LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTIFIKASI
Nama
: Ny. H
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 28 tahun
Alamat
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
MRS
: 05 November 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 07 November 2015
ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan Utama
Seluruh badan tidak bisa digerakkan
Keluhan tambahan
Mual, muntah, lemas.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke IGD RSUD Rd. Mattaher dengan keluhan seluruh badan
terasa lemah, kaku, dan tidak bisa digerakkan , sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan diawali dengan rasa lemas pada kedua tungkai yang
dirasakan tiba-tiba saat pasien beristirahat. Kemudian pasien mengaku kedua
tangan dan badan terasa lemah secara tiba-tiba keesokan harinya. Dan semakin
hari kelemahan tersebut terasa memberat sehinggga membuat pasien tidak
mampu bangun dan berdiri untuk berjalan seperti biasanya. Kelemahan dirasakan
semakin hari semakin memberat. Keluhan tidak disertai rasa kesemutan ataupun
1
hilang sensari rasa. Keluhan ini bukan yang pertama dialami os, os sudah pernah
mengalami keluhan yang sama sebanyak dua kali, keluhan pertama dialami os
2 tahun yang lalu, keluahan kedua 3 bulan yang lalu, dan keluahan berulang
lagi saat ini.
Keluhan juga disertai oleh demam, demam tidak terlalu tinggi, demam naik
turun, demam turun mencapai suhu normal, suhu demam sama disetiap waktu,
demam disertai menggigil, tidak ada perdarahan gusi (-), nyeri BAK (-), BAB
dalam batas normal.
Riwayat trauma disangkal, ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
yang sama seperti yang os rasakan. Os sudah berobat ke dokter setempat, dan
diberi obat, tetapi os tidak mengetahui apa nama dan jenis obatnya, namun tidak
ada perubahan pada gejala os, os akhirnya dibawa berobat ke RSUD Rd.
Mattaher.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os pernah mengalami keluhan yang sama 2 tahun dan 3 bulan yang lalu,
os mengalami kelemahan pada seluruh anggota badan yang timbul mendadak. Os
dibawa berobat ke rs setempat, dan os mengalami perbaikan setelah mendapatkan
pengobatan. Badan os kembali dapat digerakkan seperti semula dan kelemahan
os berangsur-angsur membaik. Namun os tidak mengetahui jenis obat dan
pengobatan yang dilakukan.
: tampak sakit
Keadaan sakit
Kesadaran
: CM
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 90 x/m
Pernapasan
Suhu
: 36,7 oc
Sianosis
: -
Dispeneu
: -
Edema umum
: -
Keadaan gizi
: kurang
Dugaan umur
: 30 thn
Bentuk badan:
Habitus
: dbn
Cara berjalan
: -
Dehidrasi : -
Keadaan fisik
Kulit
Warna
: sawo matang
Efloresensi
: tidak ada
Pigmentasi
:-
Jarinagan parut
: tidak ada
: 36,7
Lembab kering
: dbn
Ikterus
:-
Lapisan lemak
: berkurang
Keringat
: -
Turgor
: dbn
Edema
:-
: tidak ada
Lensa
: dbn
: tidak dilakukan
Fundus
:-
Kelopak
: edema (-/-)
visus
: dbn
Conjungtiva
: anemis (-/-)
Sklera
: ikterik (-/-)
Kornea
: dbn
Pupil
: isokor
Hidung
Bagian luar
: dbn
Septum
: dbn
Penyumbatan :dbn
Ingus
: dbn
Perdarahan
: dbn
Telinga
Tophi
: dbn
selaput
: dbn
Lubang
: dbn
pendengaran : dbn
Cairan
: dbn
lain-lain
: dbn
Mastoideus
: dbn
Mulut
Bibir
: kering (+)
Gigigeligi
: dbn
Palatum
Gusi
: perdarahan (-)
Selaput lender
: dbn
4
: dbn
Lidah
: dbn
Leher
Kelenjar Getah bening
: dbn
Trakea : dbn
Kelenjar gondok
: dbn
Tumor
: 5-2mmhg
Lain-lain
Kaku kuduk
:-
:-
Thorax
Bentuk
: Simetris
:-
Paru-paru
Inspeksi
: Simetris
: biasa
: torako abdominal
: 20 x menit
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
:-
Luas
:dbn
: batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri linea
aksila anterior sinistra
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani,
:-
varises
:-
Parut
:-
gerakan
: dbn
Sendi
: nyeri -
suhu raba
: dbn
Kekuatan
:+5
Edema
:-
lain-lain
(3,5-10)
(3,8-5,8)
HGB 12 g/dl
(11,0-16,5)
HCT 37,9 %
(35-50)
(150-390)
PCT 0,179 %
(0,100-0,500)
6
MCV 84 um3
(80-97)
MCH 28 pq
(26,5-33,5)
(31,5-35,0)
RDW 10,2 %
(10-15)
(6,5-11)
PDW 14,6 %
(10-18)
Kimia klinik
Darah (05 November 2015)
Glukosa sewaktu
129 mg/dl
Faal Ginjal
Ureum
73 mg/dl
Kreatinin
1,2 mg/dl
Pemeriksaan Elektrolit
Natrium (Na)
138,03 mmol/L
(135-148)
Kalium (K)
1,37 mmol/L
(3,5- 5,3)
Chlorida (Cl)
106,21 mmol/L
(98-110)
Calsium (Ca)
1,26 mmol/L
(1,19-1,23)
V. Diagnosis Kerja
Paralisis periodik hipokalemi
VI. Penatalaksanaan
Non farmakologis
Istirahat
Makanan lunak
Makanan tinggi kalsium 5-10 g/hari
Diet rendah karbohidrat 60-80 g/hari
Diet rendah garam 2,3 g/hari
Farmakologis
IVFD RL 20 gtt/ menit
Bolus KCL 4,5 mEq dalam 5% manitol, iv pelan
7
EKG
Endoskopi
X. Prognosis
Quo ad vitam dubia ad bonam
Quo ad functionam dubia ad bonam
Perkembangan selama perawatan
06 November 2015
S : Kelemahan sudah mulai berkurang, os sudah bisa menggerakkan tangan dan
badannya, mual (+), muntah (-).
O : KU
: sakit sedang
: 110/70 mmhg
: 36,20C
: 80x/menit
RR
: 16 x/menit
: sakit sedang
: 100/70 mmhg
: 36,50C
: 84x/menit
RR
: 18 x/menit
: sakit sedang
: 110/70 mmhg
: 360C
: 88x/menit
RR
: 16 x/menit
: sakit sedang
: 120/70 mmhg
: 36,20C
: 84x/menit
RR
: 18 x/menit
10
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Paralisis periodik hipokalemik (PPH) adalah kelainan yang ditandai
kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar
PPH merupakan PPH primer atau familial. PPH sekunder bersifat sporadik dan
biasanya berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan.
Periodik paralisis hipokalemi merupakan kelainan pada membran sel yang
sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies
pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik
kelemahan tiba-tiba yang diakibatkan gangguan pada kadar kalium serum. Periodik
paralisis ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hypokalemia.
Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dari acute flacid paralisis dimana
terjadi kelemahan otot yang ringan sampai berat hingga mengancam jiwa seperti
cardiac aritmia dan kelumpuhan otot pernapasan. Beberapa hal yang mendasari
terjadinya hipokalemi paralisis antaralain tirotoksikosis, renal tubular acidosis,
Gitelman Syndrome, keracunan barium, pemakaian obat golongan diuretik dan diare,
namun dari beberapa kasus sulit untuk diidentifikasi penyebabnya.
EPIDEMIOLOGI
Insidensinya yaitu 1 dari 100.000 periodik paralisis hipokalemi banyak terjadi
pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadinya serangan pertama
bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan
kemudian menurun dengan peningkatan usia.
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu idiopatik
periodik paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis dan secondary periodik paralisis
hipokalemi tanpa tirotoksikosis. Selain itu faktor genetik juga mempengaruhi
11
kasi 2 atau 3 mutasi tersering pada PPHF sehingga tes DNA negatif tidak dapat
menyingkirkan diagnosis.
Kalium
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam
tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot.
Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot
jantung, saraf, dan ototlurik. Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion
utama intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang
memerlukan energi. Fungsi kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama
berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan
rasio kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio
ini akan mempengaruhi fungsi dari sel.
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 - 150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5 5,5 mEq/L. Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada
metabolisme sel. Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektronegatif dan terdapat
membrane potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt.
MANIFESTASI KLINIS
Durasi dan frekuensi serangan paralisis pada PPHF sangat bervariasi, mulai
dari beberapa kali setahun sampai dengan hampir setiap hari, sedangkan durasi
serangan mulai dari beberapa jam sampai beberapa hari. Kelemahan atau paralisis
otot pada PPHF biasanya timbul pada kadar kalium plasma <2,5 mEq/L. Manifestasi
PPHF antara lain berupa kelemahan atau paralisis episodik yang intermiten pada
tungkai, kemudian menjalar ke lengan. Serangan muncul setelah tidur/istirahat dan
jarang timbul saat, tetapi dapat dicetuskan oleh, latihan fisik. Ciri khas paralisis pada
PPHF adalah kekuatan otot secara berangsur membaik pascakoreksi kalium.
13
Otot yang sering terkena adalah otot bahu dan pinggul; dapat juga mengenai
otot lengan, kaki, dan mata. Otot diafragma dan otot jantung jarang terkena; pernah
juga dilaporkan kasus yang mengenai otot menelan dan otot pernapasan.
Kelainan elektrokardiograi
membedakan penyebab PPH, apakah akibat kehilangan kalium melalui urin atau
karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular (chanellopathy).
14
Jika TTKG >3, PPH diakibatkan oleh kehilangan kalium melalui ginjal.
Namun, jika TTKG <2, PPH terjadi karena proses perpindahan kalium ke ruang
intraselular.
Pendekatan pasien hipokalemia dan paralisis dapat dilihat pada gambar 1.
Ekskresi kalium urin yang rendah dan asam basa normal mengarah ke PPHF, TPP
(thyrotoxic periodic paralysis), SPP (sporadic periodic paralysis), atau intoksikasi
barium. Pada peningkatan ekskresi kalium urin yang disertai kelainan asam basa,
perlu dilihat jenis kelainan asam basa yang terjadi. Jika asidosis metabolik, perlu
diukur ekskresi NH4+ di urin. Asidosis metabolik dengan peningkatan ekskresi
NH4+ dapat dijumpai pada penggunaan toluen dan diare berat, sedangkan asidosis
metabolik dengan ekskresi NH4+ rendah dijumpai pada renal tubular acidosis (RTA).
Jika kelainan asam basa yang terjadi adalah alkalosis metabolik, dilakukan
pengukuran tekanan darah. Jika tekanan darah normal, kelainan yang mendasari
adalah sindrom Bartter, sindrom Gitelman, efek diuretik, dan vomitus. Jika tekanan
darah tinggi, dipikirkan hipokalemia karena kelebihan mineralokortikoid.
15
PENCETUS
Serangan PPH dapat ditimbulkan oleh asupan tinggi karbohidrat, insulin, stres
emosional, pemakaian obat tertentu (seperti amfoterisin-B, adrenalin, relaksan otot,
beta-bloker, tranquilizer, analgesik, antihistamin, antiasma puf aerosol, dan obat
anestesi lokal. Diet tinggi karbohidrat dijumpai pada makanan atau minuman manis,
seperti permen, kue, soft drinks, dan jus buah. Makanan tinggi karbohidrat dapat
diproses dengan cepat oleh tubuh, menyebabkan peningkatan cepat kadar gula darah.
Insulin akan memasukkan glukosa darah ke dalam sel bersamaan dengan masuknya
kalium sehingga menyebabkan turunnya kadar kalium plasma. Pencetus lainnya
adalah aktivitas fisik, tidur, dan cuaca dingin atau panas.
16
ANALISIS KASUS
Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa :
Ny. H umur 28 tahun datang ke RSUD Rd. Mattaher dengan keluhan utama,
seluruh badan terasa lemah, kaku, dan tidak bisa digerakkan , sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan diawali dengan rasa lemas pada kedua
tungkai yang dirasakan tiba-tiba saat pasien beristirahat. Kemudian pasien
mengaku kedua tangan dan badan terasa lemah secara tiba-tiba keesokan harinya.
Dan semakin hari kelemahan tersebut terasa memberat sehinggga membuat
pasien tidak mampu bangun dan berdiri untuk berjalan seperti biasanya.
Kelemahan dirasakan semakin hari semakin memberat. Keluhan tidak disertai
rasa kesemutan ataupun hilang sensari rasa. Keluhan ini bukan yang pertama
dialami os, os sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebanyak dua kali.
Dari anamnesis dapat kita lihat sebagai gejala klinis dari periodik paralisis
hipokalemi ini ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik
tanpa gangguan dari sensoris yang berhubungan dengan kadar kalium
yang rendah di dalam darah. Gejala pada penyakit ini biasanya timbul
dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat
yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas
vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala
awal yang timbul sebelum serangan namun hal ini tidak selalu diikuti
dengan terjadinya serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat
malam hari atau saat bangun dari tidur. Serangan ini dapat terjadi hingga
beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari
kelumpuhan tersebut. Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi.
Kelemahan pada tungkai biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan
sering lebih berat kelemahannya dibanding lengan, dan bagian proksimal
17
menjadi
menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek
kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan
berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang
terakhir kali menjadi lemah.
Riwayat trauma disangkal, ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang
sama seperti yang os rasakan.
Periodik paralisis merupakan kelainan neuromuscular yang jarang serta
diturunkan, yang secara karakteristik ditandai dengan serangan episodik
dari kelemahan otot. Berbagai kepustakaan membagi kelainan ini secara
bervariasi, kelainan ini dapat dibedakan sebagai primer atau sekunder.
Pada yang primer secara umum dikarakteristikkan dengan : (1). kelainan
yang diturunkan; (2). sering berhubungan dengan kadar kalium di dalam
darah; (3). kadang disertai miotonia; (4) miotonia dan periodik paralisis
tersebut disebabkan karena defek dari ion channels. Pada kelainan
sekunder suatu keadaan hipokalemi dapat disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya : asupan kalium yang kurang, renal tubular asidosis,
gangguan
gastrointestinal
seperti
diare,
intoksikasi
obat
seperti
amphotericin B dan barium, dan hipertiroid. Pada kasus ini dapat kita lihat
kemungkinan penyebab hipokalemi pada pasien ini adalah karena kelainan
yang diturunkan.
18
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan pada kedua tungkai, hal ini sesuai
dengan kepustakaan dimakan dikatakan bahwa pada periodik paralisis ini
ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari
sensoris yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah.
Pada refleks fisiologis tidak didapatkan peningkatan refleks, hal ini
menyingkirkan semua diagnosis banding dari lesi UMN.
Gejala hipokalemi ini terutama terjadi kelainan di otot. Konsentrasi kalium
serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis
seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi
serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama
pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas
serum dapat menjadi suatu prediktor terjadinya rhabdomiolisis. Selain itu
suatu keadaan hipokalemia dapat mengganggu kerja dari organ lain,
terutama sekali jantung yang banyak sekali mengandung otot dan
berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum. Perubahan kerja
jantung ini dapat kita deteksi dari pemeriksaan elektrokardiogram(EKG).
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum
dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi
gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari
PR, QRS, dan QT interval. Pada pasien ini didapatkan tanda kelemahan
otot yang menyeluruh dengan kadar kalium yang rendah. Namun tidak
dilakukan pemeriksaan EKG pada pasien ini, sehingga tidak bisa dinilai
apakah ada kelainan pada jantung atau tidak akibat hipokaleminya.
19
20
21
22
Pada pasien ini terapi yang diberikan yaitu pemberian KCL peroral disertai
KCL melalui intravena pada saat akut. Dan setelah keadaan membaik terapi KCL
diberikan per oral sambil memantau status klinis pasien, kadar kalium serum, dan
pemeriksaan penunjang lain untuk menyingkirkan patologi lain yang dapat
menyebabkan hipokalemi. Dan setelah dua hari perawatan pasien pulih sempurna,
dan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil dalam batas normal pasien dipulangkan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Price S A, Wilson L M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
VI. Jilid II Penerbit Buku Kedokteran Jakarta; EGC, 2004
2. Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K. M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2006
3. Ahlawat SK, Sachdev A. Hypokalaemic paralysis. Postgraduate Medical Journal;
Apr 1999; 75, 882; ProQuest Medical Library. p. 193
4. Graber M. Terapi Cairan, Elektroli dan Metabolik, ed.1. Farmedia. Jakarta.2002.
5. Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K, et.al. A Family of Hypokalemic Periodic
Paralysis with CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance in
Women. Internal Medicine Vol.43, No.3 March 2004. p 21-8 222.
6. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated Ion
Channels in Neurological Theurapeutics Principles and Practice, vol.2 part 2.
Mayo Foundation. United Kingdom.2003; 225;2365-2377.
7. Pardede S, Fahriani Reni. Paralisis periodik hipokalemik familial. 2012. Available
from
http://www.kalbemed.com/Portals/6/198_CMEParalisis%20Periodik
%20Hipokalemik%20Familial.pdf .
8. Phakdeekitcharoen B, Ruangraksa C, Radinahamed P.
Hypokalaemia and
paralysis in the Thai population. Nephrol Dial Transplant 2004 19:20 13-8.
9. Scott, M.G., Heusel, J.W., Leig, V.A., Anderson, O.S., 2001, Electrolytes and
Blood Gases. In Burtis CA, Ashwood ER. 5th eds. Tietz Fundamentals of Clinical
Chemistry. Philadelphia: WB Saunders 494-517.
10.
Touru, O., Keita, K., 1999, Hypokalaemic periodic paralysis associated with