Anda di halaman 1dari 120

DISKUSI PLENO BLOK 4.

2 MINGGU 5 Kelompok 26 D
SKENARIO
TERMINOLOGI
1. DOA : Death on arrival = Kondisi pasien atau korban yang ditemukan
telah meninggal secara klinis ketika datangnya petugas .
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa perlu dilakukan visum pada perempuan muda yang diperkosa
beberapa orang sejak dua hari yang lalu?
2. Bagaimmana pemeriksaan yang dilakukan pada perempuan tersebut?
3. Bagaimana pemeriksaan pada kasus pembunuhan?
4. Bagaimana cara membedakan apakah akibat bunuh diri atau pembunuhan?
5. Bagaimana menentukan kasus kematian akibat minum racun?
6. Mengapa perlu dilakukan laparotomi pada kasus tersebut?
7. Bagaimana identifikasi pada korban akibat tenggelam?
8. Bagaimana penangganan pada korban meninggal sebelum dilayani?
9. Bagaimana suatu keadaan dikatakan status doa dan syarat mengeluarkan surat
keterangan kematian?
10. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan status doa?
11. Bagaiman tanda-tanda kematian yang tidak wajar?
12. Bagaimana dasar hukum tentang penggalian kuburan kembali untuk identifikasi
ulang?
13. Bagaimana identifikasi jenazah melalui DNA?
BRAIN STORMING
Mengapa perlu dilakukan visum pada perempuan muda yang diperkosa beberapa
orang sejak dua hari yang lalu?
Visum merupakan surat perintah untuk melakukan penyelidikan terhadap jenazah
maupun orang hidup . Sesuai dengan KUHP 285 , jika terdapat pelanggaran maka
harus ditindaklanjuti secara hukum.
Dokter menentukan :
•tanda-tanda persetubuhan ( penetrasi penis kedalam vagina dan oral dan ejakulasi
atau adanya air mani didalam vagina atau anus)
•Tanda-tanda kekerasan(pingsan atau ketidakberdayaan saat ditemukan) ; pengaruh
obat,penyakit,alkohol,narkotik
BAGAIMMANA PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN PADA
PEREMPUAN TERSEBUT?
- Identitas
- Kronologis
- Pemeriksaan fisik
- Tanda tanda kekerasan ( lebam dan luka)
- Genital ( lebam,luka,swab cairan,letak dan arah)
- Anal ( luka,lecet,swab cairan mani)
- Riwayat haid
BAGAIMANA PEMERIKSAAN PADA KASUS
PEMBUNUHAN?
Aspek-aspek klinik pada korban hidup:
- anamnesis ( kronologis,waktu)
- Pemfis ( deskripsikan dan hitung luka)
- Luka : - ( tumpul;memar,lecet terbuka, tajam; tepi rata/tidak)
BAGAIMANA CARA MEMBEDAKAN APAKAH AKIBAT
BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN?
Ditentukan melalui penyelidikan pihak berwajib dan dokter hanya mencari tanda
tanda ditubuh korban
BAGAIMANA MENENTUKAN KASUS KEMATIAN AKIBAT
MINUM RACUN?
2 kategori:
1. Sebab kematian ( sianida,CO)
2. Rekontruksi ( kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri)

Pemeriksaan:
-Bau yg keluar dari hidung dan mulut
-warna lebam mayat
-tanda korosif
Bercak dipakaian
Cairan dalam lambung
Pemfis
Lab
MENGAPA PERLU DILAKUKAN LAPAROTOMI PADA
KASUS TERSEBUT?
- Diagnostik : Cedera organ dalam ,cairan dalam rongga tubuh, dalamnya tusukan

- kaustik : Penangganan bila perdarahan dan mengancam jiwa


BAGAIMANA IDENTIFIKASI PADA KORBAN AKIBAT
TENGGELAM?
Kematian terjadi baik sebelum maupun sesudah
Asfiksia akibat :
-Spasme laring
-Gurgling
-Air dalam lambung dan alveoli

Identifikasi :
-Luar jenazah ( basah, busa dari hidung/mulut,kulit keriput,kaku pada bagian tubuh terakhir
digunakan)
-dalam jenazah ( saluran pernapasan, GIT)
- Cairan jenazah
BAGAIMANA SUATU KEADAAN DIKATAKAN STATUS
DOA DAN SYARAT MENGELUARKAN SURAT
KETERANGAN KEMATIAN?
Klasifikasi doa :
- Kematian dalam perawatan medis
- Kematian tidak wajar

SKK : menyatakan identitas dan penyebab kematian seseorang


 Tidak boleh dikeluarkan jika dicurigai tindak pidana
 Penyelidikan diluar faskes harus diselidiki
 Pembagiannya : Identitas, penyebab kematian, penutup

Doa : no vital sign saat datang ke faskes


BAGAIMAN TANDA-TANDA KEMATIAN YANG TIDAK
WAJAR?
Ada tanda-tanda kekerasan:
- luka
- lebam
- patah tulang
- lebam mayat dengan warna yang berbeda
BAGAIMANA DASAR HUKUM TENTANG PENGGALIAN
KUBURAN KEMBALI UNTUK IDENTIFIKASI ULANG?
KUHP 133-136 : penggalian mayat
Pasal 134 ayat 1: Ekshumasi harus diberitahukan kepada keluarga”
Pasal 22 : pihak keluarga tidak berhak menahan ekshumasi
Dibawa langsung ke bagian forensik
BAGAIMANA IDENTIFIKASI JENAZAH MELALUI DNA?

Merupakan identifikasi mayat secara primer:


- DNA
- sidik jari
- odontologi
Pemeriksaan DNA :
- biaya mahal
- susah
- fokus ke inti sel
- contoh pada kasus : korban pembunuhan ,identifikasi mayat yang hancur
LEARNING OBJECTIVE
FORENSIK
MOLEKULER
DNA forensik:
a. DNA inti/nuclear DNA/core DNA
b. DNA mitokondria
PEMANFAATAN NDNA PROFILLING
DALAM BIDANG FORENSIK
Menegakkan identitas seseorang pada kasus: kejahatan seksual
kriminalitas (pembunuhan), kecelakaan/bencana massal, orang
hilang, perang, bayi yang tertukar, amnesia/orang cacat dan
kesalahan identitas
Membebaskan orang tak bersalah
Identifikasi postmortem: kecelakaan, bencana, pembusukan, tubuh
termutilasi, kerangka, ekshumasi, jaringan yang terawetkan.
Pemecahan kasus ragu ayah, ragu ibu, ragu kekerabatan lainnya.
kasus perzinahan, incest, anak hasil perkosaan, peradilan anak hasil
hubungan diluar nikah, kesalahan penetapan ayah seorang anak.
kasus pemerasan, kasus keimigrasian, penentuan identitas anak
kembar, identifikasi jenis kelamin.
PEMERIKSAAN NDNA

1. Pengumpulan dan pengawetan sampel


2. Isolasi/ekstraksi DNA
3. Pengukuran kadar dan kemurnian DNA
4. Amplifikasi PCR
5. Elektroforesis
6. Jika genotyping konvensional: RFLP (pemotongan dengan enzim restriksi) 
analisis data  kesimpulan
7. Jika pemeriksaan STR digunakan elektroforesis kapiler otomatis 
elektroforegram  analisis data  kesimpulan
1. PENGUMPULAN DAN PENGAWETAN
SAMPEL
DNA ada pada semua sel tubuh
Sumber nDNA: Darah (whole blood), Otot, Tulang, Gigi, Rambut (folikel), Urine
(sel-sel yang terikut dalam filtrasi ginjal), sperma.
Bisa pada pakaian yang dipakai lama dan didaerah yang basah (mis: aksila) 
keringat, epitel
Benda yang pernah di sentuh, dll
Jaga sampel dari kerusakan/degradasi DNA
Hindari kontaminasi  antar 2 individu
Purity of DNA template  hindarkan kontaminasi DNA lain (peneliti memakai
APD)
Pengawetan dan penyimpanan sampel misalnya dengan formalin, nitrogen,parraffin
block  untuk jaringan, kalau darah dengan EDTA  kulkas. Darah bisa dikemas
dalam kartu FTA
Label  harus
2. EKSTRAKSI/ISOLASI DNA

Melisiskan sellysis buffer


Melisiskan nukleus
Lalu hilangkan proteinnya. Lysis buffer+proteinase  diamkan semalam lalu kasih
fenolkloroformsentrifuge.
Simpan dikulkas suhu 4 c agar tidak rusak.
3. MENILAI KADAR DAN KEMURNIAN
DNA
Menilai hasil ekstraksi DNA : spektrofotometer (murah, ada blankocahaya dengan
panjang gelombang tertentu).
Elektroforesis.
Hasil ekstraksi DNA; jumlah DNA (100ng/ul baru bisa di PCR)
4. AMPLIFIKASI PCR

Komponen reaksi PCR/proses PCR


1. DNA templatebahan yang akan dianalisis
2. 1 pasang primer
3. dNTPmixbahan baku sintesis nukleotida
4. PCR buffer
5. DNA polimerasepemanjangan DNA
6. Airpenyesuaian volume
Langkah-langkah PCR
1. Denaturasi
Ikatan hidrogen rusak,semuanya bisa lepas  double strands  single
strands
Misalnya suhu 94 C selama 4 menit
2. Annealing  penempelan primer
Primer  gene bank DNA pada gen yang akan diteliti. Setiap PCR
primernya sepasang (primer F dan R)
Misalnya suhu 55 C selama 1 menit
3. Elongasi
Bertambah panjang  DNA polimerase
Diakhir proses didapatkan lagi dua pita berpilin
Misalnya suhu 72 C selama 1 menit
Siklus akan berulang-ulang  Normal 32 siklus
5. ELEKTROFORESIS
Elektroforesis  memisahkan DNA berdasarkan panjang molekul, butuh
waktu 20-30 menit,butuh pewarnaan dengan ethidium bromide+UV.
Hasil tidak ada pitatidak ada DNA. Pita lebih pendeksuhu PCR
rendah. Pita lebih panjangmutasi insersi.
Proses elektroforesis:
1. Agarose
2. Tae Buffer
3. Panaskan sampai agarose larut
4. Cetak
5. Sampel hasil PCR dicampur dengan loading buffer
6. Tetesi sampel hasil PCR pada kotak-kotak agarose
7. Campur dengan ethadium bromide
6. GENOTYPING RFLP

Proses RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism) menggunakan enzim


restriksi/Enzim gunting DNA
Enzim ini berguna untuk rekayasa genetika dan konfirmasi apakah ada mutasi.
7. PEMERIKSAAN STR
•Combined DNA Index System (CODIS) yang merupakan database
elektronik profil DNA di AS yang terdiri dari 13 lokus STR.
Pemeriksaan CODIS STR diterapkan dibanyak negara termasuk
Indonesia (walaupun database DNA di Indonesia belum ada)
Teknik analisis hasil pemeriksaan STR DNA
1. Eksklusi  seseorang dapat disingkirkan, jika terdapat beda dua
atau lebih lokus STR yang diperiksa
2. Inklusi  seseorang tidak dapat disingkirkan dari kemungkinan
sebagai orang yang dicari, terjadi jika match pada semua lokus
STR yang diperiksa  perlu analisis statistik genetika populasi
dengan faktor koreksi berupa frekuensi alel masing-masing lokus
STR yang diperiksa  likelihood ratio  probability of identity.
Probability of identity inklusi: 99,99%
3. Inkonklusi: Misalnya hanya beda pada 1 alel lokus STR 
tambah marker yang diperiksa
DNA MITOKONDRIA

alasan pemanfaatan mtDNA untuk identifikasi:


Variasi tinggi
Diwariskan hanya dari garis ibu
Sebuah sel mengandung ribuan mitokondria  isolasi mtDNA mudah dilakukan
pada bahan yang memiliki sedikit sel (saliva), sel yang tidak berinti (epitel kulit,
batang rambut, kuku) atau yang sudah mengalami degradasi
PEMERIKSAAN MTDNA

Pengumpulan dan pengambilan sampel


Ekstraksi DNA
Amplifikasi PCR
Sequencing mtDNA  Variasi Sekuens
Analisis data
Kesimpulan
PEMANFAATAN MTDNA PROFILLING
DALAM BIDANG FORENSIK
1. mtDNA dapat dianalisis dengan jumlah sampel sangat sedikit karena tingginya
jumlah copy mtDNA..
2. sampel manusia yang telah terdegradasi berat masih dapat di lakukan
pemeriksaan mtDNA sedangkan STR- DNA tidak dapat.
3. Pola pewarisan maternal mtDNA bermanfaat untuk identifikasi kekerabatan
ketika sampel dari keluarga inti tidak bisa didapatkan sebagai referensi.
4. Studi genealogis/asal usul dan migrasi manusia
DOA DAN SKK
DOA
Suatu Keadaan di amna pasien meninggal di dalam perjalanan atau sebelum
sampai ke fasilitas kesehatan
Pada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke IGD (Death on
Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib.
Di negara Anglo-Saxon digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak
yang tidak terduga (sudden unexpected death) apapun penyebabnya harus
dilaporkan dan ditangani oleh Coroner atau Medical Examiner.
Pejabat tersebut menentukan tindakan lebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi
untuk pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Dalam keadaan tersebut surat keterangan
kematian (death certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical Examiner.
Pihak rumah sakit harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal
dari tubuh jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam coroner
diserahkan pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut.
Dengan demikian pihak POLRI yang akan menentukan apakah jenazah akan
diautopsi atau tidak. Dokter yang bertugas di IGD tidak boleh menerbitkan surat
keterangan kematian dan menyerahkan permasalahannya pada POLRI.
PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI KESEHATAN NOM OR 15 TAHUN 2010N 2009 NOMOR
162 /MENKES/PB/I/2010 TENTANG PELAPORAN KEMATIAN DAN PENYEBAB KE MATIAN

BAB III PENCATATAN PENYEBAB KEMATIAN Pasal 6


(1) Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan
penelusuran penyebab kematian.
(2) Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
metode autopsi verbal .
(3) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh dokter.
(4) Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) autopsi verbal dapat
dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih.
(5) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan melalui
wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum atau pihak lain yang mengetahui
peristiwa kematian.
(6) Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah setempat.
Kasus yang tidak boleh diberikan diberikan surat keterangan kematian adalah:
-meninggal pada saat dibawa ke IGD
-meninggal akibat berbagai kekerasan
-meninggal akibat keracunan
-meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan
Kematian yang boleh dibuatkan surat keterangan kematiannya adalah yang cara
kematiannya alamiah karena penyakit dan tidak ada tanda-tanda kekerasan.
FORENSIK PATOLOGI
Forensik patologi->menangani jenazah
Mengetahui :
Cara kematian
Sebab kematian
Mekanisme kematian
OTOPSI
Pemeriksaan lengkap pada jenazah, meliputi pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, pengeluaran+pemeriksaan organ, dengan atau
tanpa pemeriksaan penunjang (Laboratorium).

Dasar hukum otopsi


Pasal 133 KUHAP
(1): intinya ver diminta oleh penyidik
(2): spv definitif tertulis
(3): label jenazah
Pasal 134 KUHAPpenyidik menjelaskan otopsi kpd keluarga 2x24 jamautopsi
Pasal 135 KUHAPekshumasi
Pasal 136 KUHAPpembiayaan autopsi
Pasal 222 KUHPancaman bagi yang menghalang-halangi otopsi
SYARAT PELAKSANAAN O.F.
Ada permintaan tertulis dari penyidik yg bersifat definitif
Ada persetujuan tertulis dari pihak keluarga/ahli waris korban*
Cat.Penyidik: Pejabat Kepolisian RI serendah2nya
Ka.PolSek berpangkat serendah2nya IPDA; Polisi
Militer (min.Kapten); Pjbt Sipil (Hakim, Jaksa).
TATA TERTIB OTOPSI
Masyarakat umum tak diijinkan berada dalam ruang otopsi
Ahli waris/keluarga korban diberi kesempatan sejenak untuk melihat
keadaan jenazah.
Jaga ketenangan, junjung tinggi etika dan jangan sia2kan jenazah
Awali dan akhiri dg do’a
PERSIAPAN SEBELUM AUTOPSI
Kelengkapan surat
Kepastian mayat
Pengumpulan keterangan selengkap mungkin
Periksa kelengkapan alat2 autopsi: termasuk botol2
formalin untuk pem PA, tabung2 darah,isi lambung,
jaringan utk pem toksikologi
HAL POKOK PADA AUTOPSI FORENSIK
Autopsi harus dilakukan sedini mungkin
Autopsi harus dilakukan lengkap
Autopsi dilakukan dokter
Pemeriksaan dan pencatatan seteliti mungkin
I. PEMERIKSAAN LUAR

Pemeriksaan dilakukan dari ujung rambut kepala sd kaki,


tujuannya:
1. Menentukan identitas
2. Memastikan keamanan pengelolaan jenazah
3. Memeriksa benda2 di sktr jenazah
( 1 – 3 dlm rangka identifikasi )
4. Menilai keadaan umum jenazah
5. Mencari tanda kematian sekunder
6. Mencari tanda kekerasan/kelainan
TEKNIK PEMERIKSAANA. LUAR
Identifikasi
1. Label
2. Bungkus Mayat
3. Benda samping mayat
4. Pakaian
5. Perhiasan
6. Antropometri
7. Ciri khusus
8. Rambut
9. Mata
10.Hidung
11.Telinga
12.Gigi
PEMERIKSAAN DALAMrongga kepala, dada, dan perut-
Dilakukan pembukaan
panggul
Setiap organ dalam diperiksa secara makroskopik:
Inspeksi luar, palpasi, timbang dan irisan/penampang
Jika diperlukan dilakukan pemeriksaan PA dan toksikologi
Semua organ dikembalikan ke tempatnya
TAHAP PEMERIKSAAN DALAM
Dimulai dengan seksi/irisan kulit.
Membuka, mengamati bagian dalam rongga tubuh (dada
dan perut) dan kepala.
Mengangkat, melepaskan, mengukur, menimbang, memeriksa
organ (termasuk membedah organ).
Penilaian organ: dimensi,permukaan,konsistensi,kohesi,
potongan penampang melintang
Teknik otopsi: Rokistansky, Letulle, Ghon, Virchow
Teknik Virchow (tertua)organ dikeluarkan satu per satu
dan langsung diperiksa (hubungan anatomik antar
organ/sistem hilang)
Teknik Rokistanskyrongga tubuh dibuka, organ diperiksa
in situorgan dikeluarkan enbloc
Teknik Letullerongga tubuh dibuka, organ
leher,dada,diafragma dikeluarkan sekaligus (en masse)
dsb dl (hubungan antar organ dipertahankan)
Teknik Ghonrongga tubuh dibuka, organ leher dan
dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, organ
urogenital diangkat keluar sebagai 3 kumpulan organ
(bloc)
KESIMPULAN AUTOPSI
Identitas jenazah
Perlukaan dan kekerasan penyebabnya
Sebab dan mekanisme kematian
Perkiraan saat kematian
VISUM ET REPERTUM
DEFINISI
Visum Et Repertum adalah laporan tertulis yg dibuat oleh dokter berdasarkan
sumpah jabatan mengenai apa yg dilihat / diperiksa berdasarkan keilmuan, atas
permintaan tertulis dari pihak yg berwajib, untuk kepentingan peradilan
BAGIAN-BAGIAN V ET R
PROJUSTITIA: (arti “demi keadilan”); bebas meterai
PENDAHULUAN:
 Memuat: Identitas pemohon V et R
Identitas dokter yg memeriksa
Identitas korban
Tempat dilakukan pemeriksaan
Keterangan lain:
- kapan korban dirawat
- kapan korban mati
- cara kematian korban
PEMBERITAAN:
Memuat:
 Hasil pemeriksaan luar
 Hasil pemeriksaan dalam
 Hasil pemeriksaan penunjang
PA
Toxicology
KESIMPULAN:
 Memuat:
Identitas Jenasah
Kelainan tubuh korban:
- Pemeriksaan luar
- Pemeriksaan dalam
Hub. sebab akibat & kelainan pemeriksaan
Sebab & saat kematian korban
PENUTUP:
 Memuat:
Pernyataan V et R dibuat berdasarkan sumpah jabatan LN. No.
350 Th. 1937 dan tanda tangan dokter
KEKUATAN / DAYA BUKTI V ET R
Terletak pada bagian pemberitaan sebagai kesaksian dokter
Bagian kesimpulan merupakan pendapat pribadi dokter, tidak harus diikuti hakim
PENGATURAN TENTANG ALAT BUKTI YG SAH TERDAPAT DALAM:
K.U.H.A.P. PASAL 184 YG BERBUNYI:
1. Alat bukti yang sah ialah:
a) Keterangan saksi
b) Keterangan ahli
c) Keterangan terdakwa
d) Surat (V et R masuk di sini)
e) Petunjuk

2. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan


YANG BERHAK MEMINTA V ET R
Menurut K.U.H.A.P. Pasal 133: Penyidik.
Penyidik (menurut K.U.H.A.P. Pasal 6)
1) Penyidik adalah:
a) Pejabat polisi negara R.I.
b) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh U.U.
2) Syarat kepangkatan pejabat diatur lebih lanjut dalam P.P (Sekarang sekurang-kurangnya
Pelda)
YANG BERHAK MELAKUKAN PEMERIKSAAN
K.U.H.A.P. Pasal 133:
 Ahli Kedokteran Kehakiman
 Dokter
 Ahli lain
MACAM-MACAM BARANG BUKTI
1. Benda hidup (manusia)
2. Benda mati (jenasah)
-> Dasar hukum pemeriksaan: K.U.H.A.P. Pasal 133
-> Laporan pemeriksaan: Visum et Repertum
3. Benda / bagian tubuh manusia:
Misal: darah, air mani
-> Dasar hukum pemeriksaan: K.U.H.A.P. Pasal 120
-> Laporan pemeriksaan: Expertise
PERSYARATAN PERMINTAAN PEMERIKSAAN
MAYAT
1. Permintaan secara tertulis oleh yang berwenang
2. Jenis pemeriksaan disebut
3. Dugaan sebab kematian dengan kata-kata mencerminkan
peristiwa pidana
4. Mayat diberi label, di lak, dan cap jabatan
5. Keluarga korban setuju
6. Surat permintaan dikirim bersama mayat
MACAM-MACAM VISUM ET REPERTUM
Ditinjau dari segi barang-barang bukti:
1. V et R untuk benda hidup
2. V et R untuk benda mati

Ditinjau dari segi visum:


1. V et R Sementara
2. V et R Lanjutan
3. V et R Difinitif
AD. 1) V ET R SEMENTARA
Dibuat untuk korban hidup di mana kwalifikasi luka belum dapat
ditentukan
Ciri:
1. Pada kop tertulis: V et R Sementara
2. Kesimpulan: Hanya dapat ditulis jenis luka & jenis kekerasan
3. Demikianlah V et R Sementara dibuat dengan mengingat sumpah
pada waktu menerima jabatan
4. Hanya berlaku 20 hari
5. Hanya dibuat 1x
AD. 1) V ET R SEMENTARA
Guna:
 Menentukan ada tidaknya tindak pidana
 Mengarahkan penyidikan
 Menentukan penahanan sementara (bagi polisi)
 Menentukan tuntutan (bagi jaksa)
 Data dasar tindak lanjut terapi penyakitnya (bagi dokter)
AD. 1) V ET R SEMENTARA
Kesimpulan V et R Sementara terdiri dari 3 kriteria:
1. Macam luka
2. Penyebab terjadinya luka
3. Memerlukan perawatan atau tidak
AD. 1) V ET R SEMENTARA
Contoh V et R Sementara:
 Terdapat luka …. di … korban akibat … (kekerasan …)
Korban tersebut setuju / menolak perawatan. Perawatan / pengobatan lanjutan dilakukan di poliklinik
/ puskesmas / R.S. … bagian … dengan registrasi no. … (oleh dokter …)
V et R Lanjutan akan dibuat setelah perawatan / pengobatan lanjutan selesai oleh dokter yang
mengobati korban
AD. 2) V ET R LANJUTAN
Dibuat jika si korban telah selesai dirawat.
Ciri:
1. Pada kop tertulis: V et R Lanjutan
2. Kesimpulan: Selain jenis luka dan jenis kekerasan,
juga dapat ditentukan derajat penyakit / lukanya.
3. Demikianlah V et R Lanjutan dibuat dgn mengingat
sumpah pada waktu menerima jabatan
4. Hanya berlaku untuk waktu 20 hari
5. Bisa dibuat lebih dari 1 buah
AD. 2) V ET R LANJUTAN
Guna = V et R Sementara
Contoh V et R Lanjutan:
 Kesimpulan (luka sedang):
Terdapat luka … di … korban, akibat … yang sesuai dengan V et R
Sementara no. … ternyata telah memerlukan perawatan / pengobatan
lanjutan korban selama … hari / bulan.
Korban tidak dapat menjalankan tugas jabatan / mata pencaharian
sebagai … (menurut polisi / korban sendiri) selama … hari / bulan
AD. 3) V ET R DEFINITIF
Mencakup V et R seketika / langsung (diberikan pada luka
ringan atau V et R Jenazah) dan V et R Lanjutan yg paling
akhir (luka sedang atau berat)
Ciri:
1. Pada kop tertulis V et R Definitif
2. Kesimpulan:
 Sebab kematian
 Mekanisme
 Perkiraan saat kematian
AD. 3) V ET R DEFINITIF
3. Demikianlah V et R Definitif dibuat dengan mengingat sumpah
pada waktu menerima jabatan.
4. Berlaku seterusnya sampai ke pengadilan.
Contoh V et R Definitif
Kesimpulan:
Matinya orang ini akibat (sebab) … di … (regio) … yang
menyebabkan … (mekanisme) …
Perkiraan saat kematian adalah antara (jam … / tanggal …)
sampai jam … / tanggal …
KWALIFIKASI (GRADASI) LUKA MENURUT ISTILAH MEDIS &
HUKUM
Istilah Hukum K.U.H.P Istilah Medis
(Sebagai Dasar) (Tersurat) (Tersurat /
Disesuaikan)
 Penganiayaan  Bab XX  Adanya luka

(Merusak kesehatan (hasil obyektif


orang dengan penganiayaan)
sengaja)
Istilah Hukum K.U.H.P Istilah Medis
(Sebagai Dasar) (Tersurat) (Tersurat /
Disesuaikan)
 Ringan: Tidak  352 Ayat 1  Ringan
menyebabkan sakit (3 bulan) (derajat I)
atau halangan
pekerjaan / jabatan

 Sedang: Sakit /  351 Ayat 1  Sedang


halangan pekerjaan / (2 thn 8 bln) (derajat II)
jabatan sementara
Istilah Hukum K.U.H.P Istilah Medis
(Sebagai Dasar) (Tersurat) (Tersurat /
Disesuaikan)
Berat:  351 Ayat 2  Berat
Menyebabkan luka (5 tahun) (derajat III)
berat (K.U.H.P. 90)
Kematian:  351 Ayat 3  Kematian
Menyebabkan mati (7 tahun) (derajat IV)
FORENSIK KLINIK
DEFINISI
pemeriksaan pasien hidup yang merupakan subjek dengan cedera atau tersangka
tersangkut kasus pelanggaran hukum dan memerlukan bukti medis. Pemeriksaan
korban kejahatan dan kasus pelanggaran hukum dengan tujuan untuk memperoleh,
mencatat/mendokumentasikan dan menginterpretasikan bukti medis.
KEBIJAKAN
• Yang melaksanakan pelayanan Forensik Klinik adalah dokter klinik yang
menangani atau yang memeriksa pasien, yaitu dokter yang bertugas di IGD
bagi pasien gawat darurat dan dokter yang bertugas di IRJ bagi pasien
yang masuk ke rawat jalan, serta dokter yang bertugas di ruang perawatan
bagi pasien yang dirawat
• Pembuatan VeR dilakukan oleh dokter klinik yang memeriksa atau
menangani pasien dibantu oleh dokter Forensik.
CONT
 Pemeriksaan / penanganan Forensik klinik dilakukan di IGD,IRJ, atau ruang
perawatan.
 Visum et Repertum dibuat bila ada surat permintaan dari kepolisian yang
datang bersama korban atau pasien, serta diantar langsung oleh polisi.
 Pasien yang disertai surat permintaan Visum et Repertum dikenakan biaya,
sesuai dengan ketentuan Rumah Sakit dan ketentuan KUHAP.
 Bila pasien datang tanpa permintaan Visum et Repertum hasil pemeriksaan
adalah menjadi rahasia pasien.
KEJAHATAN SEKSUAL
Kejahatan seksual (sexual offences), sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang
menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat
dengan Ilmu Kedokteran, khususnya Ilmu Kedokteran Forensik; yaitu di dalam upaya
pembuktian kejahatan tersebut memang telah terjadi.
Upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus kejahatan seksual
sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian ada tidaknya tanda-tanda
persetubuhan, ada tidaknya tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur, serta
pembuktian apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu untuk
dikawini atau tidak.
PERSETUBUHAN YANG MERUPAKAN KEJAHATAN

Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang-


undang, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tertera pada Bab XIV KUHP, yaitu
Bab tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan; yang meliputi baik persetubuhan di
dalam perkawinan maupun persetubuhan di luar perkawinan.
Di dalam upaya menentukan bahwa seseorang itu belum mampu dikawin dapat
menimbulkan permasalahan bagi dokter, oleh karena penentuan tersebut mencakup
dua pengertian, yaitu pengertian secara biologis dan pengertian menurut undang-
undang.
Visum et Repertum dapat memberikan kejelasan perihal perkiraan umur dari wanita,
apakah umurnya di bawah 12 tahun atau di bawah 15 tahun; perihal mampu atau
tidaknya dapat dikawin serta ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan (pasal 287
KUHP). Demikian juga kejelasan apakah umur wanita di atas 15 tahun serta ada
tidaknya tanda-tanda persetubuhan (pasal 284 KUHP).
PERKOSAAN
Umumnya negara-negara maju mendefinisikan perkosaan sebagai perbuatan
bersenggama yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan (force),
menciptakan ketakutan (fear), atau dengan cara memperdaya (fraud).
Bersenggama dengan wanita idiot atau imbisil juga termasuk perkosaan
(statutory rape), tidak mempersoalkan apakah wanita tersebut menyetujui
atau menolak ajakan bersenggama sebab dengan kondisi mental seperti itu
tidak mungkin yang bersangkutan mampu (berkompeten) memberikan konsen
yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.
Berdasarkan pasal 285 KUHP, perkosaan di Indonesia
digolongkan sebagai tindak pidana yang hanya dapat dilakukan
oleh laki-laki (male crime) terhadap wanita yang bukan istrinya
dan persetubuhannya pun harus bersifat intravaginal coitus.
Persetubuhan oral atau anal yang dilakukan dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan tidak dapat diklasifikasikan sebagai
perkosaan, melainkan perbuatan menyerang kehormatan
kesusilaan (pasal 289 KUHP).
Jadi tindak pidana perkosaan di Indonesia harus memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
Unsur pelaku, yaitu:
 harus orang laki-laki
 mampu melakukan persetubuhan

Unsur korban:
 harus orang perempuan
 bukan istri dari pelaku

Unsur perbuatan, terdiri atas:


 persetubuhan dengan paksa (against her will)
 pemaksaan tersebut harus dilakukan dengan menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan.
PEMBUKTIAN PERKOSAAN
Dokter hanya dapat diminta bantuannya untuk melakukan pemeriksaan
terhadap:
Korban, dengan tujuan untuk:
 Mengungkap apakah betul korban seorang perempuan.
 Mengungkap apakah betul telah terjadi senggama.
 Mengungkap identitas laki-laki yang menyetubuhi.
 Mengungkap apakah betul telah terjadi kekerasan fisik.

Tersangka, dengan tujuan untuk:


 Mengungkap apakah tersangka benar-benar laki-laki.
 Mengungkap apakah tersangka dapat melakukan senggama (tidak impoten).
TANDA-TANDA PERSETUBUHAN

 Tanda langsung:
 robeknya selaput dara akibat penetrasi penis.
 Lecet atau memar akibat gesekan-gesekan penis
 Adanya sperma akibat ejakulasi
 Tanda tidak langsung
 terjadinya kehamilan
 terjadinya penularan penyakit kelamin
TANDA-TANDA KEKERASAN

Kekerasan adalah tindakan pelaku yang bersifat fisik yang dilakukan dalam rangka
memaksa korban agar dapat disetubuhi. Termasuk kekerasan di sini adalah
penggunaan obat-obatan yang dapat mengakibatkan korban tidak sadar.
Pertama yang perlu dicatat adalah:
Waktu dan nama polisi yang mengantarkan korban/tertuduh ke
dokter di rumah sakit dengan permintaan visum et repertum.
Nama bidan atau perawat yang membantu dokter.
Waktu dan tempat dilakukan pemeriksaan.
Korban/tertuduh harus menandatangani formulir bersedia
diperiksa.
Anamnesis meliputi:
Nama, umur, tanggal lahir, pekerjaan.
Status perkawinan: belum kawin, kawin, cerai.
Tanggal haid terakhir, hamil
Persetubuhan sebelum kejadian: belum pernah/pernah
Terakhir tanggal, pukul, pakai kondom.
Obat kontrasepsi: ya/tidak, macam:
Obat lain : ya/tidak, macam:
Minuman keras: macam: , berapa banyak:, waktunya:
Anamnesis mengenai kejadian:
Kapan kejahatan terjadi.
Kapan melapor kepada polisi.
Di mana terjadi kejahatan ini, lukisan mengenai TKP.
Apa yang dilakukan tertuduh dari awal sampai terjadi persetubuhan.
Adakah tertuduh melakukan kekerasan
Adakah ancaman kekerasan dari tertuduh. Caranya:
Apakah korban pingsan. Mengadakan perlawanan.
Berteriak minta tolong. Apakah terjadi persetubuhan.
Seluruh penis masuk dalam vagina. Ada mani keluar dari vulva.
Waktu penetrasi berasa nyeri. Sudah buang air kecil, cebok, mandi, ganti pakaian.
PEMERIKSAAN MEDIK KORBAN KEJAHATAN
SEKSUAL
Status Umum:

Perhatikan: keadaan rambut, tampang muka, pakaiannya.


Keadaan kesadaran, emosi korban, mengantuk, sedih, menangis, gembira, pengaruh obat
penenang, narkotika, minuman keras.
Cara korban berjalan.
Ukur tinggi badan, timbang berat badan, perkiraan umur.
Korban/tertuduh diminta menanggalkan pakaian satu persatu. Dari ketiga data ini dapat
diambil kesimpulan bahwa korban dapat melakukan perlawanan atau tidak.
Dari umur yang perlu diperhatikan adalah: belum umur 12 tahun, belum 15 tahun, belum
genap 21 tahun. Kemudian periksa dan perhatikan tanda-tanda kekerasan.
Kepala:
Mata : pupil miotik, midriasis
Mulut : bekas pembungkaman.
Leher : bekas cekikan.
Dada:
Payudara : bekas gigitan, remasan. Buat foto dengan meletakkan skala.
Perut : bekas persentuhan dengan benda tumpul.
Punggung : bekas landasan yang tidak rata korban dipaksa berbaring.
Lengan : bekas tangkisan, bekas suntikan di lekuk siku, punggung
tangan.
Kuku : kumpulkan kotoran di bawah kuku, simpan dalam amplop.
Tungkai bawah : bekas suntikan.
Status lokalis: alat kelamin
Paha : ada kekerasan di bagian medial paha akibat
merenggangkan kedua paha yang diimpitkan korban.
Pubis: rambut kemaluan disisir dengan sisir halus, mencari rambut
asing. Rambut yang lepas, noda yang kering, dimasukkan amplop
yang bersih dan diberi keterangan yang cukup. Ambil contoh
rambut kemaluan korban, masukkan di amplop lain.
Alat kemaluan :
Bibir kemaluan: tanda kekerasan: lecet, memar, hiperemis.
Selaput dara : buat sediaan mikroskopik dari lendir sekitar selaput dara.
Perhatikan robekan baru/hampir sembuh. Sesuaikan lokasi robekan dengan jarum
pendek jam tangan.
Vagina dan serviks
Vagina diperiksa dengan spekulum. Adakah benda asing yang
tertinggal dalam vagina. Buat sediaan dari lendir di vagina dan
forniks vagina. Semua lendir yang ada di vagina dan forniks
vagina diambil dengan swab, dikeringkan pada suhu udara kamar
dan disimpan, mungkin di kemudian hari dapat dipakai untuk
menunjuk pelaku kejahatan dengan pemeriksaan DNA-
fingerprinting.
Pakaian:
Pakaian diperiksa satu persatu. Perhatikan adanya robekan atau noda. Kelau
robek, robekan itu baru atau sudah lama. Kancing baju yang tanggal, baru
atau sudah lama. Kalau baru, beritahu penyidik untuk mengusahakan
mendapatkan barang bukti itu. Perhatikan punggung pakaian. Ada bekas
landasan korban dipaksa tidur. Perhatikan tali BH yang putus, baru atau
lama. Kalau ada kelainan pada pakaian, pakaian yang dipakai dianggap
sebagai barang bukti dan dibungkus sesuai berita acara pembungkusan dan
diserahkan pada penyidik.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Sediaan basah
Sediaan kering
Bakteriologi
Biakan
Golongan darah
Serologi
Urine
PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA

Sebetulnya pemeriksaan medik terhadap tersangka hanya


diperlukan jika ia menyangkal dapat melakukan persetubuhan
karena impotensi.
Dalam kaitannya dengan impotensi tersebut, dokter hanya dapat
memastikannya jika ditemukan penyakit-penyakit organik yang
dapat mengakibatkan impotensi; seperti misalnya diabetes
mellitus, hernia scrotalis, atau hydrocele. Impotensi juga dapat
dialami laki-laki yang sudah tua. Yang agaknya sulit untuk
dibuktikan adalah impotensi yang bersifat psikis.
PENGUMPULAN DATA UNTUK MEMPERKIRAKAN
USIA
Perkiraan usia bisa berdasarkan:
Tinggi dan berat badan
Bentuk tubuh secara umum
Jumlah dan bentuk gigi
Perkembangan ciri-ciri seksual
Pemeriksaan dengan sinar-x
Tulang Penyatuan
1 Epikondilus lateralis 10-12 tahun

2 Epikondilus medialis 13-14 tahun

3 Ujung olekranon dan darah 14-15 tahun


4 Krista iliaka 17-19 tahun

5 Tuberositas isiadikus 18-20 tahun

6 Leher tulang femur 14 tahun

7 Pisiformis 9-12 tahun


LUKA, KEKERASAN, DAN PENGANIAYAAN

Pemeriksaan forensik pada korban yang diduga tindak pidana, dalam hal ini
penganiayaan (KUHP bab XX : tentang penganiayaan); khususnya pasal 351 dan
352, serta arti atau pengertian luka berat dalam pasal 90, berkaitan dengan
penentuan derajat atau kualifikasi luka. Penentuan tersebut amat menentukan putusan
hakim yang akan dijatuhkan pada terdakwa.
Pemeriksaan forensik yang dilakukan oleh dokter sebagaimana dituangkan dalam
Visum et Repertum, harus memuat kejelasan sebagai berikut:
Jenis luka yang ditemukan
Jenis kekerasan yang menyebabkan luka

Yang lazim dinyatakan oleh dokter di dalam kesimpulan VR kasus penganiayaan atau
perlukaan; terbatas pada jenis luka dan jenis kekerasan; dan bukan jenis senjata
yang melukai korban.
KLASIFIKASI JENIS LUKA BERDASARKAN JENIS
BENDA Trauma
Bentuk luka
Tumpul
Tidak teratur
Tajam
Teratur
Tepi luka Tidak rata Rata
Jembatan jaringan Ada Tidak ada
Rambut Tidak ikut terpotong Terpotong
Dasar luka Tidak teratur Berupa garis atau titik
Sekitar luka Ada luka lecet atau Tidak ada luka lain
memar
DESKRIPSI LUKA
Hal yang harus dideskripsikan pada pemeriksaan luka (secara sistematis):

Regio

Koordinat (x dan y)

Jenis

Ukuran

Arah

Bentuk

Tepi

Resapan darah

Jembaran jaringan

Sudut

Dalam

Dasar

Benda asing
Bunuh diri Pembunuhan Kecelakaan

Jumlah luka Banyak Banyak Satu atau banyak


Letak luka Pada daerah yan mudah Bagian tubuh yang Di mana saja,
dijangkau, misalnya bagian vital, misalnya biasanya bagian
depan dan samping tubuh, kepala, dada, tubuh yang menonjol.
seperti leher, pergelangan abdomen.
tangan, lipat paha, dada, dll.
Jenis luka Biasanya luka potong atau Lika tusuk, laserasi Abrasi, memar,
tusuk laserasi
Arah luka Dari kiri ke kanan dan dari atas Tidak tentu Tidak tentu
ke bawah
Tingkat Biasanya tidak parah Paling parah Tingkat keparahan
keparahan bervariasi
Luka lainnya Tidak ada Mungkin ada, karena Berkaitan dengan
ada perlawanan. kecelakaan
Pakaian Tidak rusak Biasanya rusak Rusak dan terkena
kotoran
Alat yang Terdapat di sekitar korban, Tidak ada Ada
menyebabkan dalam genggaman
luka
TOKSIKOLOGI FORENSIK
DEFINISI
Racun adalah zat yang bekerja dalam tubuh secara kimiawi dan fisiologis yang
pada dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan/kematian.

Pemeriksaan untuk mengetahui jenis racun yang masuk dan menyebabkan kematian
disebut pemeriksaan toksikologik
TOKSIKOLOGI DASAR
Menurut cara kerja atau efeknya racun dapat digolongkan sebagai berikut :
a. racun lokal ; zat korosif,zat iritan (arsen)
b. racun sistemik ; narkotik,barbiturat,dan alkohol.
c. racun campuran ; asam oksalat
kecepatan kerja racun, mulai dari masuk hingga menimbulkan efek bervariasi.
urutan rute dari yang paling cepat adalah
inhalasi,injeksi,oral,rektal/vaginal,kemudian secara topikal pada kulit sehat.
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pada
seseorang yaitu ; cara masuk,usia, kondisi tubuh,kebiasaan,alergi,struktur kimia dan
waktu pemberian
DIAGNOSIS
temuan riwayat kontak dengan racun pada anamnesis,
adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan akibat racun yang diduga
pembuktian bahwa sisa benda bukti adalah racun yang diduga
ditemukan racun dan metabolit dari analisis toksikologik spesimen darah/urin
autopsi ditemukan kelainan yang sesuai dengan racun yang diduga
disingkirkan penyebab kematian lain
PEMERIKSAAN JENAZAH KORBAN KERACUNAN
Pemeriksaan luar
-Pakaian dan kulit ;perhatikan bercak,bau,dan distribusi
-Lebam mayat ; perhatikan warna
-Warna bercak dan kulit sekitar mulut ; hitam (iodium),kuning (nitrat),dll
-Bau dari mulut dan hidung
-Kelainan lain ;bekas suntikan,kulit kuning,dll
PEMERIKSAAN DALAM
Rongga tengkorak ;perhatikan bau dan warna jaringan otak
rongga dada; perhatikan warna dan bau
rongga perut ; perhatikan warna dan bau serta kelainan lambung untuk racun yang
ditelan yaitu hiperemis,perlunakan pada kurvatura mayor lambung,ulserasi dengan
gambaran ulkus,perforasi
pemeriksaan urin
apabila sampel bisa segera diperiksa tidak diperlukan pengawet dan sampel cukup
disimpan dalam lemari es.
jika tidak dapat segera diperiksa sampel diawetkan dengan volume bahan
pengawet minimal 2 kali volume sampel.
bahan pengawet yang dapat digunakan ; alkohol absolut/larutan garam
jenuh,formalin,NaF 1%
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
DALAM PENGAMBILAN SAMPEL
1. pengambilan dilakukan sebelum tubuh korban diawetkan
2. tiap sampel disimpan dalam kemasan terpisah dan diberi label
3. penyegelan dilakukan oleh dokter dan dibuatkan berita acara
4. permintaan pemeriksaan toksikologi dilakukan oleh dokter dengan menyertakan
informasi singkat mengenai dugaan racun
5. setiap pengiriman disertai contoh bahan pengawet
6. apabila sample dari korban hiduo,gunakan desinfektan saat pengambilan darah
KASUS YANG PERLU PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI
Kematian mendadak akibat keracunan,pada kebakaran,disebabkan oleh efek
samping obat
kecelakaan fatal/tidak yang mengancam jiwa sendiri/orang lain
penyalahgunaan narkoba

kematian tidak wajar perlu dipikirkan

apakah ada keterlibatan obat atau racun sebagai penyebab terjadi


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai