Anda di halaman 1dari 50

REFERAT

GANGGUAN DEPRESI, MANIK, DAN GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Oleh:
Maharani Sekar Ningrum
Zafira Pringgoutami

Preceptor:
dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani, Sp.KJ, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat serta kebaikan-Nya kepada kita semua, sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “Gangguan depresi, manik,
dan gangguan afektif bipolar”.
Penulis menyadari, referat yang dibuat jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Semoga referat yang penulis susun ini bisa memberikan
manfaat dan inpirasi bagi pembaca serta dapat menambah wawasan bagi kita
semua.

Bandar Lampung, Januari 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mood merupakan emosi yang pervasif dan telah menetap atau suasana
perasaan yang mempengaruhi perilaku dan persepsi seseorang terhadap
kehidupannya. Terdapat berbagai kata sifat yang sering digunakan untuk
menggambarkan mood yaitu; depresi, sedih, kosong, melankolis, tertekan,
iritabel, mudah tersinggung, putus asa, gembira, euforia, manik, gembira, dan
lain-lain. Beberapa dapat diamati oleh dokter seperti “unhappy visage” atau
tidak bahagia, dan ada yang hanya dapat dirasakan oleh pasien seperti
keputusasaan.

Mood bisa menjadi labil, berfluktuasi atau berganti-ganti dengan cepat. Tanda
dan gejala gangguan mood meliputi perubahan pada tingkat aktivitas,
kognitif, bicara, dan fungsi vegetatif seperti tidur, makan, aktivitas seksual,
dan ritme biologis lainnya. Gangguan ini hampir selalu menyebabkan
gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan. Pasien yang hanya
dengan episode depresi mayor dikatakan memiliki gangguan depresi mayor
atau depresi unipolar. Pasien dengan episode manik dan depresi atau pasien
hanya dengan episode manik dikatakan sebagai gangguan bipolar.
Penggunaan istilah mania unipolar atau mania murni terkadang digunakan
untuk pasien bipolar namun tidak memiliki episode depresi.

Banyak pasien dengan diagnosa gangguan depresi mayor mengatakan,


dengan pemeriksaan yang rinci, terdapat masa lalu dengan episode manik
atau hipomanik yang tidak terdeteksi. Banyak pihak yang melihat
kesinambungan antara gangguan depresi dan bipolar rekuren. Hal ini
menyebabkan meluasnya diskusi dan debat tentang spektrum bipolar, yang
meliputi gangguan bipolar klasik, bipolar II, dan depresi rekuren (Sadock
et.al, 2015).

1.2 Tujuan

1.2.1 Mengetahui definisi, etiologi, kriteria diagnosis, terapi dan prognosis


pasien dengan gangguan depresi
1.2.2 Mengetahui definisi, etiologi, kriteria diagnosis, terapi dan prognosis
pasien dengan gangguan manik
1.2.3 Mengetahui definisi, etiologi, kriteria diagnosis, terapi dan prognosis
pasien dengan gangguan afektif bipolar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Depresi
2.1.1 Definisi
Gangguan depresi dalam buku synopsis of psychiatry termasuk dalam
kelompok gangguan mood. Sebelum lebih lanjut membahas tentang
gangguan depresi, terlebih dahulu perlu dipahami tentang emosi dan
mood.

Emosi adalah kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatic dan


perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood. Dalam buku yang
lain arti kata emosi biasanya sinonim dengan afek, yaitu suasana
perasaan hati seorang individu. Mungkin lebih tepat untuk
menggunakan kata emosi untuk perasaan yang dihayati secara sadar,
sedangkan kata afek ditujukan pada dorongan-dorongan yang lebih
mendalam yang mendasari kehidupan perasaan yang sadar maupun
yang nirsadar.

Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat


diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; sebagai contoh
adalah depresi, elasi dan marah.

Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, merupakan


periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan
suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola
tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi,
anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak
berdaya serta pikiran bunuh diri.
2.1.2 Epidemiologi
Gangguan depresi berat paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur
hidup sekitar 15 persen. Penderita perempuan dapat mencapai 25
persen, sekitar 10 persen perawatan primer dan 5 persen dirawat di
rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2 persen,
dan usia remaja 5 persen.
a. Jenis Kelamin
perempuan dua kali lipat lebih sering terjadi dibanding laki-laki.
Diduga adanya perbedaan hormone, pengaruh melahirkan,
perbedaan stresor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan
model perilaku yang dipelajari tentang ketidak berdayaan
b. Usia
rata-rata usia 40-an. Hampir 50 persen awitan antara usia 20-50
tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau
lanjut usia. Data terkini menunjukan gangguan depresi berat di usia
kurang dari 20 tahun mungkin berhubungan dengan meningkatnya
penggunaan alcohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia
tersebut.
c. Status Perkawinan
paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau
berpisah. Perempuan yang tidak menikah memiliki kecenderugan
lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang
menikah namun hal ini berbending terbalik untuk laki-laki.

2.1.3 Etiologi
Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor
biologis, faktor bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan
dengan perkembangan seperti kehilangan orang tua sejak kecil, faktor
psikososial, dan faktor lingkungan, yang menjadi satu kesatuan
mengakibatkan depresi.

a. Faktor biologis
Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi dapat
dibagi menjadi dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan
disregulasi neuroendokrin. Abnormalitas metabolit biogenik amin
yang sering dijumpai pada depresi yaitu 5 hydroxy indoleacetic
acid (5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-
hydrophenylglycol (MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan
bahwa penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam
abnormalitas metabolik biogenikamin pada darah, urin dan cairan
serebrospinal. Keadaan tersebut endukung hipotesis ganggua
depresi berhubungan dengan disregulasi biogenikamin. Dari
biogenik amin, serotonin dan norepinefrin merupakan
neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi.

Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik


antidepresan mungkin merupakan peran langsung system
noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang juga melibatkan
reseptor beta2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan
reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan
norepinephrin. Reseptor beta2 presinaptik juga terletak pada neuron
serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.

Serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT]) neurotransmitter system


menunjukan keterlibatan dalam patofisiologi gangguan afektif, dan
obat-obatan yang meningkatkan aktifitas serotonergik pada
umumnya memberi efek antidepresan pada pasien . Selain itu , 5 -
HT dan / atau metabolitnya, 5-HIAA, ditemukan rendah pada urin
dan cairan serebrospinal pasien dengan penyakit afektif.14 Hal ini
juga dibuktikan terdapat kadar 5-HT yang rendah pada otak korban
bunuh diri dibandingkan dengan kontrol. Selain itu , ada beberapa
bukti bahwa terdapat penurunan metabolit serotonin, 5 –
hydroxyindole acetic acid (5-HIAA) dan peningkatan jumlah
reseptor serotnin postsinaptik 5- hydroxytryptaminetype 2 (5HT2)
di korteks prefrontal pada kelompok bunuh diri.
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan
subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi
regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya antara
dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamin
dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbic mungkin mengalami
disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif
pada depresi.

b. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode
pertama, dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang
mengemukakan adanya stres sebelum episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama.
Perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter
dan sistem sinyal intraneuron. Termasuk hilangnya beberapa
neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya, seorang
individu berisiko tinggi mengalami episode berulang gangguan
mood, sekalipun tanpa stressor dari luar.

Orang dengan beberapa gangguan kepribadian seperti,


obsesifkompulsif, histeris, dan yang ada pada garis batasnya,
mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena depresi
dari pada orang dengan kepribadian antisosial atau paranoid. Pada
pengertian psikodinamik depresi dijelaskan oleh Sigmund Freud
dan dikembangkan oleh Karl Abraham yang diklasifikasikan dalam
4 teori: (1) gangguan pada hubungan bayi dan ibu selama fase oral
(10-18 bulan awal kehidupan) sehinga bisa terjadi depresi; (2)
depresi dapat dihubungkan dengan kehilangan objek secara nyata
atau imajinasi; (3) Introjeksi dari kehilangan objek adalah
mekanisme pertahanan dari stress yang berhubungan dengan
kehilangan objek tersebut (4) karena kehilangan objek berkenaan
dengan campuran cinta dan benci, perasaan marah berlangsung
didalam hati.

c. Faktor Genetik
Dari faktor bawaan atau keturunan menerangkan apabila salah
seorang kembar menderita depresi, maka kemungkinan
saudarakembarny menderita pula sebesar 70 %. Kemungkinan
menderita depresi sebesar 15 % pada anak, orang tua, dan kakak-
adik dari penderita depresi. Apabila anak yang orangtuanya pernah
menderita depresi, sejak lahir diadopsi oleh keluarga yang tidak
pernah menderita depresi, ternyata kemungkinan untuk menderita
depresi 3 kali lebih besar dibandingkan anak - anak kandung
keluarga yang mengadopsi.

d. Faktor Kepribadian
Semua orang, apapun pola kepribadiannya, dapat mengalami
depresi sesuai situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian
obsesi-kompulsi, histrionic dan ambang, berisiko tinggi untuk
mengalami depresi dibandingkan dengan gangguan kepribadian
paranoid atau antisosial. Pasien dengan gangguan distimik dan
siklotimik berisiko mengalami gangguan depresi berat. Peristiwa
stressful merupakan predictor terkuat untuk kejadian episode
depresi. Riset menunjukan bahwa pasien yang mengalami stressor
akibat tidak adanya kepercayaan diri lebih sering mangalami
depresi.

e. Faktor Psikodinamik pada Depresi


Pemahaman psikodinamik pada depresi dikemukakan oleh
Sigmund Freud dan dilanjutkan oleh Karl Abraham dikenal sebagai
pandangan klasik depresi. Teori tersebut mencakup empat hal
utama : (1) gangguan hubungan ibu-anak selama fase oral (10-18
bulan) menjadi factor predisposisi untuk rentan terhadap episode
depresi berulang; (2) depresi dapat dihubungkan dengan cinta yang
nyata maupun fantasi kehilangan objek; (3) introjeksi merupakan
terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan
akibat kehilangan objek cinta; (4) kehilangan objek cinta,
diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci dan cinta, serta
perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri.

f. Formulasi lain dari Depresi; Teori Kognitif


Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang
mmbuat seseorang mempunyai kecenderungan menjadi depresi.
Postulat Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi.
Mnecakup (1) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi
negative terhadap dirinya (2) tentang lingkungan yakni
kecenderungan menganggap dunia bermusuhan terhadapnya (3)
tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan kegagalan.

2.1.4 Manifestasi Klinik


Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya
energy adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mangatakan
perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak
berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi
duka cita atau kesedihan yang normal.

Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua per
tiga pesien depresi, dan 10 sampai 15 persen diantaranya melakukan
bunuh diri. Mereka yang dirawat di rumah sakit. Beberapa pasien
depresi tidka menyadari ia sedang depresi dan tidak mengeluh tentang
gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman
dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua
pasien depresi (97 persen) mengeluh tentang penurunan energi dimana
mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hendaya
di sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat
dalam kegiatan baru. Sekitar 80 persen pasien mengeluh masalah tidur,
khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun di
malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi.
Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90
persen pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan
istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaan,
seperti diabetes, hipertensi, peyakit paru obstruktif kronis, dan penyakit
jantung. Gejala lain termasuk haid yang tidak normal dan menurunnya
minat serta aktivitas seksual.

2.1.5 Kriteria Diagnostik


a. Menurut PPDGJ III
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah
sebagai berikut:
Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah ( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan
menurunnya aktivitas.
Gejala Lainnya :
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan psimistik
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.

 Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang


(F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya
harus diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis gangguan
depresif berulang (F33.-)

Pedoman Diagnostik
F32.0 Episode Depresif Ringan
Tabel 2. Episode depresi ringan
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut diatas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: 1) sampai
dengan 2).
- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya.
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar
2 minggu.
- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang
biasa dilakukannya.

F32.1 Episode Depresif Sedang


Tabel 3. Episode depresi sedang
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
seperti pada episode depresi ringan.
- Ditambah 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
- Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2
minggu.
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga,.

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


Tabel 4. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
- Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan
beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
- Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara
rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapa dibenarkan.
- Episode depresif biasanya harus berlangsung
sekurangkurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat
dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf
yang sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


Tabel 5. Episode depresi berat dengan gejala psikotik
- Episode depresif berat yang memenuhi kriteri menurut F32.2
tersebut diatas.
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya
berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran
atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat
menuju stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).

Kategori
Kategori Ringan, Sedang atau Berat untuk episoda depresif
tunggal/pertama, bila berulang masuk dalam gangguan depresi
berulang.
a) Episoda depresif ringan
1) Episoda Depresi Ringan Tanpa Gejala Somatik

2) Episoda Depresi ringan Dengan Gejala Somatik

Pedoman diagnostik
1) Sekurangnya dua dari:
a) mood yang depresif
b) kehilangan minat dan kesenangan
c) mudah lelah
2) ditambah sekurangnya dua gejala lain dari episode depresif
3) tidak boleh ada gejala yang berat
4) berlangsung sekurangnya dua minggu
5) resah tentang gejalanya dan sukar menjalankan kegiatan pekerjaan
dan sosial yang biasanya, namun tidak berhenti berfungsi sama sekali.

b) Episoda depresif sedang


1) Episoda Depresi Sedang Tanpa Gejala Somatik
2) Episoda Depresi Sedang Dengan Gejala Somatik

Pedoman diagnostik
1) Sekurangnya dua dari tiga gejala paling khas untuk episoda depresi
ringan.
2) Ditambah sekurangnya tiga (sebaiknya 4) dari gejala depresi lainnya.
3) Berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu
4) Kesulitan nyata dalam kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
tangga

c) Episoda depresif berat tanpa gejala psikotik


Manifestasi klinis Episoda Depresi Berat
1) Ketegangan dan kegelisahan amat nyata, kecuali bila retardasi
merupakan ciri terkemuka.
2) Kehilangan harga diri dan perasaan diri tidak berguna.
3) Bunuh diri merupakan bahaya nyata pada beberapa kasus berat.
4) Sindroma somatik hampir selalu ada pada depresi berat.

Pedoman diagnostik
1) Harus ada ketiga gejala khas pada depresi ringan dan sedang.
2) Ditambah sekurangnya empat gejala lainnya.
3) Beberapa di-antaranya harus berintensitas berat, kecuali
agitasi/retardasi sudah mencolok.
4) Berlangsung sekurangnya dua minggu, atau lebih pendek bila gejala
sangat berat dan awitannya sangat cepat.
5) Tidak mampu menjalankan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan
rumah tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas.
d) Episoda depresif berat dengan gejala psikotik
Pedoman diagnostik:
1) Memenuhi kriteria depresi berat disertai waham, halusinasi atau
stupor depresif.
2) Isi waham biasanya ide tentang dosa, kemiskinan atau tentang
malapetaka yang mengancam dan individu merasa bertanggung-jawab
atas hal tersebut.
3) Halusinasi auditorik / olfaktorik berupa suara menghina atau
menuduh atau bau kotoran / daging busuk
4) Retardasi motorik berat yang dapat menuju stupor.
5) Waham / halusinasi bisa serasi atau tidak serasi dengan afek.

e) Gangguan Depresif Berulang


Manifestasi klinis:
- Episode depresi berulang tanpa adanya riwayat mania atau hipomania.
- Awitan, keparahan, durasi, dan frekuensi episode depresi sangat
bervariasi.
- Lama berlangsung antara 3 – 12 bulan, rata-rata enam bulan, frekuensi
lebih jarang daripada bipolar
- Remisi sempurna antara episode, sebagian kecil, terutama pada usia
lanjut bisa menetap.
- Seringkali tiap episode dicetuskan oleh stresor
- Bila dibandingkan dengan pada lelaki, kejadian pada wanita dua kali
lebih sering.

1) Gangguan depresi berulang, episode kini ringan


 Gangguan suasana perasaan berulang lainnya
 Gangguan depresi berulang, episode kini ringan, tanpa gejala somatik
 Gangguan depresi berulang, episode kini ringan, dengan gejala
somatik
Pedoman diagnostik
(a) Memenuhi kriteria gangguan depresi berulang, sekarang episode
depresif ringan dan
(b) Sekurangnya dua episode telah berlangsung selama minimal dua
minggu dan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan suasana
perasaan yang bermakna.

2) Gangguan depresi berulang, episode kini sedang


 Gangguan suasana perasaan berulang lainnya
 Gangguan depresi berulang, episode kini sedang, tanpa gejala
somatik
 Gangguan depresi berulang, episode kini sedang, dengan gejala
somatik

Pedoman diagnostik, pasti


(a) Memenuhi kriteria gangguan depresi berulang, sekarang episode
depresif sedang dan
(b) Sekurangnya dua episode telah berlangsung selama minimal dua
minggu dan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan suasana
perasaan yang bermakna.

3) Gangguan Depresi Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala


Psikotik
 Gangguan suasana perasaan berulang lainnya
 Gangguan depresi berulang, episode kini berat, tanpa gejala somatik
 Gangguan depresi berulang, episode kini berat, dengan gejala
somatik

Pedoman diagnostik, pasti


(a) Memenuhi kriteria gangguan depresi berulang, sekarang episode
depresif berat tanpa gejala psikotik, dan
(b) Sekurangnya dua episode telah berlangsung selama minimal dua
minggu dan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan suasana
perasaan yang bermakna.

4) Gangguan Depresi Berulang, Episode Kini Berat Dengan Gejala


Psikotik
Pedoman diagnostik
(a) Memenuhi kriteria gangguan depresi berulang, sekarang episode
depresif berat dengan gejala psikotik, dan
(b) Sekurangnya dua episode telah berlangsung selama minimal dua
minggu dan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan suasana
perasaan yang bermakna.

b. Menurut DSM V
Disregulasi alam perasaan disruptif/disruptive mood dysregulation
disorder (DMDD)
Kriteria disregulasi alam perasaan disruptif adalah :
A. Ledakan emosi berat secara verbal dan/atau perilaku yang hilang
timbul tidak sesuai intensitas dan durasinya dengan situasi atau
provokasi penyebabnya
B. Ledakan emosi yang tidak konsisten dengan tahapan
perkembangan
C. Ledakan emosi yang muncul paling tidak tiga kali dalam seminggu
D. Alam perasaan mudah tersinggung atau cenderung marah diantara
ledakan emosi, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang
dapat diobservasi oleh orang lain.
E. Kriteria pada poin 1-4 muncul selama 12 bulan atau lebih, dengan
durasi tanpa gejala-gejala tersebut tidak lebih dari 3 bulan berturut-
turut.
F. Kriteria pada poin 1 dan 4 timbul dalam 2 atau 3 tempat (misalnya
di rumah, sekolah, dalam pertemanan, dsb) dengan derajat berat
pada salah satu kesempatan.
G. Gejala pada poin 1 hingga 5 muncul pertama kali sebelum usia 10
tahun.
H. Diagnosis pertama tidak dibuat sebelum usia 6 tahun atau setelah
18 tahun
I. Belum pernah ada periode waktu lebih dari 1 hari dimana kriteria
manik atau hipomanik terpenuhi
J. Gejala tidak muncul karena secara eksklusif pada episode MDD
dan tidak disebabkan karena gangguan mental lainnya.
K. Gejala tidak disebabkan karena penggunaan obat-obatan atau
kondisi medis atau gangguan neurologis tertentu.

Gangguan depresi mayor/major depressive disorder (MDD)


Diagnosis MDD dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria berikut
ini:
A. Memenuhi 5 atau lebih gejala berikut dengan durasi minimal 2
minggu dan terjadi perubahan fungsi/aktivitas sehari-hari. Salah
satu gejala harus mencakup: alam perasaan depresif atau kehilangan
minat/anhedonia
1. Alam perasaan depresif hampir sepanjang hari, hampir setiap
hari yang dirasakan sendiri atau berdasarkan observasi orang
lain
2. Kehilangan minat pada seluruh atau hampir seluruh aktifitas
hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
3. Penurunan berat badan signifikan tanpa diet atau kenaikan berat
badan atau perningkatan/penurunan napsu makan hampir setiap
hari
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor
6. Perasaan tidak berharga atau bersalah hampir setiap hari
7. Pikiran ingin mati atau pikiran bunuh diri berulang atau
percobaan bunuh diri atau rencana untuk bunuh diri
B. Gejala menyebabkan gangguan aktivitas sosial, okupasional, dan
fungsi sehari-hari
C. Episode tidak disebabkan karena penggunaan obat-obatan ataupun
kondisi medis tertentu
D. Gejala tidak disebabkan karena gangguan skizoafektif, skizofrenia,
skizofreniform, gangguan delusi, dan skizofrenia atau gangguan
psikotik lainnya.
E. Tidak pernah mengalami episode manik atau hipomania

Gangguan depresi persisten (distimia)


Distimia merupakan bentuk MDD kronis. Diagnosis distimia dapat
ditegakkan apabila memenuhi kriteria berikut ini:
A. Alam perasaan depresif hampir sepanjang hari, hampir setiap
hari yang dirasakan sendiri atau berdasarkan observasi orang
lain selama paling tidak 2 tahun
B. Muncul 2 atau lebih gejala berikut pada tiap episode:
1. Anoreksia/penurunan napsu makan atau hiperfagia
2. Insomnia atau hypersomnia
3. Lemas
4. Percaya diri rendah
5. Sulit konsentrasi dan mengambil keputusan
6. Perasaan putus asa
C. Tidak pernah tidak memenuhi kriteria pada poin 1 dan 2 selama
lebih dari 2 bulan berturut-turut dalam 2 tahun.
D. Memenuhi kriteria MDD selama 2 tahun berturut-turut
E. Tidak pernah mengalami episode manik atau hipomania dan
tidak memenuhi kriteria gangguan siklotimia
F. Keluhan yang dialami tidak disebabkan karena gangguan
skizoafektif persisten, skizofrenia, gangguan delusi, atau
skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya.
G. Gejala tidak disebabkan karena penggunaan obat-obatan atau
kondisi medis tertentu.
H. Gejala menyebabkan gangguan aktivitas sosial, okupasional,
dan fungsi sehari-hari

Gangguan disforik premenstrual


A. Terdapat paling tidak 5 gejala pada 1 minggu sebelum
menstruasi dalam mayoritas siklus haid, gejala mulai membaik
dalam waktu beberapa hari setelah menstruasi, dan gejala
berkurang atau menghilang dalam 1 minggu setelah menstruasi
selesai.
B. 1 atau lebih gejala berikut ini harus muncul:
1. Afek labil / mood swing
2. Iritabilitas atau kemarahan atau konflik interpersonal
meningkat
3. Alam perasaan depresif, perasaan putus asa, pikiran
depresiatif terhadap diri sendiri
4. Anxietas, tegang, dan/atau perasaan tertekan atau terpojok
C. 1 atau lebih gejala berikut harus muncul untuk mencapai 5
gejala ketika dikombinasikan dengan kriteria pada poin 2 :
1. Berkurang minat terhadap aktivitas yang biasa dilakukan
2. Sulit konsentrasi subjektif
3. Letargi, mudah lelah, hiperfagia, atau ‘ngidam’
4. Hipersomnia atau insomnia
5. Perasaan tidak dapat mengontrol keadaan
6. Gejala fisik seperti nyeri payudara, bengkak payudara,
arthralgia, myalgia, peningkatan berat badan, kembung
D. Gejala timbul berhubungan dengan stress atau keterlibatan
terhadap pekerjaan, sekolah, aktivitas sosial, atau hubungan
interpersonal.
E. Gangguan bukan disebabkan karena eksaserbasi gejala dari
gangguan mental lain seperti MDD, gangguan panik, distimia,
atau gangguan kepribadian
F. Kriteria pada poin 1 harus dikonfirmasi dengan penilaian harian
selama paling tidak 2 siklus haid.
G. Gejala tidak disebabkan karena penggunaan obat-obatan atau
kondisi medis tertentu.

Gangguan depresi akibat obat


Kriteria diagnosis gangguan depresi akibat obat adalah:
A. Gangguan alam perasaan persisten dan sangat jelas yang
ditandai dengan alam perasaan depresif atau hilang minat
terhadap semua atau hampir semua aktivitas

B. Baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan


penunjang, terdapat bukti:

1. Gejala pada poin 1 muncul pada saat atau setelah


intoksikasi atau withdrawal atau setelah konsumsi
obat/zat tertentu
2. Zat atau obat yang terlibat memiliki kemampuan untuk
menimbulkan gejala pada poin 1.
C. Gangguan yang muncul tidak disebabkan karena gangguan
depresi lain secara mandiri atau tanpa dipicu obat/zat tertentu.
Tanda gangguan depresi yang muncul secara mandiri:

a. Gejala timbul mendahului atau sebelum penggunaan


zat/obat tertentu;

b. Gejala muncul secara persisten selama periode waktu


tertentu setelah intoksikasi atau withdrawal; atau

c. Terdapat bukti lain yang menunjukkan adanya gangguan


depresi yang tidak disebabkan karena obat/zat tertentu

D. Gangguan muncul tidak eksklusif pada saat delirium

E. Gejala menyebabkan gangguan pada aktivitas sosial,


okupasional, atau bidang penting lainnya.
Gangguan depresi karena kondisi medis
Kriteria diagnosis gangguan depresi karena kondisi medis adalah:
A. Alam perasaan depresif persisten dan sangat jelas atau hilang minat
terhadap semua atau hampir semua aktivitas
B. Terdapat bukti adanya kondisi medis dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, atau pemeriksaan penunjang yang secara patofisiologinya
dapat menyebabkan depresi
C. Gangguan tidak disebabkan karena gangguan mental lain
D. Gangguan muncul tidak eksklusif pada saat delirium
E. Gangguan menyebabkan gangguan yang signifikan pada aktivitas
sosial, okupasional, dan bidang penting lainnya.

Gangguan depresi spesifik lainnya (depresi minor)


A. Diagnosis ini dapat ditegakkan apabila terdapat gangguan
depresif yang mengganggu aktivitas sosial, pekerjaan, atau
hidup penting lainnya secara signifikan, tetapi tidak memenuhi
kriteria pada klasifikasi gangguan depresif lainnya. Subtipe
kriteria ini antara lain adalah:
B. Depresi rekuren singkat/recurrent brief depression: alam
perasaan depresif dan paling tidak 4 dari gejala depresi selama
2-13 hari paling tidak 1 kali dalam1 bulan (tidak terkait dengan
siklus haid) selama 12 bulan berturut-turut pada individu yang
belum pernah memenuhi kriteria gangguan depresif atau bipolar
lain, tidak memenuhi kriteria gangguan psikotik aktif atau
residual
C. Depresi durasi pendek/short-duration depressive episode: afek
depresif dan paling tidak 4 dari 8 gejala MDD selama 4 hingga
14 hari pada individu yang belum pernah memenuhi kriteria
gangguan depresif atau bipolar lain, tidak memenuhi kriteria
gangguan psikotik aktif atau residual, dan tidak memenuhi
kriteria depresi rekuren singkat.
D. Episode depresi insufisien/depressive episode with insufficient
symptoms: afek depresif dan paling tidak 1 dari 8 gejala MDD
selama paling tidak 2 minggu pada pasien yang belum pernah
didiagnosis atau memenuhi kriteria gangguan depresif lain atau
gangguan bipolar, tidak memenuhi kriteria gangguan psikotik
aktif atau residual, dan tidak memenuhi kriteria ansietas minor.

Gangguan depresi tidak spesifik lainnya


Subtipe depresi ini dibuat untuk penyakit depresi yang tidak memenuhi
kriteria diagnosis subtipe lainnya.

2.1.5 Skala Penilaian Objektif untuk Depresi


Beberapa skala penilaian objektif yang dapat digunakan dalam praktek
dokter atau untuk dokumentasi keadaan klinik depresi.

The Zung Self-Rating Depression Scale terdiri dari 20 butir skala


pelaporan. Skor normal adalah ≤34; skor depresi adalah ≥50. Skala
tersebut meliputi indek global intensitas gejala depresi pasien, termasuk
kecenderungan ekspresi dari depresi.

The Raskin Depression Scale adalah suatu skala klinik yang mengukur
beratnya depresi, yang dilaporkan oleh pasien dan dokter pengamat,
pada 5 poin skala dari tiga dimensi meliputi pelaporan verbal,
penampilan perilaku, dan gejala sekunder. Skala berkisar antara 3
sampai 13; skor normal adalah 3, dan skor depresi adalah 7 atau lebih.

The Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah suatu skala
depresi yang terdiri dari 24 item, tiap item berkisar antara 0 sampai 4
atau 0 sampai 2 dengan total skor antara 0 sampai 76. Dokter
mengevaluasi jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang rasa
bersalah, pikiran bunuh diri, kebiasaan tidur dan gejala lain dari depresi,
dan penilaian diperoleh dari wawancara klinik.
The Montgomery Asberg Depression rating Scale terdiri dari 10 item
evaluasi gejala inti depresi. Sembilan item dinilai berdasarkan laporan
pasien, dan satunya berdasarkan penilaian penilai selama wawancara.
Skornya 0-6 (0=tidak ada kelainan, 6=parah). MADRS relative cepat
dilakukan karena tidak seperti HAM-D, MADRS tidak berfokus pada
gejala somatic dari depresi, tetapi lebih mengarah ke suasana hati inti
seperti kesedihan, ketegangan, kelesuan, pikiran pesimis, dan pikiran
untuk bunuh diri.

2.1.6 Diagnosis Banding


1) Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya
suatu hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan
episode depresi mayor. Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan
dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan
antara kesedihan yang mendalam dan Major Depressive Disorder
(MDD) (Tabel 6).

Tabel 6. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor


Gejala Bereavement MDD
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak Tidak ada Ada
berguna/ tidak pantas
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada
Rasa bersalah Tidak ada Mungkin ada
Perubahan Agitasi ringan Melambat
psikomotor
Gangguan fungsi Ringan Sedang-berat

2) Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum


Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi
medis khusus yang terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu
penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid
dengan MDD. The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS)
sangat berguna untuk alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana
digunakan pertanyaan yang memfokuskan pada gejala kognitif
dibandingkan dengan gejala somatiknya. MDD sama banyaknya dengan
penyakit kronis (Tabel 7), tetapi lebih umum diabetes, penyakit tiroid,
dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).
Tabel 7. Kondisi medis umum berhubungan dengan gejala depresi
Gangguan Neurologis Gangguan Endokrin
- Penyakit Alzheimer - Adrenal
- Penyakit serebrovaskular o Cushing
- Neoplasma cerebral o Addison
- Trauma cerebral o Hyperaldosteronis
- Infeksi SSP me
- Dementia - Berhubungan dengan haid
- Epilepsy - Penyakit paratiroid
- Penyakit Ekstrapiramidal - Penyakit tiroid
- Penyakit Huntington - Defisiensi vitamin
- Hydrocephalus o B12/folat
- Migraine o Vitamin C
- Multiple sclerosis o Niacin
- Narcolepsy o Thiamine
- Penyakit Parkinson
Gangguan lainnya
- Supranuclear palsy progresif
- AIDS
- Sleep apnea
- Kanker
- Penyakit Wilson
- Sindrom klinefelter
Gangguan Sistemik
- Infak miokard
- Infeksi virus dan bakteri
- Porphyrias
- Sebelum operasi
Inflamasi
- Penyakit ginjal dan uremia
- Rheumatoid arthritis
- Neoplasma sistemik
- Sindrom Sjogren
- Systemic lupus erythematosus
- Arteritis temporal

3) Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat


Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat
memperlihatkan gejala depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi
gangguan mood harus dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis
banding MDD (Tabel 7). Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium digunakan untuk dapat menentukan adanya suatu
pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi
putus obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu episode
depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh obat dapat
disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala
putus obat dapat berlangsung selama beberapa bulan.

Tabel 8. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan gangguan


mood yang dipengaruhi zat
- Alcohol
- Amfetamin
- Anxiolitik
- Kokain
- Zat-zat halusinogen
- Hipnotik
- Inhalant
- Opioid
- Phencycline
- Sedatif

4) Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya
gangguan bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal
dengan episode depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode
depresi lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini
penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang
mendiagnosis MDD.
Pada kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi
mayor akan memiliki episode hipomanik atau manik didalam
kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan suatu gangguan
bipolar termasuk didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik,
gambaran atipikal (pipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan
episode kekambuhan. Gangguan Bipolar II (dengan hipomania) sulit
untuk dikenali karena pasien tidak mengenali hipomania sebagai suatu
kondisi yang abnormal – mereka menerima itu sebagai perasaan yang
baik. Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat,
dan keluarga sering menjadi hal yang penting untuk dapat
mendiagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang valid, seperti kuesioner
gangguan afektif, dapat membantu dalam mengidentifikasi hipomania.

2.1.7 Tatalaksana
Tujuan utama terapi yaitu mengakhiri episode depresi saat ini dan
mencegah timbulnya episode penyakit di masa yang akan datang.
Untuk itu dibagi menjadi 3 fase :
- Terapi fase akut
- Terapi fase lanjutan
- Terapi fase rumatan

a. Terapi Fase Akut


Dimulai dari keputusan untuk terapi dan berakhir dengan remisi. Skala
penentuan beratnya depresi (HAM-D dan MADRS) dapat membantu
menentukan beratnya penyakit dan perbaikan gejala. Target pengobatan
pada fase akut tercapainya respon atau remisi (lebih baik). Lama terapi
pada fase akut 2-6 minggu.

Indikasi yang pasti untuk perawatan di rumah sakit adalah:


1) Prosedur diagnostik
2) Risiko bunuh diri atau pembunuhan
3) Kemunduran yang parah dalam kemampuan memenuhi kebutuhan
makan dan perlindungan
4) Cepatnya perburukan gejala
5) Hilangnya sistem dukungan yang biasa didapatnya

Kombinasi terapi psikososial dan farmakoterapi memberikan hasil yang


baik. Untuk kasus ringan terapi psikososial saja juga memberikan hasil
yang baik. Panduan memilih medikasi :
1) Riwayat respons pengobatan
2) Prediksi respons gejala terapi
3) Adanya gangguan psikiatri/medik lain
4) Keamanan
5) Potensi Efek Samping

Tabel 9. Jenis Obat Antidepresan, Dosis dan Efek Samping


Nama Obat Dosis Harian (mg) Efek Samping
SSRI
Escitalopram 20-60 semua SSRI bisa
Fluoksetin 10-40
Sertralin 50-150 menimbulkan insomnia,
Fluvoksamin 150-300
agitasi, sedasi,
gangguan saluran cerna
dan disfungsi seksual
Trisiklik/Tetrasiklik
Amitriptilin 75-300 antikolinergik
Maprotilin 100-225
Imipramin 75-300
SNRI
Duloksetin 40-60 mengantuk, kenaikan
Venlafaksin 150-375
BB, hipertensi,
gangguan saluran cerna
RIMA
Moklobemid 150-300 pusing, sakit kepala,
mual, berkeringat,
mulut kering, mata
kabur
NaSSA
Mirtazapin 15 - 45 somnolen, mual
SSRE
Tianeptin 12.5 – 37.5 somnolen, mual,
gangguan
kardiovaskular
Melatonin Agonis
Agomelatin 25 - 50 sakit kepala

b. Terapi Fase Lanjutan


Tujuan pengobatan pada fase ini adalah tercapainya remisi dan
mencegah relaps. Remisi yaitu bila HAM-D ≤ 7 atau MADRS ≤ 8,
bertahan paling sedikit 3 minggu. Dosis obat sama dengan fase akut.

c. Terapi Fase Rumatan/Pemeliharaan


Tujuan untuk mencegah rekurensi. Hal yang perlu dipertimbangkan
adalah risiko rekuren, biaya dan keuntungan perpanjangan terapi.
Pasien yang telah tiga kali atau lebih mengalami episode depresi atau
dua episode berat dipertimbangkan terapi pemeliharaan jangka panjang.
Antidepresan yang telah berhasil mencapai remisi dilanjutkan dengan
dosis yang sama selama masa pemeliharaan.
Terapi psikososial
a. Terapi Kognitif
b. Terapi Interpersonal
c. Terapi Perilaku
d. Terapi orientasi-psikoanalitik
e. Terapi Keluarga

Terapi Lainnya
ECT untuk depresi katatonik, tendensi bunuh diri berulang, refrakter

2.1.7 Prognosis
Prognosis tiap episode adalah baik, akan tetapi gangguan ini bersifat kronis
sehingga psikiater harus menganjurkan strategi terapi untuk mencegah
kekambuhan di masa yang akan dating.

2.2 Mania
2.2.1 Definisi
Episode manik merupakan mood elasi, ekspansif atau iritabel yang
menetap, selama periode tertentu, berlangsung paling sedikit satu
minggu atau waktunya bisa kurang dari satu minggu bila dirawat-inap
(Sadock et.al, 2015). Menurut PPDGJ III, episode manik diartikan
sebagai kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai
peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental,
dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu
episode manik tunggal (yang pertama), termasuk gangguan afektif
bipolar, episode manik tunggal. Jika ada episode afektif sebelumnya
atau sesudahnya, termasuk gangguan afektif bipolar.

2.2.2 Epidemiologi
 Episode manik lebih sering terjadi pada pria. Ketika episode
manik terjadi pada wanita, kemungkinan menggambarkan
campuran (mania dan depresi).
 Pengguna alkohol dapat ditemukan sekitar 50% pada gangguan
bipolar (GB) I, terutama selama episode manik.

2.2.3 Etiologi
A. Faktor biologis
 Neuroanatomi: Terdapat peningkatan aktivitas thalamus, dan
penurunan aktivasi pada gyrus frontal inferior bilateral.
Dalam studi neuroimaging, ditemukan disfungsi pada korteks
prefrontal dextra dimana juga ditemukan berkurangnya
fungsi /disregulasi antara hubungan korteks prefrontal dan
amygdala.
 Ketidakseimbangan neurotransmitter: peningkatan aktivitas
biogenic amine seperti norepinephrine, serotonin, dan
dopamin
 Perubahan regulasi hormonal: tiroktoksikosis, SLE, mania
pasca persalinan. .
B. Faktor genetik
Pituitary adenylate cyclase-activating peptide telah dikaitkan dalam
penelitian dengan mice menghasilkan perilaku seperti mania.
C.Faktor psikososial
Sebagian besar teori mania melihat episode manik sebagai defensi
terhadap depresi. Keadaan manik juga bisa dihasilkan dari
tyrannical superego yang menghasilkan self-critism yang tidak dapat
ditahan yang kemudian digantikan dengan kepuasaan diri “euforia”.

2.2.4 Manifestasi klinis


 Mood yang elevasi, ekspansif, dan iritabel merupakan ciri khas
dari episode manik. Elevasi ditandai dengan euforia, mudah
tersinggung, berkurangnya kebutuhan tidur, dan kecenderungan
mengambil risiko, bicara lebih banyak.
 Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri, seperti
kecenderungan menggunakan pakaian dengan warna cerah dan
perhiasan berlebih, atau kombinasi yang aneh.
 Bertindak impulsif, bersamaan dengan perilaku yang mengarah
ke tujuan. Biasanya sering disibukkan dengan ide agama,
politik, keuangan, seksual, atau penganiyaan yang dapat
berkembang menjadi sistem delusi yang kompleks.
 Terkadang, pasien manik bisa regresi dan bermain dengan urin
dan feses.

2.2.5 Kriteria diagnostik


Kriteria diagnostik episode manik adalah sebagai berikut (Maslim,
2013):
A. Menurut PPDGJ III
F 30.0 Hipomania
 Gangguan lebih ringan dari mania. Afek yang
meninggi/berubah disertai peningkatan aktivitas yan menetap
minimal beberapa hari berturut-turut.
 Ada pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas
sosial.
F 30.1 Mania tanpa gejala psikotik
 Episode harus berlangsung minimal 1 minggu dan cukup
berat sampai mengacaukan pekerjaan dan aktivitas sosial.
 Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah
sehingga terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan
kebanyakan bicara, berkurangnya kebutuhan tidur, grandiose
ideas, dan terlalu optimistik.
F 30.2 Mania dengan gejala psikotik
 Gambaran klinis lebih berat dari mania tanpa gejala psikotik.
 Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat
berkembang menjadi waham kebesaran. Iritabilitas dan
kecurigaan menjadi waham kejar. Waham dan halusinasi
sesuai dengan keadaan afek.

B. Menurut DSM V
 Mood elasi, ekspansif atau iritabel yang menetap, selama periode
tertentu, berlangsung paling sedikit satu minggu (atau waktunya
bisa kurang dari satu minggu bila dirawat-inap)
 Selama periode gangguan mood tersebut, tiga (atau lebih) gejala di
bawah ini menetap dengan derajat berat yang bermakna:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya tidur
tiga jam)
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk
tetap berbicara.
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya
berlomba
5.Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus
eksternal yang tidak relevan atau tidak penting)
6.Meningkatnya aktivitas yang bertujuan (sosial, pekerjaan,
sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor
7.Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan yang berpotensi merugikan (investasi bisnis yang
kurang perhitungan, hubungan seksual yang sembrono, atau terlalu
boros)
 Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya yang
jelas dalam fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasa dilakukan,
hubungan dengan orang lain, atau memerlukan perawatan untuk
menghindari melukai diri sendiri atau orang lain, atau dengan
gambaran psikotik.
 Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi
lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid).

2.2.6 Tatalaksana
Pasien dengan mania akut dapat mengalami agitasi, agresif, dan
melakukan tindak kekerasan. Hospitalisasi sering diperlukan untuk
mengurangi risiko pasien melukai dirinya atau orang lain. Selain itu
pasien sering tidak patuh terhadap pengobatan karena tilikan yang
buruk sebaiknya juga dirawat.
Oral
• Lini I
Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR,
aripiprazol, litium atau divalproat+risperidon, litium atau
divalproat+quetiapin, litium atau divalproat+olanzapin, litium atau
divalproat + aripiprazol
• Lini II
Karbamazepin, terapi kejang listrik (TKL), litium+divalproat,
paliperidon
• Lini III
Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat+haloperidol,
litium+karbamazepin, klozapin

Tidak direkomendasikan
Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon+karbamazepin,
olanzapin+karbamazepin

Injeksi
Lini I
- Injkesi IM Aripiprazol, dosis adalah 9,75 mg/mL injeksi, maksimum
adalah 29,25mg/hari (tiga kali injeksi per hari dengan interval dua jam).
- Injeksi IM Olanzapin, dosis 10 mg/injeksi, maksimum adalah 30
mg/hari. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam.

Lini II
- Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah
30 menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.
- Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dosis 20-30 mg/hari.
Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi haloperidol IM. Jangan
dicampur dalam satu jarum suntik

Intevensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, Cognitive


Behavioural Therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi
kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau
psikososial lainya. Intervensi psikososial sangat perlu untuk
mempertahankan keadaan remisi.

2.3 Bipolar
2.3.1 Definisi
Gangguan bipolar yaitu gangguan mood yang kronis dan berat yang
ditandai dengan episode mania, hipomania, campuran, dan depresi.
Sebelumnya gangguan bipolar disebut dengan manik depresif,
gangguan afektif bipolar, atau gangguan spectrum bipolar.

2.3.2 Epidemiologi
Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan
dengan gangguan depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di
Indonesia hanya sekitar 2% sama dengan prevalensi skizofrenia.
Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset gangguan
bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun
atau lebih. Rata-rata usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan
bipolar cenderung mengenai semua ras.

2.3.3 Etiologi
Penyebab gangguan bipolar multifaktor. Secara biologis dikaitkan
dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress yang
menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan
banyak lagi faktor lainnya.
Faktor Genetik
Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemungkinan menderita
suatu gangguan mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan
melebar. Sebagai contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih
kecil kemungkinannya dari pada sanak saudara derajat pertama.
Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-
kira 50 persen pasien Gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu
orangtua dengan suatu Gangguan mood, paling sering Gangguan
depresif berat. Jika satu orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat
kemungkinan 25 persen bahwa anaknya menderita suatu Gangguan
mood. Jika kedua orangtua menderita Gangguan bipolar, terdapat
kemungkinan 50-75 persen anaknya menderita Gangguan mood.

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara Gangguan


bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat
diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat.
Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18
sentromer, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom
ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) beresiko rendah
menderita Gangguan bipolar.

Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala


bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter
dengan Gangguan bipolar. Neurotransmitter tersebut adalah dopamine,
serotonin, noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan
neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode
monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, cathecol-
ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan
penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic
factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam
regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan perlindungan neuron otak.
BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF
terletak pada kromosom 11p13. Terdapat tiga penelitian yang mencari
tahu hubungan antara BDNF dengan Gangguan bipolar dan hasilnya
positif.

Faktor Biologis
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan
penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging
(MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah
substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks
prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen
Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale
dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus
merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood
dan afek).

Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang


pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit
menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga
mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah
oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf
tidak berjalan lancar.

Faktor Lingkungan
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan
penting dalam Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan
yang sangat berperan pada kehidupan psikososial dari pasien dapat
menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress yang
menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan
perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama
tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan
mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak
sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang
berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood
selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.

2.3.4 Kriteria diagnostik


Kriteria diagnostik gangguan bipolar adalah sebagai berikut (Maslim, 2013):
A. Menurut PPDGJ III
F31 Gangguan afektif bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas
(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi
cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)
meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia
lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah
peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya
(adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk
hipomania (F30); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik , depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania
tanpa gejala psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan
gejala psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania
dengan gejala psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan
atau Sedang
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresi ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa
gejala psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat
dengan Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3);dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran dimasa lampau.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,
hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian
dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresif yang sama-
sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit
yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama
beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-
kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya
satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau
campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT.

B. Menurut DSM V
Gangguan Bipolar I
Episode Manik
 Mood elasi, ekspansif atau iritabel yang menetap, selama periode
tertentu, berlangsung paling sedikit satu minggu (atau waktunya
bisa kurang dari satu minggu bila dirawat-inap)
 Selama periode gangguan mood tersebut, tiga (atau lebih) gejala di
bawah ini menetap dengan derajat berat yang bermakna:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya tidur
tiga jam)
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk
tetap berbicara.
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya
berlomba
5.Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus
eksternal yang tidak relevan atau tidak penting)
6.Meningkatnya aktivitas yang bertujuan (sosial, pekerjaan,
sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor
7.Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan yang berpotensi merugikan (investasi bisnis yang
kurang perhitungan, hubungan seksual yang sembrono, atau terlalu
boros)
 Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya yang
jelas dalam fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasa dilakukan,
hubungan dengan orang lain, atau memerlukan perawatan untuk
menghindari melukai diri sendiri atau orang lain, atau dengan
gambaran psikotik.
 Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi
lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid).

Episode hipomanik
 Mood elevasi, ekspansif atau iritabel, menetap, paling sedikit
empat hari, mood jelas terlihat berbeda dengan mood biasa atau
ketika tidak sedang depresi
 Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut
menetap (empat bila mood hanya iritabel), dengan derajat berat
yang cukup bermakna:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya
tidur tiga jam)
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk
tetap berbicara.
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran
yang berlomba
5. Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus
eksternal yang tidak relevan atau tidak penting)
6. Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan (sosial,
pekerjaan, sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan yang berpotensi merugikan (investasi bisnis yang
kurang perhitungan, hubungan seksual yang sembrono, atau
terlalu boros)
 Episode yang terjadi berkaitan dengan perubahan yang jelas
dalam fungsi yang tidak khas bagi bagi orang tersebut ketika ia
tidak ada gejala
 Perubahan mood dan fungsi tersebut dapat terlihat oleh orang lain
 Episode yang terjadi tidak cukup berat untuk menyebabkan
hendaya yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan, atau tidak
memerlukan perawatan, atau tidak ada gambaran psikotik.
 Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, atau terapi
lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid).
Episode depresi mayor
 Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, dalam
dua minggu, dan memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi.
Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (1) mood depresi
atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
1. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap
hari, yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya,
merasa sedih atau hampa), atau yang dapat diobservasi oleh orang
lain (misalnya, terlihat menangis). Catatan: pada anak-anak atau
remaja, mood bisa bersifat iritabel.
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada
semua, atau hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap
hari (yang diindikasikan oleh laporan subjektif atau diobservasi
oleh orang lain)
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diit
atau peningkatan berat badan (misalnya, perubahan berat badan
lebih dari 5% dalam satu bulan) atau penurunan atau peningkatan
nafsu makan hampir setiap hari.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat
diobservasi oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif
tentang adanya kegelisahan atau perasaan menjadi lamban).
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari
7. Rasa tidak berharga atau berlebihan atau rasa bersalah yang
tidak pantas atau sesuai (mungkin bertaraf waham) hampir setiap
hari (tidak hanya rasa bersalah karena berada dalam keadaan
sakit)
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi,
ragu-ragu, hampir setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif
atau dapat diobservasi oleh orang lain)
9. Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati),
berulangnya ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau
tindakan-tindakan bunuh diri atau rencana spesifik untuk
melakukan bunuh diri.
 Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinik atau terjadinya hendaya social, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya.
 Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat
(misalnya penyalahgunaan zat atau obat) atau kondisi medik
umum (misalnya hipotiroid).
Episode campuran
 Memenuhi kriteria episod manik dan episod depresi mayor (kecuali
untuk durasi) hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu.
 Kejadian manik dan depresi mayor tidak dapat dijelaskan sebagai
gangguan skizoafekif, skizofrenia, gangguan skizofreniform,
gangguan waham, dan spektrum skizofrenia dan gangguan psikotik
lainnya.

Gangguan Bipolar II
Episode hipomanik
 Mood elevasi, ekspansif atau iritabel, menetap, paling sedikit
empat hari, mood jelas terlihat berbeda dengan mood biasa atau
ketika tidak sedang depresi
 Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut
menetap (empat bila mood hanya iritabel), dengan derajat berat
yang cukup bermakna:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya
tidur tiga jam)
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk
tetap berbicara.
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran
yang berlomba
5. Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus
eksternal yang tidak relevan atau tidak penting)
6. Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan (sosial,
pekerjaan, sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan yang berpotensi merugikan (investasi bisnis yang
kurang perhitungan, hubungan seksual yang sembrono, atau
terlalu boros)
 Episode yang terjadi berkaitan dengan perubahan yang jelas
dalam fungsi yang tidak khas bagi bagi orang tersebut ketika ia
tidak ada gejala
 Perubahan mood dan fungsi tersebut dapat terlihat oleh orang lain
 Episode yang terjadi tidak cukup berat untuk menyebabkan
hendaya yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan, atau tidak
memerlukan perawatan, atau tidak ada gambaran psikotik.
 Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, atau terapi
lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid).
Episode depresi mayor
 Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, dalam
dua minggu, dan memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi.
Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (1) mood depresi
atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
1. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap
hari, yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya,
merasa sedih atau hampa), atau yang dapat diobservasi oleh orang
lain (misalnya, terlihat menangis). Catatan: pada anak-anak atau
remaja, mood bisa bersifat iritabel.
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada
semua, atau hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap
hari (yang diindikasikan oleh laporan subjektif atau diobservasi
oleh orang lain)
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diit
atau peningkatan berat badan (misalnya, perubahan berat badan
lebih dari 5% dalam satu bulan) atau penurunan atau peningkatan
nafsu makan hampir setiap hari.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat
diobservasi oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif
tentang adanya kegelisahan atau perasaan menjadi lamban).
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari
7. Rasa tidak berharga atau berlebihan atau rasa bersalah yang
tidak pantas atau sesuai (mungkin bertaraf waham) hampir setiap
hari (tidak hanya rasa bersalah karena berada dalam keadaan
sakit)
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi,
ragu-ragu, hampir setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif
atau dapat diobservasi oleh orang lain)
9. Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati),
berulangnya ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau
tindakan-tindakan bunuh diri atau rencana spesifik untuk
melakukan bunuh diri.
 Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinik atau terjadinya hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya.
 Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat
(misalnya penyalahgunaan zat atau obat) atau kondisi medik
umum (misalnya hipotiroid).
Episode campuran
 Memenuhi kriteria episode hipomanik dan episod depresi mayor
 Tidak pernah terdapat episode manik
 Kejadian hipomanik dan depresi mayor tidak dapat dijelaskan
sebagai gangguan skizoafekif, skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham, dan spektrum skizofrenia dan
gangguan psikotik lainnya.
 Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinik atau terjadinya hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya.

2.3.5 Tatalaksana
Terapi Gangguan Bipolar, Agitasi Akut
Terapi Gangguan Bipolar, episode mania akut
Terapi Gangguan Bipolar I, episode depresi akut
Terapi Gangguan Bipolar I, episode depresi akut
Intevensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, Cognitive
Behavioural Therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi
kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau
psikososial lainya. Intervensi psikososial sangat perlu untuk
mempertahankan keadaan remisi.

2.3.6 Prognosis
Prognosis gangguan bipolar I lebih buruk bila dibandingkan dengan
gangguan depresi mayor.Sekitar 40%-50% pasien dengan gangguan bipolar
I mengalami kekambuhan dalam dua tahun setelah episod pertama.Sekitar
7% pasien dengan gangguan bipolar tidak mengalami
kekambuhan.Sebanyak 45% mengalami lebih dari satu episod dan 40%
menjadi kronik.Prognosis gangguan bipolar II belum begitu banyak diteliti.
Diagnosisnya lebih stabil dan merupakan penyakit kronik yang memerlukan
terapi jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai