Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Manajemen Cairan

Disusun oleh:
I Made Agung Surya Adnyana
20710089

Pembimbing:
dr. Bambang Soekotjo, MSc, Sp.An

SMF ILMU BEDAH SUB BAGIAN


ANESTESI RSUD dr. M. SALEH KOTA
PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA 2021

i
LEMBAR PENGESAHAN
JURNAL
SMF ILMU BEDAH SUB BAGIAN ANESTESI
JUDUL
Manajemen Cairan

Telah disetujui dan disahkan


pada: Hari :
Tanggal :

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Bambang Soekotjo, MSc, Sp.An

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
Berkat dan Karunia-Nya, referat yang berjudul “Manajemen Cairan” ini dapat diselesaikan.
Referat ini merupakan tugas kepaniteraan klinik dari SMF Ilmu Bedah Sub Bagian
Anestesi di RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
Dalam menyelesaikan referat ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Bambang Soekotjo, MSc, Sp.An sebagai dokter pembimbing kepaniteraan klinik
SMF Ilmu Bedah Sub Bagian Anestesi di RSD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
2. Teman – teman sejawat dan berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan
referat ini.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun
penulis sadar bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran akan
penulis terima demi hasil makalah yang lebih baik. Atas perhatiannya penulis ucapkan
terimakasih.

Probolinggo, 6 April 2021

Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam komponen yang saling berhubungan.
Cairan merupakan salah satu komponen penting dalam tubuh manusia. Hampir 60 % dari
komposisi tubuh manusia merupakan cairan yang berupa larutan ion dan zat lainnya. Jumlah
cairan tubuh total pada masing-masing individu dapat bervariasi berdasarkan umur, berat
badan, maupun jenis kelamin. Cairan dan elektrolit tersebut memiliki komponen utama yang
berbeda dan fungsinya masing-masing sebagai struktur penting yang membentuk dan
menunjang tubuh manusia, sehingga dapat berfungsi dengan baik melalui mekanisme
pengaturan yang sedemikian rupa. (Hall, 2014)
Cairan dalam tubuh manusia dibagi menjadi cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Kedua cairan tersebut dipisahkan oleh membran sel yang sangat permeabel
terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar elektrolit. Komponen cairan
ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida dan bikarbonat yang jumlahnya banyak serta
ditambah berbagai zat gizi untuk sel, seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan asam amino.
Komponen penting dari cairan ekstraseluler adalah cairan interstisial, yang jumlahnya
mencapai tiga perempat dari keseluruhan cairan ekstraselular, dan seperempat lainnya
merupakan plasma. Sedangkan cairan intraseluler mengandung banyak ion kalium,
magnesium dan fosfat dibandingkan dengan ion natrium dan klorida yang banyak ditemukan
pada cairan ekstraseluler. (Hall,2014)
Cairan dan elektrolit merupakan komponen penting dari tubuh untuk menjamin
kehidupan normal dari semua proses yang berlangsung di dalam tubuh. Keseimbangan cairan
dan elektrolit diatur oleh suatu mekanisme kompleks yang melibatkan berbagai enzim,
hormon, dan sistem saraf. Kontrol keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diperhatikan oleh
para klinisi. Keadaan yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit harus
diatasi sebelum terganggunya fungsi dari sel, jaringan, dan organ. Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit disebabkan oleh berbagai penyakit, dari yang bersifat ringan sampai
berat. Terapi cairan dan elektrolit bertujuan untuk membantu mekanisme kompensasi tubuh
untuk mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tersebut. (Suwarsa, 2018)
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat terjadi pada keadaan
diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi, ekskresi keringat yang berlebih pada kulit,
pengeluaran cairan yang tidak disadari (insesible water loss) secara berlebihan oleh paru-
paru, perdarahan, berkurangnya kemampuan pada ginjal dalam mengatur keseimbangan

1
cairan dan

2
elektrolit dalam tubuh. Dalam keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi cairan agar
volume cairan tubuh yang hilang dapat digantikan dengan segera. (Butterworth, 2013)
Pemberian metode terapi cairan dengan tujuan perbaikan dan perawatan stabilitas
hemodinamik pada pasien memerlukan berbagai pertimbangan, karena pemilihannya
tergantung pada jenis dan komposisi elektrolit dari cairan yang hilang dari tubuh. Jumlah
kasus kesalahan terapi cairan jarang dilaporkan, namun diketahui satu diantara lima pasien
dengan pemberian terapi cairan dan elektrolit intravena menderita komplikasi atau morbiditas
karena pemberian terapi cairan yang tidak tepat. (Hahn, 2012)

3
BAB II
PEMBAHASA
N
2.1 Fisiologi Cairan Tubuh
2.1.1 Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh
Tubuh manusia tersusun sebagian besar oleh cairan. Hampir 60% berat badan
orang dewasa terdiri dari cairan. Jumlah cairan tubuh total pada masing
masing individu dapat bervariasi menurut umur, berat badan, jenis kelamin
serta jumlah lemak tubuh. Air menyusun sekitar 60% dari total berat tubuh
pada laki laki dewasa. Untuk tubuh wanita dewasa mengandung cairan sekitar
50 persen dari total berat badannya. Hal ini disebabkan karena jumlah jaringan
adiposa yang relatif lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan pria. Pada
bayi, 75 persen komposisi tubuhnya terdiri dari cairan dibandingkan dengan
orang dewasa. Sejalan dengan pertumbuhan seseorang, maka persentase total
cairan tubuh terhadap berat badan akan semakin menurun. Hal ini
berhubungan dengan faktor bertambahnya usia, yang menyebabkan
berkurangnya persentase cairan dalam tubuh. (Hall, 2014)
Tabel 2.1 Distribusi Cairan Tubuh
Distribusi Cairan Laki- laki Dewasa Perempuan Dewasa Bayi
Total air tubuh (%) 60 50 75
Intraseluler 40 30 40
Ekstraseluler 20 20 35
-Plasma 5 5 5
-Intersisial 15 15 30

Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan utama yang


dipisahkan oleh membran sel, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraseluler dibagi menjadi intravaskular atau plasma dan
kompartemen interstitial. Selain itu ada pula kompartemen kecil yang juga
disebut sebagai cairan transeluler. Bagian tersebut terdiri dari cairan dalam
rongga sinovial, peritoneum, perikardium serta cairan serebrospinal. Cairan
tersebut termasuk ke dalam jenis khusus cairan ekstraseluler. (Hall, 2014)

4
1. Cairan intraseluler
Cairan mengandung sejumlah besar ion kalium dan fosfat
ditambah ion magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang, yang
mana semua ion ini memiliki konsentrasi yang rendah di cairan
ekstraseluler. Sel ini juga mengandung sejumlah besar protein,
hampir empat kali jumlah protein dalam plasma
2. Cairan ekstraseluler
Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida
dan bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah berbagai
zat gizi untuk sel, seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan
asam amino. Komponen penting dari cairan ekstraseluler
adalah cairan interstisial, yang jumlahnya mencapai tiga
perempat dari keseluruhan cairan ekstraselular, dan seperempat
lainnya merupakan plasma
2.1.2 Kebutuhan dan Keseimbangan Harian Cairan Tubuh
Makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh dengan cara oral
dapat menjadi asupan cairan dan elektrolit dalam keadaan normal. Total air
tubuh juga dipengaruhi oleh proses metabolisme yang berlangsung.
Normalnya, keluaran cairan tubuh dapat terjadi melalui urin, insensibel water
loss, dan juga melalui saluran cerna. Sedangkan dari keadaan patologis seperti
muntah, diare, trauma, ataupun perdarahan aktif, merupakan beberapa cara
yang menyebabkan tubuh dapat kehilangan cairan. Kebutuhan cairan setiap
harinya dapat ditentukan dengan rumus Holiday Segar. (Hahn, 2012)
Tabel 2.2 Kebutuhan Cairan per Hari
Berat Badan Kebutuhan Cairan per Hari Kebutuhan Cairan per Jam
10 kg pertama 100 ml/kg 4 ml/kg
10 kg kedua 50 ml/kg 2 ml/kg
Berat badan selebihnya 20 ml/kg 1 ml/kg

Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh dapat dilakukan dengan


mengurangi total cairan masuk dan cairan keluar. Balans cairan sebaiknya
tidak melebihi dari 200-400 ml per harinya. Insensibel water loss yang
termasuk ke dalam cairan keluar, dihitung dengan perkiraan 15
ml/kgBB/hari. Kehilangan
5
akibat peningkatan suhu tubuh dihitung kurang lebih 10% dari kebutuhan
cairan per hari (Mangku, 2017)
2.2 Terapi Cairan
Terapi cairan bertujuan untuk mempertahankan sirkulasi atau mengembalikan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat pada pasien yang tidak mampu
mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuhnya, sehingga mampu menciptakan
hasil yang menguntungkan bagi kondisi pasien. Dalam penerapan bantuan hidup lanjut,
langkah penting yang dapat dilakukan secara simultan bersama langkah lainnya
merupakan drug and fluid treatment. Pada pasien yang mengalami kehilangan cairan
yang banyak seperti dehidrasi karena muntah, mencret dan syok, langkah tersebut dapat
menyelamatkan pasien
2.2.1 Jenis Cairan dan Indikasinya
Cairan Intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid dan koloid.
a. Cairan Kristaloid
Elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida) merupakan
komponen dari kristaloid. Karakteristik kristaloid ditandai dengan
pengaruhnya terhadap status asam-basa. Kristaloid digunakan untuk
menggantikan kehilangan sodium atau mempertahankan status quo.
Keuntungan dari kristaloid diantaranya murah, mudah dibuat, dan tidak
menimbulkan reaksi imun Sedangkan kerugian dari pemberian
kristaloid yakni apabila memberikan larutan Normal Saline dalam
jumlah yang besar dapat menyebabkan asidosis metabolik
hiperkloremik dikarenakan kadar natrium dan kloridanya yang tinggi
(154 mEq /L) sehingga konsentrasi bikarbonat plasma menurun saat
konsentrasi klorida meningkat. Kristaloid digunakan sebagai cairan
resusitasi awal pada pasien dengan hemoragik dan syok septik, luka
bakar, cedera kepala (untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral),
dan pada pasien yang menjalani plasmaferesis dan reseksi hati. Ada 3
jenis tonisitas kritaloid, diantaranya :
- Isotonis
Apabila jumlah elektrolit plasma terisi kristaloid pada jumlah yang
sama dan memiliki konsentrasi yang sama maka disebut sebagai
isotonis. (iso, sama; tonis, konsentrasi). Tidak terjadi perpindahan
signifikan antara cairan di dalam sel dengan intravaskular saat

6
pemberian kristaloid isotonis. Hal tersebut menyebabkan hampir
tidak adanya osmosis. Dalam pemberian kristaloid isotonis pada
jumlah besar perlu diperhatikan adanya efek samping seperti edema
perifer dan edema paru yang dapat terjadi pada pasien. Contoh
larutan kristaloid isotonis: Ringer Laktat, Normal Saline (NaCl
0.9%), dan Dextrose 5% dalam ¼ NS
- Hipertonis
Kristaloid disebut hipertonis apabila jumlah elektrolit dari
kristaloid lebih banyak dibandingkan dengan plasma tubuh.
Apabila pemberian kristaloid hipertonik dilakukan terhadap pasien
akan menyebabkan terjadinya penarikan cairan dari sel ke ruang
intravaskuler. Gejala yang timbul dari pemberian larutan hipertonis
adalah peningkatan curah jantung yang bukan hanya disebabkan
oleh karena perbaikan preload, tetapi juga disebabkan oleh efek
sekunder karena efek inotropik positif pada miokard dan penurunan
afterload sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral. Contoh
larutan kristaloid hipertonis antara lain Dextrose 5% dalam ½
Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline, Saline 3%,
Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL.
- Hipotonis
Jika plasma memiliki elektrolit yang lebih banyak dibandingkan
kristaloid dan kurang terkonsentrasi, maka disebut sebagai
“hipotonik” (hipo, rendah; tonik, konsentrasi). Ketika cairan
hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan berpindah dari
intravaskular ke sel. Dextrose 5% dalam air, ½ Normal Saline
merupakan beberapa contoh dari larutan kristaloid hipotonik.
b. Cairan Koloid
Cairan koloid membantu mempertahankan tekanan onkotik koloid
plasma sehingga sebagian besar tetap berada di ruang intravaskular,
sedangkan larutan kristaloid dengan cepat menyeimbangkan dan
mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraselular. Cairan koloid
merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik. Kerugian dari
‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal, dapat dapat
menyebabkan gangguan pada cross match dan menimbulkan reaksi

7
anafilaktik (walau jarang). Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan
koloid terdiri dari:
- Koloid Alami yaitu fraksi albumin ( 5% dan 25%) dengan protein
plasma 5%. Dibuat dengan cara memanaskan plasma dalam suhu
60°C selama 10 jam agar virus hepatitis dan virus lainnya terbunuh.
Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin,
aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor fragments) terdapat
dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan
kolaps kardiovaskuler.
- Koloid Sintetik
 Dextran
Dextrans digunakan untuk mengganti cairan karena
memiliki rentang waktu efek yang lebih lama pada ruang
intravaskuler. Cairan koloid ini berasal dari molekul
polimer glukosa dengan jumlah besar. Efek samping dari
pemberian Dextran di antaranya gagal ginjal sekunder
akibat pengendapan di dalam tubulus ginjal, gangguan
fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada cross-
matching darah. Contoh sediaan yang ada, antara lain :
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000
dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-
70.000.
 Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)
Hetastarch merupakan golongan nonantigenik dan reaksi
anafilaktoid jarang dilaporkan terjadi. Rekomendasi dosis
maksimal harian penggunaan cairan HES adalah 33-50
ml/kgBB/hari. Low molecular weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip dengan Hetastarch. Pentastarch
memiliki kemampuan untuk mengembangkan volume
plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan dapat
berlangsung selama 12 jam. Pentastarch menjadi opsi dari
jenis koloid yang dapat digunakan sebagai cairan resusitasi
jumlah besar karena potensinya sebagai plasma volume
8
expander dengan toksisitas yang rendah dan tidak
menyebabkan terganggunya proses koagulasi.
 Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang bersumber dari
gelatin, biasanya berasal dari collagen bovine. Larutan
gelatin adalah urea atau modifikasi succinylated cross-
linked dari kolagen sapi. Jika dibandingkan dengan jenis
koloid lainnya, gelatin memeliki berat molekul yang relatif
rendah yaitu 30,35 kDa. Efek ekspansi plasma segera dari
gelatin adalah 80-100% dari volume yang dimasukkan
dibawah kondisi hemodilusi normovolemik. Gelatin dapat
memicu reaksi hipersensitivitas, lebih sering daripada
larutan HES. Ekskresi gelatin dilakukan di ginjal, dan tidak
ada akumulasi jaringan.

2.2.2 Jalur Pemberian Terapi Cairan


Pemberian terapi cairan dapat dilakukan melalui jalur vena, baik vena perifer
maupun vena sentral, melalui kanulasi tertutup atau terbuka dengan seksi
vena.
a. Kanulasi Vena Perifer
Syarat dari pemilihan kanulasi ini adalah dimulai dari vena di daerah
ekstremitas atas lalu dilanjutkan pada vena bagian ekstremitas bawah.
Vena di area kepala perlu dihandari karena hematom mudah terjadi.
Pada bayi baru lahir, vena umbilikalis bisa digunakan untuk
kanulasi terutama dalam keadaan darurat. Tujuan dilakukannya
kanulasi vena

9
perifer ini adalah untuk :
1) Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Lokasi
pemasangan harus dipindah serta penggantian set infus perlu
dilakukan, jika pemberiannya melebihi 3 hari.
2) Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk menganti
kehilangan cairan tubuh atau perdarahan akut.
3) Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara
kontinyu atau berulang
b. Kanulasi Vena Sentral
Pemberian jangka panjang, misalnya untuk nutrisi parenteral total,
dilakukan kanulasi pada vena subklavikula atau vena jugularis interna.
Sedangkan dalam pemberian jangka pendek, dilakukan melalui vena-
vena di atas ekstremitas atas secara tertutup atau terbuka dengan vena
seksi. Tujuan dari kanulasi vena sentral ini tersendiri adalah :
1) Terapi cairan dan nutrisi parenteral jangka panjang. Terutama
untuk cairan nutrisi parenteral dengan osmolaritas yang tinggi
untuk mencegah iritasi pada vena.
2) Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat, misalnya
kardiovaskuler, vena perifer sulit diidentifikasi.
3) Untuk pemasangan alat pemacu jantung.

2.2.3 Jenis Cairan Infus


Cairan infus dibagi ke dalam dua jenis utama, yaitu cairan resusitasi dan cairan
rumatan.
a. Cairan Resusitasi
Digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan akut. Yang termasuk ke
dalam cairan ini adalah kristaloid (Asering, Ringer Laktat, Normal Saline)
dan koloid (Albumin, Dextran, Gelatin, HES, Gelofusin)
b. Cairan Rumatan (Maintenance)
Digunakan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Yang termasuk ke dalam cairan ini adalah elektrolit (KAEN) dan nutrisi
(Aminofusin)
2.2.4 Kebutuhan Cairan Tetesan Infus
Terdapat cara perhitungan untuk menentukan tetesan cairan infus berdasarkan

10
umur dari seorang pasien, berikut perbandingan perhitungan tetesan infus
antara makro dan mikro.
- 20 tetes/menit untuk infus makro (dewasa)
- 60 tetes/menit untuk infus mikro (anak-anak)

Jadi perbandingan antara makro dan mikro adalah 20 : 60 atau 1 : 3 dengan


artian satu tetes makro sama dengan 3 tetes mikro. Sementara itu, untuk
menghitung jumlah tetesan per menit (TPM) cairan infus yang akan diberikan
pada pasien, terlebih dahulu kita mengetahui jumlah cairan yang akan
diberikan, lama pemberian, dan faktor tetes tiap infus.

2.3 Komplikasi Terapi Cairan


Komplikasi yang paling sering terjadi adalah cairan yang masuk ke dalam tubuh terlalu
banyak. Ketika hal ini terjadi, jantung gagal memompa volume sirkulasi yang
terekspansi secara efektif. Distensi berlebih pada ventrikel kiri dapat menyebabkan
gagal jantung,
dengan konsekuensi berupa edema paru. Pasien dengan edema paru akan memendekkan
pernapasan dan menyebabkan batuk, terdengar crackles pada auskultasi dan penurunan
saturasi oksigen. Manifestasi klinis ini seringkali diikuti oleh meningkatnya denyut
jantung. Gagal ginjal dan kerusakan ventrikel yang sudah ada dapat memperburuk
kondisi. Sindrom kompartemen abdomen dan sindrom distres resprasi akut adalah
konsekuensi dari kelebihan resusitasi cairan dan kelebihan cairan. Penanganan khusus
juga harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung atau gagal nafas, ataupun pada
orang dengan resiko ketidakstabilan hemodinamik. (Floss, 2011).

11
BAB III
KESIMPULA
N
Tubuh manusia sebagian besar tersusun dari air. Cairan tubuh pada masing-masing
individu berbeda tergantung dari beberapa faktor usia, jenis kelamin, dan derajat status
gizi seseorang. Seluruh cairan tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam dua
kompartemen, yaitu intraselular dan ekstraselular. Apabila terjadi defisit atau kekurangan
cairan pada tubuh maka perlu segera diberikan penanganan atau pencegahan untuk
mencegah terjadinya masalah kekurangan cairan.
Terapi cairan bertujuan untuk mempertahankan sirkulasi atau mengembalikan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat pada pasien. Jenis cairan intravena dapat
dibedakan menjadi dua yaitu cairan kristaloid dan koloid yang dapat diberikan melalui
kanalusi vena perifer dan kanalusi vena sentral. Pemberian cairan berbeda sesuai dengan
kebutuhan anak dan dewasa. Kebutuhan cairan infus adalah 20 tetes/menit untuk infus
makro (dewasa) dan 60 tetes/menit untuk infus mikro (anak-anak). Pemberian cairan
perioperatif juga diperlukan pada saat sebelum, selama, dan setelah atau pasca operasi.
Pemantauan kehilangan darah pada pasien perioperatif juga menentukan jenis terapi cairan
yang akan diberikan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hall, J. (2014). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Singapore:
Elsevier Health Sciences.
Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar Ilmu
Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2017. 6 (5): h.272 – 301.
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th
ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.
Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative Setting.
Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1 – 10.
Floss K, Borthwick M, Clark C. Intravenous Fluids Principles of Treatment. Clinical
Pharmacist Vol.3. 2011.
Suwarsa, Oki. 2018. Terapi Cairan dan Elektrolit pada Keadaan Gawat Darurat Penyakit
Kulit (Fluids and Electrolyte Therapy in Emergency Skin Diseases). Periodical of
Dermatology and Venereology Vol.30,No.2.

13
14

Anda mungkin juga menyukai