Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

REFERAT
PERBEDAAN KOLOID ALAMI DENGAN KOLOID SINTETIK

PEMBIMBING
dr. Ni Made Ayu Suria Mariati, Sp.An

OLEH :
I Made Dwi Dananjaya
H1A 013 028

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ANASTESI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang padat dan bagian yang
cair. Bagian padat terdiri dari tulang, kuku, otot, dan jaringan yang lain. Sedangkan bagian
yang cair berupa cairan intraselular dan ekstraselular. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi
plasma darah sebanyak 5% dan cairan interstitial sebanyak 15%. Dalam cairan ekstraseluler
dan intraseluler, terdapat elektrolit-elektrolit utama yang berbeda. Elektrolit utama dalam
cairan ekstraseluler adalah natrium dan klorida, sedangkan elektrolit utama dalam cairan
intraseluler adalah kalium, magnesium, kalsium, dan fosfat. Cairan dan elektrolit sangat
dibutuhkan oleh sel-sel dalam tubuh agar dapat menjaga dan mempertahankan fungsinya,
sehingga tercipta kondisi yang sehat pada tubuh manusia.1,2
Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Apabila terjadi gangguan keseimbangan, baik cairan atau elektrolit, maka akan memberikan
pengaruh pada yang lainnya. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh
dapat terjadi pada keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi, ekskresi keringat
yang berlebih pada kulit, pengeluaran cairan yang tidak disadari secara berlebihan oleh paru-
paru, perdarahan, berkurangnya kemampuan pada ginjal dalam mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dalam keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi
cairan agar volume cairan tubuh yang hilang, dengan segera dapat digantikan.3
Terapi cairan merupakan terapi yang sangat mempengaruhi keberhasilan penanganan
pasien kritis. Selain dapat mengganti cairan yang hilang, terapi cairan dapat dilakukan untuk
mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, mencukupi kebutuhan per hari,
mengatasi syok, dan mengatasi kelainan akibat terapi lain. Pemilihan pemberian terapi
cairan untuk perbaikan dan perawatan stabilitas hemodinamik pada tubuh cukup sulit. Karena
pemilihannya tergantung pada jenis dan komposisi elektrolit dari cairan yang hilang.
Meskipun kesalahan terapi cairan jarang dilaporkan, namun disebutkan satu dari lima pasien
dengan terapi cairan dan elektrolit intravena menderita komplikasi atau morbiditas karena
pemberian terapi cairan yang tidak tepat.4

2
Pemberian cairan intravena adalah salah satu dari intervensi yang paling umum dan
universal yang digunakan dalam dunia kedokteran. Cairan kristaloid adalah yang paling
sering dipilih seperti normal saline dan ringer kaktat. Koloid merupakan alternatif untuk
kristaloid, dengan penggunaan tergantung pada variabel klinis. Koloid yang tersedia secara
klinis umumnya digunakan karena keefektifan yang sama dalam mempertahankan tekanan
onkotik. Dengan demikian, pemilihan koloid didasarkan pada biaya dan manfaatnya.
Perbedaan koloid dari ciri larutan, farmakokinetik, farmakodinamik dan keamanan
dijelaskan pada referat ini.5

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cairan Tubuh


2.1.1 Komposisi dan distribusi cairan tubuh
Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air merupakan perlarut bagi semua
yang terlarut. Air tubuh total atau total body water (TBW) adalah persentase dari berat air
dibagi dengan berat badan total, yang bervariasi berdasarkan kelamin, umur, dan kandungan
lemak yang ada di dalam tubuh. Air membuat sampai sekitar 60 persen pada laki laki dewasa.
Sedangkan untuk wanita dewasa terkandung 50 persen dari total berat badan. Pada neonatus
dan anak-anak, presentase ini relative lebih besar dibandingkan orang dewasa.1,2
Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan utama yang dipisahkan
oleh membran sel, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler
dibagi menjadi intravaskular dan kompartemen interstitial. Cairan antarsel khusus disebut
cairan transeluler, seperti cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, dan
lain-lainnya. Cairan tersebut termasuk ke dalam jenis khusus cairan ekstraseluler. Dalam
beberapa kasus, komposisinya dapat berbeda dari plasma atau cairan interstitial.1,2
a. Cairan Intraselular
Cairan intraseluler merupakan cairan yang terkandung di dalam sel. Cairan
intraseluler berjumlah sekitar 40% dari berat badan. Pada cairan intraseluler memiliki ion
kalium dan fosfat dalam jumlah besar, ion magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang, ion
klorida dan natrium dalam jumlah kecil, dan hampir tidak ada ion kalsium. Sel juga memiliki
protein dalam jumlah besar, hampir lebih dari empat kali lipat di dalam plasma.
b. Cairan Ekstraselular
Jumlah relatif cairan ekstraselular menurun seiring dengan bertambahnya usia, yaitu
sampai sekitar sepertiga dari volume total pada dewasa. Cairan ekstraselular terbagi menjadi
cairan interstitial dan cairan intravaskular. Cairan interstitial adalah cairan yang mengelilingi
sel dan termasuk cairan yang terkandung diantara rongga tubuh seperti serebrospinal,
perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Sementara,

4
cairan intravaskular merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah, dalam hal
ini plasma darah.
Tabel 1.1 Kompartemen cairan tubuh (laki-laki 70 kg)3

2.1.2 Pengaturan Pertukaran Cairan dan Keseimbangan Osmotik antara Cairan


Ekstrasel dan Intrasel
Masalah yang sering timbul dalam menganani pasien yang sakit berat adalah
mempertahankan cairan yang adekuat pada satu atau kedua kompartemen intrasel dan
ekstrasel. Jumlah relatif cairan ekstrasel yang didistribusikan antara plasma dan ruang
interstisial terutama ditentukan oleh keseimbangan daya hidrostatik dan osmotic koloid
disepanjang membrane kapiler. Protein plasma dan protein cairan interstisial
bertanggungjawab atas terbentuknya tekanan osmotik pada kedua sisi membran kapiler
dikarenakan protein merupakan satu-satunya bahan terlarut dalam plasma dalam cairan
interstisial yang tidak dapat melewati pori-pori kapiler dengan mudah. Hanya molekul atau
ion yang tak dapat melalui pori-pori membran semipermeable yang akan menimbulkan
tekanan osmotik, seperti protein. Protein albumin merupakan protein plasma yang paling
penting dalam membentuk tekanan osmotik koloid plasma. Hal ini dikarenakan sekitar 80%
tekanan osmotik koloid plasma dibentuk oleh albumin, dan 20% dari globulin. Nilai rata-rata
tekanan osmotik koloid plasma normal adalah 28 mmHg, dimana 19 mmHg dari efek

5
molekular protein, dan 9 mmHg dari efek Donnan, yaitu tekanan osmotik ekstra yang
ditimbulkan oleh natrium, kalium, dan kation yang ditahan di dalam plasma oleh protein.1
Distribusi cairan antara kompartemen ekstrasel dan intrasel terutama ditentukan oleh
efek osmotik dari zat terlarut yang lebih sedikit khususnya natrium, klorida dan elektrolit lain
yang bekerja sepanjang membrane sel. Alasan untuk hal ini ialah bahwa membrane sel sangat
permeable terhadap cairan tetapi relatif impermeable terhadap ion yang kecil seperti natrium
dan klorida. Oleh karena itu, cairan dengan cepat bergerak melintasi membran sel, sehingga
cairan intrasel tetap isotonik terhadap cairan ekstrasel.1,2

2.2 Terapi Cairan


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-
batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena. Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada
paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.6
Terapi cairan merupakan salah satu terapi yang sangat menentukan keberhasilan
penanganan pasien kritis. Dalam langkah-langkah resusitasi, langkah D (“drug and fluid
treatment”) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah penting yang dilakukan secara
simultan dengan langkah-langkah lainnya. Tindakan ini seringkali merupakan langkah “life
saving” pada pasien yang menderita kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena
muntah mencret dan syok.2,3
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml
per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250
ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru. Asupan cairan didapat dari metabolisme
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang
diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-
1000 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml
tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit
(insensible loss) sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana

6
volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu
tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang
banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru- paru (sekitar
400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat
meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal).6,7
2.3 Jenis Cairan dan Indikasinya
Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid dan
koloid.
a. Cairan Kristaloid
Merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang
dapat menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume pemberian lebih besar,
onset lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih sedikit dan harga lebih murah. Yang
termasuk cairan kristaloid antara lain salin (salin 0,9%, ringer laktat, ringer asetat), glukosa
(D5%, D10%, D20%), serta sodium bikarbonat. Masing-masing jenis memiliki kegunaan
tersendiri, dimana salin biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari
dan saat kegawat daruratan, sedangkan glukosa biasa digunakan pada penanganan kasus
hipoglikemia, serta sodium bikarbonat yang merupakan terapi pilihan pada kasus asidosis
metabolik dan alkalinisasi urin.7,8
Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas dalam
ruang intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular adalah 20-30 menit.
Beberapa peneliti merekomendasikan untuk setiap 1 liter darah, diberikan 3 liter kristaloid
isotonik. Kristaloid murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun. Larutan
kristaloid adalah larutan primer yang digunakan untuk terapi intravena prehospital. Tonisitas
kristaloid menggambarkan konsentrasi elektrolit yang dilarutkan dalam air, dibandingkan
dengan yang dari plasma tubuh. Ada 3 jenis tonisitas kristaloid, diantaranya:
1. Isotonis
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma, ia memiliki
konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik” (iso, sama; tonik, konsentrasi).
Ketika memberikan kristaloid isotonis, tidak terjadi perpindahan yang signifikan
antara cairan di dalam intravascular dan sel. Dengan demikian, hampir tidak ada atau

7
minimal osmosis. Keuntungan dari cairan kristaloid adalah murah, mudah didapat,
mudah penyimpanannya, bebas reaksi, dapat segera dipakai untuk mengatasi deficit
volume sirkulasi, menurunkan viskositas darah, dan dapat digunakan sebagai fluid
challenge test. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah terjadinya edema perifer
dan edema paru pada jumlah pemberian yang besar. Contoh larutan kristaloid
isotonis: Ringer Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% dalam ¼ NS.2,3
2. Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih terkonsentrasi
dan disebut sebagai “hipertonik” (hiper, tinggi, tonik, konsentrasi). Administrasi dari
kristaloid hipertonik menyebabkan cairan tersebut akan menarik cairan dari sel ke
ruang intravascular. Efek larutan garam hipertonik lain adalah meningkatkan curah
jantung bukan hanya karena perbaikan preload, tetapi peningkatan curah jantung
tersebut mungkin sekunder karena efek inotropik positif pada miokard dan penurunan
afterload sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral. Kedua keadaan ini dapat
memperbaiki aliran darah ke organ-organ vital. Efek samping dari pemberian larutan
garam hipertonik adalah hipernatremia dan hiperkloremia. Contoh larutan kristaloid
hipertonis: Dextrose 5% dalam ½ Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline,
Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL.9
3. Hipotonis
Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma dan kurang
terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik, konsentrasi). Ketika
cairan hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan berpindah dari intravascular ke
sel. Contoh larutan kristaloid hipotonis: Dextrose 5% dalam air, ½ Normal Saline.1,9

b. Cairan Koloid
Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus
membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian
lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih
mahal. Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga cenderung
tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat

8
hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya
membutuhkan volume yang sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan
untuk menjaga dan meningkatkan tekanan osmose plasma.9,10
Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan berat
seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi darah, pada
penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein jumlah besar (misalnya
pada luka bakar). Cairan koloid merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik yang
dimana koloid memiliki sifat yaitu plasma expander yang merupakan suatu sediaam larutan
steril yang digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka
bakar, operasi, Kerugian dari cairan ini yaitu harganya yang mahal dan dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.2,3

2.4 Perbedaan Cairan Koloid Alami dan Koloid Sintetik


Koloid memiliki karakteristik umum tertentu yang menentukan kemampuan mereka
dalam kompartemen intravaskular. Karakteristik tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.
 Osmolalitas dan tekanan onkotik: Hampir semua larutan koloid memiliki
osmolalitas normal. Larutan onkotik akan mempengaruhi ekspansi vaskular. Semakin
tinggi tekanan onkotik, semakin besar volume ekspansi awalnya.
 Plasma half-life: Plasma halflife tergantung pada berat molekulnya, rute eliminasi,
dan fungsi organ yang terlibat (terutama rute yang dieleminasi oleh ginjal). Half-life
plasma sangat bervariasi.
 Ekspansi volume plasma: Tingkat ekspansi volume terutama ditentukan oleh berat
molekul, sedangkan persistensi intravaskular ditentukan oleh eliminasi koloid. Jika
dibandingkan dengan kristaloid, koloid menginduksi ekspansi volume plasma yang
lebih besar untuk volume administrasi yang sama. Durasi ekspansi volume bervariasi,
namun, di antara koloid yang berbeda gelatin memiliki durasi terpendek volume
ekspansi.
 Komposisi asam-basa: Albumin dan gelatin memiliki pH fisiologis, sedangkan
cairan lainnya cenderung memiliki pH asam.

9
 Kandungan elektrolit: Konsentrasi natrium rendah pada "albumin sedikit garam".
Namun, natrium yang ada pada koloid lainnya mirip dengan yang ada pada cairan
kristaloid, sementara konsentrasi kalium berbeda. Gelatin yang terkait dengan Urea
mengandung konsentrasi kecil natrium. Kalsium, juga ada dalam larutan gelatin.5
Tabel 2. Karakteristik cairan koloid yang tersedia5

Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:


a. Koloid Alami
Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5% dan 25%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma 60°C selama 10 jam untuk membunuh virus
hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin, aktivator Prekallikrein
(Hageman’s factor fragments) terdapat dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.5,9

10
 Albumin
Albumin adalah koloid alami utama yang terdiri 50 hingga 60% dari semua protein
plasma. Berkontribusi 80% dari tekanan onkotik normal dalam tubuh. Albumin terdiri dari
rantai polipeptida tunggal dari 585 asam amino dengan berat molekul 69.000 Dalton. Cairan
albumin terbagi menjadi dua, yaitu albumin endogen dan albumin eksogen.5
a. Albumin Endogen
Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan di hati dengan berat
molekul antara 6.600 sampai dengan 69.000. Albumin ini terdiri dari 584 asam
amino. Albuumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap
tekanan onkotik plasma.11
b. Albumin Eksogen
Albumin eksogen terbagi menjadi human serum albumin, yang merupakan
albumin yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang
dimurnikan (purified protein fraction) yang dibuat dari plasma yang dimurnikan.
Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin
25%bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati
lima kali jumlah yang diberikan. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan
onkotik plasma.11
Metabolisme
Albumin disintesis hanya di hati dan memiliki waktu paruh sekitar 20 hari. Setelah
albumin disintesis tidak disimpan tetapi disekresikan ke dalam aliran darah dengan 42%
tersisa di kompartemen intravaskular. Ketika diberikan, dua fase diamati. Fase pertama
tergantung pada nilai tukar transkapiler yang sesuai dengan albumin dari intravaskular ke
kompartemen ekstravaskuler yang terjadi dengan bantuan transporter albondin. fase kedua
adalah fungsi dari rate degradasi fractional.5
Tingkat volume ekspansi
Cairan 5% merupakan cairan isoonkotik dan mengarah ke 80% ekspansi volume awal
sedangkan solusi 25% meruapkan cairan hiperonkotik dan mengarah ke peningkatan 200 -
400% volume dalam 30 menit. Efeknya bertahan selama 16 -24 jam.9

11
Indikasi
- Perawatan darurat syok yang khusus diberikan akibat hilangnya plasma
- Manajemen luka bakar akut
- Resusitasi cairan dalam perawatan intensif
- Situasi klinis hipoalbuminemia
- Pasien dengan sirosis hati (Untuk extracorporealalbumin dialisis (ECAD))
- Setelah transplantasi hati
- Cidera paru akut
Kelebihan
- Koloid alami: Karena albumin merupakan koloid alami terkait dengan efek
samping yang lebih rendah dibandingkan dengan koloid sintesis seperti pruritus,
reaksi anafilaktoid dan kelainan koagulasi.
- Tingkat ekspansi volume: Albumin 25% memiliki tingkat ekspansi volume yang
lebih besar dibandingkan dengan koloid lainnya. Albumin 5% memiliki tingkat
ekspansi volume yang sama dibandingkan dengan hetastarch tetapi lebih besar
dari gelatin dan dekstran.
- Manfaat lain: Albumin bertindak sebagai pengikat utama protein zat endogen dan
eksogen. Ia juga memiliki efek antioksidan dan penangkap radikal bebas.
Albumin yang bermuatan protein negatif berkontribusi untuk pembentukan gap
anion yang normal, mempengaruhi status asam basa.
Kekurangan
- Efektivitas biaya: Albumin lebih mahal dibandingkan dengan koloid sintetis.
- Volume overload: Dalam syok septik yang mengeluarkan mediator inflamasi
telah terlibat dalam peningkatan' Kebocoran' dari endotelium vaskular. Pemberian
albumin eksogen dapat memperburuk keadaan dengan terjadinya edema
interstisial.5,9

12
b. Koloid Sintetik
 Hydroxyethyl starches (HES)
HES adalah turunan dari amilopektin, yang merupakan senyawa pati yang bercabang
tinggi. Amilopektin secara struktural menyerupai glikogen. Amilopektin dengan cepat
dihidrolisis dengan waktu paruh sekitar 20 menit. Dalam urutan untuk membuat molekul
amilopektin lebih stabil, residu glukosa anhidroksietil digantikan dengan kelompok
hidroksietil terutama pada posisi C2 dan C6.5
Produk HES pertama, Hespan (DuPont Pharmaceuticals, Wilmington, DE), tersedia
di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Sejak itu, generasi HES selanjutnya telah
berkembang, berbeda dalam berat molekul (MW), substitusi molar(MS), dan rasio C2 / C6.
HES diidentifikasi dengan tiga angka, misalnya, 10% HES 200/0,5 atau 6% HES 130/0,4.
Angka pertama menunjukkan konsentrasi solusinya, yang kedua mewakili rata-rata berat
molekul yang diekspresikan dalam kiloDalton (kDa), dan yang ketiga dan paling banyak
yang signifikan adalah molar substitusi. Parameter ini sangat relevan terhadap
farmakokinetiknya. HES dikarakteristikan oleh hal-hal berikut:
1. Konsentrasi: rendah (6%) atau tinggi (10%).
Konsentrasi terutama mempengaruhi efek volume awal: Laurtan HES 6% merupakan
iso-oncotic, dengan1 L HES mengganti sekitar 1 L kehilangan darah, sedangkan larutan 10%
adalah hiperonkotik, dengan efek volume melebihi volume yang diinfuskan (sekitar 145%).
2. Berat Molekul Rata-rata: rendah (70 kDa), sedang (200 kDa), atau tinggi (450 kDa).
Sama dengan semua koloid sintetis, HES adalah sistem polidispersi yang
mengandung partikel dengan berbagai massa molekul. Ketika koloid polydisperse
dimasukkan ke dalam sirkulasi, molekul kecil di bawah ambang ginjal (45 hingga 60 kDa)
diekskresikan dengan cepat, sedangkan molekul yang lebih besar dipertahankan untuk
berbagai periode waktu tergantung pada ukuran dan kemudahan kerusakannya. Namun,
efektivitas osmotik tergantung pada jumlah partikel, dan bukan ukuran molekul; oleh karena
itu, ekskresi dari partikel yang lebih kecil terus menerus mengurangi efektivitas osmotik dari
larutan infus. Hal Ini dikompensasi oleh cadangan terus menerus molekul aktif onkotik yang
timbul dari degradasi fragmen yang lebih besar. Berarti BM dari produk yang tersedia
berkisar dari 670 kDa hingga 70 kDa.

13
3. Molar substitution (MS): rendah (0,45-0,58) atau tinggi (0,62-0,70)
Tingkat substitusi mengacu pada modifikasi zat asli dengan penambahan kelompok
hidroksietil. Semakin tinggi tingkat molar substitusi, semakin besar resistensi terhadap
degradasi, dan akibatnya, semakin lama persistensi intravaskulernya. HES memiliki jumlah
residu hidroksietil yang bervariasi melekat pada partikel glukosa anhidrat di dalam polimer.
Substitusi ini meningkatkan kelarutan pati dalam air dan pada tingkat yang bervariasi,
menghambat laju kerusakan polimer pati oleh amilase. MS adalah jumlah rata-rata
hidroksietilresidu per subunit glukosa. Angka 0,7 dalam deskripsi persiapan HES
menunjukkan bahwa ada tujuh residu hidroksietil rata-rata per 10 subunit glukosa. Pati
dengan tingkat substitusi ini disebut hetastarches, dan nama yang mirip diterapkan untuk
menggambarkan tingkat substitusi lain: hexastarch (MS0.6), pentastarch (MS 0.5), dan
tetrastarch (MS 0.4). Unit anhidroglukose yang tidak tersubstitusi lebih rentan degradasi
enzimatik oleh alpha-amilase oleh karena itu hydroxyethylation memperlambat laju
enzimatik pemecahan molekul HES dan memperpanjang waktu di intravaskular.
4. Rasio C2 / C6: rendah (<8) atau tinggi (> 8).
Rasio C2 / C6 mengacu pada situs di mana substitusi telah terjadi pada molekul
glukosa awal. Semakin tinggi rasio C2/C6, lebih lama waktu paruh sehingga persistensi lebih
lama dalam darah. Hidroksietilasi dari subunit glukosa dikendalikan terutama terhadap atom
karbon C2 dan C6. Kelompok hidroksietil pada posisi atom C2 lebih banyak menghambat
akses alpha-amilase ke substrat daripada kelompok hidroksietil pada posisi C6. Oleh karena
itu, produk HES dengan rasio C2/C6 tinggi diharapkan akan terdegradasi secara perlahan.9,12
Metabolisme
HES diekskresi di ginjal dengan waktu paruh plasma adalah 5 hari dan 90%
dieleminasi selama 42 hari. Molekul HES yang lebih kecil (<50.000 hingga 60.000Dalton)
dieliminasi dengan cepat oleh filtrasi glomerulus. Molekul berukuran sedang diekskresikan
ke dalam empedu dan feses. Bagian lain diambil oleh reticuloendothelialsistem (RES) di
mana pati dihancurkan secara perlahan. Dengan demikian, jumlah preparasi bisa dideteksi
selama beberapa minggu setelah pemberian.5

14
Tingkat volume ekspansi
Peningkatan tekanan osmotik koloid HES setara dengan albumin. HES menghasilkan
100% ekspansi volume mirip dengan 5% albumin. Hasilnya ekspansi volume yang lebih
besar dibandingkan dengan gelatin. Durasi ekspansi volume biasanya 8-12 jam.
Indikasi
- Stabilisasi hemodinamik sistemik.
- Sifat anti-inflamasi: HES telah digunakan untuk mempertahankan perfusi
mikrovaskuler usus diendotoxaemia karena sifat anti-inflamasinya.
Kelebihan
- Efektivitas biaya: HES lebih murah karena dibandingkan dengan albumin dan
efek volume ekspansinya sebanding.
- Volume maksimum yang diizinkan: Volume maksimum yang dapat ditransfusi
HES berat melokul (130 kDa) dengan tingkat substitusi sedang (0.4) adalah 50
ml/kg. Ini lebih besar dibandingkan dengan koloid sintetis lainnya seperti
dekstran.
Kekurangan
HES pertama dan kedua (Hextend,Hetastarch, dan Pentastarch) dikaitkan dengan
berbagai efek samping sebagai berikut:
1. Koagulasi: Penggunaan HES dikaitkan dengan pengurangan sirkulasi faktor VIII dan
faktor von Willebrand, gangguan fungsi trombosit, perpanjangan waktu paruh
tromboplastin dan meningkatkan komplikasi perdarahan.
2. Akumulasi: Berat molekul tinggi (HMW) HES dikaitkan dengan tingkat akumulasi
yang lebih besar di ruang interstisial dan sistem retikulo-endotel. HES akan disimpan
di berbagai jaringan termasuk kulit, hati, otot, limpa, usus, trofoblas dan
plasentastroma. Deposisi seperti itu telah dikaitkan dengan pruritus.
3. Reaksi anafilaktoid: HES terkaitdengan insidensi reaksi anafilaktoid yang lebih tinggi
dibandingkan dengan koloid sintetis lainnya serta albumin
4. Kerusakan ginjal: Penggunaan HMW HES telah ditemukan terkait dengan
peningkatan kadar kreatinin, oliguria, gagal ginjal akut pada pasien yang kritis
dengan gangguan ginjal yang ada. HMW HES dikaitkan dengan perkembangan

15
nefrosis osmotic seperti lesi di tubulus ginjal proksimal dan distal. HES dengan berat
molekul tinggi dan/atau MS tinggi dapat memiliki konsekuensi yang merugikan
untuk fungsi ginjal. HES modern dengan BW rendah, MS rendah (misalnya, HES
130/0,4) telah terbukti tidak memiliki pengaruh negatif pada fungsi ginjal.5,9,10
Tabel 3. Perbandingan Efficacy dan Safety Albumin vs HES5

 Dextran
Dextrans adalah molekul polisakarida bercabang tinggi yang tersedia digunakan
sebagai koloid buatan. Mereka diproduksi oleh sintesis yang menggunakan enzim bakteri
dextran sucrase dari bakteri Leuconostocmesenteroides (strain B512) yang sedang tumbuh
dalam medium sukrosa. Dua cairan dextran yang sekarang paling banyak digunakan yaitu
cairan 6% dengan berat molekul rata-rata 70.000 (dextran 70) dan cairan 10% dengan rata-
rata berat molekul 40.000 (dextran 40, berat molekul rendah).10,11
Metabolisme dan Ekskresi
Cairan dextran diekskresi terutama di ginjal. Molekul yang lebih kecil (14000-18000
kDa) diekskresikan dalam 15 menit, sedangkan molekul yang lebih besar tetap beredar untuk
beberapa hari. Dari dekstran-40 dan dekstran-70 tetap beredar di sirkulasi selama12 jam.
Tingkat volume ekspansi
Kedua dekstran-40 dan dekstran-70 mengarah ke volume ekspansi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan HES dan albumin 5%.Durasi berlangsung selama 6-12 jam.

16
Indikasi
- Dextran-40 digunakan terutama untuk meningkatkan mikrosirkulasi dalam re-
implantasi mikro.
- Sirkulasi Extracorporeal: cairan telah digunakan pada sirkulasi extracorporeal
selama cardio-pulmonary bypass.
Kelebihan
- Ekspansi volume: Dextrans mengarah ke 100-150% peningkatan volume
intravaskuler
- Mikrosirkulasi: Dextran 40 membantu dalam meningkatkan aliran mikrosirkulasi
oleh dua mekanisme, yaitu, dengan menurunkan viskositas darah oleh hemodilusi
dan dengan menghambat agregasi eritrositik.
Kekurangan
- Reaksi anafilaksis: dextran merupakan penyebab reaksi anafilaksis yang lebih
berat daripada gelatin atau starches. Reaksinya karena dextran antibodi reaktif
yang memicu pelepasan mediator vasoaktif. Insiden reaksi dapat dikurangi
dengan pretreatment menggunakan hapten
- Kelainan koagulasi: Dextrans berperan dalam mengurangi adhesi platelet,
menurunkan faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan menurunkan lapisan
endotelium. Dosis dekstran yang lebih besar telah dikaitkan dengan komplikasi
perdarahan yang signifikan.
- Interferensi dengan cross-match: Dextrans melapisi permukaan sel darah merah
dan dapat mengganggu kemampuan dalam mencocokkan darah. Dextrans juga
meningkatan laju sedimentasi eritrosit.
- Predisposisi gagal ginjal akut: mekanisme untuk ini adalah akumulasi molekul
dekstran dalam tubulus ginjal menyebabkan tubular plugging. Gagal ginjal
setelah penggunaan dextran lebih sering dilaporkan ketika perfusi ginjal
berkurang atau kerusakan ginjal yang sudah ada sebelumnya.5,9,10
 Gelatin
Gelatin adalah nama yang diberikan kepada protein yang terbentuk ketika jaringan
ikat hewan direbus. Mereka memiliki sifat melarutkan dalam air panas dan membentuk jeli

17
saat didinginkan. Gelatin adalah molekul besarprotein berat terbentuk dari hidrolisis kolagen.
Larutan gelatin pertama kali digunakan sebagai koloidpada manusia pada tahun 1915.
Larutan awal memiliki berat molekul yang tinggi (sekitar 100.000). Cairan Ini memiliki
keuntungan efek onkotik yang signifikan tetapi kerugian dari aviskositas tinggi dan
kecenderungan mengeras dan menjadi gel jika disimpan pada suhu rendah.5
Beberapa produk gelatin yang dimodifikasi sekarang tersedia, secara kolektif disebut
Generasi Baru Gelatin. Ada 3 jenis larutan gelatin sering digunakan:
a. Succinylated or modified fluid gelatins (e.g., Gelofusine, Plasmagel, Plasmion)
b. Urea-crosslinked gelatins (e.g., Polygeline)
c. Oxypolygelatins (e.g., Gelifundol)
Gelatin succinylated tersedia pada larutan 4% dengan elektrolit ((Na + 154, K + 0,4,
Ca ++ 0,4 dan Cl-120mmol/l). Karena mengandung klorida rendah sangat membantu untuk
cairan resusitasi pada pasien dengan asidosis hiperkloremik. Gelatin suksinilasi juga
kompatibel dengan transfusi darah karena kandungan kalsium rendah.
Polygeline disediakan pada cairan 3,5% dengan elektrolit (Na + 145, K + 5.1, Ca ++
6.25 & Cl- 145mmol/l). Karena polygeline mengandung ion kalsium menyebabkan
peningkatan konsentrasi kalsium serum mengikuti volume resusitasi yang besar. Polygeline
juga mengandung ion kalium: bermanfaat bagi pasien yang hipokalemi. Cairan ini steril,
bebas pirogen, tidak mengandung pengawet dan memiliki umur simpan 3 tahun bila disimpan
pada suhu kurang dari 30oC.5,9
Metabolisme dan Eksresi
Cairan ini dengan cepat diekskresikan oleh ginjal. Setelah infus, konsentrasi plasma
puncaknya turun setengah dalam 2,5 jam. Distribusi (sebagai persentase dari total dosis yang
diberikan) selama 24 jam adalah 71% dalam urin, 16% ekstravaskuler dan 13% dalam
plasma. Jumlah yang dimetabolisme rendah: sekitar 3%.10,12
Tingkat volume ekspansi
Gelatin menyebabkan 70 hingga 80% volume ekspansi.Tetapi durasi aksi lebih
pendek dibandingkan albumin dan starches.
Indikasi
- Hipovolemia karena kehilangan darah akut.

18
- Hemodilution normovolemik akut
- Sirkulasi extracorporeal - bypass cardiopulmonary.
- Volume pre-loading sebelum anestesi regional
Kelebihan
- Hemat biaya: Lebih murah dibandingkan albumin dan koloid sintetis lainnya.
- Tidak ada batasan infus: Gelatin tidak memiliki batas atas volume yang dapat
diinfuskan dibandingkan dengan starches dan dekstran.
- Tidak ada efek gangguan ginjal: Gelatin siap diekskresikan oleh filtrasi
glomerulus karena molekulnya berukuran kecil. Gelatin dikaitkan dengan
sedikitnya terjadi gangguan ginjal dibandingkan dengan HES berat molekul
tinggi.5,10
Kekurangan
- Reaksi anafilaksis: Gelatin dikait kandengan insidensi reaksi anafilaktoid yang
lebih tinggi dibandingkan dengan albumin koloid alami.
- Efek pada koagulasi: Efek gelatin pada koagulasi tidak jelas. Ada penelitian yang
mendukung aktivasi koagulasi oleh gelatin dan ada beberapa penelitian yang
menunjukkan bahawa gelatin meningkatan waktu pendarahan, merusak adhesi
platelet selama operasi jantung.
- Gangguan sirkulasi: Gelatin dikaitkan dengan terjadinya disfungsi sirkulasi
ditandai dengan peningkatan aktivitas renin plasma dan aldosteron pada pasien
dengan ascitis menjalani paracentesis volume besar.5,11

19
BAB III
KESIMPULAN

Air merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia. Persentase cairan tubuh
tergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat status gizi seseorang. Seluruh cairan tubuh
tersebut secara garis besar terbagi ke dalam 2 kompartemen, yaitu intraselular dan
ekstraselular. Apabila terjadi deficit atau kekurangan cairan pada tubuh maka perlu segera
diberikan penanganan atau pencegahan untuk mencegah terjadinya masalah kekurangan
cairan.
Terapi cairan secara garis besar dibagi menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid
merupakan larutan berbasis air yang mengandung elektrolit atau gula yang paling sering dan
paling pertama digunakan sebagai cairan resusitasi. Keuntungan dari cairan ini antara lain
harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross
match, sedangkan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler dan baik untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan berat seperti
pada syok hipovolemik/hermorhagik.

DAFTAR PUSTAKA

20
1. Guyton and Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerjemah: Irawati,
Ramdani D, Indriyani F. Jakarta: EGC. 2008
2. Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes.
Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3rd ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015
3. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th
ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reaminasi Indonesia. 2010.
Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. PP IDSAI.
5. Mitra S, 2009. Are All Colloids Same? How to Select the Right Colloid?. Indian
Journal of Anaesthesia [pdf]. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20640110
6. Hendrasto, Aryono. 2014. Anestesi. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan.
7. Myburgh, John A. & Mythen, Michael G. 2013. Review Article : Resuscitation
Fluids. N Engl J Med, Vol. 369, No. 13.
8. Pudjiadi, Antonius H. 2017. Resusitasi Cairan: Dari Dasar Fisiologis Hingga Aplikasi
Klinis. Sari Pediatri, Vol. 18, No. 5.
9. Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative
Setting. Cambridge: Cambridge University Press. 2012
10. Nlemi T.T., Miyashita R., dan Yamakage M. Colloid solutions: a clinical update
[pdf]. 2010.
11. Schuerholz T., Simon T.P., dan Marx G. Investigating colloids and crystalloids—
everything clear?. British Journal of Anaesthesia [pdf]. 2016.
12. Cortes D.O., et al. Colloids for fluid resuscitation: what is their role in patients with
shock? [pdf]. 2014.

21

Anda mungkin juga menyukai