NOTULENSI
Hari/ Tanggal : Rabu,22 Februari 2023
1. Cairan intraseluler
Cairan mengandung sejumlah besar ion kalium dan fosfat ditambah
ion magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang, yang mana semua
ion ini memiliki konsentrasi yang rendah di cairan ekstraseluler. Sel
ini juga mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali
jumlah protein dalam plasma.
2. Cairan ekstraseluler
Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida dan
bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah berbagai zat gizi
untuk sel, seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan asam amino.
Komponen penting dari cairan ekstraseluler adalah cairan
interstisial, yang jumlahnya mencapai tiga perempat dari
keseluruhan cairan ekstraselular, dan seperempat lainnya
merupakan plasma.
B. Kebutuhan dan Keseimbangan Harian Cairan Tubuh
Makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh dengan cara
oral dapat menjadi asupan cairan dan elektrolit dalam keadaan normal.
Total air tubuh juga dipengaruhi oleh proses metabolisme yang
berlangsung. Normalnya, keluaran cairan tubuh dapat terjadi melalui urin,
insensibel water loss, dan juga melalui saluran cerna. Sedangkan dari
keadaan patologis seperti muntah, diare, trauma, ataupun perdarahan
aktif, merupakan beberapa cara yang menyebabkan tubuh dapat
kehilangan cairan. Kebutuhan cairan setiap harinya dapat ditentukan
dengan rumus Holiday Segar. Untuk mengetahui keseimbangan cairan
tubuh dapat dilakukan dengan mengurangi total cairan masuk dan cairan
keluar. Balans cairan sebaiknya tidak melebihi dari 200-400 ml per
harinya. Insensibel water loss yang termasuk ke dalam cairan keluar,
dihitung dengan perkiraan 15 ml/kgBB/hari. Kehilangan akibat
peningkatan suhu tubuh dihitung kurang lebih 10% dari kebutuhan cairan
per hari.
C. Homeostasis Cairan
Keseimbangan normal cairan dan elektrolit pada kompartemen
intraseluler, ekstraselular, baik pada komponen interstisial maupun
intravaskular harus bekerja sesuai kontrol fisiologis normal agar fungsi
seluler dan organ dapat berlangsung dengan efektif. Terjadinya proses
homeostatis tubuh dalam menyesuaikan keseimbangan antara cairan dan
elektrolit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit, cedera
ataupun respons stres. Respon terhadap stres yang terjadi adalah
mempertahankan air dan natrium dengan cara meningkatkan pelepasan
hormon anti-diuretik (ADH), katekolamin dan aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron (RAAS). Karena respon inflamasi, peningkatan
permeabilitas kapiler memungkinkan albumin untuk menembus ruang
interstisial, yang mengakibatkan deplesi cairan intravaskular dan aktivasi
sistem RAAS berkelanjutan. Aktivasi RAAS juga dapat menurunkan kadar
potasium, yang akan mengganggu ekskresi dari natrium.
Selain itu, pasien yang sakit mungkin mengalami peningkatan
kehilangan cairan akibat demam, muntah atau diare ditambah dengan
penurunan asupan oral dikarenakan mual. Pemberian cairan intravena
merupakan tindakan yang dibutuhkan bagi pasien. Harus diingat bahwa
tujuan pemberian cairan intravena adalah memulihkan kondisi patologis
yang terjadi dan mengembalikan pasien dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit normal. Bagi praktisi kesehatan, banyak rekomendasi maupun
guideline yang ada untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan
dalam pemberian terapi intravena. UK National Institute for Health and
Care Excellence (NICE) merekomendasikan untuk menilai 5 R yang terdiri
dari :
1. Resuscitation (Resusitasi)
2. Replacement (Penggantian)
3. Routine Maintenance (Pemeliharaan Rutin)
4. Redistribution (Redistribusi)
5. Reassessment (Penilaian Ulang)
Penting untuk melakukan penilaian menyeluruh terhadap pasien,
termasuk berat badan dan keseimbangan cairan terakhir pasien, serta
perlu mempertimbangkan kebutuhan elektrolit harian pasien.
D. Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan pilihan terapi yang dapat keberhasilan
penanganan pasien kritis. Terapi cairan bertujuan untuk mempertahankan
sirkulasi atau mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
adekuat pada pasien yang tidak mampu mengendalikan keseimbangan
cairan dalam tubuhnya, sehingga mampu menciptakan hasil yang
menguntungkan bagi kondisi pasien. Dalam penerapan bantuan hidup
lanjut, langkah penting yang dapat dilakukan secara simultan bersama
langkah lainnya merupakan drug and fluid treatment. Pada pasien yang
mengalami kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena
muntah, mencret dan syok, langkah tersebut dapat menyelamatkan
pasien.
E. Jenis Cairan dan Indikasinya
Cairan
intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid dan koloid.
a. Cairan Kristaloid
Elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida) merupakan
komponen dari kristaloid. Karakteristik kristaloid ditandai dengan
pengaruhnya terhadap status asam-basa. Kristaloid digunakan untuk
menggantikan kehilangan sodium atau mempertahankan status quo.
Cairan kristaloid perawatan mengandung konsentrasi natrium yang sama
dengan konsentrasi total tubuh normal (70 mmol / L), sedangkan cairan
kristaloid pengganti memiliki kandungan natrium pada konsentrasi yang
mirip dengan plasma normal (kira-kira 140 mmol/L). Kristaloid tidak
mengandung partikel onkotik, dengan waktu paruh kristaloid di
intravaskular berkisar antara 20-30 menit. Keuntungan dari kristaloid
diantaranya murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun.
Sedangkan kerugian dari pemberian kristaloid yakni apabila memberikan
larutan Normal Saline dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
asidosis metabolik hiperkloremik dikarenakan kadar natrium dan
kloridanya yang tinggi (154 mEq / L) sehingga konsentrasi bikarbonat
plasma menurun saat konsentrasi klorida meningkat. Kristaloid digunakan
sebagai cairan resusitasi awal pada pasien dengan hemoragik dan syok
septik, luka bakar, cedera kepala (untuk mempertahankan tekanan
perfusi serebral), dan pada pasien yang menjalani plasmaferesis dan
reseksi hati. Ada 3 jenis tonisitas kritaloid, diantaranya
- Isotonis.
Apabila jumlah elektrolit plasma terisi kristaloid pada jumlah yang
sama dan memiliki konsentrasi yang sama maka disebut sebagai isotonis.
(iso, sama; tonis, konsentrasi). Tidak terjadi perpindahan signifikan antara
cairan di dalam sel dengan intravaskular saat pemberian kristaloid
isotonis. Hal tersebut menyebabkan hampir tidak adanya osmosis. Dalam
pemberian kristaloid isotonis pada jumlah besar perlu diperhatikan adanya
efek samping seperti edema perifer dan edema paru yang dapat terjadi
pada pasien. Contoh larutan kristaloid isotonis: Ringer Laktat, Normal
Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% dalam ¼ NS.
- Hipertonis
Kristaloid disebut hipertonis apabila jumlah elektrolit dari
kristaloid lebih banyak dibandingkan dengan plasma tubuh. Apabila
pemberian kristaloid hipertonik dilakukan terhadap pasien akan
menyebabkan terjadinya penarikan cairan dari sel ke ruang intravaskuler.
Gejala yang timbul dari pemberian larutan hipertonis adalah peningkatan
curah jantung yang bukan hanya disebabkan oleh karena perbaikan
preload, tetapi juga disebabkan oleh efek sekunder karena efek inotropik
positif pada miokard dan penurunan afterload sekunder akibat efek
vasodilatasi kapiler viseral. Hal ini dapat menyebabkan perbaikan aliran
darah ke organ-organ vital. Namun pemberian larutan hipertonis dapat
menyebabkan efek samping seperti hipernatremia dan hiperkloremia.
Contoh larutan kristaloid hipertonis antara lain Dextrose 5% dalam ½
Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline, Saline 3%, Saline 5%,
dan Dextrose 5% dalam RL.
- Hipotonis
Jika plasma memiliki elektrolit yang lebih banyak dibandingkan
kristaloid dan kurang terkonsentrasi, maka disebut sebagai “hipotonik”
(hipo, rendah; tonik, konsentrasi). Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan
dengan cepat akan berpindah dari intravaskular ke sel. Dextrose 5%
dalam air, ½ Normal Saline merupakan beberapa contoh dari larutan
kristaloid hipotonik.
b. Cairan Koloid
Cairan koloid membantu mempertahankan tekanan onkotik koloid
plasma sehingga sebagian besar tetap berada di ruang intravaskular,
sedangkan larutan kristaloid dengan cepat menyeimbangkan dan
mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraselular. Cairan koloid
bertahan lebih lama di dalam ruang intravaskuler disebabkan oleh karena
aktivitas osmotik serta mempunyai zat-zat yang berat molekulnya tinggi.
Pasien dengan defisit cairan berat seperti pada syok
hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi darah ataupun pada
penderita hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein jumlah besar
(misalnya pada luka bakar) dapat diberikan cairan koloid sebagai salah
satu langkah resusitasi. Cairan koloid merupakan turunan dari plasma
protein dan sintetik. Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya
yang mahal, dapat dapat menyebabkan gangguan pada cross match dan
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang). Berdasarkan jenis
pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:
1. Koloid Alami yaitu fraksi albumin ( 5% dan 25%) dengan protein
plasma 5%. Dibuat dengan cara memanaskan plasma dalam suhu
60°C selama 10 jam agar virus hepatitis dan virus lainnya terbunuh.
Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin,
aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor fragments) terdapat dalam
fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
2. Koloid Sintetik
Dextran
Dextrans digunakan untuk mengganti cairan karena memiliki
rentang waktu efek yang lebih lama pada ruang intravaskuler.
Cairan koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan
jumlah besar. Efek samping dari pemberian Dextran di antaranya
gagal ginjal sekunder akibat pengendapan di dalam tubulus ginjal,
gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada cross-
matching darah. Oleh karena banyaknya efek samping yang
disebabkan, cairan ini jarang dipilih. Contoh sediaan yang ada,
antara lain : Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul
40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-
70.000.
Koloid vs kristaloid
Mortalitas pasien kritis Pada hari perawatan ke-90 angka mortalitas pada
dengan syok hipovolemik kelompok koloid < kelompok kristaloid.
di ICU
Terapi renal replacement Tidak signifikan berbeda pada dua kelompok terapi
Dapat memicu Dapat memicu
Koagulopati koagulopati koagulopati
Dapat terjadi pada
Reaksi alergi Tidak ada penggunaan gelatin
Harga Murah Lebih mahal
Mudah didapat, bahkan
tersedia di fasilitas
kesehatan tingkat Lebih mudah ditemukan
Ketersediaan pertama di rumah sakit
penggunaan cairan kristaloid lain, seperti Ringer laktat: