PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 DEFINISI
Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah
gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing
individu. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth
Edition Text Revision (DSM IV TR), merupakan salah satu instrumen
yang digunakan untuk menegakkan diagnosis depresif. 1,2
Menurut DSM IV TR suatu gangguan depresif mayor didefinisikan
sebagai satu atau lebih episode depresif berat tanpa adanya riwayat episode
manik, campuran, atau hipomanik. Suatu episode depresif mayor harus
dialami sekurang-kurangnya 2 minggu, dan secara tipikal seorang pasien
mengalami depresi dan atau kehilangan minat dalam kebanyakan aktifitas.
Seseorang dengan diagnosis episode depresif mayor harus juga mengalami
paling sedikit 4 simtom dari kriteria yang mana termasuk perubahan nafsu
makan dan berat badan, perubahan tidur dan aktifitas, pengurangan energi,
perasaan bersalah, masalah dalam berpikir dan dalam membuat keputusan,
dan pikiran yang berulang tentang kematian atau bunuh diri.1,2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresif berat adalah gangguan yang lazim ditemukan
dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%. Penderita perempuan dapat
mencapai 25%, sekitar 10% di perawatan primer dan 15% di rawat di
rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2% dan usia
remaja 5%. Gangguan depresif pada perempuan dua kali lipat lebih besar
dibanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormone, pengaruh
melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan
dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidak berdayaan. Usia rata-
rata onset gangguan depresif adalah sekitar 40 tahun, hampir 50% awitan
diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresif paling sering terjadi pada
orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada
mereka yang bercerai atau berpisah. Perempuan yang tidak menikah
memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan
dengan yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki. 1,2
2
2.3 ETIOLOGI
Faktor organobiologik
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenic,
seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HLAA), asam homovanilic (HVA)
DAN 3-methoxy-4hydroxyphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin dan
cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan gangguan mood. Norepinephrine
dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling terkait di dalam
patofisiologi gangguan mood. 1,2
Adanya keterlibatan reseptor prasinap 2-adrenergik juga terletak pada
depresi, aktivasi reseptor ini menimbulkan penurunan jumlah
norepinephrine yang dilepaskan. Reseptor prasinaps 2-adrenergik juga
terletak pada neuron serotonergik serta mengatur jumlah serotonin yang
dilepaskan. 1,2
Aktivasi Serotonin berkurang pada depresi. Serotonin berfungsi untuk
mengontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Kekurangan
serotonin dapat mencetuskan depresi dan beberapa pasien dengan impuls
bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di dalam
cairan serebrospinal serta konsentrasi tempat uptake serotonin yang rendah
pada trombosit. 1,2
Walaupun norepinephrine dan serotonin adalah amin biogenic yang
paling sering dikaitkan dengan patofisiologi depresi, dopamine juga pernah
diteorikan memiliki peranan. Ditemukan bahwa aktivitas dopamine
berkurang pada depresi dan meningkat pada mania. Dua teori terbaru
mengenai dopamine dan depresi adalah bahwa jaras dopamine mesolimbik
mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor dopamine
D1 mungkin hipoaktif pada depresi. 1,2
Faktor psikososial
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan (stress)
dapat mencetuskan terjadinya deprsei. Episode pertama ini lebih ringan
dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan bahwa
adanya stres sebelum episode pertama akan menyebabkan perubahan
berbagai neurotransmitter dan sistem sinyal intraneuronal, termasuk
3
hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya
seorang individu beresiko tinggi mengalami episode berulang gangguan
mood, sekalipun tanpa stressor dari luar. 1,2
Faktor Kepribadian
Faktor kepribadian premorbid menunjukkan tidak ada satu kepribadian
atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi.
Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi,
walaupun tipe kepribadian seperti dependen, obsesi kompulsif, histironik
mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan
lainnya. 1,2
Faktor Psikodinamik
Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan
suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan
bahwa kemarahan pasien depresi diarahkan kepada diri sendiri karena
mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya bahwa
introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek
yang hilang. 1,2
Menurut penelitian Bibring mengatakan depresi sebagai suatu efek
yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam
dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai
dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa. 1,2
Teori Kognitif
4
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang
membuat seseorang mempunyai kecenderungan menjadi depresi. Postulat
Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi mencakup (1) pandangan
terhadap diri sendiri berupa persepsi negative terhadap dirinya (2) tentang
lingkungan yakni kecenderungan menganggap dunia bermusuhan
terhadapnya (3) tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan
kegagalan. 1,2
5
mood depresi berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal.
1,2
Pada orang depresi pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul
pada sekitar dua pertiga pasein depresi, dan 10 sampai 15 persen diantaranya
melakukan bunuh diri. Hampir semua pasien depresi (97persen) mengeluh
tentang penurunan energi. Mereka mengalami kesulitan menyelesaika tugas,
mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaan dan menurunnya motivasi
untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah
tidur, khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun
di malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan
pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan demikian
pula dengan bertambah dan menurun berat badannya serta mengalami tidur
lebih lama dari yang biasanya. 1,2
Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90
persen pasien depresi. berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat
dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaan, seperti
diabetes, hipertensi, penyakit paru obstruksi kronik, dan penyakit jantung.
gejala lain termasuk haid yang tidak normal dan menurunnya minat serta
aktivitas seksual. 1,2
Gangguan depresi pada orang tua seringkali tidak terdiagnosis oleh
karena gejala yang ada lebih sering tampak sebagai keluhan somatic. Pasien
usia lanjut yang mengalami depresi akan lebih banyak memiliki keluhan
somatic daripada keluhan yang lainnya. Pasien usia lanjut juga lebih rentan
terhadap episode depresi berat dengan cirri melankolik, ditandai oleh adanya
hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak berharga dan
kecenderungan menyalahkan diri sendiri (terutama tentang seks dan rasa
berdosa), dengan ide paranoid dan bunuh diri. Gangguan kognitif juga
sering terjadi pada pasien usia lanjut yang mengalami depresi, diberikan
istilah demensia dari depresi (pseudodemensia), yang mudah dikacaukan
dengan demensia yang sebenarnya (true dementia). Tidak terdeteksinya
gangguan depresi pada usia lanjut juga disebabkan dokter menerima gejala
depresi sebagai bagian dari proses penuaan. 1,2
6
2.6 KRITERIA DIAGNOSIS
Major Depresive Episode
a. Terdapat lima atau lebih simptom yang ada selama periode 2 minggu dan
terlihat adanya perubahan dari fungsi sebelumnya paling sedikit satu
simtom lainnya, (1) mood depresif, (2) hilangnya minat dan rasa
nyaman. Catatan: Jangan memasukkan gejala-gejala yang jelas-jelas
karena suatu kondisi medis umum, atau waham atau halusinasi yang
tidak sejalan dengan mood. 1
1. Mood depresif hampir sepanjang hari, seperti yang ditunjukkan baik
oleh laporan subjektif (misalnya merasa sedih atau kosong) maupun
pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya tampak sedih
atau menangis). Catatan: Pada anak-anak dan remaja, dapat berupa
mood yang iritabel.
2. Hilangnya minat atau kesenangan secara jelas dalam semua atau
hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti
yang ditunjukkan baik oleh keterangan subjektif maupun
pengamatan yang dilakukan oleh orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang
melakukan diet atau penambahan berat badan (misalnya perubahan
berat badan lebih dari 50% dalam satu bulan) atau penurunan atau
peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: Pada anak
anak, pertimbangkan kegagalan mencapai pertambahan berat badan
yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (teramati oleh
orang lain, tidak semata-mata perasaan subjektif dari kegelisahan
atau menjadi lamban).
6. Kelelahan atau hilangnya energy hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau
tidak sesuai (yang mungkin bersifat waham) hampir setiap hari (tidak
semata-mata mencela diri sendiri atau perasaan bersalah karena
sakit).
7
8. Hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian,
atau tidak dapat mengambil keputusan, hampir setiap hari (baik oleh
keterangan subkjetif maupun yang teramati oleh orang lain).
9. Pikiran tentang kematian yang berulang (bukan hanya rasa takut
akan kematian), ide bunuh diri yang berulang tanpa suatu rencana
spesifik, atau suatu usaha bunuh diri atau rencana khusus untuk
melakukan bunuh diri.
b. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
c. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
d. Gejala-gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya obat yang disalah gunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi
medis umum (misalnya hipotiroidisme).
e. Gejala sebaiknya tidak disebabkan berkabung, yaitu setelah kehilangan
orang yang dicintai, gejala bertahan hingga lebih lama dari 2 bulan atau
ditandai oleh hendaya fungsional yang jelas, preokupasi dengan rasa
tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.
8
bersalah, penyakit kematian, nihilism atau hukuman yang pantas.
Waham yang termasuk adalah gejala seperti waham kejar (tidak terkait
langsung dengan tema depresi), insersi pikiran, siar pikiran dan waham
kendali.1
2.7 PENATALAKSANAAN
Farmakologi
1. Tricyclic Antidepressants
Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi dengan mekanisme
mencegah reuptake dari norephinefrin dan serotonin di sinaps atau
dengan cara megubah reseptor-reseptor dari neurotransmitter
norephinefrin dan serotonin. Obat ini sangat efektif, terutama dalam
mengobati gejala-gejala akut dari depresi sekitar 60% pada individu
9
yang mengalami depresi. Tricyclic antidepressants yang sering
digunakan adalah imipramine, amitryiptilene, dan desipramine.1,2
2. Monoamine Oxidase Inhibitors
Obat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor adalah
Monoamine Oxidase Inhibitors. MAO Inhibitors menigkatkan
ketersediaan neurotransmitter dengan cara menghambat aksi dari
Monoamine Oxidase, suatu enzim yang normalnya akan melemahkan
atau mengurangi neurotransmitter dalam sambungan sinaptik. MAOIs
sama efektifnya dengan Tricyclic Antidepressants tetapi lebih jarang
digunakan karena secara potensial lebih berbahaya. 1,2
3. Selective Serotonine Reuptake Inhibitors and Related Drugs
Obat ini mempunyai struktur yang hampir sama dengan Tricyclic
Antidepressants, tetapi SSRI mempunyai efek yang lebih langsung
dalam mempengaruhi kadar serotonin. Pertama SSRI lebih cepat
mengobati gangguan depresi mayor dibandingkan dengan obat lainnya.
Pasien-pasien yang menggunakan obat ini akan mendapatkan efek yang
signifikan dalam penyembuhan dengan obat ini. Kedua, SSRI juga
mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat-
obatan lainnya. Ketiga, obat ini tidak bersifat fatal apabila overdosis dan
lebih aman digunakan dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Dan
yang keempat SSRI juga efektif dalam pengobatan gangguan depresi
mayor yang disertai dengan gangguan lainnya seperti: gangguan panik,
gejala-gejala premenstrual. 1,2
4. Terapi Elektrokonvulsan
Terapi ini merupakan terapi yang paling kontroversial dari pengobatan
biologis. ECT bekerja dengan aktivitas listrik yang akan dialirkan pada
otak. Elektroda-elektroda metal akan ditempelkan pada bagian kepala,
dan diberikan tegangan sekitar 70 sampai 130 volt dan dialirkan pada
otak sekitarsatu setengah menit. ECT paling sering digunakan pada
pasien dengan gangguan depresi yang tidak dapat sembuh dengan obat-
obatan, dan ECT ini mengobati gangguan depresi sekitar 50%-60%
individu yang mengalami gangguan depresi. 1,2
10
Tabel 1. Rentang dosis efektif obat anti depresan 3
11
Psikoterapi
1. Terapi Kognitif
Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan time limited yang
berfokus pada penanganan struktur mental seorang pasien. Tujuan dari
terapi kognitif adalah meringankan episode depresif dan mencegah
kekambuhan dengan membantu pasien dengan mengidentifikasi dan
menguji kognisi negative: mengembangkan cara berpikir alternative,
fleksibel dan positif, serta melatih respons perilaku dan kognitif yang
baru. 1,2
2. Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien dengan
gangguan depresi dengan cara membantu pasien untuk mengubah cara
pikir dalam berinteraksi denga lingkungan sekitar dan orang-orang
sekitar. Terapi perilaku dilakukan dalam jangka waktu yang singkat,
sekitar 12 minggu. 1,2
3. Terapi Interpersonal
12
Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi hubungan
interpersonal seorang individu, yang dapat memicu terjadinya gangguan
mood. Terapi ini berfungsi untuk mengetahui stressor pada pasien yang
mengalami gangguan, dan para terapis dan pasien saling bekerja sama
untuk menangani masalah interpersonal tersebut. 1,2
2.8 PROGNOSIS
Gangguan depresi mayor (berat) biasanya cenderung untuk menjadi
kronik dan kambuhan. Sekitar 25% pada 6 bulan setelah keluar dari rumah
sakit, sekitar 30 sampai 50 persen dalam 2 tahun pertama dan sekitar 50
sampai 75 persen dalam periode 5 tahun. Secara umum, semakin sering
pasien mengalami episode depresi, semakin memperburuk keadaannya. 1,2
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA, 2010, Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed.2,
EGC, Jakarta.
2. Amir N, 2007. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum
Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
3. American Psychiatric Association Practice Guidelines. Major Depressive Disorder
A Patient and Family Guide.
13