Anda di halaman 1dari 12

KUALITAS HIDUP PENDERITA SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

(SLE) BERDASARKAN LupusQoL


Quality of Life in Patient with Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Irma Yanih
FKM UA, Irma.yanih@gmail.com
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Saat ini jumlah penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit SLE ini
diketahui banyak menyerang wanita dengan usia antara 1545 tahun. Pengobatan untuk penderita SLE saat ini hanya
berguna untuk meredakan atau menghilangkan gejala yang muncul, namun belum dapat menyembuhkan sepenuhnya,
sehingga suatu saat gejala dapat kembali muncul. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kualitas hidup yang
dimiliki oleh 13 penderita SLE ditinjau dari kesehatan fisik, kesehatan emosional, citra diri, rasa sakit, perencanaan,
kelelahan, hubungan intim dan ketergantungan pada orang lain. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun studi
kasus pada 13 orang penderita SLE yang bertempat tinggal di Surabaya dan merupakan anggota dari Yayasan Lupus
Indonesia cabang Surabaya. Data primer diperoleh dari wawancara kepada responden dengan bantuan kuesioner LupusQol
dan pengukuran berat badan dengan bantuan timbangan berat badan digital. Pada penelitian ini terdapat 13 orang penderita
SLE dengan jenis kelamin wanita yang berusia antara 1540 tahun, berpendidikan tinggi dengan status gizi yang normal,
memiliki pekerjaan dan berpendapatan Rp > 1.740.000, telah menderita SLE > 5 tahun dan memiliki pengetahuan yang
baik mengenai Lupus dan SLE. Kualitas hidup yang dimiliki oleh penderita SLE menunjukkan nilai yang baik di 3 aspek
yakni pada aspek kesehatan fisik, kesehatan emosional, dan citra diri. Pada aspek kelelahan, rasa sakit dan ketergantungan
pada orang lain masih ditemukan pasien yang memiliki kualitas buruk. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah responden
yang merupakan penderita SLE mayoritas memiliki kualitas hidup yang cukup baik kecuali aspek rasa sakit, kelelahan
dan ketergantungan pada orang lain.

Kata Kunci: kualitas hidup, Systemic Lupus Erithematosus (SLE), lama menderita

ABSTRACT
The number of patient with Systemic Lupus Erythematosus (SLE) was keep growing. SLE attacked many women and
developed between the age of 15-45. The treatment which used by patient with SLE just for reduced or faded the symptoms
that occurred. It couldnt heals the patient properly yet, so that sometimes that symptoms would occur again. The object
of this study were to see the quality of life from 13 patient SLE in 8 domain from Quality of Life (QoL) such as physical
health, emotional health, body image, pain, planning, fatigue intimate relationship and burden to others. This study was a
study case in 13 patient with SLE which lived in Surabaya and a member of Lupus Indonesia Foundation branch Surabaya.
Primary data were collected by interview using LupusQoL questionnaire and the weight was measured by digital weight
scales. In this study, there were 13 woman patient with SLE in the age between 1540 years old with highly educated and
having normal nutrition status. They usually work and having monthly income > Rp 1,740,000, were suffer SLE for more
than 5 years and having good knowledge in Lupus and SLE. This study showed a good value quality of life in patient with
SLE at 3 domain. That were body image, intimate relationship and physical health domain. Some patients had a bad even
worse quality in pain, fatigue and burden to others domain. Some of patients with SLE had a good quality of life except
pain, fatigue, and burden to others domain.

Keywords: Quality of Life (QoL), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), desease duration

PENDAHULUAN hormon estrogen (Waluyo & Putro, 2012). Etnik


Lupus merupakan penyakit autoimun yang juga menjadi salah satu faktor risiko terkena Lupus.
banyak menyerang wanita dengan usia antara 1545 Mereka yang memiliki kulit gelap seperti penduduk
tahun (Wallace, 2009). Perbandingan risiko antara Asia, penduduk asli Amerika dan Hispanik memiliki
wanita dan pria adalah 9:1. Hal ini berhubungan risiko lebih besar terserang Lupus dibandingkan
dengan hormon yang terdapat pada wanita yakni mereka yang berkulit putih (Waluyo & Putro, 2012).
62% penderita SLE di Amerika Serikat berasal dari

2016 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY 1 SA license doi: 10.20473/jbe.v4i1.1-12
Received 24 June 2016, received in revised form 21 July 2016, Accepted 29 July 2016, Published online: 31 October 2016
2 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4, No. 1 Januari 2016: 112

etnis caucasian, 27% (80 orang) berasal dari etnis usia 4564 tahun. Pada tahun yang sama, prevalensi
African American (Beusterien, dkk., 2013). Kedua kasus SLE di kota Smey (Kazakstan) telah mencapai
etnis ini termasuk etnis yang memiliki corak kulit 20,6 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi SLE
gelap di Amerika pada wanita dewasa di kota Smey mencapai 35,9 per
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sterling, 100.000 penduduk yang sebagian besar merupakan
dkk., 2014). Penderita SLE yang tergabung 59% wanita dengan usia antara 4564 tahun. Di kota
merupakan masyarakat yang berasal dari ras African Vinnitsa (Ukraine) prevalensi kasus SLE pada
American/black, 36% merupakan masyarakat dewasa sebesar 14,9 per 100.000 penduduk pada
dari ras berkulit putih. Kedua penelitian tersebut tahun 2010. Angka prevalensi SLE pada wanita
menunjukkan bahwa lebih banyak kasus SLE dewasa mencapai 23,8 per 100.000 penduduk dengan
ditemukan pada masyarakat yang memiliki corak rentang usia terbanyak menderita SLE adalah 2544
kulit gelap. tahun (Nasonov, dkk., 2013).
Lupus dapat muncul akibat adanya hubungan Perhitungan insiden rate SLE di daerah Asia
interaksi antara gen tertentu yang mendorong Pasifik (Taiwan, Vietnam, Korea, China, Jepang)
munculnya lupus dengan stimulus dari lingkungan secara kasar mencapai 0,93,1 per 100.000 per
(Wallace, 2009). Lupus terbagi menjadi 3 jenis yakni tahun, sedangkan perhitungan prevalensi secara
Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Cutaneous kasar mencapai 4,3 hingga 45,3 per 100.000 per
Lupus Erythomatosus, Drug-Induced Lupus tahun (Jakes dkk, 2012).Berdasarkan data pada
Erythematosus. SLE merupakan jenis lupus yang RSUP Cipto Manungkusumo Jakarta pada tahun
paling sulit dideteksi karena gejala pada penyakit 2010 terdapat 1,4% kasus SLE dari total kunjungan
ini sering menyerupai penyakit lain, sehingga penderita penyakit dalam. RS Hasan Sadikin
SLE sering kali disebut sebagai penyakit seribu Bandung di tahun yang sama memiliki 291 penderita
wajah (Waluyo & Putra, 2012). Sedikit dokter yang SLE (IRA, 2011).
mampu mendeteksi SLE menjadi salah satu faktor Perubahan fisik yang dialami (pertambahan/
pendorong sulit didiagnosanya SLE. SLE lebih penurunan berat badan, moon face, munculnya
banyak dipelajari pada bidang rheumatologi. jerawat, rambut rontok, adanya rambut halus pada
Penderita SLE pertama kali akan didiagnosa wajah) mengakibatkan penurunan kepuasan pada
menderita penyakit lain, sehingga menerima citra diri penderita SLE. Kekhawatiran yang paling
pengobatan yang salah. Saat penyakitnya tak banyak dirasakan oleh penderita adalah mengenai
kunjung sembuh, maka mereka harus menghadapi penampilan dan penambahan berat badan yang
berbagai pemeriksaan lagi baik laboratoris ataupun mereka alami selama proses pengobatan (Hale
klinis, setelah dirujuk ke ahli rheumatologi barulah dkk, 2014). Penderita SLE tidak hanya mengalami
diketahui penderita tersebut mengidap SLE perubahan fisik sebagai akibat dari SLE yang mereka
(Walllace, 2009; Waluyo & Putra, 2012). Banyak derita, namun mereka juga mengalami penurunan
kasus Lupus telah ditemukan di Amerika, dan 70% pada kesehatan fisik secara signifikan. Penderita
dari kasus Lupus yang ada di Amerika merupakan SLE terpaksa melepaskan pekerjaan yang mereka
SLE (Wallace, 2009). Penyebab munculnya SLE miliki karena sulitnya menyelesaikan pekerjaan
multifaktor, seperti halnya penyakit autoimun yang dengan kondisi kesehatan fisik yang mereka miliki
lain. Faktor genetik diduga memegang peranan (McElhone, dkk., 2010).
yang penting pada patofisiologi SLE. Pengaruh Segala perubahan kondisi yang harus dialami
genetik dibuktikan dengan berbagai penelitian yang penderita SLE baik pada aspek lingkungan seperti
menunjukkan bahwa antiDNA sering dijumpai dukungan sosial, aspek fisik dan aspek emotional
pada keluarga penderita SLE dan 70% dari saudara mengakibatkan adanya perubahan pada kualitas
kembar monozigot penderita SLE memiliki kelainan hidup mereka. Kualitas hidup adalah persepsi
yang sama (Kresno, 2010). individu atas kedudukan atau posisi mereka dalam
Pada tahun 2010 angka prevalensi penderita kehidupan pada konteks budaya dan nilai sistem
SLE dewasa di kota Kursk dan Yaroslav (Rusia) di mana mereka hidup dan berhubungan dengan
mencapai 9,0 per 100.000 penduduk dengan angka pencapaian harapan, mimpi, standar dan perhatian
insiden mencapai 1,4 per 100.000 penduduk. yang mereka miliki (WHO, 1998). Pada berbagai
Prevalensi SLE pada wanita dewasa di 2 kota penelitian yang dilakukan di berbagai negara lain
tersebut mencapai 15,8 per 100.000 penduduk yang menunjukkan adanya penurunan kualitas hidup
sebagian besar merupakan wanita dengan rentang penderita SLE.
Irma Yanih, Kualitas Hidup Penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) ... 3

Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan dasar yang akan diberikan kepada penderita, terdiri
kualitas hidup penderita SLE menurut karakteristik dari 5 pertanyaan mengenai lupus dan 5 pertanyaan
orang seperti usia, status pendidikan, status lain mengenai SLE. Setiap pertanyaan memiliki
pendapatan, status gizi, pengetahuan mengenai lupus bobot nilai 10, kemudian nilai tersebut akan
dan SLE, dan lama menderita SLE. dikalikan dengan jumlah pertanyaan yang berhasil
dijawab oleh penderita dengan benar. Nilai maksimal
yang dapat diperoleh penderita adalah 100. Hasil
METODE
perhitungan tersebut kemudian dimasukkan ke
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam tiga kategori. Penderita dengan nilai 4050
dengan rancang bangun studi kasus yang termasuk ke dalam kategori memiliki pengetahuan
dilaksanakan di Yayasan Lupus Indonesia cabang cukup, 60100 memiliki pengetahuan yang baik,
Surabaya. Sampel pada penelitian ini merupakan 1030 memiliki pengetahuan yang kurang.
total populasi yang berjumlah 13 orang penderita Kualitas hidup penderita diukur dengan bantuan
SLE dan berdomisili di kota Surabaya. kuesioner LupusQol. Pada kuesioner LupusQol ini
Penderita juga diminta untuk menandatangani terdapat 34 pertanyaan yang terbagi menjadi 8 aspek
bukti kesediaan menjadi responden dalam kualitas hidup yakni kesehatan fisik (8 pertanyaan),
penelitian ini (informed concent). Waktu penelitian kesehatan emosional (6 pertanyaan), rasa sakit (3
dilaksanakan mulai dari bulan Desember 2013 pertanyaan), perencanaan (3 pertanyaan), hubungan
hingga Maret 2015. intim (2 pertanyaan), citra diri (5 pertanyaan),
Wawancara dilakukan dengan menggunakan kelelahan (4 pertanyaan), dan ketergantungan pada
bantuan kuesioner untuk memperoleh data mengenai orang lain (3 pertanyaan). Pada setiap pertanyaan
karakteristik dan kualitas hidup penderita SLE. terdapat 5 pilihan jawaban yang memiliki nilai 0
Karakteristik yang dimaksud adalah usia, tinggi hingga 4.
badan, berat badan, status pendidikan, status Penderita di minta untuk memilih salah satu
pekerjaan, pendapatan per bulan, lama terserang pilihan tersebut yang sesuai atau hampir sesuai
SLE dan pengetahuan penderita mengenai Lupus dengan kondisi yang mereka rasakan dalam kurun
dan SLE. waktu 4 minggu atau satu bulan tanpa diberi tahu
Pada kuesioner mengenai karakteristik nilai yang terdapat dalam setiap pilihan tersebut.
penderita, pertanyaan mengenai usia, tinggi badan Nilai pada pilihan tersebut kemudian di gunakan
dan berat badan berupa jawaban singkat. Pertanyaan untuk menghitung nilai mean raw domain dengan
mengenai status pekerjaan penderita memiliki 2 cara menjumlah setiap poin yang diperoleh dari
pilihan yakni bekerja dan tidak bekerja. Status setiap pertanyaan yang terdapat dalam satu aspek.
pendidikan penderita dilihat dari pendidikan terakhir Hasil penjumlahan tersebut kemudian dibagi dengan
yang telah ditempuh. Status pendidikan dibagi jumlah pertanyaan yang ada pada aspek tersebut.
menjadi 4 pilihan yakni tamatan SD, tamatan SMP Nilai mean raw domain tersebut kemudian menjadi
atau sederajat, tamatan SMA atau sederajat, tamatan dasar dalam perhitungan skor setiap aspek. Penilaian
perguruan tinggi atau sederajat. Pada pertanyaan kualitas hidup SLE pada kuesioner LupusQol
besar pendapatan per bulan penderita diminta untuk ditentukan berdasarkan skor pada setiap aspek. Skor
memilih antara 2 pilihan yakni lebih dari atau sama pada setiap aspek tersebut memiliki nilai antara
dengan Rp 1.740.000 dan kurang dari 1.740.000. 0100 (0 = kualitas hidup paling buruk, 100 =
Pilihan tersebut dibuat berdasarkan jumlah upah kualitas hidup paling baik). Skor pada setiap aspek
minimum yang harus diperoleh pekerja di wilayah ini diperoleh dari rumus:
Surabaya pada tahun 2012. Pada pertanyaan lama
terserang lupus terdapat 2 pilihan yakni lebih dari Mean raw domain x 100
atau sama dengan 5 tahun dan kurang dari 5 tahun. 4
Lama waktu dihitung dari pertama kali penderita
didiagnosis mengidap SLE oleh ahli rheumatologi. Sumber: McElhone, dkk., 2007
Pada 4 pertanyaan tersebut penderita diwajibkan
memilih salah satu kriteria. Status gizi penderita dilihat berdasarkan besar
Pengetahuan penderita ditentukan berdasarkan nilai BMI yang mereka miliki. Penentuan status BMI
besar pengetahuan dasar yang mereka miliki dilakukan berdasarkan tinggi badan dan berat badan
mengenai lupus dan SLE. Terdapat 10 pertanyaan penderita dengan rumus
4 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4, No. 1 Januari 2016: 112

BMI = Berat Badan (kg)


Tidak jarang mereka menemukan beberapa
rekan yang telah mencari tahu terlebih dahulu
(Tinggi badan (m))2 segala sesuatu mengenai Lupus ataupun SLE yang
Sumber: Anggraeni, C.A., 2012 kemudian menanyakan kebenaran hasil temuan
mereka kepada penderita. 23,07% penderita SLE
Data Sekunder diperoleh melalui Yayasan memiliki pengetahuan yang cukup baik. Mereka
Lupus Indonesia cabang Surabaya meliputi nama dapat menjawab 56 pertanyaan yang telah
anggota yang tergabung dan berdomisili di wilayah disediakan mengenai Lupus dan SLE sehingga
Surabaya. memperoleh nilai sebesar 5060. Mereka kurang
paham mengenai jenis penyakit Lup bahwa
sebenarnya lupus menjadi 3 jenis yakni SLE,
HASIL Discoid dan Cuteneous. Mereka hanya mengetahui
Karakteristik penderita SLE 1 jenis lupus yakni SLE atau mereka lebih sering
menyebutnya dengan lupus darah.
Penderita SLE merupakan wanita dengan
usia antara 18 hingga 37 tahun dengan rerata usia Kualitas hidup berdasarkan 8 aspek LupusQol
34 tahun. 53,8% penderita telah menderita SLE
Kualitas hidup penderita SLE diamati
selama lebih dari 5 tahun terdapat 53% penderita
berdasarkan 8 aspek yang terdapat dalam LupusQoL
SLE memiliki status pendidikan yang tinggi yakni
meliputi kesehatan fisik, kesehatan emosional, citra
merupakan tamatan perguruan tinggi baik swasta
diri, rasa sakit, perencanaan, kelelahan, hubungan
ataupun negeri. Tidak ditemukan penderita SLE
intim dan ketergantungan pada orang lain.
dengan pendidikan rendah, pendidikan terendah yang
dimiliki penderita SLE adalah Sekolah Menengah
Kesehatan Fisik
Atas (SMA) yakni sebanyak 38,46%.
Sebanyak 61, 5% penderita memutuskan untuk Kesehatan fisik yang dimiliki oleh 13 orang
tetap bekerja dengan pendapatan yang diperoleh penderita SLE rata-rata memiliki skor 71,9 dari skala
per bulan lebih dari Rp 1.740.000 yang merupakan 0-100.0 merupakan nilai terendah yang menunjukkan
batasan upah minimum pada tahun 2012. Pada kondisi paling buruk dan 100 menunjukkan kondisi
38,5% penderita SLE yang memutuskan untuk kesehatan yang sangat baik. Penderita SLE masih
tidak bekerja lagi mengaku untuk mengisi waktu mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas
luang yang mereka miliki, mereka biasa melakukan berat seperti memindahkan perabotan, mengecat
berbagai kegiatan seperti belajar memasak dan atau menghias rumah dengan kondisi kesehatan fisik
belajar berbagai keterampilan di rumah mereka yang dimiliki. Menaiki tangga juga merupakan salah
sebagai hobi baru mereka. satu kegiatan yang banyak dihindari oleh penderita
Berdasarkan BMI yang dimiliki oleh penderita SLE. Mereka melaporkan sering mengalami sesak
SLE terdapat 46,2% penderita SLE memiliki status nafas atau kelelahan yang berlebihan setelah menaiki
gizi yang normal dengan nilai BMI untuk orang Asia tangga. Hal ini dialami terutama pada penderita
antara 18,522,99. 15,4% penderita SLE memiliki SLE yang memiliki nilai kesehatan fisik antara
status gizi obesitas dengan nilai BMI > 27,5 dan 53,00 hingga 64,00. Kesehatan fisik yang menurun
23,1% penderita SLE memiliki status gizi gemuk menyebabkan mereka harus bergantung pada orang
dengan nilai BMI antara 23,0027,49. Mereka lain untuk melakukan beberapa pekerjaan tersebut.
mengalami penambahan berat badan sebagai efek Pada penderita SLE dengan nilai kesehatan
samping dari pengobatan yang diterima. Terdapat fisik >75 sudah jarang mengalami kesulitan dalam
15,4% penderita SLE yang memiliki status gizi melakukan pekerjaan sedang ataupun berat. Namun
kurus dengan nilai BMI 18,5 mereka tetap menghindari penggunaan tangga,
Sebanyak 76,92% penderita SLE memiliki mereka mengaku terkadang masih merasa sesak
pengetahuan yang baik mengenai penyakit Lupus setelah menaiki tangga. Pada seorang penderita SLE
dan SLE. Mereka memahami bahwa penyakit SLE yang memiliki nilai 100 untuk kesehatan fisik, ia
ini merupakan penyakit autoimun kronis yang dapat mengaku dengan kondisi kesehatan yang sekarang,
menyebabkan kerusakan pada berbagai organ yang ia mampu melakukan beberapa pekerjaan berat
mereka miliki. bahkan menaiki tangga. Penderita SLE tersebut telah
Irma Yanih, Kualitas Hidup Penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) ... 5

menderita SLE selama lebih dari 5 tahun dan telah serta menggunakan pakaian yang dapat menutupi
menunjukkan kondisi kesehatan yang stabil, dosis bekas luka di tubuh mereka. Pada penderita
obat yang harus diminumpun telah dikurangi namun yang mengalami penambahan berat badan akibat
ia mengaku masih belum berani untuk berhenti pengobatan SLE merasa gemuk tidak hanya bisa
minum obat secara total. disebabkan oleh penggunaan steroid. Orang sehat
pun dapat menjadi gemuk sehingga mereka tidak
Kesehatan Emosional merasa malu dengan citra diri mereka saat ini.
Nilai rata-rata penderita SLE pada aspek
Rasa Sakit
kesehatan Emosional adalah 77 dari skala 0100.
Nilai terendah yang diperoleh penderita SLE dalam Nilai rata-rata yang dimiliki penderita SLE
domain kesehatan emosional ini adalah 50. Pada pada aspek rasa sakit sebesar 69,9. Penderita
penderita dengan nilai kesehatan emosional 50, SLE melaporkan masih sering merasa nyeri pada
mereka mengaku terkadang mereka masih merasa persendian ataupun otot badan mereka. Hal ini
gelisah, marah ataupun kecewa dengan kondisi paling sering terjadi terutama pada penderita SLE
kesehatan yang saat ini ia rasakan. Gangguan yang memiliki nilai rasa sakit sebesar 33,3. Mereka
emosional yang paling sering mereka rasakan adalah juga mengaku terkadang mengalami kesulitan tidur
rasa cemas atau khawatir. Kondisi kesehatan yang di malam hari akibat rasa sakit yang mereka rasakan.
kian memburuk terkadang membuat mereka cemas Hal ini menyebabkan ia selalu tidur larut malam.
dan khawatir akan kondisi di masa depan. Rasa sakit itu tidak hanya mengganggu pola tidur
Pada penderita SLE yang memberikan hasil penderita SLE namun juga kualitas tidur yang
penilaian mencapai 75 hingga 100, mereka mengaku mereka miliki, mereka mengaku jarang memperoleh
sangat jarang mengalami gangguan emosional. tidur yang nyenyak saat rasa sakit muncul. Pada
Mereka merasa lebih optimis baik mengenai kondisi seorang penderita SLE menyatakan bahwa sakit
kesehatan saat ini ataupun masa depan yang mereka yang ia alami hampir setiap hari mengganggu
miliki. Hal ini menyebabkan amarah, kekecewaan, aktivitas yang ingin dia lakukan. Rasa sakit itu juga
depresi ataupun rasa cemas mengenai kondisi mengganggu kemampuan mobilitas yang ia miliki,
kesehatan dan perubahan fisik saat ini sangat jarang sehingga ia tidak bisa menghadiri beberapa acara
mereka rasakan. ataupun kegiatan sosial yang sangat ingin ia ikuti.

Citra Diri Perencanaan


Penderita SLE menunjukkan kondisi paling Penderita SLE menyatakan mereka terkadang
baik pada aspek citra diri dengan rata-rata nilai tak bisa menghadiri beberapa acara atapun kegiatan
yang diperoleh 86,0. Nilai terendah yang diperoleh sosial yang biasa diadakan oleh kerabat dekat
penderita SLE pada bagian citra diri ini sebesar ataupun teman. Hal ini paling sering dialami oleh
70,00 dan tertinggi adalah 100,00. Mereka tidak 2 orang penderita SLE yang memiliki nilai 50,00
merasa rendah diri dengan perubahan fisik yang dalam bidang perencanaan ini. Penyebab mereka
mereka alami akibat dari serangan SLE ataupun tidak dapat menghadiri acara tersebut adalah
efek samping dari obat. Perolehan nilai citra diri kondisi kesehatan mereka yang tidak menentu.
sebesar 70 ini menunjukkan mereka tidak merasa Mereka juga mengaku mengalami kesulitan dalam
malu ataupun kecewa dengan penampilan mereka melakukan suatu pekerjaan. Mereka terkadang tidak
saat ini. bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan yang
Mereka mengaku tidak pernah menghindari mereka inginkan baik dalam bentuk ketepatan waktu
kegiatan sosial atau acara pertemuan karena ataupun cara penyelesaian pekerjaan tersebut. Pada
perubahan fisik yang mereka alami tersebut. mereka yang memiliki nilai 100 pada penilaian ini
Mereka selalu melakukan perawatan kulit khusus tidak menemukan adanya kendala apapun saat ingin
yang terbuat dari bahan alami seperti tomat untuk menghadiri suatu acara ataupun kegiatan sosial.
mengurangi warna kemerahan pada tubuh mereka Mereka juga tergabung dalam kegiatan sosial di
dan agar bercak tersebut tidak meninggalkan bekas wilayah tempat tinggal ataupun tempat kerja mereka.
kehitaman di kulit mereka. Mereka mengaku Nilai rata-rata yang diperoleh seluruh penderita SLE
selalu menggunakan riasan wajah untuk menutupi dalam bagian perencanaan ini adalah 80,2 (0100).
flare yang ada pada wajah ataupun tubuh mereka
6 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4, No. 1 Januari 2016: 112

Kelelahan penderita tersebut ia merasa masih bergantung pada


Kelelahan merupakan hal yang paling sering keluarga akibat dari SLE yang diderita. Hal ini
dirasakan oleh penderita SLE baik di pagi hari disebabkan ia masih membutuhkan banyak bantuan
ataupun malam hari setelah mereka melakukan dari pihak keluarga dalam melakukan beberapa
aktivitas. Nilai rata-rata yang dimiliki oleh penderita pekerjaan. Ia juga masih merasa bahwa penyakit
SLE pada aspek kelelahan ini adalah 70,6. Nilai yang ia miliki mengakibatkan keluarga dan teman
terendah yang diperoleh penderita SLE sebesar dekatnya merasa cemas atau khawatir. Terkadang
37,50. Semakin rendah nilai kelelahan penderita, bahkan ia merasa telah membuat keluarga atau
maka semakin menunjukkan seringnya rasa lelah kerabat dekat tertekan dengan kondisi ini. Semakin
mengganggu kehidupannya. Terdapat 2 orang baik nilai yang diperoleh penderita pada aspek ini
penderita SLE yang mengaku mengalami gangguan menunjukkan semakin jarang ia merasa menjadi
pola tidur yang disebabkan oleh kelelahan. Kelelahan ketergantungan bagi keluarga ataupun kerabat
dan rasa sakit memiliki pengaruh berbeda terhadap terdekat mereka.
pola tidur mereka. Rasa sakit akan menyebabkan
mereka sulit tidur malam namun kelelahan PEMBAHASAN
menyebabkan mereka tidur lebih cepat di malam
80% penderita SLE terkena SLE pada usia
hari. Pada pagi hari mereka harus rela menghabiskan
antara 1540 tahun. Serangan SLE setelah usia 45
beberapa waktu untuk duduk di atas tempat tidur
tahun atau setelah fase menopause jarang terjadi
terlebih dahulu sebelum beraktivitas akibat dari rasa
dan diagnosis SLE di atas usia 70 sangat jarang
lelah yang muncul.
terjadi (Wallace, 2009). Karakteristik usia penderita
Hubungan Intim SLE dalam penelitian ini termuda merupakan gadis
dengan usia 18 tahun yang pertama kali terserang
Skor terendah yang dimiliki penderita SLE SLE di usia 15 tahun. Penderita SLE tertua dalam
dalam pengukuran kualitas hidup ini terdapat penelitian ini adalah 3 orang wanita dengan usia 37
pada aspek hubungan intim yakni dengan nilai tahun. Hal ini menunjukkan karakteristik usia yang
rata-rata yang hanya mencapai 65,4. Hal ini hampir sama dengan risiko usia yang dinyatakan
disebabkan sebagian besar penderita SLE yakni 9 oleh Wallace tersebut. Rata-rata usia penderita SLE
orang masih berstatus lajang atau tidak menikah. yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 34 tahun.
Mereka mengaku status lajang yang mereka bukan Usia tersebut masih termasuk dalam rentang usia
disebabkan oleh SLE yang diderita. Mereka masih produktif bagi wanita. Pada beberapa penelitian lain
tertarik untuk melakukan hubungan dengan lawan bahkan menunjukkan rerata usia yang lebih tinggi
jenis seperti berpacaran bahkan menikah, namun yakni 43,3 tahun hingga 55 tahun (Bexelius, dkk.,
terkadang justru penolakan muncul dari pihak lawan 2013; Barnado, dkk., 2012; McElhone, dkk., 2010;
jenis yang ragu untuk memulai hubungan. Mereka Sterling, dkk., 2014).
mengaku banyak hal yang perlu dipertimbangkan Pada penelitian ini 53,8%penderita SLE telah
bagi lawan jenis yang ingin berhubungan dengan mengidap SLE selama > 5 tahun. Hasil penelitian
mereka. Para pria tersebut selalu menjadi ragu untuk lain mengenai lama rata-rata penderita mengidap
melangkah ke depan setelah mengetahui wanita SLE cukup bervariatif, namun semua menunjukkan
yang mereka dekati adalah seorang penderita SLE. bahwa penderita telah mengidap SLE selama lebih
Hal ini tidak berarti semua penderita SLE tidak dari 5 tahun. Pada penelitian yang dilaksanakan
akan pernah mendapatkan pasangan karena 30,8% di swedia terhadap 339 penderita SLE, rata-rata
responden merupakan penderita SLE yang telah lama responden telah menderita SLE adalah 16
menikah dan masih dapat tetap mempertahankan tahun (Bexellius, dkk., 2013). Penderita SLE di
pernikahan mereka. Inggris rata-rata telah mengidap SLE selama 9,2
tahun (McElhone, dkk., 2010). Pada penelitian yang
Ketergantungan pada Orang Lain dilakukan di wilayah timur Swedia terhadap 163
Rata-rata nilai yang diperoleh pada aspek pasien SLE di tahun 2010, memiliki karakteristik
ketergantungan pada orang lain adalah 75,6. Hasil lama menderita SLE rata-rata mencapai 13,7 tahun
ini cukup baik walaupun terdapat seorang penderita dengan median 11 tahun (Barnado, dkk., 2010).
SLE yang memiliki nilai 0 pada aspek ini. Pada Hal ini menunjukkan walaupun belum ditemukan
Irma Yanih, Kualitas Hidup Penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) ... 7

obat yang dapat menyembuhkan penderita SLE Pada penelitian ini lebih dari setengah penderita
sepenuhnya, namun dengan pengobatan yang tepat SLE atau tepatnya 61,5% memutuskan untuk tetap
saat ini penderita SLE tetap dapat bertahan hidup. bekerja. Pada penelitian yang dilakukan terhadap
Pada penelitian yang kami lakukan, lebih penderita SLE pada populasi African American
banyak ditemukan penderita yang memiliki di South Carolina dan Georgia juga menunjukkan
status pendidikan tinggi yakni sebanyak 61,53%, banyak penderita SLE yang tidak bekerja yakni
dan tidak ditemukan seorang pun yang memiliki sebanyak 65% dari 89 orang penderita SLE yang
status pendidikan yang rendah. Kondisi yang tergabung (Barnado, dkk., 2012). Para penderita
sama juga ditemukan di Swedia, 33,3% penderita SLE di Inggris yang sebelum diagnosa merupakan
SLE di Swedia merupakan masyarakat yang telah seorang pekerja mendapati diri mengalami kesulitan
menempuh jalur pendidikan hingga ke perguruan untuk melanjutkan pekerjaan yang mereka miliki,
tinggi, 25% merupakan siswa yang telah lulus sehingga beberapa dari mereka terpaksa berhenti
SMA dan sedang menempuh pendidikan untuk dari pekerjaan tersebut (McElhone, dkk., 2010).
mempersiapkan diri masuk ke universitas. Hanya Pada penelitian SLE di Eropa yang melibatkan
14% penderita SLE di Swedia yang merupakan 2070 orang penderita SLE, memberikan hasil bahwa
tamatan SD (Bexellius, dkk., 2013). masih banyak penderita SLE yang memutuskan
Penelitian yang dilaksanakan di Virginia untuk tetap bekerja setelah didiagnosa terkena SLE.
dan Alabama menunjukkan hasil yang sama 65,1% penderita SLE merupakan seorang pegawai,
yakni sebagian besar penderita SLE merupakan wirausahawan ataupun mahasiswa yang sedang
seseorang dengan latar belakang pendidikan yang melanjutkan studinya. 27,7% dari 65,1% yang saat
tinggi. Pada penelitian tersebut 73% penderita SLE ini masih bekerja mengaku bahwa mereka telah
telah menempuh jalur pendidikan lebih tinggi dari mengubah karir mereka pada tahun pertama setelah
sekolah menengah atas (SMA), dan tidak ditemukan didiagnosa mengidap SLE. Pada penelitian tersebut
penderita SLE dengan pendidikan lebih rendah penderita SLE tidak hanya melihat status pekerjaan
dari pada SMA (Sterling, dkk., 2014). Penelitian mereka. Penderita SLE juga di bagi menjadi 2
yang dilaksanakan di wilayah eropa menunjukkan kelompok berdasarkan pengaruh SLE pada karir
adanya 71,8% penderita SLE yang memiliki latar mereka. Kelompok pertama merupakan penderita
belakang pendidikan sebagai lulusan perguruan SLE yang merasa SLE tidak mempengaruhi
tinggi (Gordon, dkk., 2013). Berdasarkan beberapa karirnya. Kelompok kedua merupakan para penderita
penelitian tersebut rata-rata penderita SLE memiliki SLE yang merasa SLE telah mempengaruhi jenjang
status pendidikan yang tinggi. karir mereka. 69,5% dari 2070 penderita SLE
Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh 2 yang tergabung, termasuk dalam kelompok kedua.
penelitian yang dilaksanakan di Brazil dan Cina. Mereka mengaku bahwa SLE telah mempengaruhi
Penelitian di brazil yang dilaksanakan selama 2 karir mereka. 60% penderita SLE dari kelompok
tahun (Januari 2009-Januari 2011) menemukan 12% kedua memutuskan mengurangi jam kerja mereka
penderita SLE di brazil merupakan masyarakat buta hingga 50% lebih dari jam kerja yang mereka
huruf dan 36% penderita merupakan tamatan SMA. miliki sebelumnya. 29,4% terpaksa melakukan
Hanya 20% penderita SLE yang memiliki latar pekerjaan yang memiliki jam kerja fleksibel. 28,4%
belakang pendidikan sebagai tamatan perguruan mengaku terpaksa mendaftarkan diri sebagai orang
tinggi (Balsamo, dkk., 2013). Penelitian di China yang membutuhkan bantuan sosial. 26,7% harus
menunjukkan kondisi yang hampir serupa dengan mengundurkan diri dari pekerjaan karena sakit
penelitian yang dilaksanakan di Brazil. Pada (Gordon, dkk., 2013).
penelitian di China tersebut, ditemukan adanya Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
penderita SLE yang memiliki latar belakang adanya penurun produktivitas secara signifikan yang
pendidikan rendah. 21,1% penderita SLE (81 orang) dialami penderita diakibatkan oleh SLE. 43,2% dari
di negeri tirai bambu tersebut merupakan masyarakat total penderita SLE yang terlibat, menunjukkan
yang buta huruf. Mereka belum pernah memasuki adanya penurunan pada produktivitas penderita
bangku sekolah sebelumnya. 49,7% penderita (191 pada pekerjaan yang diukur menggunakan WPAI-
orang) merupakan tamatan SMA, hanya 8,3% yang Lupus kuesioner (Work Productivity and Activity
memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi Impairment). 55,8% menunjukkan adanya penurunan
dari SMA. Perbedaan kondisi ini dapat diakibatkan kemampuan penderita SLE dalam melaksanakan
adanya perbedaan budaya dan demografi wilayah. kegiatan di luar pekerjaan seperti kegiatan
8 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4, No. 1 Januari 2016: 112

membersihkan rumah, belajar ataupun berbelanja. Penelitian tersebut tidak hanya menampilkan
Hal ini yang membuat mereka mengalami kesulitan gambaran kualitas hidup penderita SLE di berbagai
dalam mempertahankan pekerjaan mereka (Gordon, aspek, melainkan juga menggambarkan hubungan
dkk., 2013). kualitas hidup dan karir penderita SLE. Pada
Status gizi yang dimiliki oleh penderita SLE penelitian tersebut dilaporkan bahwa kesehatan fisik
dapat berubah akibat dari efek samping pengobatan. yang rendah dapat mempengaruhi karir penderita.
Obat steroid dapat mengakibatkan penambahan Penderita SLE yang memiliki nilai kesehatan fisik
berat badan pada penderita SLE, sedangkan yang sangat rendah, terpaksa melepaskan karir
obat antideuritik dapat mengakibatkan penderita mereka dan mendaftarkan diri sebagai seseorang
kehilangan cairan sehingga mengalami penurunan yang membutuhkan bantuan sosial. Hal yang
berat badan (Waluyo & Putra, 2012). Pada penelitian berbeda dialami penderita yang memiliki kesehatan
yang kami lakukan terdapat 15,4 orang penderita fisik cukup baik dengan nilai rata-rata mencapai
SLE yang mengalami obesitas dan 23,1% mengalami 76,7. Mereka mengaku tidak merasakan adanya
kegemukan selama proses pengobatan SLE. 15,4% pengaruh dari kesehatan fisik mereka terhadap karir
penderita SLE yang tergabung dalam penelitian yang saat ini mereka jalani (Gordon, dkk., 2013).
kami memiliki nilai BMI kurang dari 18 sehingga Penelitian yang dilakukan terhadap 89 penderita
termasuk dalam golongan orang kurus. Penurun SLE yang berasal dari kelompok masyarakat suku
berat badan dialami karen SLE yang menyerang Gullah (African American) juga menunjukkan
saluran pencernaan, sehingga tubuhnya mengalami adanya penurunan pada kesehatan fisik pada
kesulitan dalam proses penyerapan sari makanan. penderita SLE. Nilai rata-rata kesehatan fisik
Di wilayah selatan Carolina dan Georgia terdapat mereka hanya mencapai 38,5 (Barnado, dkk., 2012).
37,1% dari 89 orang penderita SLE penderita SLE Penurunan kualitas hidup penderita SLE pada aspek
yang berasal dari ras African American memiliki kesehatan fisik dibuktikan juga oleh penelitian yang
status gizi obesitas dengan nilai BMI 30, dan 18% diadakan di Brazil dengan menggunakan alat ukur
memiliki nilai gizi kurus dengan nilai BMI < 18,5. SF-36. Nilai median yang diperoleh penderita pada
Penderita SLE dengan nilai BMI yang normal hanya aspek kesehatan fisik sebesar 61,6, sedangkan nilai
terdapat 21,4% (Barnado, dkk., 2012). median untuk aspek kesehatan fisik pada wanita
Pada penderita SLE di Swedia rata-rata nilai sehat dengan karakteristik yang sama (usia, tinggi
BMI mereka adalah 25,7 yang termasuk dalam badan, BMI, dan berat badan) mencapai 81,2
golongan gemuk (>25,00-27,50) berdasarkan (Balsamo, dkk., 2013).
kategori BMI yang telah ditetapkan oleh WHO Hasil penelitian kami, nilai terendah penderita
(Bexelius,2013). Hal yang sama juga dialami oleh SLE pada domain kesehatan emosional adalah 50.
penderita SLE di Cina. 203 orang penderita SLE Sebuah penelitian yang bertujuan untuk menguji
(52%) di Cina juga mengalami kegemukan selama responsiveness LupusQol dalam mengukur kualitas
proses pengobatan, sedangkan 91 orang (23,7%) hidup penderita SLE dilaksanakan di Negara Inggris.
mengalami obesitas (Zhu, dkk., 2010). Penelitian tersebut melibatkan 185 orang penderita
Hasil penelitian ini mengenai kualitas hidup SLE dari seluruh penjuru negeri britania tersebut.
penderita SLE menunjukkan 61,5% penderita SLE Penelitian tersebut menggunakan LupusQoL
memiliki kualitas kesehatan fisik relatif rendah kuesioner dan SF-36. Hasil penelitian tersebut
dengan nilai kesehatan fisik antara 53,00-64,00 yang melaporkan bahwa kualitas hidup penderita SLE
diukur menggunakan LupusQol. Penelitian di Eropa menurun pada berbagai domain yang terdapat dalam
mengenai pengaruh SLE terhadap produktivitas LupusQoL termasuk domain kesehatan emosional.
penderita SLE, menunjukkan hal yang sama dengan Hanya pada domain citra diri, ketergantungan
hasil penelitian kami. Pada penelitian tersebut pada orang lain, dan kelelahan yang tidak tampak
kualitas hidup penderita SLE diukur menggunakan ada penurunan secara signifikan (Devilliers, dkk.,
kuesioner LupusQol. Hasil dari pengukuran tersebut 2014).
menyatakan bahwa rata kesehatan fisik seluruh Hasil penelitian ini untuk hubungan intim
penderita SLE yang tergabung hanya sebesar 58,7. pada penderita yang telah memiliki pasangan
28,4% penderita merupakan kelompok penderita menunjukkan hasil yang baik. Mereka melaporkan
yang memiliki nilai rata-rata kesehatan fisik terendah bahwa mereka selalu mendapatkan dukungan,
yakni hanya mencapai 37,7. 29,1% penderita SLE perhatian dan rasa sayang yang mereka rasakan
memiliki nilai kesehatan fisik mencapai 57,2. dari pasangan masing-masing. Pada penderita
Irma Yanih, Kualitas Hidup Penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) ... 9

yang sedang tidak memiliki pasanganpun masih terburuk dari rasa sakit tersebut terhadap kehidupan
menunjukkan ketertarikan untuk berhubungan penderita.
dengan lawan jenis seperti berkencan. Hal yang Penderita SLE di Brazil mengalami penurunan
serupa ditunjukkan pula oleh penderita SLE yang kualitas hidup pada aspek bodily in pain. Hal ini
berada di China. 279 penderita SLE di China dibuktikan dengan nilai median yang diperoleh
merupakan pasangan yang telah menikah dan masih penderita SLE pada aspek bodily in pain adalah
tetap memilki hubungan yang baik dengan pasangan 64,4 sedangkan pada wanita sehat nilai median yang
mereka masing-masing (Zhu, dkk., 2013). diperoleh sebesar 72,9 (Balsamo, dkkl., 2013). 2
Pada penelitian ini, penderita SLE masih penelitian tersebut membuktikan adanya penurunan
dapat menunjukkan adanya kesehatan emosi yang kualitas hidup penderita SLE di aspek bodily in
baik. Perolehan nilai kesehatan emosi terendah pain. Hasil penelitian tersebut hampir serupa dengan
yang ditunjukkan oleh penderita SLE adalah 50,0. hasil yang diperoleh dalam penelitian yang kami
Penderita SLE tersebut mengaku emosi yang dia lakukan.
alami sering kurang stabil. Pada saat gejala SLE Kelelahan dilaporkan sebagai gejala yang
muncul, mereka akan memiliki kesehatan emosi paling sering dirasakan oleh penderita dalam
yang sangat buruk. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penelitian. Salah satunya adalah penelitian
seringnya mereka mengalami depresi, kemarahan dilaksanakan di Amerika Serikat selama 6 bulan
pada diri sendiri karena merasa tak berdaya yang bertujuan untuk melihat pengaruh SLE pada
dengan kondisi kesehatan yang mereka miliki. produktivitas penderitanya. Responden pada
Pengukuran role emational dengan menggunakan penelitian tersebut merupakan penderita SLE yang
SF-36 menunjukkan bahwa penderita SLE memiliki berusia 18 tahun. Pada penelitian tersebut penderita
kondisi emotional yang lebih rendah dari pada mengaku kelelahan merupakan salah satu gejala yang
wanita sehat di usia yang sama. Rata-rata nilai role paling sering mereka rasakan selain rasa sakit pada
emotional yang diperoleh wanita sehat sebesar 80 persendian dan otot (Garris, dkk., 2013). Kelelahan
90, sedangkan pada penderita SLE nilai rata-rata dapat mempengaruhi kehidupan sehari hari penderita
yang dapat diperoleh berkisar antara 6065. Hal seperti kemampuan mereka bersosialisasi dan
ini menggambarkan penderita SLE lebih sering kemampuan mereka dalam menyelesaikan sebuah
mengalami kecemasan, kemarahan pada diri sendiri pekerjaan. Penderita mengatakan kelelahan yang
dan kekecewaan yang mendalam mengenai kondisi sering mereka rasakan menghalangi mereka untuk
yang dialami (Almehed, dkk., 2010). Penelitian yang melakukan beberapa kegiatan seperti pekerjaan
dilakukan di Brazil kepada wanita SLE yang belum rumah, berkebun, memasak, berbelanja kebutuhan
memasuki masa menopouse dengan menggunakan sehari-hari, dan perawatan diri. Mereka terkadang
SF-36 memberikan hasil yang hampir serupa yakni membutuhkan pertolongan dari orang lain untuk
kondisi kesehatan emosi yang dimiliki penderita melakukan pekerjaan tersebut atau memaksakan diri
lebih rendah dari pada wanita sehat dengan kriteria mereka. Beberapa dari penderita bahkan tidak akan
yang sama. Nilai rata-rata kesehatan emosi yang melakukan kegiatan apapun saat mereka merasa
diperoleh penderita 41,1 sedangkan pada wanita lelah termasuk memasak.
sehat dapat mencapai 73,2 (Balsamo, dkk., 2013). Kelelahan akibat SLE ini pun telah membuat
Penderita SLE yang merupakan keturunan suku mereka menjadi manusia yang kurang bersosialisasi
gullah melaporkan bahwa mereka sering merasakan baik dengan kerabat dekat ataupun orang yang
sakit baik pada persendian ataupun ott tubuh mereka. bertempat tinggal di satu lingkungan. Mereka
Hal ini dibuktikan dengan hasil pengukuran kualitas mengaku mengalami kesulitan saat ingin mengikuti
hidup pederita SLE tersebut dengan menggunakan kegiatan sosial ataupun acara yang membutuhkan
SF-36. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan banyak aktivitas fisik. Mereka juga mengalami
nilai mean pada aspek bodily in pain yang rendah kesulitan dalam merencanakan kegiatan atau acara
yakni 41,3 dari skala 0100. Pengukuran kualitas yang akan dihadiri di waktu ke depan. Kelelahan
hidup pada masyarakat ini (Barnado, dkk., 2012). juga merupakan salah satu penyebab penderita SLE
Aspek bodily in pain di SF-36 melihat seringnya berhenti dari pekerjaan mereka (Sterling, dkk.,
rasa sakit yang dirasakan penderita dan pengaruh 2014). Pada penelitian ini penderita juga mengaku
rasa sakit tersebut terhadap kegiatan yang dilakukan bahwa kelelahan merupakan gejala yang paling
penderita baik kegiatan di luar ruangan ataupun sering mereka rasakan dan menyebabkan mereka
dalam ruangan. Skala 0 menunjukkan pengaruh
10 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4, No. 1 Januari 2016: 112

tidak dapat melakukan beberapa pekerjaan. Penderita ruam atau bercak merah pada wajah atau tubuh
mengaku tidak pernah mencoba untuk berolah penderita SLE. Bercak merah tersebut merupakan
raga semenjak didiagnosis menderita SLE, bahkan salah satu gejala umum yang diderita penderita
untuk sekedar olah raga ringan sekalipun. Hal ini SLE. Bercak kemerahan tersebut akan meninggalkan
disebabkan setelah melakukan olah raga, tubuh bekas kehitaman di permukaan kulit saat kondisi
mereka akan terasa sangat lelah sehingga mereka tubuh telah membaik. Penurunan nilai citra diri
hanya bisa berbaring setelah melakukan gerakan dirasakan penderita SLE sebagai akibat dari gejala
olah raga. Bahkan setelah bangun tidur di pagi hari yang berhubungan dengan kulit seperti ruam pada
mereka masih sering merasa lelah. wajah dan tubuh, dan alopecia serta pertambahan
Penderita SLE mengaku selama mereka berat badan sebagai efek samping dari penggunaan
menderita SLE, mereka mengalami kesulitan dalam obat steroid (McElhone, dkk., 2010).
upaya merencanakan kegiatan yang ingin dilakukan Penderita cukup sering menghawatirkan
ataupun acara yang ingin dihadiri. Kesulitan yang penambahan berat badan yang mereka alami selama
mereka alami dalam melakukan perencanaan tidak pengobatan terhadap penampilan mereka di masa
hanya disebabkan oleh kelelahan yang mereka depan. Mereka merasa tidak puas dengan citra diri
rasakan. Kondisi kesehatan yang tidak menentu, yang mereka miliki saat ini sehingga memperbesar
penurunan kesehatan emosi dan kemampuan nilai ketidakpuasan mereka terhadap pengobatan
fisik juga menjadi penyebab mereka tidak dapat yang saat ini mereka jalani (Hale, dkk., 2014).
merencanakan kegiatan yang ingin mereka lakukan Hal yang berbeda ditemukan dalam penelitian
dengan baik (McElhone, dkk., 2010). Pada ini, penderita mengaku tidak terlalu memikirkan
pengukuran kualitas hidup dengan SF-36 aspek penambahan berat badan yang mereka alami ataupun
social function berfungsi menunjukkan peranan bercak kemerahan yang ada pada wajah dan tubuh
penderita SLE di lingkungan sosial dan berbagai mereka.
kegiatan ataupun acara sosial yang diadakan. Nilai Penderita SLE yang berdomisili di Inggris
rata-rata aspek social function pada penderita SLE menyatakan bahwa mereka telah kehilangan
di China mencapai 75,04 (0-100) (Zhu, dkk., 2013). kemampuan mandiri yang dimiliki sehingga harus
Penderita SLE di wilayah Brazil juga menunjukkan bergantung pada orang lain untuk melakukan
penurunan pada aspek social function dibandingkan beberapa pekerjaan (McElhone, dkk., 2010). Hal ini
wanita sehat. Pada penelitian tersebut nilai median juga dinyatakan oleh penderita SLE yang tergabung
yang dimiliki penderita adalah sebesar 68,4 dalam sebuah penelitian kualitatif mengenai
sedangkan nilai median yang dapat diperoleh wanita dampak kelelahan pada penderita SLE. Mereka
yang sehat dapat mencapai 83,8 (Balsamo, dkk., bahkan merasa hal tersebut memberikan tekanan
2010). tersendiri bagi keluarga dan teman dekat mereka.
Hal itu dibuktikan juga oleh sebuah penelitian Hal ini disebabkan mereka terpaksa melakukan
kualitatif yang dilaksanakan di Inggris. Penderita pekerjaan lebih yakni beberapa pekerjaan baik
SLE melaporkan mengalami kesulitan saat ingin ringan ataupun berat seperti memasak, mengangkat
menghadiri suatu acara atau kegiatan sosial. Mereka atau memindahkan barang, pekerjaan rumah yang
terkadang terpaksa menyuruh orang lain menghadiri lain seperti menyapu dan mengepel lantai, menata
acara tersebut untuk mewakili mereka, bahkan ruangan. Semua hal itu sangat sulit dilakukan oleh
tidak jarang mereka terpaksa menolak menghadiri penderita SLE sebagai akibat dari menurunnya
undangan tersebut dari awal (McElhone, dkk., kesehatan fisik yang mereka miliki dan kelelahan
2010). Pada penelitian ini juga menunjukkan hasil yang sering mereka rasakan (Sterling, dkk., 2014).
yang serupa mengenai kemampuan penderita dalam Pada penelitian ini pun terdapat satu orang yang
merencanakan kegiatan sosial dan acara yang akan masih merasa sangat bergantung pada orang terdekat
dihadiri. baik keluarga ataupun teman baik.
Perubahan fisik banyak dialami oleh penderita
SLE, yakni perubahan pada bentuk wajah yang
SIMPULAN DAN SARAN
membulat (moon face), penambahan berat
badan, kerontokan, dan ruam pada wajah serta Simpulan
tubuh (Waluyo dan Putra, 2012). Pada saat SLE Berdasarkan dari hasil dan pembahasan yang
kembali menyerang tubuh penderita sebagai telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
akibat rangsangan dari luar, maka akan muncul bahwa Responden pada penelitian ini sebagian besar
Irma Yanih, Kualitas Hidup Penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) ... 11

merupakan wanita dengan usia antara 17-37 tahun, and Validation of a Disease-Specic Health-
memiliki status pendidikan yang tinggi, memutuskan Related Quality of Life Measure, the LupusQoL,
tetap bekerja setiap hari dengan pendapatan Rp > for Adults With Systemic Lupus Erythematosus.,
1.740.000, 7 orang penderita SLE (53,8%) telah Arthitis and Rheumatology, volume 57, pp
menderita SLE selama > 5 tahun. Sebagian besar 972929.
penderita SLE menunjukkan pengetahuan yang baik Balsamo, S., Henrique de Mota, L.M., Freure de
mengenai Lupus dan SLE. Sebagian besar penderita Carvalho,J., Tibana, R.A., Santos de Santana,
SLE (46.2%) memiliki status gizi yang normal. F., Moreno, R.L., Gualang, B., Sabtos-Neto, L.
Hasil pengukuran kualitas hidup penderita & Cunha Nascimento, D., 2013., Low dynamic
SLE dengan LupusQoL menunjukkan kesehatan muscle strength and its associations with fatigue,
fisik yang dimiliki memiliki nilai rata-rata 71,9. functional performance, and quality of life in
Nilai rata-rata kesehatan emosional yang dimiliki premenopausal patients with systemic lupus
oleh penderita SLE adalah 77,0 dan citra diri erythematosus and low disease activity: case
memiliki nilai rata-rata 86,0. Nilai rata-rata rasa contrrol study. BMC Muscoloskeletal Disorder,
sakit, perencanaan, kelelahan, hubungan intim, dan volume 14, pp 1471247.
ketergantungan pada orang lain secara berurutan Barnado, A., Wheless, L., Meyer, A. K., Gilkeson,
adalah 69,9; 80,2; 70,6; 65,4; 75,6. G.S. & Kamen, DL., 2012. Quality of Life in
Patient with Systemic Lupus Erythematosus
Saran compared with related controls within a unique
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan African American population. Lupus, Volume 21,
di atas, maka beberapa saran yang dapat kami pp. 563569.
berikan: a) Diharapkan penelitian selanjutnya dapat Beusterien, K., Bell, J.A., Grinspan, J., Utset, T.O.,
mengamati hubungan status gizi dengan kualitas Kan, H. & Narayanan, S., 2013., Physician-
hidup yang dimiliki oleh penderita SLE lebih patient interactions and outcomes in systemic
lanjut dengan menggunakan pendekatan penelitian lupus erythematosus (SLE): a conceptual model.
kuantitatif, baik dengan metode cross sectional, case Lupus, volume 22, pp 10381054.
control ataupun cohort. b) Membandingkan hasil Bexelius, C., Wachmeister, K., Skare, P., Jnsson, L.
pengukuran kualitas hidup pada penderita SLE yang & Vollenhoven, R. V., 2013. Drivers of cost and
menggunakan LupusQoL dengan kuesioner baku Health-Related Quality of Life in Patient with
lain yang lebih dulu terbit seperti SF-36, WHOQoL Systemic Lupus Erythematosus (SLE): a Swedish
100. c) Membandingkan kualitas hidup penderita nationwide study based on patient reports. Lupus,
SLE di berbagai aspek dengan wanita sehat yang Volume 22, pp. 793801.
memiliki kriteria (usia, BMI dan aktivitas) yang Devilliers, H., Amoura, Z., Besancenot, J,F.,
sama. d) Perlu memperluas cakupan wilayah dengan Bonnotte, B., Pasquali, J,L., Wahl, D., Maurier,F.,
sistem pendekatan yang lebih baik sehingga dapat Kaminsky, P., Pennaforte, J,L., Magy-Bertand, N.,
menghasilkan gambaran yang lebih baik untuk Arnaud, L., Binquet, C., Guillemin, F., Boniton-
populasi. Kopp, C., 2014. Responsiveness of the 36-item
Short Form health Survey and the Lupus Quality
of Life questionare in SLE. Rheumatology, volume
REFERENSI 54, pp. 9409.
Almehed, K., Carlsten, H. & Forsblad-dElia, H., Garris, C.,Oglesby, A., Sulcs, A. & Lee, M., 2013.
2010., Health-related quality of life in systemic Impact of Systemic Lupus Erythematosus on
lupus erythematosus and its association with burden of illness and work productivity in the
disease and work disability., Scand J Rhematol, united state. Lupus, Volume 22, pp. 10771086.
volume 39, pp 5862. Gordon, c., Isenberg, D., Lestrom, K., Norton, Y.,
Anggraeni, C.A., 2011., Asuhan Gizi Nutritional Nikai, E., Pushparajah, D.S. and Schneider, M.,
Care Proses. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2014. The substantia; burden of sytemic lupus
Mcelhone, K., Abbott, J., Shelmerdine, J., Bruce, I. erythematosus on the productivity and careers of
N., Ahmad, Y., Gordon, C., Peers, K., Isenberg, patients: a european patient-drivwn online survey.
D., Ferenkeh-Koroma, A., Griffiths, B., Akil, M., Rheumatology, volume 52, pp 22922301.
Maddison, P., and Teh, L., 2007., Development
12 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4, No. 1 Januari 2016: 112

Hale, E.D., Radvanski,D.C.,Hassett, A.L.,2014., The Vasylyev, A., & Pereira, M,H,S., 2014., The
man in the moon face: a qualitative study of body Prevalence and incidence of Systemic Lupus
image, self-image and medication use in systemic Erythemtosus (SLE) in selected cities from
lupus erythematosus. Rheumatology three Commonwealth of Independent State
IRA(Indonesia Rheumatology Assosiation), 2011. countries (the Russian Federation, Ukraine, and
Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Kazakhstan)., Lupus, volume 23, pp 213219
Sistemik. 1 ed. s.l.: Perhimpunan Reumatologi Sterling, K.L., Gallop, K., Swinburn,P.,, Flood,E.,
Indonesia. French,A., Al Sawah,S., Likuni,N., Naegeli,A.N,
Jakes, R.W., Bae, S.C., Louthrenoo, W., Mok, C.C., dan Nixon,A., 2014., Patient-reported fatigue
Navarra, S.V, dan Kwon N., 2012. Systematic and its impact on patient with systemic lupus
Review of the epidemiologu of systemic erythematosus., Lupus, Volume 23, pp 124132.
lupus erythemaosus in the Asia-Pacfic region: Walllace, D.J., 2009. The Lupus Book. 4th edition ed.
prevalence, incidence,clinical features, and Los Angeles: Oxford University.
mortality. Arthiritis Care and Research, volume Waluyo, S. & Putra, B.M., 2012. 100 Question and
64 pp 159. Answer Lupus. 1st edition ed. Jakarta: PT Elex
Kresno, S.B., 2010. Imunologi: Diagnosis dan Media Komputindo.
Prosedur Laboratorium. 5 th edition. Jakarta: WHO, 1998. Program on mental Health WHOQOL
Fakultas Kedokteran Univerditas Indonesia. User Manual. [Online] Available at: www.who.
McElhone, K., Abbott, J., Gray, J., Williams, A. & int[Accessed 20 Desember 2013].
Teh, L-S., 2010. Patient perspective of systemic Yanih, I., Kualitas Hidup Penderita SLE di Yayasan
lupus erythematosus in relation to health-related Lupus Indonesia cabang Surabaya., 2015.
quality of life concept, a qualitative study. Lupus, Surabaya:vFakultas Kesehatan Masyarakat
Volume 19 pp. 16401647. Universitas Airlangga.
Nosonov, E., Soloviev, S., Davidson,J,E., Lila, A., Zhu, L., Zhang, T., Pan, H., Pei-Li, X., Ye, D., 2010.
Ivanova, R., Togizbayev, G., Omerbekova, Z., BMI, disease activity, and health-related quality-
Shevchuk, S., Iaremanko, O., Gnylorybov, A., of-life in systemic lupus erythematosus.Clin
Smailova, Z., Chernoglov, V., Malynovska, K., Rheumatol, Volume 29, pp 14131417.

Anda mungkin juga menyukai