Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut usia (lansia) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. UU No.13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun ke atas. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa lansia
adalah kelompok orang yang berusia 60 sampai dengan 74 tahun (Marzuki, 2014).

Proporsi lansia terbesar saat ini berada di negara berkembang berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya yang menunjukkan bahwa negara maju merupakan
negara dengan proporsi lansia terbesar. Proporsi lansia di negara berkembang
tahun 2013 berjumlah 554 juta jiwa, sedangkan di negara maju berjumlah 287 juta
jiwa (Kemenkes RI, 2014). Proporsi penduduk lansia di Indonesia pada tahun
2012 sebesar 7,6% dan terus meningkat pada tahun 2013 mencapai 8,9% (BPS,
2010; Kemenkes RI, 2014). Proporsi penduduk lansia dari total populasi
diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2050 mencapai 21,4% (Kemenkes
RI, 2014).

Peningkatan jumlah populasi lansia akan menimbulkan masalah-masalah


kesehatan pada usia lanjut. Lansia pada umumnya akan mengalami gangguan
visual, penurunan pendengaran, masalah kulit, hipertensi, osteoartritis,
osteoporosis, katarak senilis, diabetes mellitus tipe dua, dan gangguan mental
(Potter & Perry, 2005). Gangguan mental yang sering ditemukan pada lansia
adalah depresi dan penurunan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif
merupakan kondisi terjadinya penurunan dalam kemampuan memori, orientasi,
perhatian, registrasi, kalkulasi serta bahasa (Tamher & Noorkasiani, 2009).

Penelitian-penelitian terkait dengan gambaran fungsi kognitif pada lansia di


Indonesia telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Maryati, Bhakti dan
Dwiningtyas pada tahun 2013 menggambarkan fungsi kognitif lansia di Panti
Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto sebanyak 46,7% dari total sampel

1
2

penelitian mengalami kerusakan fungsi kognitif berat, 26,7% ringan, dan 26,7%
tidak mengalami kerusakan kognitif. Instrumen pengukuran yang digunakan
adalah Mini Mental State Examination (MMSE). Penelitian Ramdian, Maja dan
Runtuwene pada tahun 2012 mendapatkan bahwa lansia yang mengalami
gangguan kognitif di Manado sebesar 93,6%. Hasil penelitian Sundariyati, Ratep
dan Westa pada tahun 2014 mendapatkan 66,7% lansia di wilayah kerja
Puskesmas Kubu II mengalami penurunan kognitif.

Penurunan fungsi kognitif pada lansia berdampak negatif terhadap kelangsungan


hidup lansia. Penurunan fungsi kognitif lansia menyebabkan lansia mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dan sulit dipahami (Maryam, Ekasari, Rosidawati,
Jubaedi, & Batubara, 2008). Lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif,
secara psikis akan mengalami frustasi hingga depresi dan tidak jarang membuat
keluarga juga ikut depresi (Fadhia, Ulfiana & Ismono, 2012). Lansia yang
mengalami penurunan fungsi kognitif juga akan mengalami kesulitan dalam hal
pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan, aktivitas, berpakaian, dan mandi
(Potter & Perry, 2005). Kemampuan fungsi kognitif yang menurun patut
diwaspadai karena erat kaitannya dengan penyakit fisik dan kelainan psikososial
seperti demensia (Tamher & Noorkasiani, 2009).

Perawat yang merawat lansia dengan kerusakan kognitif dituntut untuk


mempertahankan fungsi kognitif lansia. Salah satu upaya yang banyak dilakukan
adalah dengan terapi kenangan yang bertujuan untuk menstimulasi memori,
meningkatkan identitas dan harga diri, serta keterampilan sosialisasi (Potter &
Perry, 2005). Kemampuan kognitif juga dapat dipertahankan dengan melakukan
berbagai aktivitas seperti membaca, berolahraga, kegiatan sosial, dan musikal
(Agustia, Sabrian, & Woferst, 2012). Maryati, Bhakti, dan Dwiningtyas (2013)
menyatakan bahwa kemampuan kognitif lansia dapat ditingkatkan dengan cara
mencatat sesuatu pada daftar, kalender maupun buku catatan serta aktivitas musik.

Musik dipercaya bermanfaat terhadap peningkatan kualitas hidup lansia, salah


satunya dapat meningkatkan fungsi kognitif lansia. Hasil penelitian Nevriana
(2012) mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas musikal sepanjang
3

hidup dengan fungsi kognitif lansia. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati
penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang (Djohan, 2006). Musik
yang diterapkan menjadi sebuah terapi dapat meningkatkan, memulihkan, dan
memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial, dan spiritual (Nevriana,
2012). Hal ini disebabkan karena musik klasik, tradisional dan musik dengan
melodi yang lembut memiliki beberapa kelebihan yaitu bersifat nyaman,
menenangkan, membuat rileks, berstruktur, dan universal (Sulistyorini, 2014).
Terapi musik terdiri dari dua metode, yaitu terapi musik aktif dan terapi musik
pasif. Metode terapi musik aktif salah satunya adalah dengan bernyanyi (Djohan,
2006).

Bernyanyi sering dihubungkan dengan keadaan fisik, emosional, dan spiritual.


Penelitian Cortes (2010) mendapatkan bahwa bernyayi selama satu kali seminggu
dengan durasi 60 menit mampu menciptakan suasana gembira, mengurangi stres,
meningkatkan energi, meningkatkan self-confidence, dan harga diri serta
meningkatkan kualitas hidup. Bernyanyi memiliki manfaat positif terhadap fungsi
kognitif pada lansia dengan penyakit demensia. Lansia dapat mengasah kosa kata,
meningkatkan komunikasi serta meningkatkan ingatan melalui hafalan nyanyian
(Ann & Trish, 2010).

Aktivitas bernyanyi yang dilakukan oleh lansia di Bali adalah dengan


memanfaatkan budaya yang ada yaitu Dharmagita. Dharmagita adalah suatu lagu
atau nyayian yang secara khusus dilagukan saat pelaksanaan upacara agama
Hindu dan untuk mengiringi upacara ritual yang bisa juga disebut sebagai lagu
rohani (Midastra, Maruta, & Ariawan, 2007). Hasil penelitian Mooney (2004)
menyatakan bahwa menyanyikan lagu rohani bagi umat Kristian bisa menjadi
pilihan untuk perawatan spiritual bagi lansia dengan demensia. Lagu rohani
mampu memperkuat identitas diri lansia tersebut sehingga dia mengingat siapa
dirinya. Menyanyikan lagu rohani merupakan salah satu teknik dari stimulasi
sensori yang penting bagi lansia dengan kerusakan kognitif. Melalui stimulasi
sensori ini diharapkan lansia mampu mengenali serta memberi respon terhadap
lagu yang dinyanyikan (Buffum, Hutt, Chang, Craine, & Snow, 2007).
4

Dharmagita memiliki irama lagu dan intonasi melodi yang bervariasi dan mampu
menciptakan rasa hening dan khidmat. Dharmagita berfungsi sebagai alat
pranayama atau teknik pernapasan panjang (Mudra, 2003). Teknik pranayama
sering digunakan dalam yoga yang berfungsi untuk menjaga kesehatan fisik dan
mental seseorang (Yogapath, 2014). Kajian neurologi menyatakan bahwa
bernyanyi teruji mengaktifkan hemisfer kanan yang tidak rusak. Latihan-latihan
yang dirancang dengan intonasi melodi yang bervariasi dapat memperbaiki fungsi
otak, khususnya pada bagian bahasa yang normal di hemisfer kiri (Djohan, 2006).

Denpasar merupakan kabupaten yang dengan lansia terbanyak ketiga setelah


Tabanan dan Gianyar (Rimbawan, 2012). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
oleh peneliti pada bulan Juli 2015 di Puskesmas I Denpasar Timur didapatkan
bahwa jumlah lansia sebanyak 1.928 jiwa yang tersebar di beberapa desa dan
beberapa banjar. Hasil wawancara dengan koordinator program lansia menyatakan
bahwa lansia di Banjar Abasan sangat aktif dan salah satu Banjar dengan jumlah
lansia yang banyak yaitu 32 orang lansia. Kegiatan yang dilakukan untuk
menunjang kesehatan lansia di banjar Abasan antara lain penyelenggaraan
Posyandu lansia dan senam lansia. Posyandu lansia dilakukan setiap satu bulan
sekali setiap minggu kedua. Senam yang sudah dilakukan di Banjar Abasan
dilakukan sekali seminggu setiap hari minggu. Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di poliklinik lansia Puskesmas I Denpasar Timur didapatkan bahwa tiga
dari lima lansia mengalami kerusakan fungsi kognitif yang diukur dengan
menggunakan kuesioner MMSE.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh


Dharmagita terhadap fungsi kognitif pada lansia. Penelitian terkait dengan
manfaat lagu rohani umat Kristiani terhadap lansia yang mengalami demensia
sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian mengenai pengaruh Dharmagita
terhadap fungsi kognitif di Bali masih belum pernah dilakukan. Peneliti ingin
meneliti aspek budaya lansia di Bali khususnya dalam hal bernyanyi
menggunakan Dharmagita kaitannya terhadap fungsi kognitif lansia.
5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh Dharmagita


terhadap fungsi kognitif lansia di Banjar Abasan?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Dharmagita terhadap fungsi


kognitif lansia di Banjar Abasan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:


a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik lansia (usia, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan).
b. Mengidentifikasi gambaran fungsi kognitif lansia sebelum dan setelah
diberikan Dharmagita.
c. Menganalisis perbedaan fungsi kognitif lansia sebelum dan setelah diberikan
Dharmagita.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan atau ilmu


pengetahuan tentang terapi modalitas yang bermanfaat untuk mempertahankan
fungsi kognitif lansia. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi salah satu dasar
pengembangan intervensi keperawatan dalam pelayanan asuhan keperawatan
khususnya pada lansia yang berbasis budaya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sumber atau referensi bagi penelitian selanjutnya terkait dengan pengaruh
Dharmagita terhadap fungsi kognitif lansia.
6

1.4.2 Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perawat baik dalam praktik
komunitas maupun klinik sebagai sebuah terapi untuk meningkatkan fungsi
kognitif pada lansia khususnya di Bali. Lansia dapat mengaplikasikan intervensi
ini secara rutin dan saat upacara keagamaan untuk mempertahankan fungsi
kognitif.

1.4.3 Metodologis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan cara berpikir ilmiah dalam
menyusun suatu laporan penelitian. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan
acuan bagi penelitian sejenis selanjutnya sehingga mampu memberikan hasil yang
lebih baik. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu mengembangkan pengaruh
Dharmagita terhadap hal lain seperti misalnya pada individu yang mengalami
stres dan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Terapi untuk meningkatkan
fungsi kognitif pada lansia juga diharapkan dapat dikembangkan sehingga terapi
modalitas keperawatan menjadi lebih beragam.

Anda mungkin juga menyukai