Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

“MALPRAKTEK“

Disusun oleh :

Kadek yulianti

20710083

Dokter Pembimbing:

dr. Meivy Isnoviana, S.H, M.H

KEPANITERAAN KLINIK

SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Kadek Yulianti

NPM 20710083

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : SMF Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Periode Kepaniteraan Klinik : 30 Agustus 2021 s/d 12 September 2021
Judul : Malpraktek

Dokter Pembimbing : dr. Meivy Isnoviana, S.H, M.H

SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas


Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Rumah Sakit Umum Daerah Mohamad Saleh Probolinggo
Disetujui Oleh:

dr. Meivy Isnoviana, S.H, M.H

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa
menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul “malpraktek“. Penyusunan referat ini
diajukan untuk memenuhi tugas pada SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
dalam menempuh Pendidikan Profesi Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya juga dimaksudkan untuk menambah wawasan bagi penulis.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang
membantu terwujudnya laporan ini di antaranya:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2. dr. H. Agus Moch. Algozi, Sp.F (K) DFM, S.H, selaku Kepala Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
3. dr. Meivy Isnoviana, S.H, M.H, selaku Dokter Pembimbing Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
4. dr. Bambang Rudi Utantio, Sp. JP, selaku Dokter Pembimbing Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
5. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril, materil maupun spiritual.
Dalam penulisan referat ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan semoga referat
ini bisa bermanfaat untuk pembaca dan semua orang yang memanfaatkannya.

Surabaya, 5 september 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................................1

Halaman Pengesahan..........................................................................................................2

Kata Pengantar...................................................................................................................3

Daftar Isi............................................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang..........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi malpraktek..................................................................................................7

2.2 Macam macam malpraktek......................................................................................7

2.3 Unsur unsur malpraktek.........................................................................................10

2.4 Usaha menghindari malpraktek..............................................................................10

2.5 Sanksi sanksi malpraktek.......................................................................................12

BAB III CASE REPORT

3.1 Contoh Kasus…......................................................................................................15

3.2 Analisis Kasus…....................................................................................................15

3.3 Kaidah Dasar Moral................................................................................................19

3.4 Analisis 4 Box Method...........................................................................................22

3.5 Kategori Kasus.......................................................................................................23

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan............................................................................................................26

Daftar Pustaka..................................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan merupakan salah satu hal yang penting dalam hidup seseorang.
Ketika kesehatan seseorang terganggu, mereka akan berusaha bagaimana caranya
untuk menyehatkan tubuhnya kembali. Salah satu upaya mengembalikan
kesehatannya adalah datang pada sarana pelayanan kesehatan. Upaya mengembalikan
kesehatan tidak akan terwujud secara maksimal apabila tidak didukung dengan
pelayanan yang baik dari sarana pelayanan kesehatan tersebut. Seiring dengan
kemajuan teknologi dan kemudahan dalam mengakses informasi, masyarakat menjadi
semakin kritis. Masyarakat semakin peka dalam menyikapi persoalan, termasuk
memberikan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan petugas kesehatan.Sorotan
masyarakat yang tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan mengenai
tuntutan hukum terhadap dokter semakin meningkat. Hal itu dapat terjadi akibat
kesadaran hukum pasien yang semakin meningkat selain itu kesadaran atau semakin
mengertinya pasien mengenai hak-haknya ketika dirawat oleh seorang dokter.
Interpretasi yang salah di masyarakat luas bahwa kegagalan dokter dalam mengobati
pasien dianggap sebuah tindakan malpraktek, padahal seorang dokter tidak bisa
disalahkan bila tindakan yang dilakukaan dirinya dalam upaya penyembuhan pasien
sudah sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP).
Menurut Valentinv. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim digunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama, dari definisi tersebut malpraktek harus
dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian
tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Namun menurut World
Medical Association, tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktik medis.
Su Peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya yang terjadi saat dilakukan
tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak
termasuk dalam pengertian malpraktik atau kelalaian medik. Oleh karena itu
pengetahuan mengenai malpraktek penting untuk dipahami bagi tenaga kesehatan
dalam melaksanakan praktiknya, khususnya penyedia pelayanan kesehatan primer
seperti dokter umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Malpraktek

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” memiliki arti “salah”, “praktek” memiliki arti
“pelaksanaan” atau “tindakan” sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang
salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Dari segi hukum, malpraktek dapat terjadi
karena suatu tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu,
tindakan kelalaian (negligence) ataupun suatu kekurang mahiran/ketidak kompetenan yang
tidak beralasan. Professional misconduct yang merupakan kesengajan dalam bentuk
pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, jukum administratif serta hukum
pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud,
pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan
seksual, misreprentasi, keterangan palsu, menggunakan iptekdok yang belum teruji,
berpraktik tanpa SIP, berpraktik di luar kompetensinya.1

2.2 Macam Malpraktek

a. Ethical malpractice

Kombinasi antara interaksi profesional dan aktivitas tenaga pendukungnya serta


hal yang sama akan mempengaruhi anggota komunitas profesional lain dan menjadi
perhatian penting dalam lingkup etika medis. Panduan dan standar etika yang ada
terkait dengan profesi yang dijalaninya itu sendiri. Panduan dan standar profesi tersebut
mengarah pada terjadinya inklusi atau eksklusi orang – orang yang terlibat dalam
profesi tersebut. Kelalaian dalam menjalani panduan dan standar etika yang ada secara
umum tidak memiliki dampak terhadap dokter dalam hubungannya dengan pasien.
Namun, hal ini akan mempengaruhi
keputusan dokter dalam memberikan tata laksana yang baik. Hal tersebut dapat
menghasilkan reaksi yang kontroversial dan menimbulkan kerugian baik kepada
dokter, maupun kepada pasien karena dokter telah melalaikan standar etika yang ada.
Tindakan tidak profesional yang dilakukan dengan mengabaikan standar etika yang ada
umumnya hanya berurusan dengan komite disiplin dari profesi tersebut. Hukuman yang
diberikan termasuk pelarangan tindakan praktik untuk sementara dan pada kasus yang
tertentu dapat dilakukan tindakan pencabutan izin praktek.1,3
b. Legal malpractice, terdiri dari :

- Administrative malpractice

Administrative malpractice terjadi apabila dokter atau tenaga kerja


kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang
berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izin praktek,
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau iinnya, menjalanka
praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa
membuat catatan medik.
- Civil malpractice

Civil malpractice adalah tipe malpraktek dimana dokter karena


pengobatannya dapat mengakibatkan pasien meninggal atau luka tetapi dalam
waktu yang sama tidak melanggar hukum pidana. Sementara Negara tidak dapat
menuntut secara pidana, tetapi pasien atau keluarganya dapat menggugat dokter
secara perdata untuk mendapatkan uang sebagai ganti rugi. Tanggung jawab dokter
tersebut tidak berkurang meskipun pasien tersebut kaya atau tidak mampu
membayar. Misalnya seorang dokter yang menyebabkan pasien luka atau
meningggal akibat pemakaian metode pengobatan yang sama sekali tidak benar dan
berbahaya tetapi sulit dibuktikan pelangggaran pidananya, maka pasien atau
keluarganya dapat menggugat perdata. Dengan prinsip ini maka rumah sakit dapat
bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan oleh dokter asalkan dapat
dibuktikan bahwa
tindakan dokter itu dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit.

c. Criminal malpractice

Criminal malpractice terjadi ketika seorang dokter yang menangani sebuah kasus
telah melanggar undang-undang hukum pidana. Malpraktik dianggap sebagai tindakan
kriminal dan termasuk perbuatan yang dapat diancam hukuman. Hal ini dilakukan oleh
Pemerintah untuk melindungi masyarakat secara umum. Perbuatan ini termasuk
ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat – obat narkotika,
pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual
pada pasien yang sakit secara mental maupun pasien yang dirawat di bangsal psikiatri atau
pasien yang tidak sadar karena efek obat anestesi. Peraturan hukum mengenai tindak
kriminal memang tidak memiliki batasan antara tenaga profesional dan anggota masyarakat
lain.
Jika perawatan dan tata laksana yang dilakukan dokter dianggap mengabaikan atau
tidak bertanggung jawab, tidak baik, tidak dapat dipercaya dan keadaan - keadaan yang
tidak menghargai nyawa dan keselamatan pasien maka hal itu pantas untuk menerima
hukuman. Dan jika kematian menjadi akibat dari tindak malpraktik yang dilakukan, dokter
tersebut dapat dikenakan tuduhan tindak kriminal pembunuhan. Tujuannya memiliki
maksud yang baik namun secara tidak langsung hal ini menjadi berlebihan. Seorang dokter
dilatih untuk membuat keputusan medis yang sesuai dan tidak boleh mengenyampingkan
pendidikan dan latihan yang telah dilaluinya serta tidak boleh membuat keputusan yang
tidak bertanggung jawab tanpa mempertimbangkan dampaknya. Ia juga tidak boleh
melakukan tindakan buruk atau ilegal yang tidak bertanggung jawab dan tidak boleh
mengabaikan tugas profesionalnya kepada pasien. Criminal malpractice sebenarnya tidak
banyak dijumpai. Misalnya melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau
adanya dokter yang sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik,
(appendektomi, histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi
sematamata untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi
materialistis, hedonistis dan konsumtif, dimana kalangan
dokter turut terimbas, malpraktek diatas dapat meluas. 1

2.3 Unsur – unsur malpraktek

Dalam menentukan terjadinya malpraktek medik yang dilakukan oleh seorang


dokter haruslah memenuhi empat buah unsur yang dikenal dengan 4D (Kosberg v.
Washington Hospital Center, inc.) yaitu:
a. Unsur “Duty” (Kewajiban): – The existence of the physician's duty to the plaintiff,
usually based upon the existence of the physician-patient relationship (Adanya
kewajiban dokter yang tersirat saat terbentuknya hubungan dokter – pasien).
b. Unsur “Breach Of Duty / Derelict” (Pelanggaran Kewajiban)

The applicable standard of care and its violation (substandard conduct) (Penerapan
patokan pelayanan dan pelanggarannya, suatu pelayanan dibawah standar).
c. Unsur “Damage” (Kerugian / Kerusakan)

A compensable injury (Timbulnya kerugian yang dapat dituntut ganti-rugi).

d. Unsur “Direct Causation” (Hubungan Sebab-Akibat)

A causal connection between the violation of the standard care and the harm
complained of (hubungan kausal antarapelanggaran terhadap layanan standar dengan
kerugian yang diadukan).

2.4 Usaha – usaha menghindari malpraktek

- Semua tindakan sesuai indikasi medis pelayanan kesehatan, dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai kompetensi memiliki surat ijin tugas mengingat
informed consent dan rekam medik serta rahasia jabatan atau rahasia kesehatan dari
hasil pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan berdasarkan indikasi medis, standar
pelayanan, protap pelayanan dengan memperhatikan dan menjelaskan berbagai
resiko penyakit, keadaan pasien, dan tindakan kesehatan selanjutnya tenaga
kesehatan harus menerapkan etika umum dan
profesi dan bila tidak mungkin bisa ditangani yang bukan kompetensinya harus di
rujuk atau diserahkan kepada tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi.
- Bekerja sesuai standar profesi

Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, “Seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”. yang
dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran adalah yang
sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan pasien,
etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama. ilmu kedokteran yang
menyangkut segala pengetahuan dan keterampilan yang telah diajarkan dan dimiliki
harus dipelihara dan dipupuk, sesuai dengn fitrah dan kemampuan dokter tersebut.
Etika umum dan etika kedokteran harus diamalkan dalam melaksanakan profesi
secara tulus ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia, serta penampilan
tingkah laku, tutur kata dan berbagai sifat lain yang terpuji, seimbang dengan
martabat jabatan dokter.
- Standar sarana; meliputi segala sarana yang diperlukan untuk berhasilnya profesi
dokter dalam melayani penderita dan pada dasarnya dibagi 2 bagian, yakni :
a. Sarana Medis; meliputi sarana alat-alat medis dan obat-obatan.

b. Sarana Non Medis; meliputi tempat dan peralatan lainnya yang diperlukan oleh
seorang dokter dalam menjalankan profesinya.

- Standar perilaku; yang didasarkan pada sumpah dokter dan pedoman Kode Etik
Kedokteran Indonesia, meliputi perilaku dokter dalam hubungannya dengan penderita
dan hubungannya dengan dokter lainnya, yaitu :
a. Pasien harus diperlakukan secara manusiawi

b. Semua pasien diperlakukan sama

c. Semua keluhan pasien diusahakan agar dapat diperiksa secara menyeluruh.

d. Pada pemeriksaan pertama diusahakan untuk memeriksa secara


menyeluruh.

e. Pada pemeriksaan ulangan diperiksa menurut indikasinya.

f. Penentuan uang jasa dokter diusahakan agar tidak memberatkan pasien.

g. Dalam ruang praktek tidak boleh ditulis tarif dokter.

h. Untuk pemeriksaan pasien wanita sebaiknya agar keluarganya disuruh masuk


kedalam ruang praktek atau disaksikan oleh perawat, kecuali bila dokternya
wanita.
i. Dokter tidak boleh melakukan perzinahan didalam ruang praktek, melakukan
abortus, kecanduan dan alkoholisme.
- Standar catatan medik pada semua penderita sebaiknya dibuat catatan medik yang
didalamnya dicantumkan identitas penderita, alamat, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis,
terapi dan obat yang menimbulkan alergi terhadap pasien.
- Membuat informed consent

- Mencatat semua tindakan yang dilakukan

Penyedia layanan kesehatan bertanggung jawab atas mutu pelayanan medik di rumah
sakit yang diberikan kepada pasien. Rekam Medis sangat penting dalam mengemban
mutu pelayanan medik yang diberikan oleh rumah sakit beserta staf mediknya. Rekam
Medis merupakan milik rumah sakit yang harus dipelihara karena bermanfaat bagi
pasien, dokter maupun bagi rumah sakit. Tanggung jawab utama akan kelengkapan
rekam medis terletak pada dokter yang merawat. Tahap memperdulikan ada tidaknya
bantuan yang diberikan kepadanya dalam melengkapi rekam medis oleh staf lain di
rumah sakit. Dokter mengemban tanggung jawab terakhir akan kelengkapan dan
kebenaran isi rekam medis.
- Apabila ragu-ragu konsultasikan dengan konsulen

2.5 Sanksi malpraktek

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


a. Pasal 359 “Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum
penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama- lamanya satu tahun.”

b. Pasal 360 “Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang luka berat


dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama- lamanya 1
tahun.”

c. Pasal 361 “Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang menjadi sakit atau
tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaanya sementara, dihukum
dengan selamalamanya sembilan bulan atau hukuman selama- lamanya enam
bulan atau hukumkan denda setinggi-tingginya Rp 4.500.000,00.

2. Undang-Undang Praktik Kedokteran

a. Pasal 75 ayat 1 “Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00.

b. Pasal 76 Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa meliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00

c. Pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,- setiap dokter atau dokter gigi yang :

- Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam


pasal 41 ayat 1.

- Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam


pasal 46 ayat 1
- Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
pasal 51 huruf a,b,c,d atau e.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Seorang pasien laki-laki datang ke poli BTKV atas rujukan dari poli onkologi RS X
untuk melakukan perawatan lanjutan kanker pankreas yang dideritanya. Resident
melakukan pemasangan kateter vena sentral leher pada pasien kanker pankreas setelah
itu dilanjutkan pemeriksaan rontgen thorax hasilnya normal (tidak ada kelainan). 3 jam
kemudian terjadi hemotoraks masif sehingga pasien mengalami nyeri dada yang
progresif dan tidak sadarkan diri.
3.2 Analisa kasus
Dari laporan kasus tersebut terjadi beberapa unsur malpraktek yaitu yang pertama
derelation of duty yaitu tidak melaksanakan kewajiban yang seharusnya dilaksanakan
yakni residen tidak membuat inform concent sebelum tindakan., sebelum melakukan
pemasangan kateter tidak melakukan pemeriksaan penunjang foto thorak dan usg
terlebih dahulu serta tidak mengulang hasil rontgent thorax yang hasilnya normal hal ini
juga termasuk dalam direct causation. Kemudian timbul kerugian atau damage berupa
pasien mengalami hemothorak dan tidak sadarkan diri. Komplikasi dari pemasangan
kateter vena sentral dapat diklasifikasikan menjadi komplikasi karena proses
pemasangan, proses selama penggunaan dan proses pencabutan. Insidensi komplikasi
mekanik di pengaruhi beberapa faktor, diantaranya pengalaman yg kurang dari operator,
ukuran kateter yang tidak sesuai. Dalam kasus tersebut, gagal mengidentifikasi
terjadinya hemothorak. pada saat pasien tidak sadarkan diri seharusnya segera dilakukan
tindakan dan mencari bantuan dokter jaga yang bertugas.

3.3 Kaidah Dasar Moral


Kaidah dasar moral yang diterapkan dalam kasus diatas adalah:

a. Beneficience

KRITERIA ADA TIDAK

ADA
1. Utamakan alturisme (menolong tanpa 

pamrih, rela berkorban)


2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat 

manusia
3. Memandang pasien/keluarga dan sesuatu 

tak sejauh menguntung dokter


4. Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih 
banyak dibandingkan dengan
keburukannya.

5. Paternalisme bertanggung jawab/ kasih 

sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal 

manusia
7. Pembatasan Goal-Based 

8. Maksimalisasi pemuasan 
kebahagiaan/preferensi pasien

9. Minimalisasi akibat buruk 

10. Kewajiban menolong pasien gawat 

darurat
11. Menghargai hak pasien secara 

keseluruhan

12. Tidak menarik honorarium diluar 

kepantasan
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi 

secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus- 

menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun 

murah
16. Menerapkan Golden Rule Principle 
b. Non Malficience

KRITERIA ADA TIDAK

ADA
1. Menolong pasien emergensi 

2. Kondisi untuk menggambarkan kriteria ini 


adalah:

a. Pasien dalam keadaan berbahaya.

b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau


kehilangan.
c. Tindakan Kedokteran tadi terbukti efektif
d. Manfaat bagi pasien > kerugian dokter
(hanya mengalami risiko minimal).
3. Mengobati pasien yang luka. 

4. Tidak membunuh pasien (tidak melakukan 

euthanasia)
5. Tidak menghina/caci maki 

6. Tidak memandang pasien sebagai objek 

7. Mengobati secara tidak proporsional 

8. Tidak mencegah pasien secara berbahaya 

9. Menghindari misrepresentasi dari pasien 

10. Tidak membahayakan kehidupan pasien 

karena kelalaian
11. Tidak memberikan semangat hidup 

12. Tidak melindungi pasien dari serangan 

13. Tidak melakukan white collar dalam 

bidang kesehatan
c. Autonomy

KRITERIA ADA TIDAK

ADA
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, 

menghargai martabat pasien


2. Tidak mengintervensi pasien dalam 

membuat keputusan (pada kondisi elektif)


3. Berterus terang 

4. Menghargai privasi 

5. Menjaga rahasia pribadi 

6. Menghargai rasionalitas pasien 

7. Melaksanakan informed consent 

8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten 

mengambil keputusan sendiri


9. Tidak mengintervensi atau meghalangi 

outonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien 
dan membuat keputusan, termasuk,
termasuk keluarga pasien sendiri

11. Sabar menunggu keputusan yang akan 

diambil pasien pada kasus non emergensi


12. Tidak berbohong ke pasien meskipun 

demi kebaikan pasien


13. Menjaga hubungan (kontrak) ….. 

d. Justice
KRITERIA ADA TIDAK

ADA
1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal 

2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang 

telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi 

dalam posisi yang sama


4. Menghargai hak sehat pasien 

(affordability,equality,accessibility,availability,quality)
5. Menghargai hak hukum pasien 

6. Menghargai hak orang lain 

7. Menjaga kelompok yang rentan (yang paling 

dirugikan)

8. Tidak melakukan penyalahgunaan 

9. Bijak dalam makro alokasi 

10. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan 

kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien seusai dengan 

kemampuan
12. Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian 

(biaya, beban, sanki) secara adil


13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat 

yang tepat dan kompeten


14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata 

tanpa alasan sah/tepat


15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan 

penyakit/ggn kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar 

SARA, status sosial dll

3.4 Analisis 4 Box Method Mal Praktik Kesehatan


Malpraktik ini merupakan pelayanan kesehatan yang mengecewakan pasien karena
kurang berhasil atau tidak berhasilnya dokter dalam mengupayakan kesembuhan bagi
pasiennya dikarenakan kesalahan profesional seorang dokter yang mengakibatkan cacat
hingga kematian pasien. Berbagai upaya perlindungan hukum yang dilakukan dalam
memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan
kesehatan terhadap tindakan dokter atau dokter gigi sebagai pemberi pelayanan
kesehatan telah dilakukan pemerintah dengan melakukan pembuatan Undang-Undang
Kesehatan dan Undang-Undang Praktik Kedokteran sebagai salah satu upaya
pembangunan nasional yang mengarah kepada terwujudnya derajat kesehatan yang
optimal. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 sebagai mana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan merupakan kebijakan umum
kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab
tantangan era globalisasi dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan,
terutama kasus malpraktik profesi medis.
Dunia kedokteran yang dahulu seakan tidak terjangkau oleh hukum, dengan
berkembangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya tentang perlindungan hukum,
menjadikan dunia pengobatan bukan saja sebagai hubungan keperdataan bahkan sudah
berkembang menjadi persoalan pidana, dan Undang-Undang Kesehatan mengatur
mengenai pertanggungjawaban pidana karena telah menimbulkan kerugian terhadap
pasien karena dengan sengaja atau akibat kelalaian tidak memenuhi persyaratan-
persyaratan yang telah ditentukan, baik dalam kode etik kedokteran, standar profesi,
maupun standar pelayanan medik yang berakibat pasien mengalami kerugian. Kasus-
kasus malpraktik profesi medis yang kian marak ini perlu untuk segera ditanggulangi, di
antaranya dengan ditempuh lewat jalur “penal” dan “nonpenal”, yang mana kedua jalur
ini digunakan oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 dilihat dari substansinya, undang-undang tersebut mengatur
masalah kesehatan dan banyak mengatur pula tentang sanksi pidana bagi profesi medis
yang melakukan kesalahan dalam melakukan praktik kedokterannya.
Adanya perbuatan (daad) yang termasuk kualifikasi perbuatan melawan hukum;
a. Adanya kesalahan (doleus maupun culpoos) si pembuat;
b. Adanya akibat kerugian (schade);
c. Adanya hubungan perbuatan dengan akibat kerugian (oorzakelijk verband atau
causaal verband) orang lain.
Dalam proses pemidanaan juga harus dilihat mengenai kemampuan
bertanggungjawab, dimana dalam hukum pidana terdapat 3 (tiga) unsur yang harus
dipenuhi, yaitu:
a. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada pelaku/pelaksana artinya keadaan
jiwa pelaku/pelaksana harus normal.
b. Adanya hubungan batin antara pelaku/pelaksana dengan perbuatannya yang dapat
berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa).
c. Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau pemaaf. Apabila ketiga unsur di
atas terpenuhi maka seseorang dapat dipidana sesuai dengan perbuatannya.

3.5 Kategori Kasus


Peraturan perundang-undangan Hukum Kesehatan merupakan hukum Lex Spesialis yang
mengandung norma eksepsional untuk perlindungan hukum bagi providers dan receivers dari
pelayanan kesehatan. Dalam kenyataannya, perundang-undangan HukumKesehatansepertiUUNomor
36Tahun2009 tentangKesehatandanUU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tidak
digunakan secara konsisten untuk menyelesaikan kasus malpraktik medis di Pengadilan Pidana,
sehingga menyebabkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah
menjelaskan teori dan analisis hukum terkait penanganan kasus malpraktik medis di Pengadilan
Pidana dalam perspektif Hukum Kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif.
Hasil penelitian ini adalah terdapatnya penerapan hukum yang salah dan jangka waktu yang lama
dalam penyelesaian kasus dugaan malpraktik medis di Pengadilan Pidana yang merugikan para pihak
yang bersengketa, sehingga diperlukan reformasi dalam penanganan kasus malpraktik medis.
UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UUK) dan UU Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (UUPK) merupakan undang-undang Lex Spesialis yang memberikan
perlindungan dan kepastian hukum kepada pasien, dokter dan dokter gigi (dokter). Ide pokok yang
ditetapkan dalam konsideran dari kedua undang-undang tersebut adalah kesehatan sebagai hak asasi
manusia dan merupakan salah satu unsur dari kesejahteraan umum. Kesehatan harus diwujudkan
dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau biayanya oleh
masyarakat. Berdasarkan konsideran tersebut, dokter haruslah menjalankan dan menjunjung tinggi
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau biayanya oleh
masyarakat, tetapi kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh perkembangan
ilmu pengobatan pada abadkedelapan belas sampaidengan ke sembilan belas (bahkan sampai
sekarang) yang mendapat pengaruh perubahan sosial (urbanisasi; industrialisasi) dan pertumbuhan
ilmu ekonomi (permintaan-penawaran) sehingga menimbulkan pola komersialisme dan
konsumerisme dalam bidang pengobatan.
Pola komersialisme dan konsumerisme ini yang mengakibatkan aneka persoalan sosial di bidang
pengobatan yang tumbuh menjadi konflik kepentingan antara pasien dan dokter yang memasuki
norma etika dan atau norma hukum beserta sanksi- sanksinya baik yang lunak maupun yang keras.
Leo G. Reeder, “ The Patient-Client as a Konflik antara pasien dan dokter sewaktu
menjalankan praktik kedokteran yang mengakibatkan pihak pasie n merasa dirugikan selama ini
selalu dianggap oleh masyarakat umum sebagai malpraktik medis (medical malpractice) padahal
sebenarnya tidak selalu merupakan malpraktik medis. Istilah maupun pengertian malpraktik ini
semakin merebak terdengar dan muncul kepermukaan setelah masyarakat menjadi semakin kritis dan
sadar akan hak-hak yang dimilikinya. Malpraktik atau malapraktik dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesiaberarti praktik kedokteran yang dilakukan salah atau menyalahi undang-undang atau kode
etik. Asal kata malpraktik tidak hanya ditujukan pada profesi kesehatan saja,tetapijuga profesi-
profesilainpada umumnya,namunsetelahsecaraumum mulai digunakan di luar negeri maka istilah ini
sekarang diasosiasikan atau ditujukan pada profesi kesehatan.
BAB IV
KESIMPULAN

Malpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar
profesi atau standar prosedur operasional. Kelalaian dalam praktek medik jika memenuhi
beberapa unsur (1) duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan
atau untuk tidak melakukan suatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan
kondisi yang sama, (2) dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut, (3)
damage atau kerugian yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
akibat dari pelayanan kesehatan/ kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan, (4) direct
causal relationship.

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya menghindari malpraktek seperti


semua tindakan sesuai indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja sesuai
standar profesi, membuat informed consent, mencatat semua tindakan yang dilakukan
(rekam medik), apabila ragu-ragu konsultasikan dengan senior, memperlakukan pasien
secara manusiawi, menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga, dan masyarakat
sekitar. Selain itu juga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan yaitu meningkatkan kualitas sumber daya, tenaga, peralatan, pelengkapan dan
mateial yang diperlukan dengan menggunakan teknologi tinggi atau dengan kata lain
meningkatkan input dan struktur, memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang
dipergunakan dalam kegiatan pelayanan, hal ini berarti memperbaiki pelayanan kesehatan.
Dalam penelitian ini menggunakan 4 Box Method of Clinical Ethics, dimana
1. Medical Indications
2. Client Preferences
3. Quality Of Life
4. Contextual Features.
DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta.

2. Suharto G. 2008. Aspek Medikolegal Praktek Kedokteran. Semarang: ABH Associates.

3. Rahim, Dian H. 2007. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) Dan


Perlindungan Hukum Bagi Dokter Informed Consent And Legal Protection For Doctor
Penelitian Hukum Normatif terhadap UUPK No.29/2004 dan PERMENKES R.I. No.
585/ Men.Kes /Per/ IX /1989. Masters thesis, Unika Soegija pranata.

4. Dinamika etika dan hokum kedokteran dalam tantangan zaman. Chrisdiono M.


Achadiat.EGC.

5. Hariyani, Safitri, 2005, SengketaMedik: Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara


Dokter Dengan Pasien, Jakarta: PT. Diadit Media.

6. Hartono HS dkk. 2008. Pemahaman Etik Medikolegal: Pedoman Bagi Profesi Dokter.
Semsarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

7. Ku Han Wu et all,. 2020. Medical Liability of Residents in Taiwan Criminal Court: An


Analysis of Closed Malpractice Cases. Emergency Medicine International Vol. 2020
Article ID 7692964.

Anda mungkin juga menyukai