Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL

TENTANG TANDA BAHAYA KONTRAKSI DINI


PADA TRIMESTER II TERHADAP PERSALINAN PREMATUR
DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN

DI SUSUN OLEH :
NAMA : VITA INDRIANI
NPM : 173112540120076
KELAS : F2

FALKUTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDY D4 KEBIDANAN UNIVERSITAS NASIONAL
2017 / 2018

Jl. Sawo Manila, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520


Telp. (021) 7806700 (Hunting) Ext. 24, Fax. 7806462
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Didalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia
2001-2010, bahwa Visi dari MPS adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia
berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat (Syaifuddin 2002).
Misi MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal
melalui pemantauan sistem kesehatan untuk menjamin akses terhadap intervensi
yang cost effective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan
wanita, keluarga dan masyarakat melalui kegiatan yang mempromosikan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir, serta menjamin agar kesehatan maternal dan neonatal
dipromosikan dan dilestarikan sebagai prioritas program pembangunan nasional.
(Syaifuddin 2002).
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari
pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO
(World Health Organization) (2015) pada negara ASEAN (Association of South East
Asia Nations) seperti di Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per 1000
kelahiran hidup, Thailan 17 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran
hidup, dan Indonesia 27 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Indonesia
masih tinggi dari negara ASEAN lainnya, jika dibandingkan dengan target dari MDGs
(Millenium Development Goals) tahun 2015 yaitu 23 per 1000 kelahiran hidup.
Tingginya Angka Kematian Bayi tersebut disebabkan oleh asfiksia neonatorum
(49-60 %), infeksi (24-34 %), permaturus/BBLR (15-20 %), trauma persalinan (2-7
%) dan cacat bawaan (1-3%). (Manuaba, 1998 : 5).
Persalinan prematur merupakan penyebab utama yaitu 60-80% morbiditas dan
mortalitas neonatal di seluruh dunia. Indonesia memiliki angka kejadian prematur
sekitar 19% dan merupakan penyebab utama kematian perinatal. Kelahiran di
Indonesia diperkirakan sebesar 5.000.000 orang per tahun, maka dapat diperhitungkan
kematian bayi 56/1000 KH, menjadi sekitar 280.000 per tahun yang artinya sekitar
2,2-2,6 menit bayi meninggal.
Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayiprematur atau
bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan
berat badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan berat badan kurang 2500 gram
(Surasmi, dkk, 2003). Prematur juga sering digunakan untuk menunjukkan imaturitas.
Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram
juga disebut sebagai neonatus imatur. Secara historis, prematur didefinisikan dengan
berat badan lahir 2500 gram atau kurang, tetapi sekarang bayi yang beratnya 2500
gram atau kurang pada saat lahir dianggap sebagai bayi prematur yang mengalami
retardasi pertumbuhan intrauteri (IUGR) dan disebut sebagai kecil untuk masa
kehamilan atau KMK (Behrman, dkk, 2000). Umumnya kehamilan disebut cukup
bulan bila berlangsung antara 37-41 minggu dihitung dari hari pertama siklus haid
terakhir (HPHT) pada siklus 28 hari. Sedangkan persalinan yang terjadi sebelum usia
kandungan mencapai 37 minggu disebut dengan persalinan prematur (Sulistiarini &
Berliana, 2016).
Prematuritas berhubungan dengan morbiditas dan mrtalitas balita. Kelahiran
prematur merupakan salah satu penyumbang terbesar pada kematian perinatal dan
kesakitan neonatus, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Sulistiarini &
Berliana, 2016). Menurut WHO (2012) dalam Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (2008), prematuritas merupakan penyebab kematian kedua pada balita
setelah pneumonia dan merupakan penyebab utama kematian neonatal. Tiga puluh
lima persen kematian neonatal di dunia disebabkan oleh komplikasi kelahiran
prematur. Jumlah kematian neonatal dengan usia 0-6 hari sebesar 78,5%. Proporsi
terbesar disebabkan oleh gangguan atau kelainan pernafasan (respiratory disorders),
selanjutnya urutan kedua oleh prematuritas dan ketiga disebabkan oleh sepsis.
Persentase kelahiran prematur di Indonesia tahun 2013 sebesar 10,2%. Persentase
tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,9%) dan terendah di provinsi
Sumatera Utara (7,2%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Angka kejadian kelahiran prematur di Jawa Timur tahun 2014 adalah sebesar 3,35%.
Persentase tertinggi berdasarkan jenis kelamin, kecamatan, dan puskesmas terdapat di
kota Madiun yaitu sebesar 8,5% (Dinkesprovjatim, 2015). Di kota Malang persentase
kejadian kelahiran prematur adalah sebesar 3,23% pada tahun 2014, dengan angka
kejadian pada laki-laki (3,51%) lebih tinggi dari pada perempuan (2,92%). Kejadian
tertinggi di kota Malang terdapat di wilayah Puskesmas Rampal Celaket (5,0%) dan
terendah di wilayah Puskesmas Gribig dan Pandanwangi (2,0%) (Dinkes Kota
Malang, 2014).
Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI
2012 mencapai 160.681 bayi. (KEMENKES RI, 2014). Tahun 2013, AKI di DKI
mencapai 97 orang atau 61 per 100.000 kelahiran hidup (Dien Emmawati, Dinas
Kesehatan DKI Jakarta, 2014). Tahun 2014, di Provinsi Banten angka kematian ibu
230 per 100.000 kelahiran hidup dan untuk angka kematian bayi yaitu 657 per 1000
kelahiran hidup (Dinkes Kota Provisi Banten, 2014). Jumlah AKI di Kabupaten
Pandeglang tahun 2014 sebanyak 48 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebanyak
125 per 1000 kelahiran hidup dan sebanyak 0.010% disebabkan karena pre eklamsia
(Dinkes Kabupaten Pandeglang, 2014). Dan pada Tahun 2014 AKB sebanyak 32 per
1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Kota Tangerang , 2014).
Penyebab persalinan prematur yaitu iatrogenik (20%), infeksi (30%), ketuban
pecah dini saat preterm (20-25%), dan persalinan preterm spontan (20-25%) (Norwitz
& Schorge, 2008). Secara teoritis faktor risiko prematur dibagi menjadi 4 faktor, yaitu
faktor iatrogenik, faktor maternal, faktor janin, dan faktor perilaku. Faktor iatrogenik
merupakan faktor dari kesehatan medis. Faktor maternal meliputi riwayat prematur
sebelumnya, umur ibu, paritas ibu, plasenta previa, kelainan serviks (serviks
inkompetensi), hidramnion, infeksi intra-amnion, hipertensi dan trauma. Faktor janin
meliputi kehamilan kembar (gemelli), janin mati (IUFD), dan cacat bawaan (kelainan
kongenital). Faktor perilaku meliputi ibu yang merokok dan minum alkohol.
Menurut studi pendahuluan, data seluruh persalinan pada Bidan Praktek Mandiri
(BPM) di wilayah Puskesmas Geyer menyatakan bahwa pada tahun 2008 terdapat 14
(2,9%) persalinan prematur dari 480 persalinan normal, tahun 2009 terdapat 11 (2,4%)
persalinan prematur dari 446 persalinan normal, sedangkan tahun 2010 terdapat 16
(3,8%) persalinan prematur dari 420 persalinan normal. Sedangkan pada wilayah
Puskesmas Toroh data persalinan tahun 2010 terdapat 11 (3,2%) persalinan prematur
dari 346 persalinan normal, tahun 2009 terdapat 12 (2,9%) persalinan prematur dari
413 persalinan normal, sedangkan tahun 2008 terdapat 13 (3,2%) persalinan prematur
dari 402 persalinan normal. Data keseluruhan persalinan prematur pada BPM di
wilayah Puskesmas Geyer dan Puskesmas Toroh tahun 2010 adalah 27 (3,5%)
persalinan prematur dari 766 persalinan normal. Dari data tersebut ditemukan
penyebab terjadinya persalinan prematur pada BPM di wilayah kerja Puskesmas
Geyer dan Puskesmas Toroh adalah trauma (55,5%), riwayat prematur sebelumnya
(25,9%), hipertensi (11,1%), IUFD (7,4%) dan kehamilan kembar (7,4%). Dari uraian
diatas, peneliti tertarik ingin meneliti tentang faktor risiko kejadian persalinan
prematur terutama faktor risiko paritas ibu, trauma ibu, dan riwayat prematur
sebelumnya.

1.2. Tujuan Penelitian


Mengetahui faktor risiko kejadian prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Geyer dan
Puskesmas Toroh.
Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan paritas ibu.
b. Mendeskripsikan riwayat prematur sebelumnya.
c. Mendeskripsikan trauma pada ibu.
d. Menganalisis hubungan paritas ibu dengan persalinan prematur.
e. Menganalisis hubungan riwayat prematur sebelumnya dengan persalinan prematur.
f. Menganalisis hubungan trauma ibu dengan persalinan premature

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut : “Apakah faktor paritas ibu, persalinan prematur
sebelumnya, dan trauma ibu berhubungan dengan kejadian persalinan prematur di
Bidan Praktek Mandiri wilayah kerja Puskesmas Geyer dan Puskesmas Toroh tahun
2010”
1.4. Manfaat Penelitian

Anda mungkin juga menyukai