Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam komponen yang saling

berhubungan. Cairan merupakan salah satu komponen penting dalam tubuh

manusia. Hampir 60 % dari komposisi tubuh manusia merupakan cairan

yang berupa larutan ion dan zat lainnya. Jumlah cairan tubuh total pada masing-

masing individu dapat bervariasi berdasarkan umur, berat badan, maupun jenis

kelamin.1

Cairan dalam tubuh manusia dibagi menjadi cairan intraseluler dan cairan

ekstraseluler. Kedua cairan tersebut dipisahkan oleh membran sel yang

sangat permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar

elektrolit. Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida dan

bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah berbagai zat gizi untuk

sel, seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan asam amino. Komponen

penting dari cairan ekstraseluler adalah cairan interstisial, yang jumlahnya

mencapai tiga perempat dari keseluruhan cairan ekstraselular, dan seperempat

lainnya merupakan plasma. Sedangkan cairan intraseluler mengandung banyak

ion kalium, magnesium dan fosfat dibandingkan dengan ion natrium dan klorida

yang banyak ditemukan pada cairan ekstraseluler.1,2

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat terjadi

pada keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi, ekskresi keringat yang

berlebih pada kulit, pengeluaran cairan yang tidak disadari (insesible water loss)

secara berlebihan oleh paru-paru, perdarahan, berkurangnya kemampuan pada


ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

Dalam keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi cairan agar volume

cairan tubuh yang hilang dapat digantikan dengan segera.3

Pemberian metode terapi cairan dengan tujuan perbaikan dan perawatan

stabilitas hemodinamik pada pasien memerlukan berbagai pertimbangan,

karena pemilihannya tergantung pada jenis dan komposisi elektrolit dari

cairan yang hilang dari tubuh. Jumlah kasus kesalahan terapi cairan jarang

dilaporkan, namun diketahui satu diantara lima pasien dengan pemberian terapi

cairan dan elektrolit intravena menderita komplikasi atau morbiditas karena

pemberian terapi cairan yang tidak tepat.4

Mengetahui pentingnya pemberian resusitasi cairan dan pertimbangan

lainnya terhadap pasien membuat penulis tertarik untuk membahas resusitasi

cairan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cairan Tubuh

1. Komposisi Cairan Tubuh

Tubuh manusia tersusun sebagian besar oleh cairan. Hampir

60% berat badan orang dewasa terdiri dari cairan. Jumlah cairan

tubuh total pada masingmasing individu dapat bervariasi menurut

umur, berat badan, jenis kelamin serta jumlah lemak tubuh. Air

menyusun sekitar 60 persen dari total berat tubuh pada laki laki

dewasa. Untuk tubuh wanita dewasa mengandung cairan sekitar

50 persen dari total berat badannya. Hal ini disebabkan karena

jumlah jaringan adiposa yang relatif lebih banyak pada wanita

dibandingkan dengan pria. Pada bayi, 75 persen komposisi tubuhnya

terdiri dari cairan dibandingkan dengan orang dewasa. Sejalan

dengan pertumbuhan seseorang, maka persentase total cairan tubuh

terhadap berat badan akan semakin menurun. Hal ini berhubungan

dengan faktor bertambahnya usia, yang menyebabkan berkurangnya

persentase cairan dalam tubuh.1,4

Tabel 2.1: Distribusi Cairan Tubuh1


Laki-laki Perempuan
Distribusi cairan Bayi
dewasa dewasa
Total air tubuh
60 50 75
(%)
Intraseluler 40 30 40
Ekstraseluler 20 20 35
Plasma 5 5 5
Interstisial 15 15 30
Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan

utama yang dipisahkan oleh membran sel, yaitu cairan intraseluler

dan cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi

intravaskular atau plasma dan kompartemen interstitial. Selain itu

ada pula kompartemen kecil yang juga disebut sebagai cairan

transeluler. Bagian tersebut terdiri dari cairan dalam rongga

sinovial, peritoneum, perikardium serta cairan serebrospinal. Cairan

tersebut termasuk ke dalam jenis khusus cairan ekstraseluler.1

a. Cairan intraseluler

Cairan mengandung sejumlah besar ion kalium dan fosfat

ditambah ion magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang,

yang mana semua ion ini memiliki konsentrasi yang rendah di

cairan ekstraseluler. Sel ini juga mengandung sejumlah besar

protein, hampir empat kali jumlah protein dalam plasma.1

b. Cairan ekstraseluler

Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium,

klorida dan bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah

berbagai zat gizi untuk sel, seperti oksigen, glukosa, asam

lemak, dan asam amino. Komponen penting dari cairan

ekstraseluler adalah cairan interstisial, yang jumlahnya mencapai

tiga perempat dari keseluruhan cairan ekstraselular, dan

seperempat lainnya merupakan plasma.1


2. Kebutuhan dan Keseimbangan Cairan Tubuh

Makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh dengan

cara oral dapat menjadi asupan cairan dan elektrolit dalam keadaan

normal. Total air tubuh juga dipengaruhi oleh proses metabolisme

yang berlangsung. Normalnya, keluaran cairan tubuh dapat terjadi

melalui urin, insensibel water loss, dan juga melalui saluran cerna.

Sedangkan dari keadaan patologis seperti muntah, diare, trauma,

ataupun perdarahan aktif, merupakan beberapa cara yang

menyebabkan tubuh dapat kehilangan cairan. Kebutuhan cairan setiap

harinya dapat ditentukan dengan rumus Holiday Segar.4

Tabel 2.2: Kebutuhan Cairan Perhari4


Kebutuhan
Berat Badan Kebutuhan cairan/jam
Cairan/hari
10kg pertama 100 ml/kg 4 ml/kg
10kg kedua 50 ml/kg 2 ml/kg
Berat badan
20 ml/kg 1 ml/kg
selebihnya

Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh dapat dilakukan

dengan mengurangi total cairan masuk dan cairan keluar. Balans

cairan sebaiknya tidak melebihi dari 200-400 ml per harinya.

Insensibel water loss yang termasuk ke dalam cairan keluar,

dihitung dengan perkiraan 15 ml/kgBB/hari. Kehilangan akibat

peningkatan suhu tubuh dihitung kurang lebih 10% dari kebutuhan

cairan per hari.2,4

3. Homeostasis Cairan

Keseimbangan normal cairan dan elektrolit pada kompartemen


intraseluler, ekstraselular, baik pada komponen interstisial maupun

intravaskular harus bekerja sesuai kontrol fisiologis normal agar

fungsi seluler dan organ dapat berlangsung dengan efektif.

Terjadinya proses homeostatis tubuh dalam menyesuaikan

keseimbangan antara cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti penyakit, cedera ataupun respons stres.

Respon terhadap stres yang terjadi adalah mempertahankan air dan

natrium dengan cara meningkatkan pelepasan hormon anti-diuretik

(ADH), katekolamin dan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron

(RAAS). Karena respon inflamasi, peningkatan permeabilitas

kapiler memungkinkan albumin untuk menembus ruang interstisial,

yang mengakibatkan deplesi cairan intravaskular dan aktivasi

sistem RAAS berkelanjutan. Aktivasi RAAS juga dapat

menurunkan kadar potasium, yang akan mengganggu ekskresi dari

natrium.

Selain itu, pasien yang sakit mungkin mengalami peningkatan

kehilangan cairan akibat demam, muntah atau diare ditambah dengan

penurunan asupan oral dikarenakan mual. Pemberian cairan

intravena merupakan tindakan yang dibutuhkan bagi pasien. Harus

diingat bahwa tujuan pemberian cairan intravena adalah

memulihkan kondisi patologis yang terjadi dan mengembalikan

pasien dalam keseimbangan cairan dan elektrolit normal. Bagi praktisi

kesehatan, banyak rekomendasi maupun guideline yang ada untuk


memudahkan dalam pengambilan keputusan dalam pemberian terapi

intravena. UK National Institute for Health and Care Excellence

(NICE) merekomendasikan untuk menilai 5 R yang terdiri dari :

a. Resuscitation (Resusitasi)

b. Replacement (Penggantian)

c. Routine Maintenance (Pemeliharaan Rutin)

d. Redistribution (Redistribusi)

e. Reassessment (Penilaian Ulang)

Penting untuk melakukan penilaian menyeluruh terhadap pasien,

termasuk berat badan dan keseimbangan cairan terakhir pasien,

serta perlu mempertimbangkan kebutuhan elektrolit harian pasien.

B. Terapi Cairan

Terapi cairan merupakan pilihan terapi yang dapat

keberhasilan penanganan pasien kritis. Terapi cairan bertujuan untuk

mempertahankan sirkulasi atau mengembalikan keseimbangan cairan dan

elektrolit yang adekuat pada pasien yang tidak mampu mengendalikan

keseimbangan cairan dalam tubuhnya, sehingga mampu menciptakan

hasil yang menguntungkan bagi kondisi pasien. Dalam penerapan

bantuan hidup lanjut, langkah penting yang dapat dilakukan secara

simultan bersama langkah lainnya merupakan drug and fluid

treatment. Pada pasien yang mengalami kehilangan cairan yang


banyak seperti dehidrasi karena muntah, mencret dan syok, langkah

tersebut dapat menyelamatkan pasien.2

1. Jenis Cairan dan Indikasi Pemberian

a. Cairan Kristaloid

Elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida)

merupakan komponen dari kristaloid. Karakteristik kristaloid

ditandai dengan pengaruhnya terhadap status asam-basa.

Kristaloid digunakan untuk menggantikan kehilangan sodium

atau mempertahankan status quo. Cairan kristaloid perawatan

mengandung konsentrasi natrium yang sama dengan

konsentrasi total tubuh normal (70 mmol / L), sedangkan cairan

kristaloid pengganti memiliki kandungan natrium pada

konsentrasi yang mirip dengan plasma normal (kira-kira 140

mmol/L). Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik,

dengan waktu paruh kristaloid di intravaskular berkisar antara 20-

30 menit.

Keuntungan dari kristaloid diantaranya murah, mudah dibuat,

dan tidak menimbulkan reaksi imun. Sedangkan kerugian dari

pemberian kristaloid yakni apabila memberikan larutan Normal

Saline dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan asidosis

metabolik hiperkloremik dikarenakan kadar natrium dan

kloridanya yang tinggi (154 mEq/L) sehingga konsentrasi

bikarbonat plasma menurun saat konsentrasi klorida meningkat.


Kristaloid digunakan sebagai cairan resusitasi awal pada

pasien dengan hemoragik dan syok septik, luka bakar, cedera

kepala (untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral), dan

pada pasien yang menjalani plasmaferesis dan reseksi hati. Ada 3

jenis tonisitas kritaloid, diantaranya:3

1) Isotons

Apabila jumlah elektrolit plasma terisi kristaloid pada jumlah

yang sama dan memiliki konsentrasi yang sama maka

disebut sebagai isotonis. (iso, sama; tonis, konsentrasi).

Tidak terjadi perpindahan signifikan antara cairan di dalam sel

dengan intravaskular saat pemberian kristaloid isotonis. Hal

tersebut menyebabkan hampir tidak adanya osmosis. Dalam

pemberian kristaloid isotonis pada jumlah besar perlu

diperhatikan adanya efek samping seperti edema perifer dan

edema paru yang dapat terjadi pada pasien. Contoh larutan

kristaloid isotonis:Ringer Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%),

dan Dextrose 5% dalam ¼ NS.

2) Hipertonis

Kristaloid disebut hipertonis apabila jumlah elektrolit

dari kristaloid lebih banyak dibandingkan dengan plasma

tubuh. Apabila pemberian kristaloid hipertonik dilakukan

terhadap pasien akan menyebabkan terjadinya penarikan

cairan dari sel ke ruang intravaskuler. Gejala yang timbul dari


pemberian larutan hipertonis adalah peningkatan curah

jantung yang bukan hanya disebabkan oleh karena perbaikan

preload, tetapi juga disebabkan oleh efek sekunder karena

efek inotropik positif pada miokard dan penurunan

afterload sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral.

Hal ini dapat menyebabkan perbaikan aliran darah ke organ-

organ vital.

Namun pemberian larutan hipertonis dapat menyebabkan

efek samping seperti hipernatremia dan hiperkloremia.

Contoh larutan kristaloid hipertonis antara lain Dextrose 5%

dalam ½ Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline,

Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL

3) Hipotonis

Jika plasma memiliki elektrolit yang lebih banyak

dibandingkan kristaloid dan kurang terkonsentrasi, maka

disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik, onsentrasi).

Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan

berpindah dari intravaskular ke sel. Dextrose 5% dalam air, ½

Normal Saline merupakan beberapa contoh dari larutan

kristaloid hipotonik

b. Cairan Koloid

Cairan koloid membantu mempertahankan tekanan onkotik

koloid plasma sehingga sebagian besar tetap berada di ruang


intravaskular, sedangkan larutan kristaloid dengan cepat

menyeimbangkan dan mendistribusikan seluruh ruang cairan

ekstraselular. Cairan koloid bertahan lebih lama di dalam

ruang intravaskuler disebabkan oleh karena aktivitas osmotik

serta mempunyai zat-zat yang berat molekulnya tinggi. Pasien

dengan defisit cairan berat seperti pada syok

hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi darah

ataupun pada penderita hipoalbuminemia berat dan kehilangan

protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar) dapat diberikan

cairan koloid sebagai salah satu langkah resusitasi. Cairan

koloid merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik.

Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang

mahal, dapat dapat menyebabkan gangguan pada cross match

dan menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang).

Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:3

1) Koloid Alami yaitu fraksi albumin ( 5% dan 25%) dengan

protein plasma 5%. Dibuat dengan cara memanaskan plasma

dalam suhu 60°C selama 10jam agar virus hepatitis dan virus

lainnya terbunuh. Fraksi protein plasma selain mengandung

albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta

globulin. Selain albumin, aktivator Prekallikrein

(Hageman’s factor fragments) terdapat dalam fraksi protein


plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps

kardiovaskuler.

2) Koloid sintetik

a) Dextrans

Dextrans digunakan untuk mengganti cairan karena

memiliki rentang waktu efek yang lebih lama pada

ruang intravaskuler. Cairan koloid ini berasal dari molekul

polimer glukosa dengan jumlah besar. Efek samping dari

pemberian Dextran di antaranya gagal ginjal sekunder

akibat pengendapan di dalam tubulus ginjal, gangguan

fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada cross-

matching darah.

b) Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)

Hetastarch merupakan golongan nonantigenik dan

reaksi anafilaktoid jarang dilaporkan terjadi. Rekomendasi

dosis maksimal harian penggunaan cairan HES adalah

33-50 ml/kgBB/hari. Low molecular weight

Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip dengan

Hetastarch. Pentastarch memiliki kemampuan untuk

mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume

yang diberikan dan dapat berlangsung selama 12jam.

Pentastarch menjadi opsi dari jenis koloid yang dapat

digunakan sebagai cairan resusitasi jumlah besar karena


potensinya sebagai plasma volume expander dengan

toksisitas yang rendah dan tidak menyebabkan

terganggunya proses koagulasi.

c) Gelatin

Gelatin merupakan bagian dari koloid sintesis yang

bersumber dari gelatin, biasanya berasal dari collagen

bovine. Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi

succinylated cross-linked dari kolagen sapi. Jika

dibandingkan dengan jenis koolid lainnya, gelatin memeliki

berat molekul yang relatif rendah yaitu 30,35 kDa. Efek

ekspansi plasma segera dari gelatin adalah 80-100% dari

volume yang dimasukkan dibawah kondisi hemodilusi

normovolemik. Gelatin dapat memicu reaksi

hipersensitivitas, lebih sering daripada larutan HES.

Ekskresi gelatin dilakukan di ginjal, dan tidak ada

akumulasi jaringan.

2. Penggunaan Cairan Infus

a. Cairan Pemeliharaan

Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu

pada penyediaan cairan dan elektrolit intravena untuk pasien

yang terjaga keseimbangan cairan dan elektrolitnya, namun

tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan cairannya via enteral.

Pemberian cairan pemeliharaan rutin bertujuan agar tersedianya


cairan dan elektrolit yang adekuat untuk memenuhi insensible

losses, status normal kompartemen cairan tubuh dapat

dipertahankan dan memungkinkan terjadinya ekskresi ginjal dari

produk-produk limbah. Jenis cairan rumatan yang dapat

digunakan adalah NaCl 0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, atau

ringer laktat/asetat.

Cairan rumatan dibutuhkan sekitar 25-30 ml/kg/hari.

Kebutuhan K, Na dan Cl kurang lebih 1mmol/kg/hari, sedangkan

glukosa dibutuhkan tubuh sebanyak 50-100 gram perhari. Perlu

dilakukan monitor dan penilaian ulang pada pasien setelah

memberikan cairan pemeliharaan intravena pada pasien. Cairan

nasogastrium atau makanan enteral dipilih untuk kebutuhan

pemeliharaan lebih dari 3 hari.

b. Cairan Pengganti

Penghitungan optimal dari cairan intravena perlu dilakukan

karena pasien yang membutuhkan cairan intravena memiliki

kebutuhan spesifik untuk mengganti kehilangan cairan atau

elektrolit yang terjadi serta permasalahan redistribusi cairan

internal yang sedang berlangsung. Pada kasus-kasus kehilangan

cairan tidak normal yang sedang berlangsung, seperti dari

saluran pencernaan atau saluran kencing, dibutuhkan cairan

pengganti.
Terapi cairan pengganti intravena memiliki tujuan untuk

menjaga dan mengembalikan homeostasis yang adekuat dengan

cara memenuhi kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit.

c. Cairan untuk Tujuan Khusus

Merupakan cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya

natrium bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi

khusus terhadap gangguan keseimbangan elektrolit.

d. Cairan Nutrisi

Pasien yang tidak mengkonsumsi makanan peroral ataupun

yang tidak boleh makan dapat diberikan cairan nutrisi. Jenis cairan

nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai

komposisi, baik untuk parenteral parsial atau total maupun

untuk kasus penyakit tertentu. Adapun syarat pemberian nutrisi

parenteral yaitu berupa:

1) Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula

enterokunateus, atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi

usus halus.

2) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada

pankreatitis berat, status preoperatif dengan malnutrisi berat,

angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare berulang.

3) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang

berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan skleroderma.


3. Terapi Cairan Perioperatif

Terapi cairan perioperatif intavena memiliki tujuan untuk

mengembalikan atau mempertahankan sirkulasi keseimbangan cairan

dan elektrolit yang adekuat, sehingga menciptakan prasyarat untuk

hasil yang menguntungkan bagi pasien. Selain itu, terapi cairan

perioperatif juga bertujuan untuk, di antaranya :

a. Menjaga atau memperbaiki keseimbangan cairan (dehidrasi,

hipovolemia)

b. Menjaga atau memperbaiki konstitusi plasma (elektrolit)

c. Mengamankan sirkulasi yang cukup (dalam kombinasi dengan zat

vasoaktif dan / atau kardioaktif)

d. Mengamankan suplai oksigen yang cukup ke seluruh organ

(dalam kombinasi dengan terapi oksigen)

Macam-macam pemberian cairan yaitu:

a. Terapi Cairan Prabedah

Prinsip pemberian cairan prabedah adalah untuk mengganti cairan

dan kalori yang dialami pasien prabedah akibat puasa. Cairan

yang digunakan adalah:

1) Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan

2) Untuk koreksi defisit puasa atau dehidrasi diberikan cairan

kristaloid

3) Perdarahan akut diberikan cairan kristaloid dan koloid atau

transfusi darah.
b. Terapi Cairan selama Operasi

Pemberian cairan selama operasi bertujuan untuk mengoreki

hilangnya cairan akibat luka operasi, mengganti perdarahan dan

mengganti cairan yang hilang melalui eksresi organ. Pemberian

cairan kristaloid ataupun koloid merupakan langkah penting

untuk mengatasi perdarahan agar volume intravascular

(normovolemia) dapat terjaga sehingga resiko anemia dapat

teratasi. Namun, apabila pasien mengalami anemia berat,

pemberian transfusi darah kepada pasien perlu untuk

dilakukan. Penghitungan estimated blood volume dapat dilakukan

untuk menentukan jumlah transfusi darah yang akan diberikan

kepada pasien

Tabel 2.3: Rata-rata volume darah.3


Usia Volume darah
Neonatus
Premature 95 ml/kg
Mature 85 ml/kg
Infant 80 ml/kg
Dewasa
Pria 75 ml/kg
Wanita 65 ml/kg

Jumlah perdarahan selama operasi dihitung berdasarkan:3

1) Jumlah darah yang tertampung di dalam botol

penampung atau tabung suction

2) Tambahan berat kasa yang digunakan ( 1 gram = 1 ml

darah)
3) Ditambah dengan faktor koreksi sebesar 25% kali

jumlah yang terukur ditambah terhitung (jumlah darah

yang tercecer dan melekat pada kain penutup lapangan

operasi).

c. Terapi Cairan Pasca Pembedahan

Pemberian cairan pasca bedah digunakan tergantung

dengan masalah yang dijumpai, bisa mempergunakan cairan

pemeliharaan, cairan pengganti atau cairan nutrisi. Prinsip dari

pemberian cairan pasca bedah adalah:4

1) Dewasa:

a) Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah,

diberikan cairan pemeliharaan

b) Apabila pasien puasa dan diperkirakan < 3 hari

diberikan cairan nutrisi dasar yang mengandung air,

eletrolit, karbohidrat, dan asam amino esensial.

Sedangkan apabila diperkirakan puasa > 3 hari bisa

diberikan cairan nutrisi yang sama dan pada hari ke

lima ditambahkan dengan emulsi lemak

c) Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra

bedah yang buruk segera diberikan nutrisi parenteral total

2) Bayi dan anak, memiliki prinsip pemberian cairan yang sama,

hanya komposisinya berbeda, misalnya dari kandungan

elektrolitnya, jumlah karbohidrat dan lain – lain.


3) Pada keadaan tertentu misalnya pada penderita syok atau

anemia, penatalaksanaanya disesuaikan dengan etiologinya.4

4. Jalur Pemberian Terapi Cairan

Pemberian terapi cairan dapat dilakukan melalui jalur vena,

baik vena perifer maupun vena sentral, melalui kanulasi tertutup atau

terbuka dengan seksi vena.

a. Kanulasi Vena Perifer

Syarat dari pemilihan kanulasi ini adalah dimulai dari vena di

daerah ekstremitas atas lalu dilanjutkan pada vena bagian

ekstremitas bawah. Vena di area kepala perlu dihandari karena

hematom mudah terjadi. Pada bayi baru lahir, vena umbilikalis

bisa digunakan untuk kanulasi terutama dalam keadaan darurat.

Tujuan dilakukannya kanulasi vena perifer ini adalah untuk:

1) Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Lokasi

pemasangan harus dipindah serta penggantian set infus

perlu dilakukan, jika pemberiannya melebihi 3 hari.

2) Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk menganti

kehilangan cairan tubuh atau perdarahan akut.

3) Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara

kontinyu atau berulang

b. Kanulasi Vena Sentral

Pemberian jangka panjang, misalnya untuk nutrisi

parenteral total, dilakukan kanulasi pada vena subklavikula atau


vena jugularis interna. Sedangkan dalam pemberian jangka

pendek, dilakukan melalui venavena di atas ekstremitas atas secara

tertutup atau terbuka dengan vena seksi. Tujuan dari kanulasi vena

sentral ini tersendiri adalah:2

1) Terapi cairan dan nutrisi parenteral jangka panjang. Terutama

untuk cairan nutrisi parenteral dengan osmolaritas yang tinggi

untuk mencegah iritasi pada vena.

2) Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat,

misalnya kardiovaskuler, vena perifer sulit diidentifikasi.

3) Untuk pemasangan alat pemacu jantung

5. Komplikasi Terapi Cairan

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah cairan yang masuk

ke dalam tubuh terlalu banyak. Ketika hal ini terjadi, jantung

gagal memompa volume sirkulasi yang terekspansi secara efektif.

Distensi berlebih pada ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal

jantung, dengan konsekuensi berupa edema paru. Pasien dengan

edema paru akan memendekkan pernapasan dan menyebabkan

batuk, terdengar crackles pada auskultasi dan penurunan saturasi

oksigen. Manifestasi klinis ini seringkali diikuti oleh meningkatnya

denyut jantung. Gagal ginjal dan kerusakan ventrikel yang sudah

ada dapat memperburuk kondisi. Sindrom kompartemen abdomen

dan sindrom distres resprasi akut adalah konsekuensi dari

kelebihan resusitasi cairan dan kelebihan cairan. Penanganan


khusus juga harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung atau

gagal nafas, ataupun pada orang dengan resiko ketidakstabilan

hemodinamik.5
BAB III

KESIMPULAN

Seluruh cairan tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam dua

kompartemen, yaitu intraselular dan ekstraselular. Apabila terjadi defisit atau

kekurangan cairan pada tubuh maka perlu segera diberikan penanganan atau

pencegahan untuk mencegah terjadinya masalah kekurangan cairan.

Terapi cairan secara garis besar dibagi menjadi kristaloid dan koloid.

Berdasarkan penggunaannya dibagi menjadi cairan pemeliharaan, pengganti,

nutrisi, dan untuk tujuan khusus.

Jalur pemberian cairan dapat melalu kanulasi vena sentral dan perifer

dimana masing-masing memiliki indikasi tersendiri. Pemberian cairan

perioperatif juga diperlukan pada saat sebelum, selama, dan setelah atau pasca

operasi. Pemantauan kehilangan darah pada pasien perioperatif juga

menentukan jenis terapi cairan yang akan diberikan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hall, J. (2014). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th

ed. Singapore: Elsevier Health Sciences.

2. Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam

Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2017. 6

(5): h.272 – 301.

3. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with

Fluid and Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical

Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49)

4. Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the

Perioperative Setting. Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 :

h. 1 – 10.

5. Floss K, Borthwick M, Clark C. Intravenous Fluids Principles of

Treatment. Clinical Pharmacist Vol.3. 2011

Anda mungkin juga menyukai