Disusun oleh :
Kelompok 3
Endah Ratri Feranisa 2250347029 Ivva Nusrisal 2250347041
Fanny Clara Shinta S 2250347030 Tuti Herawati 2250347042
Vina Yurnita 2250347036 Kokom Komariah 2250347043
Ratna Dwi Mulyati 2250347037 Retha Argetha 2250347044
Atik Kartika 2250347038 Erna Mulyani 2250347046
Yesi Mei Santi 2250347040
Dosen Pengampu :
2023
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta
kasih-Nya sehingga dapat terselesaikan Makalah Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah II. Tujuan penulisan Makalah ini untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita, dan Anak Pra Sekolah II. Dalam penyusunan laporan makalah ini, terdapat
beberapa hambatan yang penyusun hadapi. Untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan bayi merupakan salah satu
bentuk investasi di masa depan. Keberhasilan upaya kesehatan ibu dan bayi,
diantaranya dapat dilihat dari Indikator Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB). Menurut World Health Organization (WHO), setiap
hari pada tahun 2017 sekitar 810 wanita meninggal, pada akhir tahun mencapai
295.000 orang dari 94% diantaranya terdapat di negara berkembang. (WHO,
2019). Pada tahun 2018 angka kematian bayi baru lahir sekitar 18 kematian per
1.000 kelahiran hidup. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) disebabkan oleh komplikasi pada kehamilan dan
persalinan. (UNICEF 2019). Menurut Kemenkes RI (2018), Angka Kematian
Ibu di Indonesia secara umum terjadi penurunan dari 390 menjadi 305 per
100.000 kelahiran hidup, walau sudah cenderung menurun namun belum
berhasil mencapai target MDGs. Pada tahun 2015, MDGs menargetkan angka
kematian ibu 110 kematian per 100.000 kelahiran.. Angka Kematian Ibu (AKI)
di Provinsi Bali dalam 6 tahun terakhir berada di bawah angka nasional dan
dibawah target yang ditetapkan 100 per 1000 kelahiran hidup, namun setiap
tahunnya belum bisa diturunkan secara signifikan. Pada tahun 2018 AKI di
Provinsi Bali mencapai angka 52,2 per 100.000 kelahiran hidup, tahun ini
merupakan angka yang paling rendah dalam empat tahun terakhir (Dinkes
Provinsi Bali, 2018). 2 Menurut WHO Angka Kematian Ibu (AKI) disebabkan
oleh komplikasi selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Komplikasi
utama yang menyebabkan hampir 75% dari semua kematian ibu yaitu
perdarahan, infeksi, tekanan darah tinggi selama kehamilan (pre-eklamsia dan
eklamsia), komplikasi dari persalinan aborsi yang tidak aman dan sisanya
disebabkan oleh kondisi kronis seperti penyakit jantung dan diabetes (WHO,
2019). Penyebab utama kematian ibu di Indonesia termasuk Provinsi Bali
didominasi oleh tiga faktor yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, dan
infeksi (Kemenkes RI, 2014). Secara nasional penyebab kematian ibu
terbanyak didominasi oleh perdarahan, kondisi yang paling sulit diatasi pada
kasus plasenta previa dan plasenta akreta. (Dinas Kesehatan Provinsi Bali,
2018) Upaya percepatan penurunan AKI dan AKB pemerintah telah membuat
kebijakan agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan yang
berkualitas, pada ibu hamil mendapatkan pelayanan Antenatal Care yang
berkualitas dan terpadu (10 T) dan diberikan Program Perencanaan Persalinan
dan Pencegahan Komplikasi (P4K) (Kemenkes RI, 2017). Pada Ibu bersalin,
ibu diberikan asuhan persalinan sesuai dengan standar Asuhan Persalinan
Normal (APN) berdasarkan Lima Benang Merah. Upaya penurunan AKI pada
ibu nifas dengan memberikan asuhan sesuai dengan standar yang dilakukan 3
kali jadwal kunjungan nifas (KF) yaitu KF 1, KF 2 dan KF 3 pasca persalinan.
Upaya untuk mengurangi Angka Kematian Bayi (AKB) dengan memberikan
asuhan sesuai dengan standar asuhan yang dilakukan 3 kali jadwal kunjungan
neonatus (KN) yaitu KN 1, KN 2, KN 3 setelah lahir, selain itu untuk
mencegah peningkatan 3 AKI dan AKB pemerintah juga menyedikan rumah
sakit PONEK untuk pasien yang mengalami kegawatdaruratan (Kemenkes RI,
2017). Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, Bidan merupakan
salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama
dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kesakitan dan
Kematian Bayi (AKB). Bidan mememberikan pelayanan kebidanan yang
berkesinambungan dan paripuna berfocus pada aspek pencegahan, promosi dan
berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan
tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang
membutuhkannya. Dalam memberikan asuhan kebidanan proses pengambilan
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang
dan ruang lingkup praktik. Kewenangan bidan tercantum dalam Permenkes RI
Nomer 28 tahun 2017 tentang izin dan penyelenggaraaan praktik dalam
memberikan asuhan pada kasus fisiologis dan kegawatdaruratan yang
dilanjutkan dengan perujukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mastoidektomy
Tindakan ini menghilangkan sel-sel tulang mastoid
yang terinfeksi dan untuk mengalirkan nanah
Tympanoplasty
Pembedahan rekontruksi telinga bagian tengah untuk
memelihara pendengaran.
Mastoidektomy Radikal
Radang mastoid kronis mebuthkan tindakan
menghilangkan dinding posterior dari kanal telinga
disisakannya gendang telinga dan dua tulang telinga
4) Otitis Media Supuratif Kronik
a) Definisi
Sequele atau komplikasi otitis media akut (OMA) yang
mengalami perforasi, komplikasi pemasangan pipa
timpanostomi (pipa gromet) pada kasus otitis media
efusi (OME)
Perforasi membran timpani gagal untuk menutup
spontan, terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau
paparan alergen dari lingkungan, sehingga
menyebabkan otorea yang persisten.
Peradangan pada membran timpani menyebabkan
proses kongesti vaskuler, yang bila disertai tekanan
akibat penumpukan discaj dalam rongga timpani dapat
mempermudah terjadinya perforasi membran timpani
Kuman dari kanalis auditorius eksternus dan dari udara
luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga
timpani, infeksi berulang
Mukosa mengalami proses pembentukan jaringan
granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat
menutup membran timpani, sehingga menghalangi
drainase,menyebabkan penyakit menjadi persisten
Pertumbuhan epitel skuamus masuk ke telinga tengah,
kemudian terjadi proses deskuamasi yang akan mengisi
telinga tengah dan antrum mastoid, membentuk
kolesteatoma akuisita sekunder
Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang di
sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh
reaksi erosi dari ensim osteolitik atau kolagenase yang
dihasilkan oleh proses kolesteatom dalam jaringan ikat
subepitel.
b) Gejala Klinis
Tipe jinak / Benigna
Telinga berair (Otorrhoe)
Gangguan pendengaran
Nyeri telinga (Otalgia)
Vertigo
Tipe atikoantral / tulang
Abses atau fistel retroaurikuler
Polip atau jaringan granulasi
Terlihat kolesteatoma
Sekret berbentuk nanah dan berbau khas
c) Penatalaksanaan
Tipe Benigma
Fase tenang
Fase aktif
b. Pemberian obat-obatan
1) Obat demam: parasetamol
a) Bila anak demam Parasetamol dapat diberikan
dengan dosis 10-15 mg/kg/ kali setiap 4-6 jam
sekali, bila anak demam. Dosis maksimal
75mg/kg/hari dan tidak diberikan lebih dari 4000
mg/ hari.
b) Jangan lupa perhatikan bentuk sediaan obat yang
ada: drop, sirup, sirup forte, dan tablet.
c) Pemberian obat dapat menggunakan pipet, spuit
khusus obat, sendok takar.
2) Multivitamin
a) Vitamin C
3 tahun: max 400 mg/ hari
4-8 tahun: max 600 mg/ hari
9- 13 tahun: max 1200 mg/hari
14-18 tahun: max 1800 mg/hari
Durasi 10-14 hari
b) Vitamin D3
< 3tahun : 400 U/hari
Anak: 1000 U/hari
Durasi 10-14 hari
c) Zinc
20 mg/hari selama durasi 10-14 hari
d) Obat lain yang jenis dan dosisinya sesuai anjuran
dokter
3) Aktivitas/rutinitas
4) Pencegahan infeksi
a) Gunakan masker
Anak usia 2 tahun ke atas atau yang sudah dapat
menggunakan dan melepaskan masker,
dianjurkan menggunakan masker
Ajarkan anak menggunakan dan melepas
masker dengan benar
Berikan "istirahat masker" jika anak berada di
ruangan sendiri atau ada jarak 2 meter dari
pengasuh
Masker tidak perlu digunakan saat anak tidur
Pengasuh yang berada di dalam ruangan yang
sama harus menggunakan masker atau
pelindung mata bila memungkinkan
b) Cuci tangan
c) Etiket batuk dan bersin
Tutup mulut dan hidung dengan tisu
Tutup mulut dan hidung dengan lengan atas
bagian dalam
d) Disinfeksi ruangan
Pastikan rutin membersihkan area rumah yang
sering disentuh seperti: gagang pintu, keran,
toilet, wastafel, sakelar, meja, kursi
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan:
- Campuran air dan sabun/deterjen ATAU
- Cairan desinfektan khusus
e) Mencuci peralatan makanan penderita covid-19
Siapkan air hangat
Campurkan sabun pencuci piring
Rendam peralatan makan 2-3 menit
Cuci seperti biasa
atau gunakan peralatan makan sekali pakai
f) Mencuci pakaian penderita covid-19
Siapkan air hangat
Campurkan deterjen ke dalam air
Rendam pakaian
Cuci seperti biasa
Bila menggunakan mesin cuci maka pisahkan
pakaian penderita dan yang sehat
g) Membuang sampah penderita covid-19
Sampah dibuang dalam plastik yang terikat dan
dipastikan tertutup rapat
5) Perhatikan kesehatan mental anak
Cara berkomunikasi pada balita/anak
a) Ceritakan pada anak alasan isolasi mandiri, misal:
“agar semua keluarga tetap sehat”, “anak adalah
“pahlawan” yang melindungi orang lain dari
COVID-19 saat isolasi mandiri”
b) Tenangkan anak jika merasa gelisah dan diskusikan
mengenai kekhawatiran-kekhawatiran anak
c) Orang tua tetap mengasuh anak namun hindari
paparan dengan air liur, cairan tubuh lainnya dan
hindari mencium
Tetap boleh menggendong anak, cuci tangan
dengan sabun sesering mungkin
Jika memungkinkan gunakan sarung tangan jika
harus mengganti diapers atau popok anak
d) Jika anak sudah bisa mandiri, carikan aktivitas yang
bisa dikerjakan sendiri
e) Jika di rumah ada halaman atau balkon, lakukan
aktivitas di luar rumah untuk mengganti suasana
c. Pasca isolasi mandiri
Isolasi mandiri bagi pasien covid-19 dianggap selesai
adalah sebagi berikut :
1) Umumnya gejala akan hilang 14 hari
2) Selesainya masa isolasi dapat ditentukan melalui dua
cara:
a) Berdasarkan hasil pemeriksaan
Isolasi mandiri dinyatakan selesai jika
pemeriksaan swab ulang menunjukkan hasil
negatif:
- 10 hari setelah munculnya gejala bagi yang
bergejala atau
- 10 hari setelah swab pertama positif
b) Berdasarkan gejala
Apabila tidak bergejala selama isolasi mandiri,
maka isolasi mandiri dinyatakan selesai dalam
10 hari.
Apabila bergejala ringan/sedang, isolasi mandiri
dinyatakan selesai setelah 10 hari + 3 hari
setelah bebas gejala.
Apabila bergejala berat atau pasien kronik,
umumnya masa menular lebih panjang, sehingga
dokter yang akan menentukan kapan selesai
isolasi.
Yang harus diwaspadai setelah selesai isolasi
mandiri:
Gejala infeksi COVID masih dirasakan > 12
minggu setelah terinfeksi COVID
1) Kelelahan yang ekstrim (fatigue)
2) Sesak nafas • Nyeri atau rasa kencang di dada
3) Gangguan pada konsentrasi dan memori (“brain
fog”)
4) Gangguan tidur (insomnia)
5) Jantung berdebar
6) Pusing
7) Kesemutan
8) Nyeri sendi
9) Depresi dan cemas
10) Tinitus, nyeri telinga
11) Merasa tidak enak badan, diare, nyeri perut,
gangguan nafsu makan
12) Suhu tubuh meningkat, batuk, nyeri kepala,
nyeri tenggorokkan, perubahan indera perasa
dan penciuman
13) Ruam
14) Gejala dirasakan memberat setelah aktivitas
(ikatan dokter anak indonesia, 2022)
C. Evidance based asuhan pada neonatus, bayi, balita, dan anak pra
sekolah
EBM didirikan oleh RCM dalam rangka untuk membantu
mengembangkan kuat profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan
tubuh bidan berorientasi akademis. RCM Bidan Jurnal telah
dipublikasikan dalam satu bentuk sejak 1887 (Rivers, 1987), dan telah
lama berisi bukti yang telah menyumbang untuk kebidanan pengetahuan
dan praktek. Pada awal abad ini, peningkatan jumlah bidan terlibat dalam
penelitian, dan dalam membuka kedua atas dan mengeksploitasi baru
kesempatan untuk kemajuan akademik. Sebuah kebutuhan yang
berkembang diakui untuk platform untuk yang paling ketat dilakukan dan
melaporkan penelitian. Ada juga keinginan untuk ini ditulis oleh dan
untuk bidan. EBM secara resmi diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri
untuk penelitian murni bukti pada konferensi tahunan di RCM Harrogate,
Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al, 2003). Itu dirancang 'untuk
membantu bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan
kebidanan dengan tujuan utama meningkatkan perawatan untuk ibu dan
bayi '(Silverton, 2003).
EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus berkontribusi
pada praktek dan profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta
sebagai penelitian kuantitatif, analisis filosofis dan konsep serta tinjauan
pustaka terstruktur, tinjauan sistematis, kohort studi, terstruktur, logis dan
transparan, sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi untuk
praktek, pendidikan dan penelitian lebih lanjut.
1. Contoh EBM Pada Asuhan Bayi Baru Lahir Dan Neonatus
a. Memulai Pemberian Asi Dini dan Ekslusif
Berdasarkan evidence based yang up to date, upaya untuk
peningkatan sumber daya manusia antara lain dengan jalan
memberikan ASI sedini mungkin (IMD) yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kesehatan dan gizi bayi baru lahir yang akhirnya
bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu
segera setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting
susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu).
Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu
dan kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu
selekas mungkin setelah seluruh badan dikeringkan (bukan
dimandikan), kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak
tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa
cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan payudara
ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting.
Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya
dibiarkan tetap menempel. Kontak antar kulit ini bisa dilakukan
sekitar satu jam sampai bayi selesai menyusu. Selain mendekatkan
ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi pada jam-jam
pertama kehidupannya, IMD juga berfungsi menstimulasi hormon
oksitosin yang dapat membuat rahim ibu berkontraksi dalam proses
pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga
membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan,
merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri,
membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi.
Tatalaksana inisiasi menyusu dini:
1) Inisiasi dini sangat membutuhkan kesabaran dari sang ibu, dan
rasa percaya diri yang tinggi dan membutuhkan dukungan yang
kuat dari sang suami dan keluarga, jadi akan membantu ibu
apabila saat inisiasi menyusu dini suami atau keluarga
mendampinginya.
2) Obat-obatan kimiawi, seperti pijat, aroma therapi, bergerak,
hypnobirthing dan lain sebagainya coba untuk dihindari.
3) Ibulah yang menentukan posisi melahirkan, karena dia yang
akan menjalaninya.
4) Setelah bayi dilahirkan, secepat mungkin keringkan bayi tanpa
menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi.
5) Tengkurapkan bayi di dada ibu atau perut ibu dengan skin to
skin contact, selimuti keduanya dan andai memungkinkan dan
dianggap perlu beri si bayi topi.
6) Biarkan bayi mencari puting ibu sendiri. Ibu dapat merangsang
bayi dengan sentuhan lembut dengan tidak memaksakan bayi
ke puting ibunya.
7) Dukung dan bantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau
perilaku bayi sebelum menyusu (pre-feeding) yang dapat
berlangsung beberapa menit atau satu jam bahkan lebih,
diantaranya:
a) Istirahat sebentar dalam keadaan siaga, menyesuaikan
dengan lingkungan.
b) Memasukan tangan ke mulut, gerakan mengisap, atau
mengelurkan suara.
c) Bergerak ke arah payudara.
d) Daerah areola biasanya yang menjadi sasaran.
e) Menyentuh puting susu dengan tangannya
f) Menemukan puting susu, reflek mencari puting (rooting)
melekat dengan mulut terbuka lebar.
g) Biarkan bayi dalam posisi skin to skin contact sampai
proses menyusu pertama selesai.
8) Bagi ibu-ibu yang melahirkan dengan tindakan seperti oprasi,
berikan kesempatan skin to skin contact.
9) Bayi baru dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan diukur
setelah menyusu awal. Tunda prosedur yang invasif seperti
suntikan vit K dan menetes mata bayi.
10) Dengan rawat gabung, ibu akan mudah merespon bayi.
Andaikan bayi dipisahkan dari ibunya, yang terjadi kemudian
ibu tidak bisa merespon bayinya dengan cepat sehingga
mempunyai potensi untuk diberikan susu formula, jadi akan
lebih membantu apabila bayi tetapi bersama ibunya selama 24
jam dan selalu hindari makanan atau minuman pre-laktal.
b. Baby Friendly
Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative
(inisiasi sayang bayi) adalah suatu prakarsa internasional yang
didirikan oleh WHO/ UNICEF pada tahun 1991 untuk
mempromosikan, melindungi dan mendukung inisiasi dan
kelanjutan menyusui. Program ini mendorong rumah sakit dan
fasilitas bersalin yang menawarkan tingkat optimal perawatan
untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby Friendly Hospital/
Maternity berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu
untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan yang baik. Dalam
istilah praktis, rumah sakit sayang bayi mendorong dan membantu
wanita untuk sukses memulai dan terus menyusui bayi mereka dan
akan menerima penghargaan khusus karena telah melakukannya.
Sejak awal program, lebih dari 18.000 rumah sakit di seluruh dunia
telah menerapkan program baby friendly. Negara-negara industri
seperti Australia, Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Jepang,
Belanda, Norwegia, Spanyol, Swiss, Swedia, Inggris, dan Amerika
Serikat telah resmi di tetapka sebagai rumah sakit sayang bayi.
Dalam rangka mencapai program Baby Friendly Inisiative, semua
provider rumah sakit dan fasilitas bersalin akan:
1) Memiliki kebijakan tertulis tentang menyusui secara rutin dan
dikomunikasikan kepada semua staf tenaga kesehatan.
2) Melatih semua staf tenaga kesehatan dalam keterampilan yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ini.
3) Memberitahu semua ibu hamil tentang manfaat dan
penatalaksanaan menyusui
4) Membantu ibu untuk memulai menyusui dalam waktu setengah
jam kelahiran.
5) Tampilkan pada ibu bagaimana cara menyusui dan cara
mempertahankan menyusui jika mereka harus dipisahkan dari
bayi mereka.
6) Berikan ASI pada bayi baru lahir, kecuali jika ada indikasi
medis.
7) Praktek rooming-in agar memungkinkan ibu dan bayi tetap
bersama-sama
8) Mendorong menyusui on demand
9) Tidak memberikan dot kepada bayi menyusui
10) Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan
menganjurkan ibu menghubungi mereka setelah pulang dari
rumah sakit atau klinik.
c. Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir dengan Kontak Kulit ke Kulit
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya,
sehingga akan mengalami stress dengan adanya perubahan
lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang suhunya
lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap
lewat kulit pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa
mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi untuk
mendapatkan kembali panas tubuhnya. Kontak kulit bayi dengan
ibu dengan perawatan metode kangguru dapat mepertahankan suhu
bayi dan mencegah bayi kedinginan/ hipotermi. Keuntungan cara
perawatan bayi dengan metode ini selain bisa memberikan
kehangatan, bayi juga akan lebih sering menetek, banyak tidur,
tidak rewel dan kenaikan berat badan bayi lebih cepat. Ibu pun
akan merasa lebih dekat dengan bayi, bahkan ibu bisa tetap
beraktivitas sambil menggendong bayinya. Cara melakukannya:
Gunakan tutup kepala karena 25% panas hilang pada bayi baru
lahir adalah melalui kepala.
Dekap bayi diantara payudara ibu dengan posisi bayi telungkup
dan posisi kaki seperti kodok serta kepala menoleh ke satu sisi.
Metode kangguru bisa dilakukan dalam posisi ibu tidur dan
istirahat
Metode ini dapat dilakukan pada ibu, bapak atau anggota
keluarga yang dewasa lainnya. Kontak kulit ke kulit sangat
berguna untuk memberi bayi kesempatan dalam menemukan
puting ibunya, sebelum memulai proses menyusui untuk
pertama kalinya. Inilah kunci dari inisiasi menyusui dini yang
akan sangat berpengaruh dalam proses ASI Eksklusif selama 6
bulan setelahnya.
d. Pemotongan Tali Pusat
Berdasarkan evidence based, pemotongan tali pusat lebih
baik ditunda karena sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi
maupun bagi ibunya. Mengingat fenomena yang terjadi di
Indonesia antara lain tingginya angka morbiditas ataupun
mortalitas pada bayi salah satunya yang disebabkan karena
Asfiksia Hyperbillirubinemia/icterik neonatorum, selain itu juga
meningkatnya dengan tajam kejadian autis pada anak-anak di
Indonesia tahun ke tahun tanpa tahu pemicu penyebabnya.
Ternyata salah satu asumsi sementara atas kasus fenomena di atas
adalah karena adanya ICC (Imediettly Cord Clamping) di langkah
APN yaitu pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir. Benar
atau tidaknya asumsi tersebut, beberapa hasil penelitian dari jurnal-
jurnal internasional di bawah ini mungkin bisa menjawab
pertanyaan di atas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Kinmond, S. et al. (1993) menunjukkan bahwa pada bayi prematur,
ketika pemotongan tali pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau
lebih, maka bayi akan:
Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk tranfusi darah
Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan
Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen
Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable
dibandingkan dengan bayi yang dipotong tali pusatnya segera
setelah lahir
Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan
Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah
yang lebih baik.
Jadwal dan jenis deteksi dini tumbuh kembang dapat berubah sewaktu-
waktu pada keadaan kasus rujukan. Misalnya ada anak yang dicurigai
mempunyai penyimpangan pertumbuhan atau ada keluhan anak
mempunyai masalah tumbuh kembang
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Buku Pedoman Deteksi Dini, Pelaporan dan Rujukan Kasus Kekerasan dan
Penelantaran Anak.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 68 tahun 2013 tentang Kewajiban Pemberi
Layanan Kesehatan untuk Memberikan Informasi atas adanya dugaan
kekerasan terhadap anak.
Ahmad Luthfi Fathullah, Fiqh Sunat Perempuan, al- Mughni Pree dan Mitra
Foundation, Jakarata, 2006.
Jurnalis Udin dkk, Khitan perempuan dalam Sudut Sosial, Budaya, Ke sehatan,
dan Agama, Kerjasama dengan Universitas Yarsi dan PP Fatayat, 2010.
ikatan dokter anak indonesia. (2022). Panduan bagi keluarga dan masyarakat
pencegahan dan isolasi mandiri anak dan remaja bagi dengan COVID-19. In
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Kemenkes RI. (2020). Pedoman pelayanan antenatal, persalinan, nifas, dan bayi
baru lahir di Era Adaptasi Baru.