal dari RS

22
Formulir-formulir tersebut diatas dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap awal
bulan sebagai rekapitulasi kematian maternal dan Perinatal/Neonatal yang terjadi pada bulan
sebelumnya. Informasi dari formulir-formulir tersebut diatas akan direkapitulasi
menggunakan Formulir Daftar Kematian Maternal/Perinatal/Neonatal di tingkat
kabupaten/kota.

4.3. Formulir OVM dan OVP yang telah diisi untuk semua kematian akan dikirimkan
ke Sekretariat AMP di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berasal dari:
- Bidan Koordinator untuk kematian terjadi di bidan di desa, BPS, RB, dan Puskesmas
- Bidan RS untuk kematian yang terjadi di RS Pemerintah dan Swasta, formulir akan
diisi oleh bidan RS
Semua formulir OVM dan OVP yang telah terisi akan dikiimkan ke Sekretariat AMP di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.

4.4. Formulir RMM/RMP, serta RMMP/RMPP (bila ada) yang telah diisi untuk semua
kematian akan dikirim ke Sekretariat AMP di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, berasal dari:
- Dokter Penanggung Jawab Pasien dan Bidan RS yang ditunjuk dari RS tempat
ibu/bayi meninggal, atau dari RS tempat ibu/bayi pernah mendapat perawatan
sebelum meninggal.
- Bidan dari Fasilitas Kesehatan selain RS tempat ibu/bayi meninggal atau tempat
ibu/bayi pernah mendapat perawatan sebelum ibu/bayi meninggal.
4.5. Secara berkala, berkas RMM & RMP, RMMP & RMPP dan OVM & OVP yang
telah lengkap, telah dianonimkan dan dipilih untuk dikaji akan dikirimkan ke tim pengkaji
untuk dilakukan telaah pada pertemuan yang telah dijadwalkan sebelumnya oleh Sekretariat
AMP Kabupaten/Kota. Jumlah kasus dan periode pertemuan telaah kasus dilakukan sesuai
dengan kesepakatan di masing-masing Kabupaten/Kota (tergantung dari jumlah kematian
serta banyaknya dan ketersediaan dari tenaga pengkaji). Bila pengkajian seluruh kasus
kematian tidak dimungkinkan (misalnya, karena masalah keterbatasan dana dan tenaga) maka
dapat dilakukan sampling yang representatif terhadap kematian di daerah tersebut.
4.6. Hasil telaah yang tertuang dalam Formulir Pengkaji dan Formulir Ringkasan
Pengkaji akan diserahkan ke Koordinator dan Penanggung Jawab AMP
Kabupaten/Kota sebagai dasar dirumuskannya mekanisme umpan balik (termasuk
pembelajaran dan pembinaan) untuk upaya perbaikan kualitas pelayan kesehatan maternal
dan Perinatal/Neonatal.

23
Bagan kegiatan AMP terkait pencatatan dan pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Keterangan gambar 1:

Merupakan alur pengumpulan data menggunakan formulir RMM&RMP,


RMMP&RMPP dan OVM &OVP.

Merupakan alur laporan kematian dan rekapitulasinya

Merupakan alur penyampaian data yang sudah lengkap untuk dikaji

24
Gambar 1. Flow/Alur Formulir dan Data

Kematian di Kematian di fasilitas Kematian di


Rumah Sakit kesehatan selain RS masyarakat

Pemberitahuan Pemberitahuan Pemberitahuan


kematian kematian kematian

Daftar kematian

RMM&RMP/ RMM&RM Puskesmas OVM dan OVP


RMMP&RMPP P/ seluruh kematian
RMMP&R
MPP

Daftar kematian

Dinas
Kesehatan
Kabupaten/
Kota

Anonim dan
Kode Unik

RMM&RMP
RMMP&RMPP
OVM&OVP

Pertemuan Tim
Pengkaji AMP

25
BAB IV
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN AMP KABUPATEN/KOTA

Pelaksanaan Audit Maternal-Perinatal/NeonatalKabupaten/Kota dimulai bila teridentifikasi


adanya kematian ibu atau Perinatal/Neonatal dalam suatu wilayah Kabupaten/Kota. Dalam
pedoman ini yang akan diuraikan adalah kajian kasus kematian. Berikut adalah langkah-
langkah persiapan dan pelaksanaan kegiatan AMP.

1. Persiapan
1.1. Pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota
Pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota yang terdiri dari: (1) Tim Manajemen, (2) Tim
Pengkaji, dan (3) Komunitas Pelayanan dilakukan terlebih dahulu dan ditetapkan dengan
surat keputusan dari Bupati/ Walikota. Pembentukan tim AMP dibuat berdasarkan jabatan,
bukan perorangan. Namun demikian, SK dibuat atas nama perorangan. Bila pemegang
jabatan tersebut diganti, maka harus diterbitkan SK baru bagi pejabat penggantinya. Masa
kerja Tim AMP Kabupaten/Kota ditentukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
1.2. Orientasi Tim AMP Kabupaten/Kota
Sebelum dilaksanakannya kegiatan AMP Kabupaten, perlu dilakukan orientasi terlebih
dahulu untuk seluruh pelaksana kegiatan AMP ini (baik Tim Manajemen maupun Tim
Pengkaji) mengenai filosofi dan pengertian AMP, mekanisme kerja, metodologi serta tugas-
tugas pelaksana. Juga diperlukan pelatihan pengisian format untuk pengumpulan data dasar,
dan pengisian format yang dipergunakan untuk mengkaji kasus. Alih pengetahuan dan
ketrampilan yang berjenjang (dari tim nasional, provinsi, dan kabupaten) juga diperlukan
untuk proses pengkajian dan menyusunan rekomendasi yang akan dilakukan oleh Tim
Pengkaji.
1.3. Pelatihan Pengumpulan & Pelaporan Data
Pelatihan untuk pengisian formulir yang diperlukan untuk mengumpulkan data dalam
kegiatan AMP. Pelatihan ini ditujukan kepada para bidan koordinator/bidan
Puskesmas/bidan RS, dan dokter penanggung jawab pelayanan di RS dalam mengisi
formulir RMM/RMP, RMMP/RMPP dan OVM/OVP, dan formulir-formulir untuk audit
kematian perinatal/ neonatal.

26
1.4. Pelatihan Tim Pengkaji
Sebelum melaksanakan pengkajian kasus, tim pengkaji akan mendapat pelatihan untuk
menganalisa kasus kematian. Sumber informasi untuk analisa kematian tersebut adalah
informasi yang tercantum pada form OVM, RMM, RMMP (bila ada) untuk kematian ibu,
dan form OVP, RMP, RMPP (bila ada) untuk kematian bayi. Dalam melakukan analisa,
akan dipakai Form Pengkaji dan Form Ringkasan Pengkaji. Untuk mengisi kedua form
tersebut, calon anggota tim pengkaji akan memperoleh pelatihan.

2. Pelaksanaan
Pelaksanaan AMP terdiri dari tujuh langkah berurutan yang melibatkan seluruh komponen
Tim AMP: Tim Manajemen, Tim Pengkaji, dan Komunitas Pelayanan.

2.1 Langkah 1: Identifikasi Kasus Kematian dan Pelaporan Data Kematian


Informasi tentang kejadian kematian dapat diperoleh secara formal melalui laporan petugas
kesehatan atau secara informal melalui pemberitahuan anggota masyarakat atau pihak lain di
luar petugas kesehatan. Pemberitahuan secara informal dari masyarakat kepada petugas
kesehatan tentang adanya lahir mati, kematian neonatal, atau kematian wanita usia subur
perlu dilembagakan melalui program kemitraan yang bersifat lokal. Seluruh kematian
maternal, perinatal/ neonatal harus dilaporkan kepada Tim Manajemen AMP.

2.1.1. Kematian Maternal


Kematian Maternal didapatkan dari pemberitahuan kematian yang dapat berasal dari
masyarakat atau fasilitas pelayanan kesehatan yang mencakup kematian wanita yang sedang
dalam keadaan hamil, melahirkan, atau dalam masa nifas yang sebab kematiannya adalah
langsung atau tidak langsung, tidak termasuk kematian karena kecelakaan atau kejadian
insidental. Apabila kematiannya merupakan kematian maternal, maka dapat dipersiapkan
untuk dikaji. Kematian wanita yang bukan merupakan kematian maternal tetap dicatat di
dalam sistem PWS-KIA tetapi tidak turut dikaji dalam kegiatan AMP. Alur pelaporan seperti
pada Bab III.

2.1.2. Kematian Perinatal/Neonatal


Kematian Perinatal/Neonatal didapatkan dari pemberitahuan kematian yang dapat berasal
dari masyarakat atau fasilitas pelayanan kesehatan yang mencakup lahir mati dan kematian
bayi usia 0 sampai 28 hari. Alur pelaporan seperti yang dijelaskan pada Bab III.

27
2.1.3. Permintaan Data Kematian Ibu, Perinatal, atau Neonatal
Setelah mendapat laporan adanya kejadian kematian, Penanggungjawab Tim AMP
Kabupaten/Kota meminta data kematian kepada Bidan Koordinator (untuk kejadian kematian
di masyarakat) atau kepada Pimpinan Fasilitas Pelayanan(termasuk puskesmas dan rumah
sakit). Data kematian yang dilaporkan ditulis pada formulir yang sudah disediakan menurut
pedoman ini.

2.1.4. Pengiriman Berkas Data Kematian Ibu, Perinatal, atau Neonatal


Formulir data kematian yang sudah diisi oleh Bidan Koordinator atau oleh petugas yang
ditunjuk oleh Pimpinan Fasilitas Pelayanan tidak perlu diarsipkan oleh pihak pengisi/
pengirim untuk meminimalkan risiko kegagalan anonimasi. Dokumentasi data pasien di
fasilitas pelayanan adalah rekam medik pasien, dan bukan formulir data kematian yang
diperuntukkan bagi keperluan AMP. Formulir yang telah diisi dengan lengkap sebelum
dikirim harus diketahui (dibubuhi tanda tangan mengetahui) oleh Kepala Puskesmas (untuk
kejadian kematian di masyarakat) atau Pimpinan Fasiltas Pelayanan (bila kejadian kematian
di fasilitas pelayanan kesehatan) sebagai penanggungjawab pengiriman berkas. Berkas
dikirim kepada Penanggungjawab Tim AMP melalui Koordinator Tim Manajemen AMP
Kabupaten/Kota dalam amplop tertutup dengan label RAHASIA pada sisi kanan atas
amplopnya. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas yang bersangkutan atau oleh kurir yang
ditunjuk oleh pihak penanggung-jawab pengiriman. Pengirim berkas berhak mendapatkan
bukti penerimaan berkas dari Sekretariat Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota.

2.2. Langkah 2: Registrasi dan Anonimasi


Sekretariat AMP Kabupaten/Kota pada waktu menerima berkas yang dikirimkan membuat
bukti penerimaan berkas. Bukti penerimaan berkas itu juga berisi pernyataan komitmen dari
Tim Manajemen AMP untuk menjaga kerahasiaannya. Selanjutnya Sekretariat langsung
menyampaikan berkas kepada Koordinator Tim Manajemen. Koordinator Tim Manajemen
selanjutnya akan membuka amplop dan memeriksa kelengkapan pengisiannya bagi keperluan
pengkajian. Berkas yang belum lengkap tetap disimpan di Sekretariat Manajemen AMP, dan
Koordinator Tim Manajemen AMP meminta kepada Bidan Koordinator atau Pimpinan
Fasilitas Pelayanan untuk menyusulkan tambahan informasi yang diperlukan. Berkas yang
sudah dinilai lengkap, identitas kasusnya didokumentasikan terlebih dahulu dalam Buku
Register Kematian Maternal/Perinatal/Neonatal dan dijaga kerahasiaannya oleh Tim

28
Manajemen AMP. Informasi dalam buku register tersebut akan dipakai untuk keperluan
pembelajaran, pelaporan, dan perencanaan.

Registrasi diikuti kegiatan anonimasi, yaitu proses memberikan nomor kode kasus dan
menghilangkan seluruh identitas pasien, pemberi layanan kesehatan, serta institusi kesehatan
yang terkait. Tim Manajemen AMP tidak boleh mengubah-ubah isian formulir yang
diterimanya. Sebelum dilakukan anonimasi, berkas data (formulir yang sudah diisi) tidak
boleh digandakan atau disimpan dalam format elektronik. Koordinator Tim Manajemen AMP
tidak berhak memindahtangankan atau membeberkan isi berkas data ke pihak lain selain
untuk keperluan AMP. Pengelolaan berkas dan penjagaan konfidensialitas data menjadi
tanggung jawab Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota.

2.3. Langkah 3: Pemilihan Kasus dan Pengkajinya, serta Penjadwalan Pengkajian


Apabila memungkinkan dilakukan kajian atas seluruh kasus kematian maternal maupun
Perinatal/Neonatal. Akan tetapi, bila terdapat keterbatasan waktu dan sumber daya, maka
dapat dilakukan sampling yang representatif terhadap seluruh kematian yang terjadi di
wilayah Kabupaten/Kota terkait. Contoh pemilihan kasus dapat dilihat pada Lampiran 2.

Setelah kasus-kasus kematian yang akan dikaji ditetapkan, langkah selanjutnya adalah
memilih pengkaji (internal dan eksternal) dari daftar yang dimiliki. Untuk kematian maternal,
tim pengkaji minimal yang diperlukan adalah 1 dokter spesialis kebidanan, 1 bidan
senior/kompeten, dan 1 staf unit KIA Kabupaten/Kota. Untuk kematian Perinatal/Neonatal,
tim pengkaji minimal yang diperlukan adalah 1 dokter spesialis kebidanan, 1 dokter spesialis
anak, 1 bidan senior/kompeten, 1 staf unit KIA Kabupaten/Kota. Disarankan untuk
melibatkan pengkaji eksternal (dokter spesialis atau pakar yang berasal dari luar Kabupaten/
Kota) pada setiap pertemuan pengkaji.

Dokter dari spesialisasi lain yang terkait dengan permasalahan yang hendak dikaji dapat
dilibatkan sebagai pengkaji kasus kematian maternal atau Perinatal/Neonatal. Bila jumlah
pengkaji dalam satu Kabupaten/Kota cukup banyak, maka dapat dibuat beberapa tim yang
bekerja secara bergiliran. Sekretariat AMP Kabupaten/Kota selanjutnya menyusun jadwal
pelaksanaan pertemuan pengkaji.

29
2.4. Langkah 4: Penggandaan dan Pengiriman Bahan Kajian
Bahan kajian yang telah dinyatakan lengkap, diregistrasi, dianonimkan, dan terpilih untuk
dikaji kemudian digandakan untuk arsip dan dikirim kepada Pengkaji Internal serta Eksternal
sehingga dapat diterima beberapa hari sebelum pelaksanaan kajian. Setelah dikirim,
Koordinator Tim Manajemen AMP memastikan apakah dokumen yang dikirim sudah
diterima dan menanyakan seandainya ada informasi lain yang diperlukan oleh para pengkaji.
Proses ini akan memberi kesempatan yang cukup bagi para pengkaji yang akan diundang
untuk mempelajari kasusnya atau memberikan masukan kepada Koordinator Tim Manajemen
AMP bila masih ada informasi lain yang diperlukan. Tim Manajemen AMP menindaklanjuti
permintaan tambahan informasi dengan melakukan pengumpulan data yang lebih mendalam
terhadap kasus tersebut. Maksud dilakukannya langkah 4 adalah pelaksanaan pertemuan
pengkaji akan berjalan lancar dan efektif. Perlu diperhatikan, penggandaan berkas (formulir
yang sudah diisi) hanya boleh dilakukan setelah anonimasi selesai dilakukan.

2.5. Langkah 5: Pertemuan Pengkajian Kasus


Pada saat dilakukan pertemuan pengkajian kasus kematian, petugas kesehatan atau
perwakilan faslitas pelayanan yang terlibat dalam pemberian pelayanan kasus tidak
diikutsertakan dalam pertemuan tersebut. Presentasi kasus oleh para petugas yang terlibat
tidak diperkenankan lagi dilakukan. Sebagai gantinya, data mengenai kasus meninggal
diwakili oleh formulir yang telah diisi selengkap mungkin. Dengan demikian kehadiran
petugas yang terlibat tidak diperlukan lagi. Sekretariat AMP memfasilitasi pertemuan dan
berperan sebagai notulis dalam pertemuan tersebut. Ada tiga hal yang dilakukan oleh Tim
Pengkaji ketika melakukan pertemuan pengkajian kasus: analisis kematian, klasifikasi
penyebab kematian, penyusunan rekomendasi. Proses pengkajian kasus dan pembuatan
rekomendasi harus dilakukan dengan azas profesionalisme (professional judgement) dan
mengedepankan etika.

2.5.1. Analisis Kematian


Analisis kematian dilakukan untuk menyimpulkan apakah kasus kematian tersebut dapat
dicegah atau tidak. Apabila kasus kematian tersebut disimpulkan dapat dicegah, maka para
pengkaji perlu mengidentifikasi dan merinci faktor-faktor yang dapat dicegah dari aspek
medis maupun non-medis.
Aspek medis adalah segala sesuatu yang meliputi upaya penilaian awal, pengenalan
masalah/penegakkan diagnosis, rencana tatalaksana, tata laksana, monitoring, hingga upaya

30
resusitasi sejak pasien bersentuhan dengan petugas kesehatan hingga terjadinya
kegawatdaruratan hingga akhirnya meninggal. Aspek medis ini dinilai berdasarkan periode
kehamilan: hamil muda, ante partum, intra partum dan post partum untuk kematian ibu.
Semua penilaian ini sudah tertuang dalam Formulir Pengkaji.

Masalah medis diidentifikasi dengan cara menilai pemenuhan standar pelayanan atas upaya-
upaya diagnosis, monitoring dan konsultasi, serta terapi dan tindakan.

Peringkat Tingkat perawatan sub-optimal/sub-standar


0 Tidak ada pemberian pelayanan yang sub optimal (semuanya
sudah dilakukan sesuai standar, tetapi pasien tetap meninggal)
1 Terdapat perawatan sub-optimal, tetapi tatalaksana yang sesuai
standar TIDAK AKAN membuat perubahan terhadap outcome
(sekiranya standar dipenuhipun tetap akan terjadi kematian)
2 Terdapat perawatan sub-optimal dan tatalaksana yang sesuai
standar MUNGKIN dapat membuat perbedaan outcome (bila
standar dipenuhi, ada kemungkinan kematian dapat dihindari)
3 Terdapat perawatan sub-optimal dan tatalaksana yang sesuai
standar AKAN memberikan perbedaan outcome (bila standar
dipenuhi, pasien akan terhindar dari kematian)

Aspek non-medis meliputi masalah non-medis yang dinilai berkaitan dengan kematian, yang
meliputi:
1. Hal yang terkait dengan pasien: masalah pribadi pasien, keluarga, dan masyarakat,
termasuk masalah sosial budaya dan sosial ekonomi.
2. Masalah administratif/sistem kesehatan, termasuk masalah rujukan: masalah
transportasi, hambatan untuk rawat-inap di rumah sakit atau klinik, kurangnya akses
atau keterjangkauan (termasuk pembiayaan), kurangnya fasilitas asuhan kesehatan
(termasuk berfungsinya fasilitas), kurangnya petugas atau staf, kurangnya petugas/staf
yang mendapat pelatihan yang diperlukan (termasuk berfungsinya petugas), masalah
komunikasi.
Informasi mengenai aspek medis maupun non-medis akan dirangkum dalan Formulir
Ringkasan Pengkaji yang kemudian dijadikan dasar pembuatan rekomendasi yang bersifat
medis maupun non-medis. Rekomendasi tersebut akan dicantumkan dalam Formulir
Ringkasan Pengkaji tersebut.

31
2.5.2. Klasifikasi Penyebab kematian
Setelah analisis kematian, langkah selanjutnya adalah menetapkan penyebab kematian dan
mengklasifikasikannya. Untuk penyebab kematian maternal, dicatat penyebab kematian yang
terdiri dari: penyebab akhir, penyebab antara, dan penyebab dasar. Penyebab kematian
maternal selanjutnya dikelompokkan dalam: (1) kematian maternal langsung, (2) kematian
maternal tak langsung, (3) kematian insidental, dan (4) kematian maternal lanjut.
Sistem klasifikasi yang digunakan disini, mempunyai 2 tujuan:

1. Identifikasi kondisi atau penyakit asal yang mengarah pada kematian maternal. Hal ini
disebut dengan penyebab primer (mendasari) obstetrik. Hanya ada satu penyebab
primer obstetrik dan klasifikasi ini mengacu pada upaya preventif.
2. Identifikasi peristiwa apa yang akhirnya menyebabkan terjadinya kematian. Hal ini
disebut dengan penyebab akhir kematian. Mungkin hanya ada satu penyebab akhir
kematian. Tetapi juga ada faktor penyumbang (faktor pendahulu, faktor antara atau
faktor yang telah ada sebelumnya) yang berujung menjadi penyebab akhir kematian
maternal. Faktor penyumbang mempunyai klasifikasi yang sama dengan penyebab
akhir. Klasifikasi ini merujuk pada kegagalan sistem organ sehingga terjadi kematian
dan menunjukkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah kematian. Perlu
diketahui bahwa mungkin terdapat lebih dari satu faktor penyumbang. Penting untuk
membedakan antara penyebab akhir kematian dan cara meninggal. Semua orang akan
meninggal apabila denyut jantungnya terhenti dan henti jantung disebut sebagai cara
(modus) untuk meninggal. Kondisi yang mengarah pada henti jantung, disebut sebagai
penyebab akhir kematian (WHO, 2007).

Klasifikasi penyebab primer, penyebab akhir dan faktor penyumbang dalam kematian maternal
sesuai dengan kode ICD X dapat dilihat di lampiran 4.

Sebagai contoh, bila ibu hamil mengalami eklampsia dan komplikasinya adalah perdarahan otak
dan henti jantung maka penyebab primer (yang mendasari) obstetrik adalah eklampsia dan
penyebab akhir kematian adalah perdarahan otak dan modus untuk meninggal adalah henti
jantung. Perlu sekali untuk dapat mengenali penyebab primer obstetrik karena hal ini dapat
menunjukkan area dimana program untuk mencegah kematian dapat difokuskan.

32
Penyebab akhir dan faktor penyumbang menunjukkan bagaimana sumberdaya yang diperlukan
untuk menyelamatkan kehidupan akan dialokasikan. Selain itu, juga memperlihatkan bagaimana
tatalaksana protokol dan sumberdaya seharusnya dilakukan. Sebagai contoh, bila penyebab
primer obstetrik adalah abortus septik dan penyebab akhirnya adalah pneumonia dengan faktor
penyumbang adalah nekrosis akut tubuler, koagulopati intravaskuler diseminata dan syok septik
maka sumberdaya yang dibutuhkan adalah ventilasi mekanik, alat dialisis ginjal dan transfusi
produk darah seperti plasma beku segar dan trombosit. Sistem kesehatan harus dapat
memperlihatkan upaya untuk memenuhi sumberdaya tersebut dan bagaimana pasien dengan
kondisi kritis mempunyai akses untuk semua itu.

Untuk kematian Perinatal/Neonatal , penyebab kematian berdasar ICD-10; tergantung umur


saat kematian. Kematian umur 0-6 hari dibagi dalam:
A. Penyebab utama neonatus
B. Penyebab lain neonatus
C. Penyebab utama ibu
D. Penyebab lain ibu
E. Kondisi neonatus lainnya.

Kematian neonatus > 7 hari dibagi dalam:


I a. Penyebab langsung
b dan c. Penyebab antara
d. Penyebab dasar
II. Penyakit/kondisi lain yang berkontribusi namun tidak berhubungan dengan 1 a-d.

Selanjutnya kematian Perinatal/Neonatal diklasifikasikan menurut kriteria Extended


Wigglesworth:
(1) Kelainan bawaan/malformasi
(2) Kematian janin antepartum yang bisa diterangkan
(3) Kematian intrapartum
(4) Imaturitas
(5) Infeksi
(6) Penyebab spesifik lain (Kondisi janin, kondisi neonatus, kondisi pediatri)
(7) Kecelakaan atau trauma non-intrapartum
(8) Sudden infant death, penyebab tidak tahu

33
(9) Tidak terklasifikasi.
Untuk rumah sakit dan Tim Pengkaji jika memungkinkan menggunakan Mortality tabular
list ICD-10 untuk Perinatal/Neonatal

Penyebab kematian baik maternal maupun Perinatal/Neonatal hendaknya dibuat dengan


mengacu pada tatacara penulisan penyebab kematian menurut ICD-10.

2.5.3. Penyusunan Rekomendasi


Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh tim pengkaji untuk menghasilkan rekomendasi
adalah sebagai berikut:
a. Tentukan apakah kematian yang terjadi adalah akibat pemberian pelayanan yang sub-
optimal pada upaya diagnosis, monitoring dan konsultasi, serta pemberian terapi dan
tindakan. Apabila pelayanan sub-optimal tersebut cukup nyata (peringkat 2 atau 3), maka
dapat dibuat rekomendasi untuk mencegah kejadian kasus serupa di masa mendatang.
b. Tentukan pihak-pihak mana saja yang sepatutnya berdaya dan perlu terlibat untuk
melakukan upaya-upaya koreksi dan pencegahan yang bersifat esensial. Sasaran rekomendasi
perlu dirumuskan secara terinci apakah ditujukan pada masyarakat, petugas kesehatan,
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, atau para pembuat kebijakan (kebijakan daerah,
asuransi kesehatan, rujukan, dan sebagainya).

2.6. Langkah 6: Pendataan dan Pengolahan Hasil Kajian


Pertemuan pengkajian kasus diakhiri dengan pendataan hasil kajian. Agar dapat diolah
(ditabulasi, dihitung, dan dibandingkan), maka harus ada kesepakatan tentang data apa saja
yang dihasilkan dan dicatat dari pertemuan Audit Maternal/ Perinatal/Neonatal. Data yang
dikumpulkan dikelompokkan menjadi dua: (1) data identitas, dan (2) data kejadian kematian.
Data identitas berisi informasi tentang identitas pasien, petugas-petugas kesehatan terkait,
dan sarana-sarana pelayanan yang terlibat. Data ini bersifat rahasia dan dikelola hanya
sampai tingkat Kabupaten/Kota untuk keperluan perencanaan sesi pembelajaran individual.
Data kejadian kematian berisi informasi tentang penyebab kematian, peringkat pemenuhan
standar pelayanan, area klinis dan area rujukan yang memerlukan perbaikan, akar penyebab
timbulnya masalah di area klinis dan area rujukan, dan rekomendasi-rekomendasi spesifik.
Data kejadian kematian dikirim ke tingkat Provinsi hingga Nasional untuk bahan penyusunan
kebijakan dan penyusunan program.

34
Untuk setiap kejadian kematian maternal, Perinatal/Neonatal, Tim Pengkaji menyimpulkan
hal-hal tersebut di bawah ini:
1) Diagnosis penyebab kematian (sesuai ICD-10) yang terdiri dari penyebab akhir,
penyebab antara, dan penyebab dasar.
2) Komorbiditas apa saja yang ada (sesuai ICD-10)
3) Komplikasi apa saja yang terjadi (sesuai ICD-10)
4) Peringkat pemenuhan standar pelayanan
5) Masalah dalam area klinis (diagnosis, monitoring, terapi/tindakan) dan uraian
singkatnya
6) Masalah dalam area rujukan dan uraian singkatnya
7) Akar penyebab masalah yang dapat dicegah dalam area klinis (diagnosis, monitoring,
terapi/ tindakan)
8) Akar penyebab masalah yang dapat dicegah dalam area rujukan
9) Rekomendasi spesifik yang dapat dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
komunitas pelayanan (kelompok masyarakat, kelompok petugas kesehatan, kelompok
pimpinan fasilitas pelayanan, dan kelompok pembuat kebijakan)

2.7. Langkah 7: Pemanfaatan Hasil Kajian


Pemanfaatan hasil kajian adalah langkah terakhir dalam siklus AMP di Kabupaten/Kota.
Hasil kajian dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran/ pembinaan, pelaporan, dan
perencanaan. Pembelajaran/ pembinaan ditujukan kepada seluruh komponen komunitas
pelayanan. Berdasarkan sasarannya, pembelajaran dapat berupa pembelajaran individual,
pembelajaran kelompok terfokus, dan pembelajaran massal, yang akan diuraikan dalam bab
5. Hasil kajian juga akan menjadi bahan laporan oleh Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota.
Untuk keperluan perencanaan, hasil kajian dan rekomendasi akan didistribusikan oleh
Sekretariat AMP kepada seluruh komponen komunitas pelayanan sesuai kebutuhannya.
Waktu pengirimannya disesuaikan dengan waktu dilakukannya penyusunan rencana kerja
tahunan pihak-pihak bersangkutan.

35
BAB V
Kematian Ibu dan Perinatal Lintas Batas

Dengan semakin lancarnya transportasi antar daerah yang juga berpengaruh terhadap
terjadinya rujukan pasien dari satu daerah ke daerah lain yang mempunyai fasilitas kesehatan
yang lebih lengkap, maka kematian pasien lintas batas juga akan sangat memungkinkan
terjadi. Kasus kematian ibu atau perinatal lintas batas adalah suatu kasus kematian yang
terjadi pada ibu atau perinatal/ neonatal yang terjadi di suatu daerah dimana domisili ibu atau
neonatal berasal dari kabupaten/kota berbeda dengan kabupaten/kota tempat kematiannya.
Beberapa hal yang perlu disesuaikan dalam kasus seperti ini adalah :
5.1. Pelaporan kematian
5.1.1 Apabila kematian terjadi di RS/fasilitas kesehatan lain:
RS/fasilitas kesehatan lain melaporkan kematian kepada Dinas Kesehatan
setempat dimana RS/fasilitas kesehatan tersebut berada melalui sistem
pelaporan yang sudah ada dengan keterangan bahwa kematian adalah
kematian yang berasal dari luar wilayah.
5.1.2 Apabila kematian terjadi di masyarakat:
Puskesmas setempat laporan kepada Dinas Kesehatan/Puskesmas di tempat
tinggal ibu/bayi meninggal.
5.2. Pengambilan data
Setelah dinas kesehatan kabupaten setempat menerima laporan kematian,
maka dinas kesehatan tadi melakukan koordinasi dengan dinkes domisili ibu
yang meninggal. Dinas kesehatan setempat akan melakukan penelusuran
kejadian kematian dengan meminta institusi kesehatan yang terlibat untuk
mengisi form-form yang sudah ditentukan.
Institusi tempat kematian terjadi berusaha memberikan formulir yang sudah
diisi selengkap lengkapnya dan akan menyerahkan form-form yang telah diisi
kepada dinas kesehatan domisili ibu yang meninggal.
5.3. Pelaksanaan review kematian
Dinas kesehatan kabupaten/kota dimana domisili ibu atau neonatal yang
meninggal bertanggung jawab menyelenggarakan review kasus kematian
yang terjadi sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Apabila terjadi kasus sulit
maka pihak dinkes provinsi yang mengambil keputusan siapa yang
melaksanakan review kematian.

36
Dalam kasus kematian lintas batas ini, peran dinas kesehatan provinsi sangat diperlukan
untuk menjadi koordinator dan fasilitator proses AMP agar kasus kematian yang terjadi tetap
dapat terpantau meskipun terjadi di luar daerah domisili pasien.

Alur pelaporan yang menyangkut kematian ibu/bayi lintas batas dapat dilihat pada gambar 2
(Flow Chart Pelaporan Kematian Lintas Batas). Alur dan mekanisme pelaksanaan AMP mulai
dari disiapkannya dokumen yang anonim sampai ke sesi pembelajaran akan mengikuti alur
dan mekanisme seperti yang telah disepakati di atas.

37
Gambar 2. Flow Chart Pelaporan Kematian Lintas Batas

Provinsi tempat terjadi kematian Provinsi tempat domisili

Kabupaten tempat terjadi kematian Kabupaten tempat domisili

Meninggal di RS/Fasilitas kesehatan

Koordinasi
RS tempat Form PKmM/PKmP DinKes DinKes
meninggal tempat Mengirim RMM/RMP tempat
meninggal RMMP/RMPP domisili

Meminta isi form RMM/RMP

Mengirim form RMM/RMP terisi pemberitahuan kematian

Mengirim OVM/OVP
Puskesmas
Meminta isi form RMMP/RMPP
RS/Fasilitas wilayah domisili
kesehatan ibu/bayi

Menyiapkan dokumen untuk Tim


Mengirim form RMMP/RMPP terisi meninggal
Perantara
(bila ada)

Pengkaji
Meninggal di Rumah (Masyarakat)

Puskesmas wilayah Form PKmM/PKmP


tempat ibu/bayi
meninggal Mengirim OVM/OVP bila mungkin

Tim Pengkaji

38
BAB VI
SESI PEMBELAJARAN

1. Pendahuluan
Sesi pembelajaran adalah salah satu mata rantai penting yang merupakan umpan balik
kepada komunitas pelayanan atas kajian yang dilakukan pada suatu kasus kematian.
Dalam AMP ini, tidak diperkenankan untuk membuka identitas (naming), menyalahkan
seseorang atau institusi (blaming), maupun melakukan sesuatu yang berpotensi
mempermalukan seseorang atau institusi (shaming). Menghukum seseorang atau institusi
pada dasarnya melanggar seluruh prinsip untuk tidak melakukan naming, blaming, dan
shaming. Seseorang atau institusi yang terbukti atau dapat dianggap secara sengaja telah
melanggar ketentuan, peraturan, atau kesepakatan yang sudah diberlakukan sehingga
mengakibatkan kematian maternal/perinatal/neonatal, akan mendapat pembinaan dan
pembelajaran secara individual. Jika pembelajaran atau pembinaan tersebut tidak
memberikan dampak, maka akan dilakukan tindakan lanjutan sesuai dengan mekanisme
setempat. Seseorang atau institusi yang terbukti atau sepatutnya dapat dianggap tidak tahu,
tidak berdaya (karena faktor di luar dirinya membuatnya kehilangan kemampuan untuk
patuh terhadap ketentuan, peraturan, dan kesepakatan), atau tindakannya dilakukan tanpa
kesengajaan untuk melanggar, akan mendapat pembelajaran yang difokuskan pada akar
permasalahannya. Oleh karena itu Penanggung Jawab AMP Kabupaten/ Kota perlu
mengupayakan adanya kesepakatan dan kekuatan hukum tentang mekanisme pembinaan
dan pembelajaran apa saja yang akan diberlakukan bila terjadi kesengajaan pelanggaran
atas ketentuan, peraturan, dan kesepakatan di tingkat Kabupaten/ Kota. Bentuk dan
mekanisme pembinaan atau pembelajaran akan disosialisasikan sebelumnya kepada
seluruh anggota komunitas pelayanan di wilayah tersebut. Pelaksanaan pembelajaran
sebaiknya bersifat berkesinambungan dan menjawab prioritas permasalahan-permasalahan
nyata yang dihadapi di lapangan.

Tugas mempersiapkan dan melaksanakan sesi pembelajaran menjadi tanggungjawab


Penanggung Jawab dan Koordinator Tim Manajemen AMP beserta Sekretariatnya.
Merencanakan sesi pembelajaran pada hakekatnya adalah melakukan sinergi seluruh
pemangku kepentingan pelayanan KIA dalam merancang suatu sesi yang menjawab
kebutuhan pembelajaran. Perancangan sesi berdasarkan pada informasi yang diperoleh

39
dari hasil kajian kasus-kasus. Karena itulah Koordinator Tim Manajemen juga diharapkan
dapat memimpin perumusan kebutuhan-kebutuhan pembelajaran (need assessment) bagi
Komunitas Pelayanan di Kabupaten/Kota wilayahnya.

2. Menyiapkan Sesi Pembelajaran


Menyiapkan sesi pembelajaran adalah langkah penting yang tidak boleh dilewatkan oleh
Tim Manajemen AMP Kabupaten/ Kota. Sesi persiapan dilakukan sebagai tindak lanjut
atas selesainya pertemuan Pengkaji. Terdapat tiga kegiatan yang dilakukan dalam
menyiapkan sesi pembelajaran: (1) Menyiapkan materi pembahasan, (2) Melakukan
pertemuan internal tertutup, (3) Melakukan lokakarya persiapan.
2.1. Menyiapkan materi pembahasan
a. Visualisasi (dalam bentuk peta, grafik, atau tabel) masalah-masalah dalam pelayanan
maternal/ Perinatal/Neonatal di Kabupaten/ Kota
b. Rekomendasi-rekomendasi awal yang telah disusun oleh pengkaji, termasuk informasi
tentang tindak lanjutnya
c. Program-program yang berkaitan dengan rekomendasi dan pencapaian yang
diharapkan apabila rekomendasi dilakukan.
2.2. Melakukan pertemuan internal tertutup diantara Tim Manajemen AMP
Kabupaten untuk merencanakan sesi pembelajaran individual. Pertemuan ini tidak
melibatkan pemangku kepentingan di luar Tim Manajemen AMP guna menjaga
konfidensialitas.
2.3 Melakukan lokakarya persiapan sesi pembelajaran (bagi kelompok terfokus dan
massal) bersama para pemangku kepentingan pelayanan KIA. Tujuan strategis
dilakukannya sesi ini adalah mendapatkan komitmen dari para pemangku kepentingan,
menajamkan kembali permasalahan nyata yang prioritasnya tinggi untuk diselesaikan,
serta memilih/menambahkan rekomendasi-rekomendasi penyelesaian masalahnya.
Lokakarya ini dipandu oleh Koordinator Manajemen AMP Kabupaten/ Kota.
a. Perkenalan (20 menit)
Bertujuan untuk menjelaskan maksud dan tujuan lokakarya kepada seluruh peserta,
saling mengenal, dan menyepakati aturan-aturan main lokakarya.
b. Penjelasan data (40 menit)
Bertujuan menyampaikan data-data pelayanan KIA, berbagai permasalahan prioritas
yang dihadapi, dan rekomendasi-rekomendasi awal yang sudah dibuat oleh para
pengkaji.

40
c. Sumbang pendapat (90 menit)
Bertujuan memberi kesempatan pada para peserta untuk menambahkan permasalahan
prioritas setempat yang belum muncul dan alternatif-alternatif pemecahan masalah
yang lebih sesuai dengan konteks lokal. Guna memperoleh pemecahan masalah yang
bagus, maka para peserta diminta mengkritisi setiap usulan dari aspek feasibilitas
(bisa tidaknya dilakukan dalam konteks lokal), ekuitas (sudah ditujukan kepada
kelompok-kelompok yang memang membutuhkan/ paling berisiko), dan efektifitas
(kegiatan yang hendak dilakukan memang benar akan mengatasi masalahnya). Hasil
dari sesi sumbang pendapat adalah kesepakatan mengenai daftar masalah yang benar-
benar perlu diatasi (baik dalam jangka pendek atau menengah) dan pemecahan
masalah yang prioritas dalam konteks lokal.
d. Istirahat (20 menit)
Pada waktu istirahat, sekretariat membuat daftar masalah dan pemecahan masalah
yang sudah disepakati.
e. Memilih Kelompok Terfokus Sasaran (45 menit)
Bertujuan menetapkan kelompok-kelompok terfokus sasaran yang hendak diberi
pembelajaran (informasi) dalam kurun mata anggaran tertentu, dan hal-hal apa yang
hendak disampaikan. Pemilihan sasaran dan hal yang hendak disampaikan didasarkan
atas kesepakatan yang telah dibuat tentang masalah dan pemecahan prioritas pada
langkah sumbang pendapat.
f. Memilih strategi pembelajaran massal (45 menit)
Bertujuan memilih hal-hal yang akan disampaikan secara massal dan medianya yang
sesuai untuk dilaksanakan dalam kurun mata anggaran tertentu
g. Resume pertemuan (30 menit)
Bertujuan menyampaikan kembali masalah-masalah dan pemecahan masalah yang
disepakati, kelompok-kelompok terfokus yang hendak diberi pembelajaran, dan isi
pesan-pesan yang hendak disampaikan secara massal. Disamping itu disampaikan
kembali peran apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat dari masing-masing
pemangku kepentingan pelayanan KIA, termasuk permohonan untuk memantau dan
saling mengingatkan pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibuat. Para
pemangku kepentingan diharapkan dapat menggunakan keahlian, kekuatan politis,
dan pengaruhnya guna mencapai tingkat pelayanan KIA seperti yang bersama-sama
diinginkan.

41
3. Melaksanakan Sesi Pembelajaran
Terdapat tiga kelompok berbeda yang menjadi sasaran sesi pembelajaran.
- Kelompok pertama adalah kelompok petugas kesehatan dan institusi yang
terlibat langsung dalam pelayanan kasus yang dikaji. Kelompok ini memerlukan
umpan balik atas kasus-kasus yang berkaitan dengan pelayanan yang diberikannya.
Sesi pembelajaran untuk kelompok ini disebut sesi pembelajaran individual.
- Kelompok kedua adalah komunitas pelayanan yang tidak terlibat (secara
langsung maupun tak langsung) dalam pelayanan kasus yang dikaji. Mereka perlu
belajar dari pengalaman orang lain agar dapat meningkatkan kualitas perannya dalam
pelayanan maternal/ Perinatal/Neonatal. Materi dan cara penyampaian sesi
pembelajaran bagi komunitas pelayanan berbeda-beda menurut kebutuhan kelompok-
kelompok tersebut. Karena sifat kebutuhan pembelajarannya yang spesifik, maka
disebut sesi pembelajaran kelompok terfokus.
- Kelompok ketiga adalah kelompok yang kebutuhan pembelajarannya bersifat umum.
Kelompok ini berasal dari seluruh komponen komunitas pelayanan sehingga sifatnya
menjadi massal. Sesi pembelajaran untuk kelompok ini disebut dengan sesi
pembelajaran massal.

3.1. Sesi Pembelajaran Individual


Pembelajaran individual adalah umpan balik kepada petugas kesehatan atau institusi
pelayanan yang terkait dalam pemberian pelayanan suatu kasus. Untuk dapat
memberikan pembelajaran yang sifatnya individual (bagi perorangan atau institusi),
Koordinator Tim Manajemen menggunakan informasi yang didapatkan dari hasil kaji
kasus kematian maternal atau Perinatal/Neonatal. Bentuk pembelajaran individual
dapat berupa surat yang memuat informasi tentang telah dilakukannya kajian kasus,
masalah-masalah yang dijumpai, kinerja petugas atau institusi bersangkutan
dibandingkan dengan yang seharusnya (standar), dan apa yang dikehendaki untuk
dilakukan oleh petugas atau institusi dimaksud setelahnya. Surat atau memo yang dibuat
tidak memuat identitas petugas atau institusi lain yang juga terkait. Dengan demikian
para petugas atau institusi tidak saling tahu identitas maupun kinerja selain dirinya
sendiri.

3.2. Sesi Pembelajaran Kelompok Terfokus

42
Pembelajaran kelompok terfokus adalah pembelajaran yang diperuntukkan bagi
komunitas sejenis, yang dibagi menjadi: a. kelompok masyarakat, b. kelompok petugas
kesehatan (bidan, dokter, perawat, organisasi profesi bila ada, dan sebagainya), c.
kelompok pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan (kepala puskesmas, kepala rumah
sakit), dan d. kelompok pembuat kebijakan (kepala dinas kesehatan, anggota DPRD,
asuransi kesehatan, dan sebagainya). Apabila dianggap perlu, penyelenggaraan sesi ini
dapat difasilitasi oleh Kepala Daerah Kabupaten/Kota selaku pelindung AMP, atau tokoh
masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut perlu belajar dari hasil-hasil kajian kasus
kematian maternal/ Perinatal/Neonatal di Kabupaten/Kota yang terjadi sehingga dapat
berpartisipasi secara konstruktif sesuai perannya masing-masing dalam upaya
pencegahan kematian. Urutan pelaksanaan Sesi Pembelajaran Kelompok Terfokus
adalah sebagai berikut:
- Pembukaan oleh kepala dinas
- Penjelasan data seputar kematian maternal/ Perinatal/Neonatal yang terjadi selama
kurun waktu tertentu oleh Koordinator Tim Manajemen AMP
- Penjelasan program kesehatan maternal/ Perinatal/Neonatal yang sedang dan akan
dilakukan dan apa kaitannya dengan peran kelompok yang sedang melakukan sesi
pembelajaran oleh Pengelola Program KIA
- Penjelasan rekomendasi apa saja yang sudah diajukan dan ditindaklanjuti untuk kasus
yang sudah dibahas pada pertemuan terdahulu dan apa rekomendasi pada pertemuan
ini oleh Pengelola Program KIA / Ketua Tim Reviewer
- Diskusi tentang masukan atas rekomendasi prioritas yang telah, sedang, atau akan
disusun programnya
- Penjelasan program-program apa saja yang sedang dan akan dilakukan oleh Pengelola
Program KIA
- Penyampaian informasi tentang pengetahuan, kebijakan, kesepakatan, atau prosedur-
prosedur baru, dan lain-lain oleh Pengelola Program KIA / SpOG / SpA.
- Penutupan acara dengan menegaskan kembali rekomendasi pertemuan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

3.3. Sesi Pembelajaran Massal


Untuk keperluan pembelajaran terhadap materi-materi yang sifatnya dapat diperuntukkan
bagi seluruh kelompok dalam komunitas pelayanan, maka diperlukan suatu forum yang
disebut dengan Sesi Pembelajaran Massal. Disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan

43
kebutuhan setempat, sesi ini bisa berbentuk pertemuan, brosur, siaran radio, buletin, atau
website, dan sebagainya. Program-program dalam lingkup pembelajaran massal akan
bermanfaat dalam menumbuhkan kepedulian dan partisipasi yang lebih luas terhadap
masalah kesehatan maternal/ Perinatal/Neonatal di suatu wilayah. Hal itu juga akan
bermanfaat bagi wilayah-wilayah lain untuk saling belajar.

44
Bab VII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Proses penyelenggaraan AMP di Kabupaten/Kota perlu dimonitor dan dievaluasi untuk


memastikan bahwa tujuannya untuk pembelajaran bagi seluruh anggota Komunitas
Pelayanan dapat tercapai. Untuk dapat melakukan monitoring dan evaluasi yang efektif
diperlukan adanya indikator, standar, data, pelaporan dan kegiatan supervisi fasilitatif.

1. Indikator
1.1. Indikator input
a. Ketersediaan surat Penetapan dari Bupati atau Walikota tentang pembentukan Tim
AMP Kabupaten/Kota. Ketersediaan formulir pengumpulan data di setiap fasilitas
pelayanan kesehatan Maternal-Perinatal/Neonatal
b. Prosentase pengkaji internal yang telah dilatih sebagai pengkaji (pengkaji yang sudah
dilatih/3 orang pengkaji). Tim pengkaji minimal dalam 1 Kabupaten/Kota ditetapkan
sebanyak 3 orang yang terdiri dari 1 orang Spesialis Kebidanan/Kandungan atau 1
orang Spesialis Anak, 1 bidan senior dan kompeten dan 1 orang dari program. Bila
tidak ada dokter spesialis, maka dapat diganti dengan dokter umum yang kompeten.
c. Prosentase bidan puskesmas yang telah dilatih AMP (jumlah bidan koordinator yang
sudah dilatih dibagi dengan jumlah Puskesmas). Bidan koordinator sebaiknya adalah
bidan yang sudah mendapat pelatihan dasar dan pelatihan lanjut serta mampu
memberi pelatihan.
d. Tersedianya dana tahunan kegiatan AMP di Kabupaten/ Kota

1.2. Indikator proses


a. Prosentase ketepatan waktu pelaporan kematian sejak terjadinya sampai
dilaporkannya ke Bidan Koordinator (jumlah pelaporan yang tepat waktu dibagi
dengan jumlah seluruh kematian yang terjadi pada periode tertentu).
b. Prosentase ketepatan waktu pengiriman berkas formulir yang sudah lengkap ke
Sekretariat AMP Kabupaten/Kota (jumlah formulir yang dikirim tepat waktu dibagi
total kasus yang dilaporkan)
c. Prosentase kelengkapan pengisian masing-masing formulir yang dipergunakan
sebagai sumber data untuk telaah kasus (jumlah formulir yang diisi lengkap dibagi
dengan jumlah total formulir).

45
d. Prosentase kasus kematian yang dikaji dari seluruh kasus kematian maternal maupun
Perinatal/Neonatal
e. Prosentase pertemuan kajian kasus yang terlaksana di tiap Kabupaten/Kota
f. Prosentase kehadiran anggota komunitas pelayanan dalam sesi pembelajaran
kelompok terfokus . (jumlah yang hadir dibagi jumlah yang diundang)
g. Prosentase kasus kasus kematian yang terkait dengan 3 terlambat (jumlah kasus
kematian yang terkait masing masing keterlambatan dibagi total kasus kematian)

1.3. Indikator output


a. Prosentase pembelajaran individual yang dilakukan. Denominator tergantung pada
kasus yang memerlukan pembelajaran individu (baru dapat ditentukan setelah
selesainya proses pengkajian).
b. Jumlah pembelajaran kelompok terfokus yang dilakukan
c. Jumlah pembelajaran massal yang dilakukan, baik dengan peserta masyarakat umum
maupun kalangan medis.
d. Prosentase rekomendasi yang ditindaklanjuti menjadi program KIA/dilaksanakan
(rekomendasi yang ditindaklanjuti dibagi dengan jumlah total rekomendasi)

1.4. Indikator outcome


a. Prosentase peringkat pemenuhan standar pelayanan maternal
b. Prosentase peringkat pemenuhan standar pelayanan Perinatal/Neonatal
c. Angka kematian maternal
d. Angka kematian perinatal
e. Angka kematian neonatal
f. Case Fatality Rate dari tiap jenis komplikasi utama baik maternal (misalnya
perdarahan) maupun Perinatal/Neonatal (misalnya asfiksia)

2. Target
Target adalah besarnya pencapaian indikator yang ditetapkan untuk dicapai dalam kurun
waktu tertentu. Besaran pencapaian itu ditetapkan masing-masing di tingkat
Kabupaten/Kota, tingkat Propinsi, dan tingkat nasional. Penggunaan indikator yang sama
diperlukan untuk kebutuhan melakukan perbandingan.

46
3. Data dan pelaporan
Data dan pelaporan seperti yang dijelaskan pada Bab III.

4. Supervisi fasilitatif
Supervisi fasilitatif dilakukan oleh Tim AMP Provinsi kepada Tim AMP Kabupaten/Kota, dan
Tim AMP Pusat kepada Tim AMP Provinsi. Tujuan dilakukannya supervisi fasilitatif adalah:
(1) Mengidentifikasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi oleh Tim yang disupervisi dalam
melakukan rangkaian kegiatan AMP, (2) Memberikan bantuan teknis, (3) Menghimpun
bahan-bahan yang diperlukan bagi penyusunan laporan berkala AMP.

47
LAMPIRAN

1. Lingkup tugas dan kerja tim AMP


2. Pemilihan kasus
3. Tahap Pelaksanaan dan Petugas/Pelaksana Terkait dalam Kegiatan AMP
4. Klasifikasi penyebab kematian maternal
5. Klasifikasi penyebab kematian perinatal/neonatal (Dr. Eka??)
6. Formulir Pemberitahuan Kematian Maternal Individual (masyarakat, bides, BPS, RB,
puskesmas, RS) / Formulir PKmM
7. Formulir Pemberitahuan Kematian Perinatal/NeonatalIndividual (masyarakat, bides,
BPS, RB, puskesmas, RS)/ Formulir PKmP
8. Formulir Daftar Kematian Maternal di Fasilitas Kesehatan/ Formulir DKM
9. Formulir Daftar Kematian Perinatal/Neonatal di Fasilitas Kesehatan/ Formulir DKP
10. Formulir Daftar Rekapitulasi Kematian Maternal di Tingkat Kabupaten (rekapitulasi
dari puskesmas dan RS) / Formulir RKM
11. Formulir Daftar Rekapitulasi Kematian Perinatal/Neonatal di Tingkat Kabupaten
(rekapitulasi dari Puskesmas dan RS) / Formulir RKP
12. Formulir Otopsi Verbal Kematian Maternal(OVM)
13. Formulir Otopsi Verbal Kematian Perinatal/Neonatal (OVP)
14. Formulir Rekam Medik Kematian Maternal (RMM)
15. Formulir Rekam Medik Kematian Perinatal/Neonatal (RMP)
16. Formulir Rekam Medik Kematian Maternal Perantara (RMMP)
17. Formulir Rekam Medik Kematian Perinatal/NeonatalPerantara (RMPPerantara)
18. Formulir Pengkaji Maternal
19. Formulir Pengkaji Perinatal/Neonatal
20. Formulir Ringkasan Pengkaji Maternal
21. Formulir Ringkasan Pengkaji Perinatal/Neonatal

48
Lampiran 1. Lingkup Tugas

Pelindung
Sebagai Pelindung kegiatan AMP ini adalah Bupati/Walikota setempat. Tugas dari Pelindung
adalah:
Membentuk tim AMP Kabupaten/Kota
Menerbitkan Surat-surat Keputusan/Penugasan yang diperlukan untuk masing-masing
anggota tim.
Mengalokasikan dana untuk kegiatan AMP agar dapat berjalan secara
berkesinambungan

Penanggung Jawab
Penanggung Jawab Tim AMP Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Tugas dari Penanggung Jawab adalah:
Memfasilitasi Koordinator dalam penyelenggaraan AMP
Mengkomunikasikan kebutuhan dana pelaksanaan AMP Kabupaten/Kota ke Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota)
Mengalokasikan dana yang tersedia dengan efektif dan efisien untuk pelaksanaan
AMP
Mengkomunikasikan kepada pihak terkait serta memfasilitasi dilaksanakannya
rekomendasi yang dihasilkan dan perumusan pembelajaran.
Menjaga kerahasiaan

Koordinator Tim Manajemen AMP


Koordinator Tim Manajemen AMPadalah Penanggung Jawab Program KIA atau Program
Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tugas dari
KoordinatorTim Manakemen AMP adalah:
Bertanggung jawab atas berjalannya alur pelaporan kematian dan formulir isian yang
digunakan dalam AMP
Menganonimkan kasus
Bertanggung jawab untuk terlaksananya pertemuan pengkajian kasus secara rutin
Mengkomunikasikan temuan hasil pengkajian kasus kepada Penanggung Jawab.
Memantau kegiatan Sekretariat AMP.

49
Bersama dengan Penanggung Jawab, mengkomunikasikan kepada pihak terkait serta
memfasilitasi dilaksanakannya rekomendasi yang dihasilkandan perumusan
pembelajaran.
Menjaga kerahasiaan

Sekretariat AMP
Terdiri dari beberapa orang staf KIA Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Tugas Sekretariat
AMP adalah:
Membantu Koordinator dalam pelaksanaan AMP
Mengumpulkan dan merekapitulasi daftar kematian yang dikirimkan dari RS dan
PKM
Mempersiapkan data untuk pertemuan kaji kasus
Memfasilitasi pertemuan kaji kasus
Menjadi notulis dalam pertemuan kaji kasus.
Menjaga kerahasiaan

Tim Pengkaji Kasus


Kajian kasus kematian maternal maupun Perinatal/Neonatal dapat melibatkan tim pengkaji
internal maupun eksternal. Adapun tugas dari kedua jenis tim pengkaji tersebut tidak begitu
berbeda dalam melaksanakan kegiatan AMP. Perbedaannya adalah bila Tim Pengkaji Internal
mengembangkan pedoman praktik lokal, maka Tim Pengkaji Eksternal memberikan
dukungan informasi tentang bukti-bukti praktik terbaik. Tim pengkaji kasus maternal terdiri
dari dokter spesialis kebidanan, bidan senior (berpraktek atau berkompeten dan memiliki
kharisma), dan pengelola progam KIA. Tim pengkaji kasus Perinatal/Neonatal adalah dokter
spesialis obstetri dan ginekologi, dokter spesialis anak, bidan kompeten, perawat RS dan
pengelola program KIA. Apabila diperlukan, baik untuk kaji kasus maternal maupun
Perinatal/Neonatal, dapat melibatkan dokter spesialis lain seperti anestesi, penyakit dalam
dan lain-lain.
Tugas Pengkaji adalah:
Melakukan pengkajian kasus
Merumuskan rekomendasi

50
Mengembangkan pedoman untuk pembinaan dan evaluasi pada tingkat lokal (bila
memungkinkan).
Menjaga kerahasiaan

Lampiran 2. Pemilihan Kasus Untuk Dikaji

Idealnya seluruh kasus kematian (baik maternal maupun Perinatal/Neonatal) dikaji/diaudit,


karena dengan pendekatan seperti ini rekomendasi yang dihasilkan akan semakin sesuai
sebagai upaya perbaikan atas berbagai masalah yang ada di wilayah tersebut. Namun
demikian, bila keadaan tidak memungkinkan (adanya keterbatasan sumber daya manusia,
dana, dan waktu), kajian kasus dapat dilakukan terhadap sebagian sampel dengan pendekatan
sebagai berikut:

1. Pemilihan sampel yang representatif terhadap seluruh kematian yang ada di


wilayah Kabupaten/Kota tersebut.

Pemilihan tersebut dapat dilakukan dengan sampling secara acak. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran masalah yang terdapat di wilayah
tersebut sehingga rekomendasi intervensi yang dihasilkan juga akan mewakili
masalah yang ada di wilayah tersebut. Kerugiannya adalah apabila jumlah kematian di
Kabupaten/Kota tersebut tidak terlalu besar jumlahnya sehingga kasus yang terpilih
tidak bisa mewakili dan tidak proporsional terhadap seluruh jenis kasus yang ada.

2. Pemilihan sampel dengan stratifikasi berdasarkan komplikasi.


Sampling dilakukan pada masing-masing strata komplikasi sehingga jenis kasus yang
dikaji atau diaudit mewakili seluruh jenis komplikasi yang menyebabkan kematian
yang ada, termasuk kematian yang disebabkan oleh komplikasi yang jarang terjadi.
Kerugiannya adalah bahwa komplikasi yang jarang terjadi pun akan ikut diaudit
padahal komplikasi tersebut mempunyai prioritas yang rendah jika dibandingkan
komplikasi yang lain. Hal ini berimplikasi dengan terpakainya sumber daya untuk
mengaudit kasus yang prioritasnya lebih rendah.

51
3. Pemilihan sampel berdasarkan prioritas masalah.
Pemilihan sampel dengan cara ini tidak mengikuti kaidah keterwakilan. Dasar dari
pendekatan ini adalah berusaha mengatasi masalah yang dianggap prioritas dan
dianggap memiliki potensi untuk dicegah di wilayah tersebut. Misalnya, masalah yang
dianggap mempunyai mempunyai prioritas tinggi adalah HPP yang terjadi di luar
fasilitas kesehatan. Kerugiannya adalah bahwa pemilihan dengan cara ini tidak
mewakili seluruh masalah yang ada.

Skema pemilihan kasus yang akan dipilih disesuaikan dengan kesepakatan masing-masing
wilayah.

Lampiran 3. Tahap Pelaksanaan dan Petugas/Pelaksana Terkait dalam Kegiatan AMP

No Elemen Kegiatan Instrumen Petugas/Pelaksana


Kompetensi
1 Menemukan dan 1. Melakukan kunjungan ke PKmM atau Bidan di Desa
mengumpulkan rumah keluarga untuk PKmP
data kematian memastikan kematian
Maternal dan Maternal dan
Perinatal/Neonatal Perinatal/Neonatal
dalam 3 hari 2. Menanyakan ke Ketua RT
setelah kematian adanya kematian Maternal dan
Perinatal/Neonatal
3. Kerjasama dengan dukun
untuk mendapatkan adanya
kematian Maternal dan
Perinatal/Neonatal
4.Melakukan pencatatan dan
melaporkan data kematian
Maternal dan
Perinatal/Neonatal ke Bidan
Koordinator di Puskesmas
5. Mengumpulkan/ RKM atau Bidan
merekapitulasi seluruh RKP Koordinator/Bidan
kematian Maternal dan Puskesmas
Perinatal/Neonatal yang
tercatat dalam Daftar Kematian
di masyarakat dan fasilitas
kesehatan di luar RS dan
melaporkannya ke Dinas
Kesehatan
6. Mengumpulkan/ Bidan RS/ Petugas
merekapitulasi seluruh Rekam Medik RS

52
No Elemen Kegiatan Instrumen Petugas/Pelaksana
Kompetensi
kematian Maternal dan
Perinatal/Neonatal yang
tercatat dalam Daftar Kematian
di RS dan melaporkannya ke
Dinas Kesehatan
2 Otopsi Verbal dan 1. Menentukan jadwal OVM atau Bidan
mengumpulkan kunjungan untuk pengisian OVP Koordinator/Bidan
data non-medis formulir OVM atau OVP untuk Puskesmas
dalam 7-14 hari semua kematian Maternal dan
setelah kematian. Perinatal/Neonatal yang terjadi
di wilayah kerjanya
2. Melakukan pengisian
formulir OVM atau OVP
melalui wawancara dengan
keluarga, dukun, atau informan
lainnya, termasuk Bidan di
desa yang memberikan
pelayanan kepada ibu/bayi
yang meninggal
3. Melakukan cross check
informasi yang didapatkan
apabila diperlukan
4. Melengkapi data formulir
OVM atau OVP jika masih ada
kekurangan
5. Mengirim OVM atau OVP
yang sudah terisi ke Sekretariat
AMP di Dinas Kesehatan
6. Menjaga kerahasiaan
3 Mencari data 1. Melakukan pengisian RMM atau Dokter Penanggung
medis yang formulir RMM atau RMP RMP Jawab Pasien untuk
diperlukan di dengan mengambil data dari pengisian
tempat pelayanan catatan medis di RS tempat RMM/RMP; Bidan
terakhir (RS) ibu/bayi meninggal RS atau Petugas
2. Mengirim formulir RMM yang ditunjuk oleh
atau RMP yang sudah lengkap Direktur RS untuk
terisi ke Sekretariat AMP di pengiriman
Dinas Kesehatan formulir
3. Menjaga kerahasiaan
4 Mencari data 1. Melakukan pengisian Bidan Koordinator
medis yang formulir RMM atau RMP
diperlukan di dengan mengambil data dari
tempat pelayanan catatan medis di fasilitas
terakhir selain RS. kesehatan selain RS (Bidan di
desa, BPS, RB, PKM) tempat
ibu/bayi meninggal
2. Mengirim formulir RMM
atau RMP yang sudah lengkap

53
No Elemen Kegiatan Instrumen Petugas/Pelaksana
Kompetensi
terisi ke Sekretariat AMP di
Dinas Kesehatan
3. Menjaga kerahasiaan
5 Mencari data 1. Melakukan pengisian RMMP atau Dokter Penanggung
medis yang formulirRMPP atau RMMP RMPP Jawab Pasien untuk
diperlukan di dengan mengambil data dari pengisian formulir;
tempat pelayanan catatan medis di fasilitas Bidan RS atau
antara (sebelum kesehatan tempat ibu/bayi Petugas yang
pelayanan terakhir) pernah dirawat sebelum ditunjuk oleh
meninggal di fasilitas tempat Direktur RS untuk
kematian pengiriman
2. Mengirim formulirRMPP formulir (untuk
atau RMMP yang sudah kasus yang pernah
lengkap terisi ke Sekretariat dirawat di RS).
AMP di Dinas Kesehatan Bidan Koordinator
(untuk kasus yang
pernah dirawat di
fasilitas kesehatan
selain RS)
6 Mengumpulkan 1. Menerima pemberitahuan PKmM dan Sekretariat AMP
dan merekapitulasi kematian yang dikirimkan dari PKmP
daftar kematian RS dan PKM
yang dikirimkan 2. Mengumpulkan dan
dari RS dan PKM merekapitulasi daftar kematian
yang dikirimkan dari RS dan
PKM
3. Menjaga kerahasiaan
7 Mempersiapkan 1. Memeriksa kelengkapan Seluruh Sekretariat AMP
data untuk data dalam RMM/RMP, form
pertemuan kaji OVM/OVP dan RMM
kasus Perantara/ RMP Perantara (bila
ada),
2. Mengembalikan formulir
yang tidak lengkap ke Bidan
RS/Bidan Koordinator untuk
dilengkapi
3. Membuat buku register
kematian yang berisi informasi
identitas dan kode unik
ibu/bayi yang meninggal
4. Menganonimkan kasus
dengan menghilangkan
identiitas ibu/bayi, petugas
kesehatan dan institusi
kesehatan yang pernah
merawat kasus tersebut
5. Menyerahkan buku register
kematian kepada Koordinator

54
No Elemen Kegiatan Instrumen Petugas/Pelaksana
Kompetensi
AMP
6. Mengirimkan formulir yang
telah dianonimkan dan diberi
kode unik kepada Tim
Pengkaji sebelum dilakukan
pertemuan kaji kasus
7. Memfasilitasi (menentukan
jadwal, menggandakan
formulir, mengundang Tim
Pengkaji, menjadi notulis)
pertemuan kaji kasus
8. Menjaga kerahasiaan
8 Pelaksanaan 1. Melakukan analisis medis Tim Pengkaji
Pertemuan Kaji dan non-medis pada setiap
Kasus kasus berdasarkan informasi
yang ada dalam
formulirRMM/RMP,
OVM/OVP dan RMMP/RMPP
(bila ada),
2. Menyimpulkan apakah
kematian tersebut dapat
dicegah atau tidak
3. Mengidentifikasi hal-hal
yang dapat dicegah, baik medis
maupun non-medis
4. Membuat rekomendasi
berdasarkan hasil temuan kaji
kasus
5. Menjaga kerahasiaan
9 Tindak lanjut 1. Mempelajari rekomendasi Koordinator dan
rekomendasi dan yang diformulasikan oleh Tim Penanggung Jawab
perumusan Pengkaji AMP Kabupaten
pembelajaran 2. Merumuskan action plan
untuk menindak-lanjuti
rekomendasi yang dihasilkan
oleh Tim Pengkaji
3. Merumuskan strategi
pembelajaran serta melibatkan
pihak terkait untuk men-
deliver pembelajaran tersebut.
Contoh: untuk pembelajaran
individual tentang aspek klinis,
diperlukan seorang dokter ahli
kebidanan / dokter ahli anak /
bidan
4. Menjaga kerahasiaan
10 Supervisi kegiatan 1. Melakukan kegiatan Penanggung Jawab

55
No Elemen Kegiatan Instrumen Petugas/Pelaksana
Kompetensi
AMP supervisi kegiatan AMP AMP Kabupaten
2. Melakuan koordinasi
dengan kabupaten tetangga
apabila terdapat kematian
lintas batas
3. Melakukan koordinasi
dengan kabupaten lain apabila
memerlukan tenaga pengkaji
eksternal
3. Memastikan kecukupan
dana untuk kegiatan AMP
4. Merencanakan dan
mengusahakan jalan keluar
apabila terjadi kekurangan
dana untuk kegiatan AMP
5. Menjaga kerahasiaan
11 Mengupayakan 1. Mempelajari barrier & Penanggung Jawab
kelangsungan facilitator yang berhubungan dan Koordinator
kegiatan AMP dengan kelangsungan kegiatan
AMP
2. Melakukan koordinasi
dengan sektor lain
12 Koordinasi untuk 1. Memastikan bahwa seluruh PKmM dan Penanggung Jawab
kematian lintas kematian ibu/bayi yang terjadi PKmP AMP Kabupaten
batas di wilayahnya terlaporkan dan tempat kematian
tercatat, baik kematian yang ibu/bayi
terjadi di RS atau fasilitas
kesehatan lainnya, maupun
terjadi di masyarakat
2. Melakukan koordinasi RMM/
dengan seluruh RS, fasilitas RMMP dan
kesehatan lainnya, dan RMP/RMPP
puskesmas di wilayahnya
untuk melakukan pengisian
form-form terkait kematian
ibu/bayi bila terjadi kematian.
3. Melakukan koordinasi PKmM/
dengan, memberitahu adanya PKmP terisi
kematian ibu/bayi lintas batas
(death notification) kepada
Penanggung Jawab AMP
Kabupaten/Kota tempat
ibu/bayi meninggal
berdomisili

56
No Elemen Kegiatan Instrumen Petugas/Pelaksana
Kompetensi
4. Mengirimkan form-form RMM/
terkait kematian ibu/bayi yang RMMP dan
telah terisi ke Penanggung RMP/RMPP
Jawab AMP Kabupaten/Kota terisi
tempat ibu/bayi berdomisili
5. Menindak-lanjuti kematian OVM dan Penanggung Jawab
ibu/bayi meninggal: OVP AMP Kabupaten
a. Menerima form-form tempat domisili
yang telah terisi dengan ibu/bayi yang
baik meninggal
b. Memberitahu
Puskesmas/Bidan
Koordinator wilayah
ibu/bayi meninggal
berdomisili
c. Memastikan bahwa form
OVM/OVP terisi oleh
Bidan Koordinator
dengan mewawancarai
sumber informasi terkait
dan form-form tersebut
dikembalikan ke
sekretariat AMP
6. Menyiapkan form-form Seluruh Tim pengkaji
terkait yang sudah terisi baik form
oleh petugas dari
Kabupaten/Kota tempat
ibu/bayi meninggal (lintas
batas), maupun oleh petugas
lokal (tempat ibu/bayi
berdomisili) untuk diperiksa
kelengkapannya, dianonimkan
dan digandakan untuk proses
review kasus kematian.

Lampiran 4. Klasifikasi penyebab kematian maternal sesuai dengan ICD X

57
Klasifikasi penyebab primer (mendasari) kematian maternal Kode ICD
Bukan penyebab obstetric 100

Kecelakaan kendaraan bermotor 110


Kekerasan 120
Kekerasan dengan perkosaan 121
Trauma 130
Bunuh diri 140
150
Ramuan tradisional
160
Lain-lain - Sebutkan

Penyakit yang diderita sebelumnya 200

1. Penyakit jantung
Tidak terdiagnosis 211
Penyakit katup mitral campuran 212
Penyakit jantung rematik lain 213
Komplikasi katup buatan 214
Penyakit jantung bawaan 215
216
Aritmia
217
Kardiomiopati
218
Lain-lain
2. Endokrin 221
Diabetes mellitus 222
Penyakit tiroid 223
Lain-lain
3. Saluran cerna 231
Penyakit hati 232
Saluran cerna 233
Pankreatitis 234
Lain-lain
4. Susunan saraf pusat 241
Gangguan serebrovaskuler 242
Epilepsi 243
Lain-lain 250
260
5. Pernapasan
6. Hematologi (sebutkan)
271
7. Saluran kemih
272
Ginjal
Genital 281
8. Sistem Imun 282
Penyakit kolagen
Lain-lain 291
9. Otot rangka 292
Kyphoscoliosis 293
Dwarfisme
Lain-lain

58
Klasifikasi penyebab primer (mendasari) kematian maternal Kode ICD
Infeksi yang tak terkait dengan kehamilan dan AIDS 300

Pneumoni 310
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) 320
Tuberkulosis 330
Endokarditis bakteri 340
Pielonefritis, infeksi saluran kemih 350
360
Apendisitis
370
Malaria
380
Meningitis 311
Kolera 390
Lain-lain - Sebutkan

Hamil ektopik 400

Kehamillan kurang dari 20 minggu 410


Kehamilan di luar uterus (lebih dari 20 minggu) 420

Abortus 500

Abortus septik 510


Trauma uterus 520
Penyakit trofoblastik 530
Komplikasi dari terminasi kehamilan yang legal 540

Sepsis pada kehamilan 600

Infeksi cairan amnion dengan ruptur membran (ketuban pecah dini/KPD) 610
Infeksi cairan amnion dengan membrane utuh 620
Sepsis perperalis pasca persalinan normal 630
Sepsis perperalis pasca seksio sesar 640
Sepsis perperalis pasca persalinan normal dengan partus lama 650
Sepsis perperalis pasca seksio sesar setelah partus lama
660
Lain-lain - Sebutkan
670
Perdarahan antepartum 700

Solusio plasenta 710


Solusio plasenta dengan hipertensi dalam kehamilan 720
Plasenta previa 730
Lain-lain - Sebutkan 740

Perdarahan postpartum 800

Retensio plasenta; plasenta akreta, inkreta atau perkreta 810


Atoni uterus karena regangan berlebihan (kehamilan ganda, polihidramnion)
Atoni uterus karena partus lama 820
Ruptur uterus dengan riwayat seksio sesar 830
Ruptur uterus tanpa riwayat seksio sesar 840
850
Inversio uteri
860
Trauma uterus lainnya - Sebutkan
870
Perdarahan saat operasi 880
HPP Setelah seksio saesarea 890

59
Klasifikasi penyebab primer (mendasari) kematian maternal Kode ICD
Hipertensi dalam kehamilan 900

Hipertensi kronis 910


Hipertensi dengan proteinuri 920
Eklampsi 930
Sindrom HELLP 940
Ruptur hepatik 950
960
970
Komplikasi anestesi 1000

Komplikasi anestesi umum 1010


Komplikasi anestesi epidural 1020
Komplikasi anestesi spinal 1030

Emboli 1100

Emboli pulmonal 1110


Emboli cairan ketuban 1120

Hilang kesadaran akut - penyebab tidak diketahui 1200

Tidak diketahui 1300

Kematian di rumah/di luar fasilitas kesehatan 1310


Tidak ditemukan penyebab utama kematian 1320

60
Klasifikasi penyebab akhir dan faktor penyumbang dalam Kode ICD
kematian maternal (berdasarkan sistem organ)
Syok hipovolemik 110
Setelah perdarahan postpartum 120
Setelah perdarahan antepartum 130
140
Setelah hamil ektopik

1. Syok septik
Setelah abortus 210
Setelah kehamilan hidup 220
Setelah infeksi yang tak terkait kehamilan 230

2. Gagal napas
Sindrom gangguan napas dewasa (Adult respiratory distress 310
syndrome) 320
Pneumoni (termasuk infeksi TBC, atau infeksi lain) 330
Gagal napas akut

3. Gagal jantung
Edem paru 410
Cardiac arrest 420

4. Gagal jantung-paru akut karena emboli paru 1400


5. Gagal ginjal
Nekrosis tubuler akut 510
Nekrosis meduler akut 520

6. Gagal hepatik
Setelah sindrom HELLP 610
Setelah kelebihan dosis obat 620

7. Kompikasi serebral
Perdarahan intraserebral 710
Edem otak yang menyebabkan herniasi 720
Meningitis/infeksi (termasuk malaria) 730
Emboli otak 740
Mati otak setelah terjadinyahipoksia 750

8. Metabolik
Ketoasidosis maternal 810
Krisis tiroid 820
Lain-lain 830

Disfungsi hematologik - Disseminated intravascular 900


coagulopathy

Kegagalan multiorgan 1000

Kegagalan sistem imun


HIV/AIDS
Lain-lain 1110

1120

61
Klasifikasi penyebab akhir dan faktor penyumbang dalam Kode ICD
kematian maternal (berdasarkan sistem organ)
Tidak diketahui

Kematian di rumah 1210


Tidak diketahui (bukan kematian di rumah) 1220

Lain-lain - Sebutkan 1300

62

Anda mungkin juga menyukai