Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang padat dan

bagian yang cair. Bagian padat terdiri dari tulang, kuku, otot, dan jaringan yang

lain. Sedangkan bagian yang cair berupa cairan intraselular dan ekstraselular.

Cairan ekstraseluler dibagi menjadi plasma darah sebanyak 5% dan cairan

interstitial sebanyak 15%. Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler,

seperti cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, dan lain-

lainnya. Dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler, terdapat elektrolit-elektrolit

utama yang berbeda. Elektrolit utama dalam cairan ekstraseluler adalah natrium

dan klorida, sedangkan elektrolit utama dalam cairan intraseluler adalah kalium,

magnesium, kalsium, dan fosfat. Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan oleh sel-

sel dalam tubuh agar dapat menjaga dan mempertahankan fungsinya, sehingga

tercipta kondisi yang sehat pada tubuh manusia.

Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh sudah diatur

sedemikian rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.

Apabila terjadi gangguan keseimbangan, baik cairan atau elektrolit, maka akan

memberikan pengaruh pada yang lainnya. Gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit dalam tubuh dapat terjadi pada keadaan diare, muntah-muntah, sindrom

malabsorbsi, ekskresi keringat yang berlebih pada kulit, pengeluaran cairan yang

tidak disadari (insesible water loss) secara berlebihan oleh paru-paru, perdarahan,

berkurangnya kemampuan pada ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan


elektrolit dalam tubuh. Dalam keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi

cairan agar volume cairan tubuh yang hilang, dengan segera dapat digantikan.

Terapi cairan merupakan terapi yang sangat mempengaruhi keberhasilan

penanganan pasien kritis. Selain dapat mengganti cairan yang hilang, terapi cairan

dapat dilakukan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung,

mencukupi kebutuhan per hari, mengatasi syok, dan mengatasi kelainan akibat

terapi lain. Administrasi terapi cairan melalui intravena adalah salah satu rute

terapi yang paling umum dan penting dalam pengobatan pasien bedah, medis dan

sakit kritis.

Pemilihan pemberian terapi cairan untuk perbaikan dan perawatan

stabilitas hemodinamik pada tubuh cukup sulit. Karena pemilihannya tergantung

pada jenis dan komposisi elektrolit dari cairan yang hilang. Meskipun kesalahan

terapi cairan jarang dilaporkan, namun disebutkan satu dari lima pasien dengan

terapi cairan dan elektrolit intravena menderita komplikasi atau morbiditas karena

pemberian terapi cairan yang tidak tepat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cairan Tubuh

2.1.1 Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh

Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air merupakan perlarut

bagi semua yang terlarut. Air tubuh total atau total body water (TBW) adalah

persentase dari berat air dibagi dengan berat badan total, yang bervariasi

berdasarkan kelamin, umur, dan kandungan lemak yang ada di dalam tubuh. Air

membuat sampai sekitar 60 persen pada laki laki dewasa. Sedangkan untuk wanita

dewasa terkandung 50 persen dari total berat badan. Pada neonatus dan anak-anak,

presentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa.

Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan utama yang

dipisahkan oleh membran sel, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.

Cairan ekstraseluler dibagi menjadi intravaskular dan kompartemen interstitial.

Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler, seperti cairan serebrospinal,

cairan persendian, cairan peritoneum, dan lain-lainnya. Cairan tersebut termasuk

ke dalam jenis khusus cairan ekstraseluler. Dalam beberapa kasus, komposisinya

dapat berbeda dari plasma atau cairan interstitial.

Gambar 1. Kompartemen Cairan Tubuh Manusia.


a. Cairan intraselular

Cairan intraseluler merupakan cairan yang terkandung di dalam sel. Cairan

intraseluler berjumlah sekitar 40% dari berat badan. Pada cairan intraseluler

memiliki ion kalium dan fosfat dalam jumlah besar, ion magnesium dan sulfat

dalam jumlah sedang, ion klorida dan natrium dalam jumlah kecil, dan hampir

tidak ada ion kalsium. Sel juga memiliki protein dalam jumlah besar, hampir lebih

dari empat kali lipat di dalam plasma.

b. Cairan ekstraselular

Jumlah relatif cairan ekstraselular menurun seiring dengan bertambahnya

usia, yaitu sampai sekitar sepertiga dari volume total pada dewasa. Cairan

ekstraselular terbagi menjadi cairan interstitial dan cairan intravaskular. Cairan

interstitial adalah cairan yang mengelilingi sel dan termasuk cairan yang

terkandung diantara rongga tubuh seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi

sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Sementara, cairan

intravaskular merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah, dalam

hal ini plasma darah.

Pada orang dewasa normal, rata-rata asupan air setiap harinya adalah 2500

ml, yang termasuk kira-kira 300 ml sebagai produk sampingan dari metabolisme

substrat energi. Rata-rata kehilangan cairan per hari adalah 2500 ml dimana 1500

ml di urin, 400 ml dievaporasi saluran pernafasan, 400 ml di evaporasi kulit, 100

ml di keringat, dan 100 ml di feses. Penguapan sangat diperlukan untuk

pengaturan suhu karena mekanisme ini secara normal menyumbang 20-25%

kehilangan panas. Perubahan pada komponen cairan dan volume sel akan memicu

kerusakan fungsi yang serius, khususnya pada otak.


2.2 Terapi Cairan

Terapi cairan adalah salah satu terapi yang sangat menentukan

keberhasilan penanganan pasien kritis. Dalam langkah-langkah resusitasi, langkah

D (“drug and fluid treatment”) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah

penting yang dilakukan secara simultan dengan langkah-langkah lainnya.

Tindakan ini seringkali merupakan langkah “life saving” pada pasien yang

menderita kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena muntah

mencret dan syok.

2.3 Jenis Cairan dan Indikasinya

Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan

kristaloid dan koloid.

a. Cairan Kristaloid

Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida).

Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas

dalam ruang intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular

adalah 20-30 menit. Beberapa peneliti merekomendasikan untuk setiap 1 liter

darah, diberikan 3 liter kristaloid isotonik. Kristaloid murah, mudah dibuat, dan

tidak menimbulkan reaksi imun. Larutan kristaloid adalah larutan primer yang

digunakan untuk terapi intravena prehospital. Tonisitas kristaloid

menggambarkan konsentrasi elektrolit yang dilarutkan dalam air, dibandingkan

dengan yang dari plasma tubuh. Ada 3 jenis tonisitas kritaloid, diantaranya :

- Isotonis.

Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma, ia memiliki

konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik” (iso, sama; tonik,
konsentrasi). Ketika memberikan kristaloid isotonis, tidak terjadi perpindahan

yang signifikan antara cairan di dalam intravascular dan sel. Dengan demikian,

hampir tidak ada atau minimal osmosis. Keuntungan dari cairan kristaloid adalah

murah, mudah didapat, mudah penyimpanannya, bebas reaksi, dapat segera

dipakai untuk mengatasi defisit volume sirkulasi, menurunkan viskositas darah,

dan dapat digunakan sebagai fluid challenge test. Efek samping yang perlu

diperhatikan adalah terjadinya edema perifer dan edema paru pada jumlah

pemberian yang besar Contoh larutan kristaloid isotonis: Ringer Laktat, Normal

Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼ NS.

- Hipertonis

Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih

terkonsentrasi dan disebut sebagai “hipertonik” (hiper, tinggi, tonik, konsentrasi).

Administrasi dari kristaloid hipertonik menyebabkan cairan tersebut akan menarik

cairan dari sel ke ruang intravascular. Efek larutan garam hipertonik lain adalah

meningkatkan curah jantung bukan hanya karena perbaikan preload, tetapi

peningkatan curah jantung tersebut mungkin sekunder karena efek inotropik

positif pada miokard dan penurunan afterload sekunder akibat efek vasodilatasi

kapiler viseral. Kedua keadaan ini dapat memperbaiki aliran darah ke organ-organ

vital. Efek samping dari pemberian larutan garam hipertonik adalah hipernatremia

dan hiperkloremia. Contoh larutan kristaloid hipertonis: Dextrose 5% dalam ½

Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline, Saline 3%, Saline 5%, dan

Dextrose 5% dalam RL.


- Hipotonis

Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma dan

kurang terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik,

konsentrasi). Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan

berpindah dari intravascular ke sel. Contoh larutan kristaloid hipotonis: Dextrose

5% dalam air, ½ Normal Saline.

b. Cairan Koloid

Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi

dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak

lama dalam ruang intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada

pasien dengan defisit cairan berat seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik

sebelum diberikan transfusi darah, pada penderita dengan hipoalbuminemia berat

dan kehilangan protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Cairan koloid

merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik yang dimana koloid memiliki

sifat yaitu plasma expander yang merupakan suatu sediaam larutan steril yang

digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka

baker, operasi, Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal

dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan

gangguan pada cross match.2,3 Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid

terdiri dari:

1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5%

dan 25%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma 60°C selama 10 jam untuk

membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain

mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Selain albumin, aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor fragments) terdapat

dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps

kardiovaskuler.

2. Koloid Sintetik

a. Dextran

Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan jumlah

yang besar. Dextrans diproduksi untuk mengganti cairan karena

peningkatan berat molekulnya, sehingga memiliki durasi tindakan yang

lebih lama di dalam ruang intravaskular. Namun, obat ini jarang digunakan

karena efek samping terkait yang meliputi gagal ginjal sekunder akibat

pengendapan di dalam tubulus ginjal, gangguan fungsi platelet,

koagulopati dan gangguan pada cross-matching darah. Tersedia dalam

bentuk Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan

Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000.

b. Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)

Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini. Pemberian 500 ml

larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam

waktu 2 hari dan sisanya, yaitu starch yang bermolekul besar, sebesar 64%

dalam waktu 8 hari. Hetastarch nonantigenik dan jarang dilaporkan adanya

reaksi anafilaktoid. Low molecular weight Hydroxylethyl starch (Penta-

Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga

1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena

potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas


yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Pentastarch dipilih

sebagai koloid untuk resusitasi cairan jumlah besar.

c. Gelatin

Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari gelatin,

biasanya berasal dari collagen bovine serta dapat memberikan reaksi.

Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi succinylated cross-linked dari

kolagen sapi. Berat molekul gelatin relatif rendah, 30,35 kDa, jika

dibandingkan dengan koloid lain. Pengangkut berisi NaCl 110 mmol/l.

Efek ekspansi plasma segera dari gelatin adalah 80-100% dari volume

yang dimasukkan dibawah kondisi hemodilusi normovolemik. Efek

ekspansi plasma akan bertahan 1-2 jam. Tidak ada batasan dosis

maksimum untuk gelatin. Gelatin dapat memicu reaksi hipersensitivitas,

lebih sering daripada larutan HES. Meskipun produk mentahnya bersumer

dari sapi, gelatin dipercaya bebas dari resiko penyebaran infeksi.

Kebanyakan gelatin dieskskresi melalui ginjal, dan tidak ada akumulasi

jaringan.

Tabel 2.1. Perbandingan Kristaloid dan Koloid.

Sifat Kristaloid Koloid


Berat molekul Lebih kecil Lebih besar
Distribusi Lebih cepat: 20-30 menit Lebih lama dalam sirkulasi
(3-6 jam)
Faal hemostasis Tidak ada pengaruh Mengganggu
Penggunaan Dehidrasi Perdarahan masif
Koreksi perdarahan Diberikan 2-3x jumlah Sesuai jumlah perdarahan
perdarahan
Tabel 2.2 Komposisi Beberapa Cairan.

Cairan Ton Osm Na+ Cl- K+ Gluk Laktat pH Lainnya


NS Iso 308 154 154 6
RL Iso 273 130 109 4 28 6,5
D5W Hipo 252 50 4,5
D5RL Hiper 525 130 109 4 50 28 5,0
D51/4NS Hiper 355 38,5 38,5 50
D51/2NS Hiper 406 77 77 0 4,0

5% alb Hiper 330 <2,5 7,4 COP 32


mmHg
Plasmanat 145 <2,0 7,4 COP 20
mmHg
10%Dextran Hipo 255 0 4,0
HES Iso 310 154 5,9

Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi

empat kelompok, yaitu:

1. Cairan Pemeliharaan

Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada

penyediaan IV cairan dan elektrolit untuk pasien yang tidak dapat memenuhi

kebutuhan mereka dengan rute enteral, namun sebaliknya baik dalam hal

keseimbangan cairan dan elektrolit dan penanganan (yaitu mereka yang pada

dasarnya euvolemik tanpa signifikan defisit elektrolit, kerugian yang abnormal


yang sedang berlangsung atau masalah redistribusi internal yang kompleks).

Tujuan saat memberikan cairan perawatan rutin adalah untuk menyediakan cukup

cairan dan elektrolit untuk memenuhi insensible losses (500-1000 ml),

mempertahankan status normal tubuh kompartemen cairan dan memungkinkan

ekskresi ginjal dari produk-produk limbah (500-1500 ml.). Jenis cairan rumatan

yang dapat digunakan adalah : NaCl 0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, ringer

laktat/asetat, NaCl 0,9% hanya untuk rumatan yang tinggi kandungan NaCl dari

saluran cerna ataupun ginjal, glukosa 5% atau glukosa salin.

Jumlah kehilangan air tubuh berbeda sesuai dengan umur, yaitu :

Dewasa 1,5-2 ml/kg/jam


Anak-anak 2-4 ml/kg/jam
Bayi 4-6 ml/kg/jam
Neonatus 3 ml/kg/jam

Kebutuhan cairan rumatan adalah 25-30 ml/kg/hari. Kebutuhan K, Na dan

Cl kurang lebih 1mmol/kg/hari. Kebutuhan glukosa 50-100 g/hari. Setelah cairan

pemeliharaan intravena diberikan, monitor dan lakukan penilaian ulang pada

pasien. Hentikan cairan intravena jika tidak ada indikasi yang tepat. Cairan

nasogastrium atau makanan enteral lebih dipilih untuk kebutuhan pemeliharaan

lebih dari 3 hari.

2. Cairan Pengganti

Banyak pasien yang membutuhkan cairan intravena memiliki kebutuhan

spesifik untuk menutupi penggantian dari deficit cairan atau kehilangan cairan

atau elektrolit serta permasalahan redistribusi cairan internal yang sedang

berlangsung, sehingga harus dihitung untuk pemilihan cairan intravena yang

optimal. Cairan dan elektrolit intravena pengganti dibutuhkan untuk mengangani


deficit yang ada atau kehilangan yang tidak normal yang sedang berlangsung,

biasanya dari saluran pencernaan (contoh: ileostomy, fistula, drainase

nasogastrium, dan drainase bedah) atau saluran kencing (contoh: saat pemulihan

dari gagal ginjal akut). Secara umum, terapi cairan intravena untuk penggantian

harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit

seperti kebutuhan pemeliharaan, sehingga homeostasis dapat kembali dan terjaga.

Lakukan penilaian cairan dan elektrolit pasien dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, monitor klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Cari defisit,

kehilangan yang sedang berlangsung, distribusi yang tidak normal atau

permasalahan kompleks lainnya. Periksa kehilangan yang sedang berlangsung dan

perkirakan jumlahnya dengan mengecek untuk muntah dan kehilangan NG tube,

diare, kehilangan darah yang berlangsung. Periksa redistribusi dan masalah

kompleks lainnya dengan memeriksa pembengkakan, sepsis berat, dan lainnya.

Berikan tambahan cairan dari kebutuhan pemeliharaan rutin, mengatur sumber-

sumber cairan dan elektrolit yang lain. Monitor dan periksa ulang pasien setelah

meresepkan.

3. Cairan untuk Tujuan Khusus

Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya

natrium bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi khusus terhadap

gangguan keseimbangan elektrolit.

4. Cairan Nutrisi

Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien

yang tidak mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan peroral. Jenis

cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi baik untuk
parenteral parsial atau total maupun untuk kasus penyakit tertentu. Adapun syarat

pemberian nutrisi parenteral yaitu berupa:

a. Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia

intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.

b. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat,

status preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri

mesenterika, diare berulang.

c. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan,

pseudo-obstruksi dan skleroderma.

d. Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan

makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis

gravidarum.

2.4 Kebutuhan Air dan Elektrolit

Bayi dan anak :

Pada bayi dan anak sesuai denan perhitungan di bawah ini :

Berat badan Kebutuhan air perhari


Sampai 10 Kg 100ml/kgBB
11-20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB

(Untuk tiap kg diatas 10 kg)


> 20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB

(untuk tiap kg diatas 20 kg)


Tabel 2.3

Kebutuhan kalium 2,5 mEq/kgBB/hari

Kebutuhan Natrium 2-4 mEq/kgBB/hari


Orang dewasa :

Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :

-Kebutuhan air sebanyak 30-50 ml/kgBB/hari

- Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari

-Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan

Yang menyebabkan adanya suatu peningkatan terhadap kebutuhan cairan

harian diantaranya :

- Demam (kebutuhan meningkat 12 % setiap 1°C, jika suhu > 37°C)

- Hiperventilasi

- Suhu lingkungan yang tinggi

- Aktivitas yang ekstrim/berlebihan

- Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria

Yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan cairan harian

diantaranya :

- Hipotermi (kebutuhan menurun 12 % setiap 1°C, jika suhu < 37°C

- Kelembaban yang sangat tinggi

- Oliguria atau anuria

- Hampir tidak ada aktivitas

- Retensi cairan misal gagal jantung

2.6 Perubahan Cairan Tubuh

Gangguan cairan tubuh dapat dibagi dalam tiga bentuk yakni perubahan :

1. Volume
2. Konsentrasi

3. Komposisi

Ketiga macam gangguan tersebut mempunyai hubungan yang erat satu

dengan yang lainnya sehingga dapat terjadi bersamaan. Namun demikian, dapat

juga terjadi secara terpisah atau sendiri yang dapat member gejala-gejala

tersendiri pula. Yang paling sering dijumpai dalam klinik adalah gangguan

volume.

2.6.1. Perubahan Volume

2.6.1.1 Defisit Volume

Pada keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda

gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang

lambat, lebih dapat ditoleransi sampai defisit volume cairan ekstraseluler yang

berat.

2.6.1.2 Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari

natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau

hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling

sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar

5-10% dari kasus.

Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir

sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium

besarnya relatif sama dalam kompartemen intravascular maupun kompartemen

ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis).

Sedangkan dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan

dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah.

Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka

dehidrasi dapat dibagi atas :

• Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)

• Dehidrasi sedang (defisit 8%BB)

• Dehidrasi berat (defisit 12%BB)

Tabel 2.4 Rumatan Cairan menurut rumus Hollyday-Segar

Berat Badan Jumlah Cairan


< 10 kg 100 ml/kg/hari
11 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kg/hari untuk setiap kg
di atas 10 kg
> 20 kg 1500 ml + 20 ml/kg/hari untuk setiap kg
di atas 20 kg

Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan +

penggantian defisit) untuk 24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam

pertama dan selebihnya dalam 16 jam berikutnya.

2.6.1.3 Kelebihan Volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat

iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan

air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan

kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan GFR),

sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.


2.6.2 Perubahan Konsentrasi

Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau hiponatremia

maupun hiperkalemia atau hipokalemia.

Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :

- Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan –


Na serum sekarang) x 0,6 x BB (kg)
- Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan
[mEq/liter] – K serum yang diukur) x 0,25 x BB (kg)
- Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan
[mEq/liter] – Cl serum yang diukur) x 0,45 x BB (kg)

2.6.3 Perubahan Komposisi

Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi

osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan konsentrasi K

dalam darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak akan mempengaruhi osmolaritas

cairan ekstraseluler tetapi sudah cukup mengganggu otot jantung. Demikian pula

halnya dengan gangguan ion kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar

Ca kurang dari 8 mEq, sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak

menimbulkan perubahan osmolaritas.

2.7 Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit

Gangguan keseimbangan air dan elektrolit dapat terjadi karena :

a. Gastroenteritis, demam tinggi (DHF, Difteri, Tifoid)

b. Kasus pembedahan (appendektomi, splenektomi, sectio caesarea, histerektomi)


c. Penyakit lain yang menyebabkan pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang

(Kehilangan cairan melalui muntah)

Dehidrasi

Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya terjadi kekurangan

jumlah cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan, aasupan yang tidak

memadai atau kombinasi keduanya.(Lyon Lee, 2006)

Menurut jenisnya dehidrasi dibagi atas: (Lyon Lee,2006. Leksana Eri 2015)

 Dehidrasi hipotonik

Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih banyak

daripada air. Penderita dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar

natrium serum (kurang dari 135 mmol/L) dan osmolalitas efektif serum

(kurang dari 270 mOsml/L). Karena kadar natrium rendah, cairan

intravaskuler berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga terjadi deplesi

cairan intravaskuler. Hiponatremia berat dapat memicu kejang hebat;

sedangkan koreksi cepat hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam) terkait dengan

kejadian mielinolisis pontin sentral.

 Dehidrasi hipertonik

Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak daripada

natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum

(lebih dari 145 mmol/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari

295 mOsm/L). Karena kadar natrium serum tinggi, terjadi pergeseran air dari

ruang ekstravaskuler ke ruang intravaskuler. Untuk mengkompensasi, sel

akan merangsang partikel aktif (idiogenik osmol) yang akan menarik air
kembali ke sel dan mempertahankan volume cairan dalam sel. Saat terjadi

rehidrasi cepat untuk mengoreksi kondisi hipernatremia, peningkatan

aktivitas osmotik sel tersebut akan menyebabkan infl uks cairan berlebihan

yang dapat menyebabkan pembengkakan dan ruptur sel; edema serebral

adalah konsekuensi yang paling fatal. Rehidrasi secara perlahan dalam lebih

dari 48 jam dapat meminimalkan risiko ini.

 Dehidrasi isotonik

Dehidrasi isotonik (isonatremik). Tipe ini merupakan yang paling sering

(80%). Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan jumlah

natrium yang hilang, dan biasanya tidak mengakibatkan cairan ekstrasel

berpindah ke dalam ruang intraseluler. Kadar. natrium dalam darah pada

dehidrasi tipe ini 135-145 mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295

mOsm/L.

Menurut derajat beratnya dehidrasi yang didasarkan pada tanda interstitial

dan tanda intravaskuler yaitu ;

 Dehidrasi ringan ( defisit 4% dari BB)

 Dehidrasi sedang ( defisit 8% dari BB)

 Dehidrasi berat ( defisit 12% dari BB)

 Syok ( defisit dari 12% dari BB)

Defisit cairan interstitial dengan gejala sebagai berikut :

 Turgor kulit yang jelek

 Mata cekung

 Ubun-ubun cekung

 Mukosa bibir dan kornea kering


Defisit cairan intravaskuler dengan gejala sebagai berikut :

 Hipotensi

 Takikardi

 Vena-vena kolaps

 Capillary refill time memanjang

 Oliguri

 Syok ( renjatan)

Dehidrasi hipotonik ( hiponatremik )

 Pada anak yang diare yang banyak minum air atau cairan hipotonik atau

diberi infus glukosa 5%

 Kadar natrium rendah ( <130 mEq/L)

 Osmolaritas serum < 275 mOsm/L

 Letargi, kadang- kadang kejang

Dehidrasi hipertonik

 Biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik ( natrium, laktosa ) selama diare

 Kehilangan air >> kehilangan natrium

 Konsentrasi natrium > 150 mmol/ L

 Osmolaritas serum meningkat > 295 mOsm/L

 Haus, irritable

 Bila natrium serum mencapai 165 mmol/L dapat terjadi kejang

2.8 Penatalaksanaan Terapi Cairan

Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ; (Lyon Lee, 2006)
1. Resusitasi cairan ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan

tubuh, sehingga seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan

pula untuk ekspansi cepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki

perfusi jaringan.

2. Terapi rumatan Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh

dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh Hal ini digambarkan dalam tabel

2.5.

Tabel 2.5 Gambaran Terjadinya Gangguan Elektrolit (Lyon Lee ,2006)


Ion dan batas Terganggu (mEq/L) Gejala-gejala Penyebab
CES normal
(mEq/L)
Natrium Hipernatremia Haus, kulit kering Dehidrasi,
(136- 142) (>150) dan mengkerut, kehilangan cairan
penurunan hipotonik
tekanan dan
volume darah,
bahkan kolaps
sirkulasi
Hiponatremia Gangguan fungsi Infuse atau ingesti
(<130) SSP (intoksikasi solusi hipotonik
air konfusi, dalam jumlah besar
halusinasi, kejang, Kalium ( 3,8-5,0)
koma, kematian
pada beberapa
kasus
Hiperkalemia ( >8) Aritmia Jantung Gagal ginjal,
Berat penggunaaan
diuretic, asidosis
kronik
Hipokalemia ( <2) Kelemahan dan Diit rendah kalium
paralysis otot Diuretik dan
hipersekresi
aldosteron
Kalsium Hiperkalsemia Konfusi, nyeri Hiperparatiroid,
(4,5-5,3) (>11) otot, aritmia kanker , kanker,
jantung, batu toksisitas vit. D.
ginjal, kalsifikasi suplemen kalsium
pada jaringan dengan dosis yang
lunak sangat berlebihan

Hipokalsemia (<4) Spasme otot, Diit yang jelek,


kejang, kram kurang vitamin D,
usus, denyut gagal ginjal,
jantung yang hipoparatiroid,
lemah, aritmia hipomagnesemia
jantung,
osteoporosi

Gambar 2.1 Diagram Terapi Cairan (Lyon Lee, 2006)


Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk : (Lyon Lee, 2006)
1. Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL
(insensible wataer loss), dan feses
2. Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil Pada
penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan didasarkan pada :
1. Cairan pemeliharaan ( jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam )
2. Cairan defisit ( jumlah kekurangan cairan yang terjadi )

Cairan pengganti ( replacement )


o Sekuestrasi ( cairan third space )
o Pengganti darah yang hilang
o Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan drainase
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan
untuk menghitung berapa besarnya cairan yang hilang tersebut: (Lyon Lee, 2006)
1. Refraktometer Defisit cairan :
BD plasma – 1,025 x BB x 4 ml
Ket. BD plasma = 0,001
2. Dari serum Na+ Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium – 1 )
Ket. Plasma Na = 140
3. Dari Hct
Defisit plasma (ml) = vol.darah normal – (vol.darah normal x nilai Hct awal )
Hct terukur
Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa
kriteria klinis seperti pada tabel 2.6 di bawah ini :

Tabel 2.6 Kriteria Klinis Kehilangan Darah (Lyon Lee, 2006)


Klas I Klas II Klas III Klas IV
Kehilangan Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Darah (ml)
Kehilangan Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%
darah (%EBV)
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Normal Normal Menurun Menurun
Darah
(mmHg)
Tekanan Nadi Normal atau Menurun Menurun Menurun
(mmHg) meningkat
Frekuensi 14-20 20-30 30-35 >35
Nafas
Produksi Urin >30 20-30 5-15 Tidak ada
(ml/jam)
SSP/Status Gelisah Gelisah Gelisah dan Bingung dan
Mental ringan sedang bingung letardi
Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid Kristaloid
Pengganti dan darah dan darah
(rumus 3:1)

2.9 Cara menghitung tetesan infus


• Jenis selang infus :
• Transfusion set (blood set) : 1 cc = 15 tetes
• Infusion set : 1 cc = 20 tetes
• Mikrodrip (burret) : 1cc = 60 tetes
• Jumlah tetesan infus :
Jumlah cairan (ml) yang dibutuhkan x faktor tetesan =……..tetes/menit
Lama pemberian (jam) x 60 menit
• Seorang pasien dengan berat 65 kg datang ke klinik dan membutuhkan
2.400 ml cairan RL. Berapa tetes infus yang dibutuhkan jika kebutuhan
cairan pasien mesti dicapai dalam waktu 12 jam ? Di klinik tersedia infus
set merek Otsuka.
Diketahui : jumlah cairan = 2400 ml (cc)
Waktu = 12 jam
Faktor tetes Otsuka = 15 tetes/ml
Jumlah Tetesan Per Menit (otsuka) = 2.400 ml x 15 tetes
12 jam x 60 menit
Jumlah tetesan Per Menit (Otsuka) = 2400 x 151
12 x 60
Jumlah Tetesan Per Menit (Otsuka) = 2.400200
121 x 4
Jumlah tetesan per Menit (Otsuka) = 200
4
Jumlah Tetesan Per Menit (Otsuka) = 50

Anda mungkin juga menyukai