Anda di halaman 1dari 11

Definisi

Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu
pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit
100-120 hari).
anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah
merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di
tempat lain dalam tubuh (extravascular).
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya penghancuran
darah sehingga umur dari eritrosit pendek ( umur eritrosit normalnya 100 sampai 120 hari).
Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada
di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat dari
pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya
sel darah merah) ringan/sedang dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia
tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan
berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut anemia
hemolitik.
Anemia hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi normal
eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari, sedang pada penderita anemia
hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari saja.

Etiologi
1) Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit Kelainan karena faktor ini
dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a). Gangguan struktur dinding eritrosit
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran
eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal.
Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan
pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat
menimbulkan krisi aplastik.Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak
yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis
ditemukan kolelitiasis.  Ovalositosis (eliptositosis). Pada penyakit ini 50-90% dari
eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini
ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut
hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang
ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi
proses hemolisis dari penyakit ini
A-beta lipropoteinemia Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk
eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
b)  Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sb
1.Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
2.Defisiensi Glutation reduktase
3. Defisiensi Glutation
4.Defisiensi Piruvatkinase
5.Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI
6. Defisiensi difosfogliserat mutase
7.Defisiensi Heksokinase
8.Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase
c)  Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga
pada umur satu tahun telah mencapai keadaan normal Sebenarnya terdapat 2
golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
 Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal
HbS, HbE dan lain-lain
 Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia
2. Faktor Ekstrinsik:
1) Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosi
2) Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat
3) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk
oleh tubuh sendiri.
4) Infeksi, plasmodium, boriella
Klasifikasi anemia hemolitik autoimun
 Kelainan limfoproliferatif
 Kelainan autoimun (Sistemik lupus eritematosus/SLE)
 Infeksi mononucleosis

Manifestasi Klinis
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
 Demam
 Mengigil
 Nyeri punggung dan lambung
 Perasaan melayang
 Penurunan tekana darah yang berarti
 Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:
 Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil     pemecahan
eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan
feses.2.
 Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak   ada
karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan
membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak
dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan
hemoglobinemia.
 Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih
 Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya
eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan.
 Gejala umum pada anemia adalah nilai kadar HB <7g/dl, sedang gejala hemolisisnya
berupa ikterus (kuning) akibat peningkatan kadar bilirubin indirect dalam darah,
pembengkakan limfa (splenomegali), pembengkakan organ hati (hepatomegali) dan
kandung batu empedu (kholelitiasis). Tanda dan gejala lebih lanjut sangat tergantung
pada penyakit yang menyertai

Gejala

 Kulit pucat atau kurang berwarna.


 Penyakit kuning, atau menguningnya kulit, mata, dan mulut
 Urine berwarna gelap
 Demam Kelemahan Pusing Kebingungan Intoleransi aktivitas fisik Pembesaran limpa
dan hati Peningkatan denyut jantung (takikardia)
 Jantung murmur

Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun
dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat
disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit
enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan
hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat
dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari
hemoglobin dilepaskan.
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat hemoglobin
normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien
dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka
produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain,
mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di
mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan
bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis,
perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit atau
talasemia.

a.Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular

terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di organ hati,
limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel organ-organ
tersebut karena organ-organ tersebut mengandung enzim heme oxygenase yang berfungsi
sebagai enzim pemecah.

Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan hemoglobin dan
gangguan metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan disimpan
sebagai cadangan, sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan protoforfirin. Besi
disimpan sebagai cadangan. Protoforpirin akan terurai menjadi gas CO dan bilirubin.
Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin akan membentuk bilirubin indirect
(bilirubin I). Bilirubin indirect yang terkonjugasi di organ hati menjadi bilirubin direct
(bilirubin II). Bilirubin direct diekresikan (disalurkan) ke empedu sehingga meningkatkan
sterkobilinogen (mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen (mempengaruhi warna
urin/air seni).
b.Mekanisme pemecahan eritrosit intravascular
Terjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB bebas ke dalam
plasma. Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB bebas tersebut ke sistem
retikuloendotelial untuk dibersihkan. Dalam kondisi hemolisis berat, jumlah haptoglobin
dan hemopektin mengalami penurunan, akibatnya Hemoglobin bebas beredar dalam
darah (hemoglobinemia). Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin
dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak terakomodasi seluruhnya
oleh sistem keseimbangan darah itulah yang menyebabkan hemoglobinemia.
Hemoglobin juga dapat melewati glomelurus ginjal sehingga terjadi
hemoglobinuria. Hemoglobin yang terdapat di tubulus ginjal akan diserap oleh sel-sel
epitel, sedang kandungan besi yang terdapat di dalamnya akan disimpan dalam bentuk
hemosiderin. Jika epitel ini mengalami deskuamasi akan terjadi hemosiderinuria
(hemosiderin hanyut bersama air seni). Hemosiderinuria merupakan tanda hemolisis
intravaskular kronis.
Berkurangnya jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal mengeluarkan
eritropoetin untuk merangsang eritropoesis di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda di paksa matang) sehingga
mengakibatkan polikromasia.

Pemeriksaan Diagnostik
 Tes darah. Tes ini mengukur hemoglobin dan hitung retikulosit dan akan menggambarkan
berapa banyak sel darah merah baru yang sedang diproduksi. Pada anemia hemolitik
retikulosit meningkat.
 Tes darah tambahan. Tes ini memeriksa fungsi hati serta adanya antibodi tertentu.
 Tes urine untuk melihat apakah ada hemoglobin dalam urine (hemoglobinuria ) Kencing
Berdarah
 Aspirasi dan/atau biopsi sumsum tulang. Pengambilan sejumlah kecil cairan sumsum
tulang (aspirasi) dan/atau bagian padat jaringan sumsum tulang (biopsi), biasanya dari
tulang pinggul, untuk melihat ukuran, dan kematangan sel-sel darah dan/atau sel-sel
abnormal.

Pemeriksaan Laboratorium
 Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi dengan proses
eritropoesis yang normal
 Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. Semakin
cepat penurunan aktivitas crom maka semakin pendek umur eritrosit
 Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman)
 Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia pada air seni
 Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
 Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan bilirubin serum
 Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel darah merah muda
 Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman
 Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang

Penatalaksanaan
 Terapi transfuse
 Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin penting
bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
 Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres jantung.
 Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan silang
mungkin sulit. Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika ditandai.. Risiko
hemolisis akut dari transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung pada laju
infus.. Perlahan-lahan memindahkan darah oleh pemberian unit setengah dikemas sel
darah merah untuk mencegah kehancuran cepat transfusi darah
 Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya, talasemia
atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan sistematis baru-
baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan chelator
deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine.
Menghentikan Obat
 Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan hemolisis
kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet).
 Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut (lihat
Referensi untuk daftar lebih lengkap):
 Penisilin
 Sefalotin
 Ampicillin
 Methicillin
 Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun

Terapi Anemia Hemolitik


 Anemia hemolitik autoimun tipe hangat:
Apabila penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah
dengan pemberian kortikosteroid terutama prednisolon awalnya secara intravena
selanjutnya secara oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai dosis awal untuk
orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika dijumpai ada
kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb stabil. Steroid ini
mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis antibody. Selain
prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian dosis disesuaikan.
Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal
mempertahankan kadar Hb dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan
limfa(splenoktomi) dapat di pertimbangkan. Splenoktomi ini bertujuan agar limfa
berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibody.
Pengangkatan limfa diketahui berhasil mengendalikan pada sekitar 50%penderita.
Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan system kekebalan. Obat
imunosupresif lain dapat digunakan diantaranya: Azatioprin 50-200 mg/hari,
siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2), klorambusil, dan siklosporin. Terapi lain
yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari, biasanya danazol dipakai bersama sama
steroid. Jika ditemui anemia berat yang mengancam fungsi jantung dapat dilakukan
tranfusi.
 Anemia hemolitik autoimun tipe dingin:
Terapi pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin yakni dengan menghindari udar
dingin , mengobati penyakit dasar, kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga
gdengan memberi kortikosteroid tetapi kortikosteroid ini tidak efektif. Pemberian
khlorambusil dapat memberikan hasil pada beberapakasus. Dan juga bisa diberikan
prednisone dan splenektomi tetapi pemberian obat ini tidak efektif atau tidak banyak
membantu penyembuhan pada penyakit ini. Dan bisa juga dengan pemberian klorambusil
2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa
mengurangi hemolisis, namun secara praktik hal ini sukar dilakukan.
Pengkajian
Riwayat kesehatan keluarga :
 Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari
orang tua yang sama-sama trait sel sabit
Riwayat kesehatan sekarang :
 Klien terlihat keletihan dan lemah
 Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
 Mengeluh nyeri mulut dan lidah
Kebutuhan dasar
 Pola aktivitas sehari-hari
 Keletihan, malaise, kelemahan
 Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja
Eliminasi
 Diare dan penurunan haluaran urin
Penurunan nafsu makan
 Mual dan muntah
 penurunan BB
Diagnosa
1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun, mual

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Perubahan Peningkatan  Awasi tanda vital kaji  Memberikan
perfusi perfusi pengisian kapiler, informasi tentang
jaringan b.d jaringan warna kulit/membrane    derajat/keadekuata
Penurunan Kriteria hasil: mukosa, dasar kuku. n perfusi jaringan
  Keadaan umum  Tinggikan
komponen seluler kepala dan membantu
yang diperlukan TD: 120/80 tempat tidur sesuai menetukan
untuk pengiriman mmHg toleransi. kebutuhan
oksigen   Suhu 36,5 –  Awasi

upaya intervensi.
370 C pernapasan ;  Meningkatkan
 Jumlah auskultasi bunyi napas ekspansi paru dan
Eritrosit 5000 perhatikan memaksimalkan
- 9000 bunyiadventisius. oksigenasi untuk
sel/mm3  .Selidiki keluhan nyeri kebutuhan seluler.
dada, palpitasi.  Dispenia Gemerici
 Hindari penggunaan k menununjukkan
botol   penghangat atau gangguan jajntung
botol air panas. Ukur karena regangan
suhu air mandi dengan jantung
thermometer. lama/peningkatan
 .Kolaborasi kompensasi curah
pengawasan hasil jantung.
pemeriksaan  Iskemia seluler
laboraturium. mempengaruhi
jaringan
miokardial/
potensial risiko
infark
 Termoreseptor
jaringan dermal
dangkal karena
gangguan oksigen
2 Gangguan nutrisi Kebutuhan  Kaji riwayat nutrisi,  Mengidentifikasi
kurangdari nutrisi sesuai termasuk makan yang defisiensi,
kebutuhan tubuh. dengan disukai. memudahkan
b.d nafsu makan kebutuhan  Observasi dan catat intervensi.
menurun, mual tubuh masukkan makanan  Mengawasi
Kriteria hasil: pasien. masukkan kalori
  Keadaan umum  Timbang berat badan atau kualitas
membaik setiap hari. kekurangan
  dapat  Berikan makan sedikit konsumsi
menghabiskan dengan frekuensi sering makanan.
porsi makan dan atau makan diantara  Mengawasi
yang    waktu makan. penurunan berat
diberikan  Observasi dan catat badan atau
  Mengalami kejadian mual/muntah, efektivitas
peningkatan flatus dan dan gejala intervensi nutrisi.
BB. lain yang berhubungan.  Menurunkan
 Kolaborasi pada ahli gizi kelemahan,
untuk rencana diet. meningkatkan
pemasukkan dan
h mencegah distensi
gaster.
 Gejala GI dapat
menunjukkan efek
anemia (hipoksia)
pada organ.
 Meningkatakan
efektivitas program
pengobatan,
termasuk sumber
diet nutrisi yang
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Mariliynn E. 2006 Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC


Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
http://poetriezhuzter.blogspot.com/2012/20/asuhan-keperawatan-anemia.html

Anda mungkin juga menyukai