Anda di halaman 1dari 9

BAB I

TINJAUAN TEORI
A.

Definisi

a.

Anemia
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam

1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapat dalam 100 ml darah
(Ngastia, 1997 ; 398)
Anemia adalah berkurangnya volume eritrosit di kadar HB di bawah batas
nilai-nilai yang dijumpai pada orang sehat (Nelson; 838)
b.

Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis,

yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur
eritrosit 100-120 hari).
Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal selsel darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis
intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek ( umur eritrosit normalnya
100 sampai 120 hari).
Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB)
berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih
cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi
hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan sumsum tulang masih bisa
mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia
terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu
menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik.
hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi normal
eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari, sedang pada penderita
anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari saja.

B.

Etiologi

1.

Faktor Intrinsik :

Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit


Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a.

Gangguan struktur dinding eritrosit

Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan
membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar
dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya,
sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat
menimbulkan krisis aplastik Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak
yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis
ditemukan kolelitiasis.
Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam
keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini
diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat
sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi
biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur
eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut
disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
b.

Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
1)
2)
3)
4)

Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)


Defisiensi Glutation reduktase
Defisiensi Glutation
Defisiensi Piruvatkinase

5)
6)
7)
8)
c.

Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)


Defisiensi difosfogliserat mutase
Defisiensi Heksokinase
Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase
Hemoglobinopatia

Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga
pada

umur

satu

tahun

telah

mencapai

keadaan

yang

normal

Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:


Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS,
HbE dan lain-lain
Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia
2.

Faktor Ekstrinsik :

Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.


a.

Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat

b.

Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang

dibentuk oleh tubuh sendiri.


c.

Infeksi, plasmodium, boriella

C.

Patofisiologi

Faktor Intrinsik :

Faktor Ekstrinsik

Gangguan struktur dinding eritrosit

Bahan kimia / obat

Gangguan pembentukan nukleotida

Akibat reaksi imunita

Hemoglobinopatia

Infeksi plasmodium

Eritrosit yang terbentuk


tidak sempurna

Kerusakan dinding
eritrosit
Destruksi eritrosit
sebelum waktunya

Hemolisis

Anemia Hemolitik

Hb Menurun

Suplai O2 kejaringan
terganggu

Pucat
Lemas
Lemah

Destruksi eritrosit yang


meningkat

Splenomegali

Distensi lambung
Hemaglobinemia

Metabolisme Bilirubin
dan urobilin meningkat

Mual
Nyeri lambung

Anoreksia
MK : Intoleransi
Aktivitas

Gangguan filtrasi ginjal


Intake tidak adekuat

MK : Perubahan perfusi
jaringan

Urine berwarna dan


feses pekat
MK : Nutrisi kurang
dari kebutuhan

a.

Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular

MK : Konstipasi

terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di organ hati,
limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel organorgan tersebut karena organ-organ tersebut mengandung enzim heme oxygenase yang
berfungsi sebagai enzim pemecah.
Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan hemoglobin
dan gangguan metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan
disimpan sebagai cadangan, sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan
protoforfirin. Besi disimpan sebagai cadangan. Protoforpirin akan terurai menjadi gas
CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin akan membentuk
bilirubin indirect (bilirubin I). Bilirubin indirect yang terkonjugasi di organ hati
menjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin direct diekresikan (disalurkan) ke
empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen (mempengaruhi warna feses) dan
urobilinogen (mempengaruhi warna urin/air seni).
b.

Mekanisme pemecahan eritrosit intravaskular

terjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB bebas ke dalam
plasma. Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB bebas tersebut ke sistem
retikuloendotelial untuk dibersihkan. Dalam kondisi hemolisis berat, jumlah
haptoglobin dan hemopektin mengalami penurunan, akibatnya Hemoglobin bebas
beredar dalam darah (hemoglobinemia). Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan
membuat hemoglobin dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak
terakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah itulah yang menyebabkan
hemoglobinemia.
Hemoglobin juga dapat melewati glomelurus ginjal sehingga terjadi hemoglobinuria.
Hemoglobin yang terdapat di tubulus ginjal akan diserap oleh sel-sel epitel, sedang
kandungan besi yang terdapat di dalamnya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin.
Jika epitel ini mengalami deskuamasi akan terjadi hemosiderinuria (hemosiderin
hanyut bersama air seni). Hemosiderinuria merupakan tanda hemolisis intravaskular
kronis.
Berkurangnya jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal mengeluarkan
eritropoetin untuk merangsang eritropoesis di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda di paksa matang) sehingga
mengakibatkan polikromasia.

D.

Manifestasi Klinik

F Kadang kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
1.

Demam

2.

Mengigil

3.

Nyeri punggung dan lambung

4.

Perasaan melayang

5.

Penurunan tekana darah yang berarti

F Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:


1.

Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan

eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin
dan feses.
2.

Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada

karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan
membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak
dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan
hemoglobinemia.
3.

Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.

4.

Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi

banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak
ditemukan.
F Gejala umum pada anemia adalah nilai kadar HB <7g/dl, sedang gejala
hemolisisnya berupa ikterus (kuning) akibat peningkatan kadar bilirubin indirect
dalam darah, pembengkakan limfa (splenomegali), pembengkakan organ hati
(hepatomegali) dan kandung batu empedu (kholelitiasis). Tanda dan gejala lebih
lanjut sangat tergantung pada penyakit yang menyertai.

E.

Pemeriksaan Diagnostik

1.

Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:

F Bilirubin serum meningkat


F Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
F Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
2.

Gambaran peningkatan produksi eritrosit

F Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital


F hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
3.

Gambaran rusaknya eritrosit:

F morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target


cell, sickle cell, sferosit.
F fragilitas osmosis, otohemolisis
F umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi
aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. semakin cepat
penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit

F.

Pemeriksaan Laboratorium

1.

Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi dengan proses

eritropoesis yang normal


2.

Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik dengan labeling

crom. Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit.
Semakin cepat penurunan aktivitas crom maka semakin pendek umur eritrosit
3.

Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman)

4.

Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia pada air

seni
5.

Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang

6.

Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan bilirubin

serum
7.

Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel darah merah

muda)

8.

Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman

9.

Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang

G.

Penatalaksaan

Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan
khusus.
1.

Terapi transfusi

Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin


penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres
jantung.
Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan silang
mungkin sulit. Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika ditandai.. Risiko
hemolisis akut dari transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung pada
laju infus.. Perlahan-lahan memindahkan darah oleh pemberian unit setengah dikemas
sel darah merah untuk mencegah kehancuran cepat transfusi darah.
Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya,
talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan
sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan
chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine. 10
2.

Menghentikan obat

Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan hemolisis


kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet).
Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut
1)

Penisilin

2)

Sefalotin

3)

Ampicillin

4)

Methicillin

5)

Kina

6)

Quinidine

7)

Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun.

3.

Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis

anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun.


Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-langkah
lain telah gagal.
Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti anemia
hemolitik agglutinin dingin.
Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus
influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.

4.

Penanganan gawat darurat:

Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi ginjal.
Jika terjadi penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi namun dengan
pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed red cell untuk
mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis tinggi atau
hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
5.

Terapi suportif-simptomatik:

Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan


splenektomi (operasi pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam folat
0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
6.

Terapi kausal:

Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik (tidak
diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk ditangani. Pada
thalasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai