Anda di halaman 1dari 38

PEMERINTAH DAERAH KOTA DEPOK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


ANUGERAH SEHAT AFIAT
Jl. Raya Tapos RT 005 RW 004 Kelurahan Cimpaeun Kecamatan Tapos
Kota Depok - Jawa Barat 16459
Telp : (021) 84217220 Email : rsudasa@depok.go.id

NOTULENSI
Hari/ Tanggal : Rabu,22 Februari 2023

Kegiatan : Presentasi Klinis /Terapi Cairan


Tempat : Aula Lt 6 RSUD Anugerah Sehat Afiat

Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam komponen yang saling


berhubungan. Cairan merupakan salah satu komponen penting dalam
tubuh manusia. Hampir 60 % dari komposisi tubuh manusia merupakan
cairan yang berupa larutan ion dan zat lainnya. Jumlah cairan tubuh total
pada masing-masing individu dapat bervariasi berdasarkan umur, berat
badan, maupun jenis kelamin. Cairan dan elektrolit tersebut memiliki
komponen utama yang berbeda dan fungsinya masing-masing sebagai
struktur penting yang membentuk dan menunjang tubuh manusia,
sehingga dapat berfungsi dengan baik melalui mekanisme pengaturan
yang sedemikian rupa.
Cairan dalam tubuh manusia dibagi menjadi cairan intraseluler dan
cairan ekstraseluler. Kedua cairan tersebut dipisahkan oleh membran sel
yang sangat permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap
sebagian besar elektrolit. Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion
natrium, klorida dan bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah
berbagai zat gizi untuk sel, seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan
asam amino. Komponen penting dari cairan ekstraseluler adalah cairan
interstisial, yang jumlahnya mencapai tiga perempat dari keseluruhan
cairan ekstraselular, dan seperempat lainnya merupakan plasma.
Sedangkan cairan intraseluler mengandung banyak ion kalium,
magnesium dan fosfat dibandingkan dengan ion natrium dan klorida yang
banyak ditemukan pada cairan ekstraseluler.
Keseimbangan distribusi cairan dan elektrolit diatur melalui proses
pengaturan mekanisme yang beraneka ragam dan saling terkait dalam
satu kesatuan. Bila terjadi gangguan keseimbangan dari cairan dan
elektrolit, normalnya segera diikuti oleh proses kompensasi untuk
mempertahankan kondisi normal cairan dan elektrolit sehingga fungsi
organ vital dapat dipertahankan. Agar keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat dipertahankan secara optimal dan terus menerus, diperlukan proses
pengaturan keseimbangan yang adekuat. Apabila terjadi gangguan di
salah satu komponen tersebut bisa menimbulkan keadaan patologis yang
mengancam tubuh manusia.

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat


terjadi pada keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi,
ekskresi keringat yang berlebih pada kulit, pengeluaran cairan yang tidak
disadari (insesible water loss) secara berlebihan oleh paru-paru,
perdarahan, berkurangnya kemampuan pada ginjal dalam mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dalam keadaan tersebut,
pasien perlu diberikan terapi cairan agar volume cairan tubuh yang hilang
dapat digantikan dengan segera.
Pemberian metode terapi cairan dengan tujuan perbaikan dan
perawatan stabilitas hemodinamik pada pasien memerlukan berbagai
pertimbangan, karena pemilihannya tergantung pada jenis dan
komposisi elektrolit dari cairan yang hilang dari tubuh. Jumlah kasus
kesalahan terapi cairan jarang dilaporkan, namun diketahui satu diantara
lima pasien dengan pemberian terapi cairan dan elektrolit intravena
menderita komplikasi atau morbiditas karena pemberian terapi cairan
yang tidak tepat. Mengetahui pentingnya pemberian terapi cairan dan
pertimbangan lainnya terhadap pasien membuat tertarik untuk membahas
terapi cairan.

A. Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh


Tubuh manusia tersusun sebagian besar oleh cairan. Hampir 60%
berat badan orang dewasa terdiri dari cairan. Jumlah cairan tubuh total
pada masing- masing individu dapat bervariasi menurut umur, berat
badan, jenis kelamin serta jumlah lemak tubuh. Air menyusun sekitar 60
persen dari total berat tubuh pada laki laki dewasa. Untuk tubuh wanita
dewasa mengandung cairan sekitar 50 persen dari total berat badannya.
Hal ini disebabkan karena jumlah jaringan adiposa yang relatif lebih
banyak pada wanita dibandingkan dengan pria. Pada bayi, 75 persen
komposisi tubuhnya terdiri dari cairan dibandingkan dengan orang
dewasa. Sejalan dengan pertumbuhan seseorang, maka persentase total
cairan tubuh terhadap berat badan akan semakin menurun. Hal ini
berhubungan dengan faktor bertambahnya usia, yang menyebabkan
berkurangnya persentase cairan dalam tubuh.
Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan utama yang
dipisahkan oleh membran sel, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraseluler dibagi menjadi intravaskular atau plasma dan kompartemen
interstitial. Selain itu ada pula kompartemen kecil yang juga disebut sebagai
cairan transeluler. Bagian tersebut terdiri dari cairan dalam rongga sinovial,
peritoneum, perikardium serta cairan serebrospinal. Cairan tersebut termasuk ke
dalam jenis khusus cairan ekstraseluler.

1. Cairan intraseluler
Cairan mengandung sejumlah besar ion kalium dan fosfat ditambah
ion magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang, yang mana semua
ion ini memiliki konsentrasi yang rendah di cairan ekstraseluler. Sel
ini juga mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali
jumlah protein dalam plasma.
2. Cairan ekstraseluler
Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida dan
bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah berbagai zat gizi
untuk sel, seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan asam amino.
Komponen penting dari cairan ekstraseluler adalah cairan
interstisial, yang jumlahnya mencapai tiga perempat dari
keseluruhan cairan ekstraselular, dan seperempat lainnya
merupakan plasma.
B. Kebutuhan dan Keseimbangan Harian Cairan Tubuh
Makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh dengan cara
oral dapat menjadi asupan cairan dan elektrolit dalam keadaan normal.
Total air tubuh juga dipengaruhi oleh proses metabolisme yang
berlangsung. Normalnya, keluaran cairan tubuh dapat terjadi melalui urin,
insensibel water loss, dan juga melalui saluran cerna. Sedangkan dari
keadaan patologis seperti muntah, diare, trauma, ataupun perdarahan
aktif, merupakan beberapa cara yang menyebabkan tubuh dapat
kehilangan cairan. Kebutuhan cairan setiap harinya dapat ditentukan
dengan rumus Holiday Segar. Untuk mengetahui keseimbangan cairan
tubuh dapat dilakukan dengan mengurangi total cairan masuk dan cairan
keluar. Balans cairan sebaiknya tidak melebihi dari 200-400 ml per
harinya. Insensibel water loss yang termasuk ke dalam cairan keluar,
dihitung dengan perkiraan 15 ml/kgBB/hari. Kehilangan akibat
peningkatan suhu tubuh dihitung kurang lebih 10% dari kebutuhan cairan
per hari.
C. Homeostasis Cairan
Keseimbangan normal cairan dan elektrolit pada kompartemen
intraseluler, ekstraselular, baik pada komponen interstisial maupun
intravaskular harus bekerja sesuai kontrol fisiologis normal agar fungsi
seluler dan organ dapat berlangsung dengan efektif. Terjadinya proses
homeostatis tubuh dalam menyesuaikan keseimbangan antara cairan dan
elektrolit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit, cedera
ataupun respons stres. Respon terhadap stres yang terjadi adalah
mempertahankan air dan natrium dengan cara meningkatkan pelepasan
hormon anti-diuretik (ADH), katekolamin dan aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron (RAAS). Karena respon inflamasi, peningkatan
permeabilitas kapiler memungkinkan albumin untuk menembus ruang
interstisial, yang mengakibatkan deplesi cairan intravaskular dan aktivasi
sistem RAAS berkelanjutan. Aktivasi RAAS juga dapat menurunkan kadar
potasium, yang akan mengganggu ekskresi dari natrium.
Selain itu, pasien yang sakit mungkin mengalami peningkatan
kehilangan cairan akibat demam, muntah atau diare ditambah dengan
penurunan asupan oral dikarenakan mual. Pemberian cairan intravena
merupakan tindakan yang dibutuhkan bagi pasien. Harus diingat bahwa
tujuan pemberian cairan intravena adalah memulihkan kondisi patologis
yang terjadi dan mengembalikan pasien dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit normal. Bagi praktisi kesehatan, banyak rekomendasi maupun
guideline yang ada untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan
dalam pemberian terapi intravena. UK National Institute for Health and
Care Excellence (NICE) merekomendasikan untuk menilai 5 R yang terdiri
dari :
1. Resuscitation (Resusitasi)
2. Replacement (Penggantian)
3. Routine Maintenance (Pemeliharaan Rutin)
4. Redistribution (Redistribusi)
5. Reassessment (Penilaian Ulang)
Penting untuk melakukan penilaian menyeluruh terhadap pasien,
termasuk berat badan dan keseimbangan cairan terakhir pasien, serta
perlu mempertimbangkan kebutuhan elektrolit harian pasien.

D. Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan pilihan terapi yang dapat keberhasilan
penanganan pasien kritis. Terapi cairan bertujuan untuk mempertahankan
sirkulasi atau mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
adekuat pada pasien yang tidak mampu mengendalikan keseimbangan
cairan dalam tubuhnya, sehingga mampu menciptakan hasil yang
menguntungkan bagi kondisi pasien. Dalam penerapan bantuan hidup
lanjut, langkah penting yang dapat dilakukan secara simultan bersama
langkah lainnya merupakan drug and fluid treatment. Pada pasien yang
mengalami kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena
muntah, mencret dan syok, langkah tersebut dapat menyelamatkan
pasien.
E. Jenis Cairan dan Indikasinya
Cairan
intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid dan koloid.
a. Cairan Kristaloid
Elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida) merupakan
komponen dari kristaloid. Karakteristik kristaloid ditandai dengan
pengaruhnya terhadap status asam-basa. Kristaloid digunakan untuk
menggantikan kehilangan sodium atau mempertahankan status quo.
Cairan kristaloid perawatan mengandung konsentrasi natrium yang sama
dengan konsentrasi total tubuh normal (70 mmol / L), sedangkan cairan
kristaloid pengganti memiliki kandungan natrium pada konsentrasi yang
mirip dengan plasma normal (kira-kira 140 mmol/L). Kristaloid tidak
mengandung partikel onkotik, dengan waktu paruh kristaloid di
intravaskular berkisar antara 20-30 menit. Keuntungan dari kristaloid
diantaranya murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun.
Sedangkan kerugian dari pemberian kristaloid yakni apabila memberikan
larutan Normal Saline dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
asidosis metabolik hiperkloremik dikarenakan kadar natrium dan
kloridanya yang tinggi (154 mEq / L) sehingga konsentrasi bikarbonat
plasma menurun saat konsentrasi klorida meningkat. Kristaloid digunakan
sebagai cairan resusitasi awal pada pasien dengan hemoragik dan syok
septik, luka bakar, cedera kepala (untuk mempertahankan tekanan
perfusi serebral), dan pada pasien yang menjalani plasmaferesis dan
reseksi hati. Ada 3 jenis tonisitas kritaloid, diantaranya
- Isotonis.
Apabila jumlah elektrolit plasma terisi kristaloid pada jumlah yang
sama dan memiliki konsentrasi yang sama maka disebut sebagai isotonis.
(iso, sama; tonis, konsentrasi). Tidak terjadi perpindahan signifikan antara
cairan di dalam sel dengan intravaskular saat pemberian kristaloid
isotonis. Hal tersebut menyebabkan hampir tidak adanya osmosis. Dalam
pemberian kristaloid isotonis pada jumlah besar perlu diperhatikan adanya
efek samping seperti edema perifer dan edema paru yang dapat terjadi
pada pasien. Contoh larutan kristaloid isotonis: Ringer Laktat, Normal
Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% dalam ¼ NS.
- Hipertonis
Kristaloid disebut hipertonis apabila jumlah elektrolit dari
kristaloid lebih banyak dibandingkan dengan plasma tubuh. Apabila
pemberian kristaloid hipertonik dilakukan terhadap pasien akan
menyebabkan terjadinya penarikan cairan dari sel ke ruang intravaskuler.
Gejala yang timbul dari pemberian larutan hipertonis adalah peningkatan
curah jantung yang bukan hanya disebabkan oleh karena perbaikan
preload, tetapi juga disebabkan oleh efek sekunder karena efek inotropik
positif pada miokard dan penurunan afterload sekunder akibat efek
vasodilatasi kapiler viseral. Hal ini dapat menyebabkan perbaikan aliran
darah ke organ-organ vital. Namun pemberian larutan hipertonis dapat
menyebabkan efek samping seperti hipernatremia dan hiperkloremia.
Contoh larutan kristaloid hipertonis antara lain Dextrose 5% dalam ½
Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline, Saline 3%, Saline 5%,
dan Dextrose 5% dalam RL.
- Hipotonis
Jika plasma memiliki elektrolit yang lebih banyak dibandingkan
kristaloid dan kurang terkonsentrasi, maka disebut sebagai “hipotonik”
(hipo, rendah; tonik, konsentrasi). Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan
dengan cepat akan berpindah dari intravaskular ke sel. Dextrose 5%
dalam air, ½ Normal Saline merupakan beberapa contoh dari larutan
kristaloid hipotonik.
b. Cairan Koloid
Cairan koloid membantu mempertahankan tekanan onkotik koloid
plasma sehingga sebagian besar tetap berada di ruang intravaskular,
sedangkan larutan kristaloid dengan cepat menyeimbangkan dan
mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraselular. Cairan koloid
bertahan lebih lama di dalam ruang intravaskuler disebabkan oleh karena
aktivitas osmotik serta mempunyai zat-zat yang berat molekulnya tinggi.
Pasien dengan defisit cairan berat seperti pada syok
hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi darah ataupun pada
penderita hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein jumlah besar
(misalnya pada luka bakar) dapat diberikan cairan koloid sebagai salah
satu langkah resusitasi. Cairan koloid merupakan turunan dari plasma
protein dan sintetik. Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya
yang mahal, dapat dapat menyebabkan gangguan pada cross match dan
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang). Berdasarkan jenis
pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:
1. Koloid Alami yaitu fraksi albumin ( 5% dan 25%) dengan protein
plasma 5%. Dibuat dengan cara memanaskan plasma dalam suhu
60°C selama 10 jam agar virus hepatitis dan virus lainnya terbunuh.
Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin,
aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor fragments) terdapat dalam
fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
2. Koloid Sintetik
 Dextran
Dextrans digunakan untuk mengganti cairan karena memiliki
rentang waktu efek yang lebih lama pada ruang intravaskuler.
Cairan koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan
jumlah besar. Efek samping dari pemberian Dextran di antaranya
gagal ginjal sekunder akibat pengendapan di dalam tubulus ginjal,
gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada cross-
matching darah. Oleh karena banyaknya efek samping yang
disebabkan, cairan ini jarang dipilih. Contoh sediaan yang ada,
antara lain : Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul
40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-
70.000.

 Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)


Hetastarch merupakan golongan nonantigenik dan reaksi
anafilaktoid jarang dilaporkan terjadi. Rekomendasi dosis maksimal
harian penggunaan cairan HES adalah 33-50 ml/kgBB/hari. Low
molecular weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip dengan
Hetastarch. Pentastarch memiliki kemampuan untuk
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang
diberikan dan dapat berlangsung selama 12 jam. Pentastarch
menjadi opsi dari jenis koloid yang dapat digunakan sebagai cairan
resusitasi jumlah besar karena potensinya sebagai plasma volume
expander dengan toksisitas yang rendah dan tidak menyebabkan
terganggunya proses koagulasi.
 Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang bersumber dari gelatin, biasanya
berasal dari collagen bovine. Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi
succinylated cross-linked dari kolagen sapi. Jika dibandingkan dengan jenis
koloid lainnya, gelatin memeliki berat molekul yang relatif rendah yaitu 30,35
kDa. Efek ekspansi plasma segera dari gelatin adalah 80-100% dari volume
yang dimasukkan dibawah kondisi hemodilusi normovolemik. Gelatin dapat
memicu reaksi hipersensitivitas, lebih sering daripada larutan HES. Ekskresi
gelatin dilakukan di ginjal, dan tidak ada akumulasi jaringan. Berdasarkan
penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi empat kelompok,
yaitu :
1. Cairan Pemeliharaan
Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada
penyediaan cairan dan elektrolit intravena untuk pasien yang
terjaga keseimbangan cairan dan elektrolitnya, namun tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan cairannya via enteral. Pemberian
cairan pemeliharaan rutin bertujuan agar tersedianya cairan dan
elektrolit yang adekuat untuk memenuhi insensible losses, status
normal kompartemen cairan tubuh dapat dipertahankan dan
memungkinkan terjadinya ekskresi ginjal dari produk-produk
limbah. Jenis cairan rumatan yang dapat digunakan adalah NaCl
10,11
0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, atau ringer laktat/asetat.
Cairan rumatan dibutuhkan sekitar 25-30 ml/kg/hari. Kebutuhan K,
Na dan Cl kurang lebih 1mmol/kg/hari, sedangkan glukosa
dibutuhkan tubuh sebanyak 50-100 gram perhari. Perlu dilakukan
monitor dan penilaian ulang pada pasien setelah memberikan
cairan pemeliharaan intravena pada pasien. Cairan nasogastrium
atau makanan enteral dipilih untuk kebutuhan pemeliharaan lebih
dari 3 hari.
2. Cairan Pengganti
Penghitungan optimal dari cairan intravena perlu dilakukan karena
pasien yang membutuhkan cairan intravena memiliki kebutuhan
spesifik untuk mengganti kehilangan cairan atau elektrolit yang
terjadi serta permasalahan redistribusi cairan internal yang sedang
berlangsung. Pada kasus-kasus kehilangan cairan tidak normal
yang sedang berlangsung, seperti dari saluran pencernaan atau
saluran kencing, dibutuhkan cairan pengganti. Terapi cairan
pengganti intravena memiliki tujuan untuk menjaga dan
mengembalikan homeostasis yang adekuat dengan cara memenuhi
kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit.
3. Cairan untuk Tujuan Khusus
Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus,
misalnya natrium bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan
koreksi khusus terhadap gangguan keseimbangan elektrolit.
4. Cairan Nutrisi
Pasien yang tidak mengkonsumsi makanan peroral ataupun yang
tidak boleh makan dapat diberikan cairan nutrisi. Jenis cairan
nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi,
baik untuk parenteral parsial atau total maupun untuk kasus
penyakit tertentu. Adapun syarat pemberian nutrisi parenteral yaitu
berupa:
 Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula
enterokunateus, atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi
usus halus.
 Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada
pankreatitis berat, status preoperatif dengan malnutrisi berat,
angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
 Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang
berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan skleroderma.
Kondisi dimana jalur enteral tidak memungkinkan untuk diberikan kepada
pasien antara lain pada pada pasien dengan gangguan makan, muntah
terus menerus, gangguan hemodinamik, maupun dengan hiperemesis
gravidarum.
F. Terapi Cairan Perioperatif
Terapi cairan perioperatif intavena memiliki tujuan untuk
mengembalikan atau mempertahankan sirkulasi keseimbangan
cairan dan elektrolit yang adekuat, sehingga menciptakan prasyarat
untuk hasil yang menguntungkan bagi pasien. Selain itu, terapi
cairan perioperatif juga bertujuan untuk, di antaranya :
1. Menjaga atau memperbaiki keseimbangan cairan (dehidrasi,
hipovolemia)
2. Menjaga atau memperbaiki konstitusi plasma (elektrolit)
3. Mengamankan sirkulasi yang cukup (dalam kombinasi
dengan zat vasoaktif dan / atau kardioaktif)
4. Mengamankan suplai oksigen yang cukup ke seluruh organ
(dalam kombinasi dengan terapi oksigen)
National Confidential Enquiry into Patient Outcome and Death
menyatakan bahwa terjadi peningkatan angka mortalitas sebesar
20,5% pada pasien dengan syok hipovolemik yang mendapatkan
terapi cairan perioperatif dengan jumlah tidak adekuat
dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi cairan
dengan jumlah yang adekuat.
1. Terapi Cairan Prabedah
Prinsip pemberian cairan prabedah adalah untuk mengganti
cairan dan kalori yang dialami pasien prabedah akibat puasa.
Cairan yang digunakan adalah :
a. Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan
b. Untuk koreksi defisit puasa atau dehidrasi diberikan cairan
kristaloid
c. Perdarahan akut diberikan cairan kristaloid dan koloid
atau transfusi darah.
2. Terapi Cairan selama Operasi
Pemberian cairan selama operasi bertujuan untuk mengoreki
hilangnya cairan akibat luka operasi, mengganti perdarahan dan
mengganti cairan yang hilang melalui eksresi organ. Pemberian
cairan kristaloid ataupun koloid merupakan langkah penting untuk
mengatasi perdarahan agar volume intravascular (normovolemia)
dapat terjaga sehingga resiko anemia dapat teratasi. Namun,
apabila pasien mengalami anemia berat, pemberian transfusi darah
kepada pasien perlu untuk dilakukan. Penghitungan estimated
blood volume dapat dilakukan untuk menentukan jumlah transfusi
darah yang akan diberikan kepada pasien.
Jumlah perdarahan selama operasi dihitung berdasarkan:
 Jumlah darah yang tertampung di dalam botol
penampung atau tabung suction
 Tambahan berat kasa yang digunakan ( 1 gram = 1 ml darah )
 Ditambah dengan faktor koreksi sebesar 25% kali jumlah
yang terukur ditambah terhitung (jumlah darah yang tercecer
dan melekat pada kain penutup lapangan operasi).
3. Terapi Cairan Pasca Bedah
Pemberian cairan pasca bedah digunakan tergantung dengan
masalah yang dijumpai, bisa mempergunakan cairan
pemeliharaan, cairan pengganti atau cairan nutrisi. Prinsip dari
pemberian cairan pasca bedah adalah :
a. Dewasa:
 Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca
bedah, diberikan cairan pemeliharaan
 Apabila pasien puasa dan diperkirakan < 3 hari
diberikan cairan nutrisi dasar yang mengandung air,
eletrolit, karbohidrat, dan asam amino esensial.
Sedangkan apabila diperkirakan puasa > 3 hari bisa
diberikan cairan nutrisi yang sama dan pada hari ke
lima ditambahkan dengan emulsi lemak
 Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi
pra bedah yang buruk segera diberikan nutrisi
parenteral total
b. Bayi dan anak, memiliki prinsip pemberian cairan yang
sama, hanya komposisinya berbeda, misalnya dari
kandungan elektrolitnya, jumlah karbohidrat dan lain –
lain.
c. Pada keadaan tertentu misalnya pada penderita syok
atau anemia, penatalaksanaanya disesuaikan dengan
etiologinya.
Satu atau lebih komplikasi yang terjadi pasca operasi memberikan
dampak buruk dalam jangka waktu pendek atau panjang. Pencegahan
angka morbiditas pada pasca operasi adalah kunci untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas.
G. Jalur Pemberian Terapi Cairan
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan melalui jalur vena, baik
vena perifer maupun vena sentral, melalui kanulasi tertutup atau terbuka
dengan seksi vena.
1. Kanulasi Vena Perifer
Syarat dari pemilihan kanulasi ini adalah dimulai dari vena di
daerah ekstremitas atas lalu dilanjutkan pada vena bagian
ekstremitas bawah. Vena di area kepala perlu dihandari karena
hematom mudah terjadi. Pada bayi baru lahir, vena umbilikalis
bisa digunakan untuk kanulasi terutama dalam keadaan darurat.
Tujuan dilakukannya kanulasi vena perifer ini adalah untuk :
a. Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Lokasi
pemasangan harus dipindah serta penggantian set infus
perlu dilakukan, jika pemberiannya melebihi 3 hari.
b. Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk
menganti kehilangan cairan tubuh atau perdarahan akut.
c. Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara
kontinyu atau berulang
2. Kanulasi Vena Sentral
Pemberian jangka panjang, misalnya untuk nutrisi parenteral
total, dilakukan kanulasi pada vena subklavikula atau vena
jugularis interna. Sedangkan dalam pemberian jangka pendek,
dilakukan melalui vena- vena di atas ekstremitas atas secara
tertutup atau terbuka dengan vena seksi. Tujuan dari kanulasi
vena sentral ini tersendiri adalah :
a. Terapi cairan dan nutrisi parenteral jangka panjang.
Terutama untuk cairan nutrisi parenteral dengan
osmolaritas yang tinggi untuk mencegah iritasi pada
vena.
b. Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat, misalnya
kardiovaskuler, vena perifer sulit diidentifikasi.
c. Untuk pemasangan alat pemacu jantung.
H. Komplikasi Terapi Cairan
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah cairan yang masuk ke
dalam tubuh terlalu banyak. Ketika hal ini terjadi, jantung gagal
memompa volume

sirkulasi yang terekspansi secara efektif. Distensi berlebih pada ventrikel


kiri dapat menyebabkan gagal jantung, dengan konsekuensi berupa
edema paru. Pasien dengan edema paru akan memendekkan
pernapasan dan menyebabkan batuk, terdengar crackles pada auskultasi
dan penurunan saturasi oksigen. Manifestasi klinis ini seringkali diikuti
oleh meningkatnya denyut jantung. Gagal ginjal dan kerusakan ventrikel
yang sudah ada dapat memperburuk kondisi. Sindrom kompartemen
abdomen dan sindrom distres resprasi akut adalah konsekuensi dari
kelebihan resusitasi cairan dan kelebihan cairan. Penanganan khusus
juga harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung atau gagal nafas,
ataupun pada orang dengan resiko ketidakstabilan hemodinamik.
Tubuh manusia sebagian besar tersusun dari air. Cairan tubuh
pada masing-masing individu berbeda tergantung dari beberapa faktor
usia, jenis kelamin, dan derajat status gizi seseorang. Seluruh cairan
tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam dua kompartemen,
yaitu intraselular dan ekstraselular. Apabila terjadi defisit atau
kekurangan cairan pada tubuh maka perlu segera diberikan
penanganan atau pencegahan untuk mencegah terjadinya masalah
kekurangan cairan. Terapi cairan secara garis besar dibagi menjadi
kristaloid dan koloid. Kristaloid merupakan larutan berbasis air yang
mengandung elektrolit atau gula yang paling sering dan paling pertama
digunakan sebagai cairan resusitasi. Keuntungan dari cairan ini antara lain
harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak
perlu dilakukan cross match, sedangkan koloid mengandung zat-zat yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler dan baik untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit
cairan berat seperti pada syok hipovolemik/hemorhagik. Berdasarkan
penggunaannya dibagi menjadi cairan pemeliharaan, pengganti, nutrisi,
dan untuk tujuan khusus.
Jalur pemberian cairan dapat melalu kanulasi vena sentral dan
perifer dimana masing memiliki indikasi tersendiri. Pemberian cairan
perioperatif juga diperlukan pada saat sebelum, selama, dan setelah atau
pasca operasi. Pemantauan kehilangan darah pada pasien perioperatif
juga menentukan jenis terapi cairan yang akan diberikan.

Prinsip pemberian cairan prabedah adalah untuk mengganti


cairan dan kalori yang dialami pasien prabedah akibat puasa.
Cairan yang digunakan adalah :
d. Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan
e. Untuk koreksi defisit puasa atau dehidrasi diberikan cairan
kristaloid
f. Perdarahan akut diberikan cairan kristaloid dan koloid
atau transfusi darah.
4. Terapi Cairan selama Operasi
Pemberian cairan selama operasi bertujuan untuk mengoreki
hilangnya cairan akibat luka operasi, mengganti perdarahan dan
mengganti cairan yang hilang melalui eksresi organ. Pemberian
cairan kristaloid ataupun koloid merupakan langkah penting untuk
mengatasi perdarahan agar volume intravascular (normovolemia)
dapat terjaga sehingga resiko anemia dapat teratasi. Namun,
apabila pasien mengalami anemia berat, pemberian transfusi darah
kepada pasien perlu untuk dilakukan. Penghitungan estimated
blood volume dapat dilakukan untuk menentukan jumlah transfusi
darah yang akan diberikan kepada pasien.

Koloid vs kristaloid

Koloid sering dianggap sebagai cairan resusitasi yang lebih


baik dibandingkan kristaloid. Koloid memiliki molekul yang lebih
besar sehingga bisa bertahan lebih lama di intravaskular. Hal ini
menyebabkan volume yang dibutuhkan koloid dalam resusitasi
lebih sedikit dibanding kristaloid. Namun, beberapa studi
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara
penggunaan keduanya. Pemilihan penggunaan koloid dan kristaloid
tetap harus mempertimbangkan keadaan klinis masing-masing
pasien. Resusitasi cairan adalah modalitas tatalaksana utama pada
syok hipovolemik. Cairan yang digunakan di Indonesia umumnya
adalah kristaloid, tetapi terdapat kepercayaan bahwa koloid lebih
baik karena akan berada di intravaskular lebih lama dibandingkan
kristaloid. Syok hipovolemik  merupakan keadaan yang
mengancam nyawa. Syok hipovolemik dapat timbul akibat
perdarahan, diare, kondisi luka bakar yang berat, dan kehilangan
cairan third space karena inflamasi misalnya pada sepsis atau
pankreatitis. Syok hipovolemik didefinisikan sebagai penurunan
volume intravaskuler yang menimbulkan penurunan perfusi
jaringan. Kondisi syok hipovolemik ditandai dengan hipotensi,
hipoperfusi atau hipoksia jaringan, dan indeks jantung yang rendah.
Keadaan syok hipovolemik yang tidak ditangani dengan tepat dapat
mengakibatkan kerusakan seluler yang berujung kepada kegagalan
multiorgan dan kematian.

Mengenai Cairan Resusitasi

Penanganan syok hipovolemik salah satunya adalah dengan


melakukan resusitasi cairan. Resusitasi cairan akan menambah
volume cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan
hingga penyebab syok teratasi. Kristaloid adalah larutan yang
bersifat permeabel, sebagian besar mengandung ion elektrolit
seperti natrium dan klorida. Koloid merupakan suspensi molekul
yang relatif tidak dapat menembus lapisan semipermeable vaskuler
karena berat molekulnya yang tinggi.Cairan kristaloid dapat dibagi
menjadi 2 yakni isotonik (misalnya cairan salin normal dan ringer
laktat) dan hipertonik (misalnya NaCl 3%). Kristaloid dapat pula
dibagi menjadi cairan buffered misalnya Ringer laktat, asetat, dan
maleat atau cairan nonbuffered yakni cairan salin normal. Cairan
koloid terbagi atas cairan hipoonkotik seperti gelatin, albumin 4%
atau 5% dan hiperonkotik seperti dekstran, hydroxyethyl
starches (HES), dan albumin 20% atau 25%.

Penggunaan Cairan pada Syok Hipovolemik

Cairan resusitasi yang ideal adalah cairan yang dapat


mempertahankan volume intravaskuler dan dikontrol
penggunaannya, memiliki komposisi mirip dengan komposisi cairan
ekstraseluler, dimetabolisme secara sempurna, tidak menumpuk di
jaringan, tidak menimbulkan efek samping sistemik, dan cost-
effective. Namun, cairan ideal ini belum ada hingga sekarang.
Cairan resusitasi pada syok hipovolemik yang paling banyak
digunakan dan paling murah adalah cairan salin normal, walaupun
kristaloid ini belum memenuhi semua kriteria cairan resusitasi yang
ideal. Kebanyakan algoritma resusitasi cairan sebagai penanganan
syok hipovolemik di berbagai negara juga masih menggunakan
kristaloid sebagai penanganan awalnya. Pada syok hipovolemik
akibat perdarahan, dibutuhkan cairan kristaloid sebanyak 3 kali (2-4
kali) lipat volume darah yang hilang untuk menggantikan volume
intravaskuler. Sedangkan jika menggunakan cairan koloid hanya
dibutuhkan volume sejumlah volume darah yang hilang.

Memilih antara Kristaloid atau Koloid

Kontroversi dalam memilih antara kristaloid atau koloid untuk


digunakan pada penanganan syok hipovolemik sudah terjadi sejak
beberapa dekade lalu. Kristaloid atau koloid keduanya berfungsi
untuk mempertahankan atau menambahkan volume intravaskuler.
Pada kondisi hipovolemik, cairan koloid bertahan lebih lama di
dalam vaskuler dibandingkan dengan cairan kristaloid yang segera
berpindah ke jaringan interstisial. Hal ini membuat resusitasi cairan
menggunakan koloid dapat mencapai perbaikan hemodinamik lebih
cepat dengan menggunakan volume yang lebih sedikit.
Penggunaan kristaloid dalam jumlah banyak dapat meningkatkan
tekanan hidrostatik, sehingga cairan banyak keluar ke ruang
interstisial dan dapat menimbulkan komplikasi seperti edema
paru (terutama pada pasien dengan gangguan ginjal dan jantung),
edema dinding gastrointestinal, dan hemodilusi. Oleh karena itu,
penggunaan koloid diajukan sebagai pengganti kristaloid karena
dianggap dapat mengurangi komplikasi tersebut. Namun, sampai
saat ini beberapa penelitian menunjukkan efikasi koloid tidak lebih
baik dibandingkan dengan kristaloid. Penggunaan koloid juga bisa
menyebabkan reaksi alergi dan permasalahan pembekuan darah.

Untung Rugi Koloid dan Kristaloid

Berdasarkan penelitian randomized controlled trial (RCT)


oleh Annane et al yang dipublikasikan pada tahun 2013, tidak ada
perbedaan signifikan angka mortalitas pasien yang diberikan
resusitasi cairan kristaloid atau koloid pada hari ke-28 perawatan di
ICU. Pada hari perawatan yang lebih panjang yakni 90 hari, angka
mortalitas pada pasien yang diberikan koloid lebih rendah
dibandingkan kelompok terapi kristaloid.

Efek Terhadap Ginjal :

Studi Annane et al  menyatakan bahwa koloid tidak


meningkatkan kebutuhan renal replacement.  Hasil ini bertentangan
dengan hasil beberapa penelitian lain yang menunjukkan bahwa
penggunaan koloid, dalam hal ini HES, meningkatkan risiko acute
kidney injury (AKI) dan kebutuhan terapi renal replacement. akibat
penggunaan cairan kristaloid salin normal. Efek interstisial edema
akibat pemberian volume cairan berlebih dapat meningkatkan
tekanan subkapsuler dan intrakapsuler ginjal yang menurunkan
aliran darah ke ginjal dan menyebabkan cedera sel. Efek ini
dilaporkan lebih banyak ditemukan pada penggunaan NaCL 0,9%
dibandingkan kristaloid lainnya. Kandungan klorida yang tinggi
pada NaCl 0,9% juga dapat menyebabkan vasokonstriksi arteriol
tubular ginjal yang semakin memperberat gangguan pada ginjal.
Efek Terhadap Pembekuan Darah:

Penggunaan kristaloid secara berlebihan dapat


menimbulkan kondisi asidosis metabolik hiperkloremik dan dapat
mengganggu faktor pembekuan sehingga menimbulkan
koagulopati. Oleh karena itu, cairan kristaloid dianjurkan dibatasi
maksimal 3 liter dalam 6 jam pertama setelah masuk rumah sakit,
terutama untuk resusitasi syok hipovolemik akibat perdarahan.

Di lain pihak, gangguan faktor pembekuan juga dapat


ditemukan secara signifikan pada penggunaan koloid HES dan
gelatin. Penelitian terhadap cairan koloid lain seperti gelatin dan
dekstran memang belum banyak dilakukan, namun dari beberapa
penelitian yang sudah ada, cairan tersebut tidak memiliki efikasi
yang lebih baik daripada kristaloid untuk penanganan syok
hipovolemik.

Efek Terhadap Otak:

Pemberian koloid albumin memberikan manfaat pada syok


hipovolemik pada pasien kritis, namun meningkatkan angka
kematian bila diberikan pada pasien dengan cedera otak. Selain
albumin, pemberian kristaloid hipertonik juga harus dihindari untuk
resusitasi cairan pada pasien cedera otak karena dapat
meningkatkan edema otak. Pada penelitian lain, pemberian koloid
dalam bentuk albumin tidak memberikan keuntungan yang
signifikan dibandingkan dengan kristaloid. Keterbatasan
penggunaan albumin sampai saat ini adalah karena harganya yang
mahal.

Interaksi dengan Tatalaksana Lain:

Penggunaan koloid juga perlu dipertimbangkan apabila ada


rencana untuk memasukkan obat-obatan tertentu ataupun produk
darah, sebab tidak bisa dilakukan pada jalur intravena yang sama.
Cairan kristaloid NaCl 0,9% dapat dengan mudah diganti dengan
produk darah bila dibutuhkan tanpa menimbulkan koagulasi.
Cairan kristaloid juga masih menjadi pilihan utama pada kasus syok
hipovolemik yang tidak disebabkan oleh perdarahan. Jenis cairan kristaloid
dapat disesuaikan dengan perkiraan volume cairan resusitasi, keseimbangan
elektrolit pasien, dan status asam basa pasien. Kondisi asidosis metabolik
hiperkloremik akibat penggunaan normal salin, dapat dihindari dengan

Karakteristik Kristaloid Koloid


Volume yang dibutuhkan
untuk mencapai target Relatif lebih banyak (1:2- Relatif lebih sedikit
hemodinamik 4) (1:1,2)
Meningkat pada Meningkat pada
Kejadian AKI penggunaan NaCl 0,9% penggunaan HES

Pada hari perawatan ke-28 angka mortalitas baik


pada penggunaan kristaloid dan koloid tidak
berbeda secara signifikan.

Mortalitas pasien kritis Pada hari perawatan ke-90 angka mortalitas pada
dengan syok hipovolemik kelompok koloid < kelompok kristaloid.
di ICU
Terapi renal replacement Tidak signifikan berbeda pada dua kelompok terapi
Dapat memicu Dapat memicu
Koagulopati koagulopati koagulopati
Dapat terjadi pada
Reaksi alergi Tidak ada penggunaan gelatin
Harga Murah Lebih mahal
Mudah didapat, bahkan
tersedia di fasilitas
kesehatan tingkat Lebih mudah ditemukan
Ketersediaan pertama di rumah sakit
penggunaan cairan kristaloid lain, seperti Ringer laktat:

Tabel 1. Karakteristik Cairan Kristaloid dan Koloid

Sumber: dr. Saphira Evani, Alomedika. 2022.

Tinjauan Cochrane Mengenai Koloid vs Kristaloid

Sebuah tinjauan Cochrane pada tahun 2018 menyatakan bahwa


penggunaan koloid (dalam hal ini starches, dextran, albumin, fresh frozen
plasma, atau gelatin) dalam resusitasi cairan tidak memberikan perbedaan
bermakna terhadap mortalitas dibandingkan penggunaan kristaloid. Tinjauan ini
juga melaporkan bahwa starches meningkatkan kebutuhan terhadap transfusi
darah dan renal replacement therapy.
Tubuh manusia terdiri dari dua
bagian utama yaitu bagian yang
padat dan
bagianyang cair. Bagian padat
terdiri dari tulang, kuku, otot, dan
jaringan yang lain.
Sedangkan bagian yang cair
berupa cairan intraselular dan
ekstraselular. Cairan
ekstraseluler dibagi menjadi
plasma darah sebanyak 5% dan
cairan interstitial sebanyak
15%. Cairan antarsel khusus
disebut cairan transeluler, seperti
cairan serebrospinal,
cairan persendian, cairan
peritoneum, dan lain-lainnya.
Dalam cairan ekstraseluler dan
intraseluler, terdapat elektrolit-
elektrolit utama yang berbeda.
Elektrolit utama dalam
cairan ekstraseluler adalah
natrium dan klorida, sedangkan
elektrolit utama dalam
cairan intraseluler adalah kalium,
magnesium, kalsium, dan fosfat.
Cairan dan elektrolit
sangat dibutuhkan oleh sel-sel
dalam tubuh agar dapat menjaga
dan mempertahankan
fungsinya, sehingga tercipta
kondisi yang sehat pada tubuh
manusia.
Cairan dan elektrolit di dalam
tubuh merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
Komposisi cairan dan elektrolit
di dalam tubuh sudah diatur
sedemikian rupa agar
keseimbangan fungsi organ vital
dapat dipertahankan. Apabila
terjadi gangguan
keseimbangan, baik cairan atau
elektrolit, maka akan
memberikan pengaruh pada yang
lainnya. Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh
dapat terjadi pada
keadaan diare, muntah-muntah,
sindrom malabsorbsi, ekskresi
keringat yang berlebih pada
kulit, pengeluaran cairan yang
tidak disadari (insesible water
loss) secara berlebihan oleh
paru-paru, perdarahan,
berkurangnya kemampuan pada
ginjal dalam mengatur
keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Dalam keadaan tersebut, pasien
perlu diberikan terapi
cairan agar volume cairan tubuh
yang hilang, dengan segera dapat
digantikan
Pemilihan pemberian terapi
cairan untuk perbaikan dan
perawatan stabilitas
hemodinamik pada tubuh cukup
sulit. Karena pemilihannya
tergantung pada jenis dan
komposisi elektrolit dari cairan
yang hilang. Meskipun kesalahan
terapi cairan jarang
dilaporkan, namun disebutkan
satu dari lima pasien dengan
terapi cairan dan elektrolit
intravena menderita komplikasi
atau morbiditas karena
pemberian terapi cairan yang
tidak
tepat. Berdasarkan pemaparan di
atas, maka penulis tertarik untuk
membahas terapi cairan
Tubuh manusia terdiri dari dua
bagian utama yaitu bagian yang
padat dan
bagianyang cair. Bagian padat
terdiri dari tulang, kuku, otot, dan
jaringan yang lain.
Sedangkan bagian yang cair
berupa cairan intraselular dan
ekstraselular. Cairan
ekstraseluler dibagi menjadi
plasma darah sebanyak 5% dan
cairan interstitial sebanyak
15%. Cairan antarsel khusus
disebut cairan transeluler, seperti
cairan serebrospinal,
cairan persendian, cairan
peritoneum, dan lain-lainnya.
Dalam cairan ekstraseluler dan
intraseluler, terdapat elektrolit-
elektrolit utama yang berbeda.
Elektrolit utama dalam
cairan ekstraseluler adalah
natrium dan klorida, sedangkan
elektrolit utama dalam
cairan intraseluler adalah kalium,
magnesium, kalsium, dan fosfat.
Cairan dan elektrolit
sangat dibutuhkan oleh sel-sel
dalam tubuh agar dapat menjaga
dan mempertahankan
fungsinya, sehingga tercipta
kondisi yang sehat pada tubuh
manusia.
Cairan dan elektrolit di dalam
tubuh merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
Komposisi cairan dan elektrolit
di dalam tubuh sudah diatur
sedemikian rupa agar
keseimbangan fungsi organ vital
dapat dipertahankan. Apabila
terjadi gangguan
keseimbangan, baik cairan atau
elektrolit, maka akan
memberikan pengaruh pada yang
lainnya. Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh
dapat terjadi pada
keadaan diare, muntah-muntah,
sindrom malabsorbsi, ekskresi
keringat yang berlebih pada
kulit, pengeluaran cairan yang
tidak disadari (insesible water
loss) secara berlebihan oleh
paru-paru, perdarahan,
berkurangnya kemampuan pada
ginjal dalam mengatur
keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Dalam keadaan tersebut, pasien
perlu diberikan terapi
cairan agar volume cairan tubuh
yang hilang, dengan segera dapat
digantikan
Pemilihan pemberian terapi
cairan untuk perbaikan dan
perawatan stabilitas
hemodinamik pada tubuh cukup
sulit. Karena pemilihannya
tergantung pada jenis dan
komposisi elektrolit dari cairan
yang hilang. Meskipun kesalahan
terapi cairan jarang
dilaporkan, namun disebutkan
satu dari lima pasien dengan
terapi cairan dan elektrolit
intravena menderita komplikasi
atau morbiditas karena
pemberian terapi cairan yang
tidak
tepat. Berdasarkan pemaparan di
atas, maka penulis tertarik untuk
membahas terapi cairan
Tubuh manusia terdiri dari dua
bagian utama yaitu bagian yang
padat dan
bagianyang cair. Bagian padat
terdiri dari tulang, kuku, otot, dan
jaringan yang lain.
Sedangkan bagian yang cair
berupa cairan intraselular dan
ekstraselular. Cairan
ekstraseluler dibagi menjadi
plasma darah sebanyak 5% dan
cairan interstitial sebanyak
15%. Cairan antarsel khusus
disebut cairan transeluler, seperti
cairan serebrospinal,
cairan persendian, cairan
peritoneum, dan lain-lainnya.
Dalam cairan ekstraseluler dan
intraseluler, terdapat elektrolit-
elektrolit utama yang berbeda.
Elektrolit utama dalam
cairan ekstraseluler adalah
natrium dan klorida, sedangkan
elektrolit utama dalam
cairan intraseluler adalah kalium,
magnesium, kalsium, dan fosfat.
Cairan dan elektrolit
sangat dibutuhkan oleh sel-sel
dalam tubuh agar dapat menjaga
dan mempertahankan
fungsinya, sehingga tercipta
kondisi yang sehat pada tubuh
manusia.
Cairan dan elektrolit di dalam
tubuh merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
Komposisi cairan dan elektrolit
di dalam tubuh sudah diatur
sedemikian rupa agar
keseimbangan fungsi organ vital
dapat dipertahankan. Apabila
terjadi gangguan
keseimbangan, baik cairan atau
elektrolit, maka akan
memberikan pengaruh pada yang
lainnya. Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh
dapat terjadi pada
keadaan diare, muntah-muntah,
sindrom malabsorbsi, ekskresi
keringat yang berlebih pada
kulit, pengeluaran cairan yang
tidak disadari (insesible water
loss) secara berlebihan oleh
paru-paru, perdarahan,
berkurangnya kemampuan pada
ginjal dalam mengatur
keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Dalam keadaan tersebut, pasien
perlu diberikan terapi
cairan agar volume cairan tubuh
yang hilang, dengan segera dapat
digantikan
Pemilihan pemberian terapi
cairan untuk perbaikan dan
perawatan stabilitas
hemodinamik pada tubuh cukup
sulit. Karena pemilihannya
tergantung pada jenis dan
komposisi elektrolit dari cairan
yang hilang. Meskipun kesalahan
terapi cairan jarang
dilaporkan, namun disebutkan
satu dari lima pasien dengan
terapi cairan dan elektrolit
intravena menderita komplikasi
atau morbiditas karena
pemberian terapi cairan yang
tidak
tepat. Berdasarkan pemaparan di
atas, maka penulis tertarik untuk
membahas terapi cairan

Anda mungkin juga menyukai